Mengaku Islam
Mengaku Islam
Assalamualaikum wr.wb
Sebagai seorang warga sipil biasa, mendengar kata jihad mungkin yang terbenak adalah bayang-
bayang tentang perang, pengeboman, dan masih banyak lagi. Sebagian masyarakat salah
mengartikan makna jihad yang benar akibat banyaknya sumber bacaan dan berita yang
menyudutkan umat islam sebagai pelaku dari berbagi kerusuhan dan kerusakan. Agar tidak salah
mengartikan jihad maka perlu bagi kita untuk mengetahui apa itu jihad yang sebenarnya agar
nantinya kita bisa menyingkapi makna jihad dengan benar untuk bisa mengamalkannya. Sebelum
mengetahui lebih lanjut akan lebih baik untuk mengetahui pengertian jihad terlebih dahulu.
Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728H) mendefinisikan jihad dengan pernyataan, “Jihad artinya
mengerahkan seluruh kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan yang dicintai Allah dan menolak
yang dibenci Allah” [1]. Sedangkan Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari
obyeknya dengan menyatakan bahwa jihad memiliki empat tingkatan, yaitu jihad memerangi hawa
nafsu, jihad memerangi syetan, jihad memerangi orang kafir dan jihad memerangi orang munafik
[2] Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku
kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran.
Pada surat ini untuk mendaptkan pengampunan dari Allah kita dapat melakukan jihad dijalan-Nya
dan pada surat An Nisaa':95 Allah menjajikan pahala bagi mukmin yang berjihad dijalan Allah,
berikut terjamah dari surat An Nisaa':95 “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut
berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan
harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala
yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan
pahala yang besar”.
Sedangkan pada Al Maa-idah:35 Allah menjanjikan keberuntungan bagi orang yang beriman dan
berjihad. “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (Al Maa-idah:35)
Selain itu banyak dari hadist nabi yang menyebut tentang berjihad antara lain adalah “Sesungguhnya
keluar berjuang di jalan Allah sepagi atau sepetang adalah lebih baik daripada dunia dan isinya “(HR
Muslim)
Dari hadist ini kita tahu bahwa berjihad akan lebih baik daripada dunia dan seisinya, maka dapat kita
bayangkan bahwa semua pekerjaan yang kita lakukan untuk mendapatkan kekayaan dunia semata
lebih rendah dari pada berjihad selama sepagi/sepetang saja. Selain itu hadist lain menyebutkan
“Sesungguhnya seorang lelaki telah datang kepada Nabi s.a.w dan bertanya: Siapakah orang yang
paling baik dari kalangan manusia? Nabi s.a.w menjawab: Seseorang yang berjihad pada jalan Allah
dengan harta benda dan jiwanya. Lelaki itu bertanya lagi: Kemudian siapa lagi? Nabi s.a.w
menjawab: Seorang mukmin yang berada di kaki bukit dan beribadat kepada Allah serta
menjauhkan manusia dari kejahatannya” (HR Muslim).
Dari hadist ini kita mengetahui bahwa seseorang paling baik dimata islam adalah mereka yang
berjihad dijalan Allah dengan harta dan bendanya. Jika kita kaitkan dengan keadaan dijaman saat ini
yang telah banyak teknologi yang dapat mempermudah jihad yang dapat kita lakukan seperti pada
media sosial, dengan hanya menyebarkan dakwah demi kebaikan umat agar tidak termakan oleh
hasutan kaum kafir maka kita sudah dapat dianggap jihad untuk memerangi kaum kafir dengan
media selain perang.
Dengan melihat keterangan-keterangan yang ada dapat kita petik pelajaran yaitu :
1. pemahaman mengenai jihad bukan hanya dalam memrangi kaum kafir dan munafik saja,
masih banyak jalan untuk berjihad dijalan Allah.
2. Sudah saatnya kita menggunakan seluruh apa yang kita punya untuk berjihad dijalan Allah
karena keutamaan jihad itu sendiri sangat tinggi,.
3. Tantangan jihad pada zaman ini adalah mengenai pemikiran yang dilakukan oleh musuh-
musuh islam harus kita perangi dengan pemikiran-pemikiran yang benar menurut syariat
islam, dengan begitu persatuan dalam umat isalam akan bisa terjaga.
Referensi :
[2] Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad, Ibnul Qayyim, tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdulqadir Al
Arnauth, cetakan ketiga tahun 1421H, Muassasat Al Risalah, Bairut 3/9