SATRIA DWI SETIAWAN*1, NURDINA NISAA FILANTI2, NILA RATIH3, ARIS RAHMAT
JULIAN4, BAYU KURIA WIBOWO5, FIKRI MUHAMMAD FAHMI6, GITA AGISTIRA
ROMANTA7, RIYAN TRI SUTARTANO8
1) Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam
Indonesia, Jalan Kaliurang KM 14.5, Yogyakrta 55584
*Penulis Korespondensi, Email: ssatriadwis@gmail.com
2) Jurusan Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Jalan
Kaliurang KM 14.5, Yogyakrta 55584
3) Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Psikologi Dan Sosial Budaya Universitas Islam
Indonesia, Jalan Kaliurang KM 14.5, Yogyakrta 55584
4) Jurusan HUKUM, FAKULTAS HUKUM Universitas Islam Indonesia, Jalan Kaliurang KM
14.5, Yogyakrta 55584
5) Jurusan Teknik Sipil , Fakultas Teknis Sipil Dan Perencenaan Universitas Islam Indonesia,
Jalan Kaliurang KM 14.5, Yogyakrta 55584
6) Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Jalan Kaliurang KM
14.5, Yogyakrta 55584
7) Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, Jalan
Kaliurang KM 14.5, Yogyakrta 55584
8) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, Jalan
Kaliurang KM 14.5, Yogyakrta 55584
ABSTRAK
Lubang resapan biopori “diaktifkan” dengan memberikan sampah organik. Sampah ini akan
dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah unuk melakukan kegiatannya melalui proses
dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal sebagai kompos. Dengan melalui proses
seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus
berfungsi sebagai “pabrik” pembuat kompos.
Jenis sampah yang dimasukkan akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan yang
ditandai dengan kecepatan menurunnya ketinggian sampah dalam lubang resapan biopori. Dengan
semakin cepat terjadi penurunan ketinggian sampah maka lubang resapan akan dapat digunakan
setiap hari.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data: (1) lubang resapan biopori yang diisi sampah
daun akan membutuhkan waktu 1 bulan untuk membusuk, (2) lubang resapan biopori yang diisi
sampah daun kering dan sampah dapur atau sisa-sisa makanan butuh waktu 7 hari untuk terjadi
dekomposisi sedangkan (3) lubang resapan biopori yang diisi sampah dapur saja akan mengalami
proses dekomposisi 1-3 hari.
Kata kunci: Jenis Sampah, Pengomposan, Lubang Resapan Biopori.
ABSTRACT
Biopore absorption holes are "activated" by providing organic waste. This waste will be used
as a source of energy for soil organisms to perform its activities through the process of
decomposition. This decomposed waste is known as compost. By going through such a process, the
biopore absorption hole besides functioning as a field of water impregnation also functions as a
compost "maker".
The type of waste that is inserted will affect the speed of the composting process which is
marked by the speed of decreasing the height of the waste in the biopore absorption hole. With the
faster the decrease in the height of the waste hole will be able to be used every day.
Based on the results of the study, the data obtained are: (1) biopori infiltration hole filled with
leaf litter will take 1 month to decompose, (2) biopori infiltration hole filled with dry leaf litter and
kitchen waste or food scraps takes 7 days to decompose while (3) hole biopori absorption filled
kitchen waste alone will experience the process of decomposition 1-3 days.
Keywords: Type of Trash, Composting, Biopori Infiltration Holes.
1. Pendahuluan
Menurut data dari BAPPEDA tahun 2009 kabupaten purworejo keadaan rupa bumi
(topografi) daerah kabupaten purworejo secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bagian selatan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-25 meter dpl.
b. Bagian utara merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian antara 25-1050 meter dpl.
Sedangkan kemiringan lereng atau kelerengan dikabupaten purworejo dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Kemiringan 0-2% meliputi bagian selatan dan tengah wilayah kabupaten purworejo
b. Kemiringan 2-15% meliputi sebagian kecamatan kemiri, Bruno, bener, loano, dan bagelen.
c. Kemiringan 15-40% meliputi bagian utara dan timur wilayah kabpaten purworejo
d. Kemmiringan >40% meliputi sebagian kecamatan bagelen, kaligeseng, loano, gebang, Bruno,
kemiri, dan pituruh.
Jenis tanah di kabupaten purworejo yaitu:
a. Tanah alluvial, yaitu merupakan yanah endapan, dibentuk dari lumpur daan pasir halus yang
mengalami erosi tanah. Ciri-ciri berwarna kelabu dengan struktur yang sedikit lepas-lepas dan
peka terhadap erosi.
b. Tanah latosol. Ciri-cirinya:
a. Sedikit kandungan humus
b. Tanah berwarna kemerahan karena adanya kandungan besi didalamnya
c. Silika hampir sdeluruhnya tercuci dari tanah.
Kandungan dalam tanah latosol yaitu mineral tanah liat silica (clay). Tanah ini sangat cepat
kehilangan kesuburannya.
c. Tanah regosol. Pada dasarnya tanah regosol berasal dari endapan tanah alluvial
Tahapan pertama yaitu pemberian materi tentang pengertian teknologi biopori dan manfaat
dari teknologi biopori tersebut dilakukan selama satu hari. Penyuluhan hari kedua dihadiri oleh
dihadiri oleh masyarakat dusun Jogotamu, khususnya laki-laki. Sasaran dari program ini adalah para
warga di Dusun Jogotamu agar program ini berjalan dengan efektif.
Pada tahapan terakhir program ini, dilakukan tanya jawab mengenai teknologi biopori, karena
menurut kami untuk teknologi biopori ini banyak masyarakat dusun Jogotamu yang belum
mengetahui tentang keuntungan jangka panjang yang akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri.
Gambar 3.3 Proses tanya jawab ketika penyuluhan
4. Kesimpulan
Dusun Jogotamu adalah dusun yang paling kering diantara dusun lainnya di Dusun Jogotamu.
Ini dikarenakan adanya sumur bor diatas bukit dekat Dusun Jogotamu. Selain itu, keadaan tanah
Dusun Jogotamu adalah tanah yang susah untuk meresapkan air, sehingga ketika hujan, sebagian
besar air hujan langsung mengalir menuju sungai. Teknologi biopori ini merupakan salah satu
pemecahan masalah yang dibutuhkan warga Dusun Jogotamu agar ketika hujan, sebagian airnya
meresap ke dalam tanah untuk menggantikan air yang diserap melalui sumur bor, dan mencegah
turunnya muka air tanah.
5. REFERENSI
Widyastuti, Ari., 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam
Lubang Resapan Biopori., ISSN: 1412-1867, Vol. 11, No 1, 2013.
Brata, Kamir. 2008. Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya. Bogor.
Juliandri. 2013. Efektivitas Lubang Resapan Biopori Terhadap Laju Resapan (Infiltrasi). Universitas
Tanjungpura. Pontianak.
Maryati. 2012. Penyuluhan dan Pembuatan Lubang Biopori di Wilayah Kecamatan Depok Kabupaten
Sleman Dalam Upaya Mewujudkan Program Satu Juta Biopori. Universitas Negeri
Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta
Budi, Basuki. 2013. Model Peresapan Air Hujan Dengan Menggunakan Metode Lubang Resapan
Biopori (LRB) Dalam Upaya Pencegahan Banjir. Politeknik Negeri Semarang. Semarang.