Anda di halaman 1dari 5

Analisis Pembelajaran Ilmu Teknik Lingkungan dalam Mengatasi Banjir dan Mengelola DAS

Ilmu teknik lingkungan merupakan cabang ilmu teknik yang bertujuan untuk memecahkan
permasalahan lingkungan dengan pendekatan teknologi. Ilmu teknik lingkungan memiliki cakupan
yang cukup luas. Namun, cakupan umum yang biasa dipelajari sebagai pengantar dari bidang teknik
lingkungan ini sendiri yaitu berupa pengolahan limbah cair, pengelolaaan limbah padat, pencemaran
limbah industri dan B3, penyediaan air bersih, pengelolaan air hujan, dan penyelesaian masalah
pencemaran udara. Seluruh cakupan tersebut saling berhubungan satu sama lain dan menciptakan
sebuah sistem yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan yang ada. Keseluruhan
aspek tersebut tidak bisa bertimpang pada salah satu sisi, seluruh aspek tersebut harus berkorelasi
dengan porsi yang seimbang untuk dapat menciptakan sistem yang maksimal. Sistem yang baik
tersebut dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada, diantaranya banjir, terutama di daerah
Kemang, Jakarta dan juga dapat mengatasi permasalahan DAS yang ada di Indonesia.
Kaitan dengan Banjir
Limbah cair merupakan salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan berbagai
permasalahan lingkungan yang ada saat ini. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001
Pasal 1 ayat 14, limbah cair merupakan sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair.
Oleh karenanya, limbah cair perlu diolah dan dikelola terlebih dahulu agar aman ketika dibuang ke
sungai atau pusat aliran air lainnya.
Secara umum, limbah cair dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama yaitu limbah cair domestik
dan jenis kedua merupakan limbah cair industri. Limbah cair domestik merupakan limbah cair hasil
buangan dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenis.
Contoh dari limbah cair domestik yakni berupa air sabun, air cucian, dan juga air tinja. Limbah cair
domestik inilah yang biasanya menjadi salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah ketika banjir.
Air dari banjir yang menimpa suatu daerah dapat tercampur dengan air limbah domestik
sehingga menimbulkan berbagai penyakit, diantaranya disentri, TBC, tifus, dan diare. Berbagai
penyakit itulah yang akhirnya merugikan banyak pihak. Oleh karenanya, dibutuhkan keterlibatan dari
semua pihak dalam mengelola dan menjaga kualitas pengelolaaan dan pengolahan air limbah yang
ada sehingga tingkat kerugian yang muncul akibat bencana banjir, terutama dalam hal kesehatan dapat
diminimalisir semaksimal mungkin.
Namun di samping itu, terdapat pula berbagai masalah yang terkait dengan limbah cair
domestik. Salah satu masalah yang terkait yaitu teknologi yang tidak memadai. Di beberapa daerah,
teknologi pengolahan air limbah masih belum memadai bahkan bisa dikatakan belum tersedia. Hal ini
diakibatan oleh beragam faktor, salah satunya adalah kondisi dari lokasi eksekusi yang dirasa kurang
mendukung, sehingga untuk menjalankan fungsi dari pengolahan air limbah ini dibutuhkan usaha
yang ekstra. Rencana pengembangan pengolahan air limbah di beberapa wilayah yang seharusnya
terlayani oleh jaringan air limbah juga belum dapat terlaksana. Alhasil, pembangunan sarana secara
terpusat berjalan cukup lambat.
Saat ini kualitas dan kuantitas air di berbagai daerah pun sudah mulai menurun, ini menjadi
salah satu masalah yang sangat membutuhkan perhatian lebih. Air yang baik sudah cukup sulit untuk
dicari. Hal ini dikarenakan air yang baik sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah
karena ulah masyarakat. Maka dari itu, dibutuhkan kesadaran dari masyarakat itu sendiri akan
pentingnya pengelolaan dan pengolahan air limbah. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat itu sendiri
dapat memperoleh keuntungan yang berjangka panjang.
Selain limbah cair, limbah padat juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan
banjir di berbagai daerah dan menimbulkan dampak yang amat merugikan. Limbah padat atau sampah
adalah kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik.
Kotoran tersebut bersifat padatan. Meskipun penyebab utama banjir berasal dari tinggi rendahnya
curah hujan; namun, banjir juga bergantung pada sistem drainase dan penampungan air, jika drainase
dan penampungan air tidak lancar berarti penampungan tersebut tidak terawat secara teratur sehingga
membuat air hujan tersumbat karena sampah-sampah dan akan menjadi genangan besar yang
menyebabkan banjir. Sampah yang dapat menyumbat saluran air dapat berupa limbah rumah tangga,
potongan pohon kelapa, pohon pisang, serta kursi-kursi bekas yang dibuang sembarangan di pinggir
sungai.
Saat banjir, banyak sumber air bersih yang tercemar akibat sampah sehingga ketersediaan air
bersih menjadi terbatas. Mengonsumsi air yang tercemar dapat mengakibatkan penyakit pencernaan
seperti diare, muntaber, disentri, kolera, dan tifus. Selain itu, timbunan dari limbah padat juga dapat
mengakibatkan pendangkalan sungai akibat dari banyaknya materi sampah yang ikut hanyut saat
terjadi banjir.
Aspek berikutnya yakni mengenai pengolahan limbah industri dan B3. Seperti yang telah
diketahui bahwa limbah industri merupakan hasil buangan dari suatu industri dan limbah B3
merupakan hasil buangan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, baik dari sifat maupun
konsentrasinya dan berpotensi merusak lingkungan sekitarnya. Contoh dari limbah industri dan B3
yaitu pelumas/oli dan racun tikus. Pelumas tersusun dari lube base oil (LOB) dan aditif. Zat-zat
tersebut jika terkena permukaan tubuh dapat menimbulkan kerusakan kulit, iritasi, dan rambut mudah
rontok; sedangkan bila tertelan dapat menyebabkan diare.
Limbah industri dan B3 akan menjadi amat berbahaya apabila tercampur dengan air banjir
karena dapat memicu berbagai penyakit seperti yang telah disebutkan. Maka dari itu, limbah industri
dan B3 tidak boleh sembarangan dibuang tanpa diolah terlebih dahulu. Namun sayangnya, masih
cukup banyak industri yang tidak mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang; padahal,
pemerintah sudah menerapkan aturan yang tegas untuk tiap industri yang beroperasi agar mengolah
limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang. Menurut Kepala Biro Pengelolaan Data dan Lingkungan
Perum Jasa Tirta (PJT) I, Kota Malang, Jawa Timur, Vonny C Setiawati (2011), dari 50 industri yang
ada, sebanyak 77% industri atau 36 industri tidak memenuhi baku mutu.
Kemudian dalam urusan penyediaan air bersih, ketika terjadi banjir tentunya ketersediaan air
bersih akan semakin berkurang. Hal itu dikarenakan pendistribusian air bersih di rumah-rumah
menjadi tersendat sehingga terjadi defisit air bersih. Apalagi, air yang ada juga sudah tercampur
dengan berbagai macam kotoran sehingga tidak layak untuk digunakan. Untuk mengatasinya, maka
dilakukakanlah distribusi bantuan air di tempat evakuasi bencana banjir tersebut.
Air bersih yang ada sebenarnya dapat berasal dari 2 sumber. Sumber yang pertama yaitu
sumber perpipaan yang berasal dari PDAM dan sumber kedua yaitu sumber non perpipaan seperti
sumur gali, pompa air, dan mata air. Ketika terjadi banjir, air sumber perpipaan sebenarnya masih
dapat diakses dengan baik. Namun, air dari sumber non perpipaan seperti sumur gali dan mata air bisa
jadi tidak dapat diakses untuk sementara waktu karena air yang ada dapat tercemar oleh banjir.
Disamping aspek-aspek yang telah disebutkan, pencemaran udara juga merupakan salah satu
aspek yang terlibat dalam bencana banjir, meskipun kaitan antara keduanya dapat dikatakan amat
sedikit. Limbah udara dari industri dan asap kendaraan merupakan jenis limbah udara yang paling
menyebabkan pencemaran saat ini. Udara hasil buangan tersebut akan berdifusi ke atmosfer dan
bereaksi dengan air untuk membentuk gumpalan asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut
sehingga jatuh bersama air hujan. Namun, hujan yang dihasilkan bukanlah hujan seperti pada
umumnya, tetapi merupakan hujan asam yang dapat membahayakan. Jika hujan tersebut terjadi ketika
banjir maka air hujan akan tercampur dengan ar banjir dan dapat menimbulkan berbagai penyakit
seperti iritasi.
Selain itu, hujan asam juga dapat merusak ekosistem hewan dan tumbuhan yang ada. Hal ini
dikarenakan hujan asam akan menyapu kandungan nutrisi dalam tanah sebelum tumbuhan
menggunakannya untuk tumbuh. Hujan asam juga dapat merusak ekosistem perairan, contohya danau.
Ketika danau dijatuhi hujan asam, maka tingkat keasaman airnya pun akan semakin meningkat pula,
padahal beberapa spesies tidak dapat hidup di dalam air dengan kondisi asam, alhasil cukup banyak
biota perairan yang mati.
Disamping semua aspek yang telah dijabarkan, terdapat satu aspek yang merupakan faktor
utama penyebab banjir, yaitu air hujan. Sistem pengelolaan air hujan yang baik akan mencegah
terjadinya banjir. Curah hujan yang tinggi dan kurang baiknya sistem pengelolaan dan penyaluran air
hujan akan menyebabkan terjadinya banjir. Untuk mencegahnya, dibuatlah sistem drainase dan
reservoir air.
Sistem drainase digunakan untuk mengurangi kelebihan air permukaan yang berasal dari
hujan lokal di kawasan perkotaan. Berdasarkan cara terbentuknya, sistem drainase terbagi menjadi
dua, yaitu sistem drainase alami (natural drainage) dan sitem drainase buatan (artificial drainage).
Drainase alami terbentuk secara alami dari gerusan air yang bergerak secara gravitasi. Sedangkan
drainase buatan merupakan drainase yang dibuat oleh manusia untuk tujuan tertentu, contohnya
selokan pasangan batu/beton, pipa-pipa, dan gorong-gorong. Selain berdasarkan cara terbentuknya,
sistem drainase dapat dibagi pula berdasarkan fungsinya. Berdasarkan fungsinya, sistem drainase
dibagi menjadi dua tipe, tipe yang pertama merupakan tipe separated, dimana air hujan memiliki
saluran yang berbeda dengan air limbah domestik, sehingga keduanya saling terpisah satu sama lain.
Tipe yang kedua merupakan tipe combined di mana air hujan dan air limbah domestik berada dalam
satu saluran yang sama yang kemudian dibawa meuju instalasi pengolahan air limbah untuk kemudian
diolah dan dibuang ke sungai.
Air hujan yang tidak terkontrol dan tidak terkelola dengan baik ditambah dengan kondisi
tanah yang semakin memburuk sebagai dampak dari urbanisasi menyebabkan banjir tidak dapat
terelakkan. Kondisi tanah yang baik membuat air hujan yang turun akan banyak terserap ke tanah dan
hanya sebagian kecil yang mengalami run-off dan evaporasi. Namun, setelah adanya urbanisasi,
kondisi tanah menjadi kurang baik dimana air hujan yang seharusnya lebih banyak mengalami
infiltrasi menjadi lebih banyak mengalami run off sehingga menimbulkan bencana banjir.
Untuk mengatasinya, diperlukan adanya gerakan reboisasi atau penanaman hutan kembai
sehingga daerah resapan air akan menjadi semakin banyak dan dapat meminimalisir kemungkinan
bencana banjir.
Kaitan dengan Daerah Aliran Sungai
Seperti yang telah diketahui, ilmu teknik lingkungan dapat berperan dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang terjadi saat ini, di samping mengatasi permasalahan banjir juga dapat
mengatasi permasalahan DAS yang ada di indonesia. DAS atau daerah aliran sungai merupakan
daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut
akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil
menuju ke sungai utama. Daerah aliran sungai berfungsi untuk menerima dan mengumpulkan unsur
sedimen dan unsur hara dari air hujan untuk selanjutnya dialirkan ke laut, danau, ataupun pusat aliran
air lainnya. Namun, seperti yang dapat dilihat saat ini bahwa daerah aliran sungai di beberapa wilayah
tidak berfungsi secara maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan hutan
menjadi lahan pemukiman atau industri. Kondisi ini membuat air hujan yang seharusnya terserap ke
tanah menjadi tidak terserap dan sebagian besar akan mengalami run off menuju ke tempat yang lebih
rendah. Kondisi ini pula yang dapat menyebabkan banjir. Kondisi ini juga dapat menyebabkan sungai
menjadi kering dan kondisi tanah menjadi kering.
Secara umum, DAS terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama merupakan daerah hulu
DAS. Daerah hulu ini dapat dicirikan dengan tanah yang berbukit-bukit dan lereng yang curam
sehingga ditemukan jeram. Biasanya daerah ini banyak digunakan sebagai areal perkebunan dan
hutan. Lalu pada bagian kedua terdapat daerah tengah DAS. Daerah ini memiliki ciri-ciri tanah yang
relatif landai. Daerah ini juga merupakan pusat aktivitas penduduk, misalnya pertanian, perdagangan,
dan industri. Bagian yang terakhir yaitu daerah hilir DAS. Daerah ini memiliki ciri-ciri tanah yang
landai dan subur. Daerah ini bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan pemukiman.
Pengelolaan limbah di DAS juga patut diperhatikan agar kondisi DAS tetap terjaga.
Pengelolaan limbah padat salah satunya. Pengelolaan limbah padat yang tidak baik akan
menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya bau tak sedap hingga bencana banjir. Oleh
karenanya dibutuhkan sistem pengelolaan yang baik untuk mencegah permasalahan tersebut timbul.
Sistem pengelolaan sampah yang baik yakni dimulai dari pengumpulan sampah dari sumber sampah
di lingkungan masyarakat, lalu pemindahan sampah ke tempat penampungan sementara yang ada di
tiap zona kecil, kemudian mengangkut sampah menuju ke tempat pembuangan akhir untuk kemudian
diolah dan dikelola. Perlu diingat pula sampah yang ada sebaiknya dipisahkan antara sampah organik,
non organik, botol, dan kertas sehingga sampah yang masih bisa dimanfaatkan dapat dimanfaatkan
dengan maksimal.
Selain itu, pengolahan limbah cair juga patut diperhatikan dalam menjaga kualitas DAS.
Berbicara soal limbah cair, limbah cair juga menjadi salah satu komponen yang terlibat dalam
permasalahan yang muncul di daerah aliran sungai. Pada daerah aliran sungai, seringkali ditemukan
limbah cair yang dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu. Tidak adanya regulasi yang
mengikat juga menjadi salah satu faktor mengapa daerah aliran sungai kerapkali tercemar oleh limbah
cair domestik maupun industri. Pencemaran limbah domestik juga kerapkali ditimbulkan oleh
pemukiman yang berada di bantaran sungai. Meskipun sudah ada peratutan yang mengikat, namun
penyerobotan bantaran tetap saja terus terjadi. Peraturan tersebut diatur dalam -PP No. 38/2011
tentang Sungai- yang menyebutkan bahwa “10-20 meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang
untuk dibangun”.
Saat ini, kondisi DAS di Indonesia sudah banyak berubah. Banyak lahan-lahan hutan maupun
perkebunan yang beralih fungsi menjadi pertanian, pemukiman, ataupun perindustrian. Hal itu yang
menyebabkan kondisi tanah di daerah aliran sungai tidak sebaik sebelumnya. Selain itu, daerah
konservasi di bagian hulu juga sudah mulai dihilangkan, sehingga kuantitas air pun menjadi
berkurang dan kadangkala terjadi erosi ketika tanah tidak mampu mengatasi curah hujan yang cukup
tinggi.
Kerusakan DAS pastinya akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya masalah
kesehatan. Lingkungan DAS yang bersih dan sehat dapat membuat kesehatan tubuh terjaga dengan
baik. Namun, jika lingkungan DAS merupakan lingkungan yang kotor, maka akan menjadi sumber
penyakit, dan kesehatan pun akan terjangkit. Penyakit yang dapat timbul diantaranya Laptopspirosis,
Tetanus, diare, Polimyelitis, penyakit berbasis vektor nyamuk dan lalat, dan penyakit kulit.
Selain dari segi kesehatan, kerusakan DAS juga dapat mengganggu kondisi sosial dan
ekonomi yang ada. Kondisi sosial yang terganggu dapat berupa kegiatan pendidikan, aktivitas kantor,
ketersediaan makanan, dan kebutuhan – kebutuhan lainnya. Keadaan ekonomi yang tergnggu dapat
berupa kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi, dan menurunnya nilai perekonomian.
Dalam menanggapi permasalahan yang muncul akibat kerusakan DAS, dibutuhkan solusi
nyata dan langkah konkret yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
Solusi dan langkah-langkah tersebut dapat dibagi dalam 3 kawasan, yaitu langkah yang dilakukan di
daerah konservasi, di daerah aktivitas penduduk, dan di dearah pemanfaatan. Di daerah konservasi
dapat dilakukan kegiatan reforestasi dan pengontrolan pembangunan permukiman. Selain itu, juga
semestinya dilakukan pengetatan hukum terhadap illegal logging di daerah tersebut. Di daerah
aktivitas penduduk dapat dilakukan sosialisasi akan pentingnya merawat DAS dan membuang sampah
pada tempatnya juga memastikan tiap pemukiman memiliki tempat atau akses ke pembuangan limbah
dan kotoran rumah tangga. Di daerah pemanfaatan dapat dilakukan pengetatan atas pembuangan
limbah dari industri-industri yang ada juga memastikan tiap industri mengolah limbahnya terlebih
dahulu sebelum dialirkan ke sungai.

Referensi
 MacKenzie Leo Davis. 2008. Introduction to Environmental Engineering 4th Edition.
McGraw-Hill Education.
 Syahril, Nurdin. 2010. “Kajian Manajemen Proyek Penyediaan Air Bersih Perkotaan Daerah
Berbukit Dengan Sumber Air Sungai”.
 http://www.ijtech.eng.ui.ac.id/index.php/journal/article/view/34
 http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/sistem-penyaluran-air-limbah-dan-
drainase-1.pdf

Anda mungkin juga menyukai