Asesmen Pasien
ASESMEN PASIEN
1. TUJUAN1
pengumpulan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien
identifikasi kondisi yang mengancam nyawa
intervensi segera
tatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa dan manajemen transfer
2. PENGERTIAN
asesmen pasien: adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-rumah sakit
hingga manajemen pasien di rumah sakit.2
asesmen tempat kejadian: suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat tiba di tempat
kejadian.
asesmen awal: suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam
nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga
patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Asesmen segera-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang mengalami cedera signifikan
untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam nyawa. Perkirakan juga derajat
keparahan cedera, tentukan metode transfer, dan pertimbangkan Bantuan Hidup Lanjut.
Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan mobil-pejalan kaki;
penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi jarak 6 meter (dewasa) dan 3 meter
(anak).
Asesemen segera-kasus medis: dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar, delirium, atau
disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi mengancam nyawa.
Asesmen terfokus-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang tidak mengalami cedera
signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang dapat mengancam nyawa.
Berfokus pada keluhan utama pasien.
Asesmen terfokus-kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi baik,
dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
Asesmen secara detail: hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di tempat kejadian saat
menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah sakit. Pemeriksaan dilakukan dari
kepala-kaki untuk mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa yang dimiliki oleh
pasien.
Asesmen berkelanjutan: dilakukan selama transfer terhadap semua pasien, untuk
mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien, berupa perburukan/perbaikan
kondisi.3
3. KEBIJAKAN
Yang melakukan asesmen adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat kewenangan klinis
dari Direktur Rumah Sakit
Asesmen awal rawat inap dilaksanakan oleh dokter dan perawat, harus selesai dalam waktu 24
jam.
Asesmen awal rawat jalan dilaksanakan oleh dokter dan perawat, harus selesai dalam waktu 2
jam.
Asesmen gawat darurat dilakukan oleh dokter dan perawat, harus selesai dalam waktu 1 jam
setelah selesai pemberian asuhan.
Setiap pasien yang akan operasi wajib dilakukan asesmen pra bedah, pra anestesi dan pra
induksi.
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan dan Perawat wajib melakukan asesmen ulang. Asesmen
ulang oleh DPJP dilaksanakan setiap hari.
Hasil pemeriksaan penunjang dapat digunakan sampai 30 hari. Setelah 30 hari, harus
dilakukan pemeriksaan ulang.
TATA LAKSANA
URUTAN ASESMEN PASIEN1
Urutan asesmen ini diterapkan pada seluruh pasien tanpa kecuali. Asesmen ini terbagi menjadi 5
bagian, yaitu:
a. Asesmen tempat kejadian
b. Asesmen awal
c. Asesmen segera dan terfokus
d. Asesmen secara mendetail
e. Asesmen berkelanjutan
A. ASESMEN TEMPAT KEJADIAN4
a) Amankan area
b) Gunakan alat pelindung diri
c) Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut
d) Panggil bantuan (ambulans, polisi, pemadam kebakaran)
e) Observasi posisi pasien
f) Identifikasi mekanisme cedera
g) Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang
h) Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat kejadian.
B. ASESMEN AWAL
a) Keadaan umum:
i. identifikasi keluhan utama/mekanisme cedera
ii. tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan orientasi
iii. temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa3
b) Jalan napas:
i. pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus medik,
dan jaw thrust pada pasien trauma).5
ii. fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera spinal
iii. identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi
patah/hilang, trauma wajah)
iv. gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA) jika
perlu.4
c) Pernapasan:4
i. lihat (look), dengar (listen), rasakan (feel); nilai ventilasi dan oksigenasi
ii. buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan
kedalaman napas
iii. nilai ulang status kesadaran
iv. berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat (pernapasan
< 12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung pernapasan (bag-valve
mask), intubasi setelah ventilasi inisial (jika perlu). Jangan menunda defibrilasi
(jika diperlukan).
v. Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam nyawa
d) Sirkulasi:
i. Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan
1. Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
2. Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan arteri
karotis
3. Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis3
ii. Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan langsung
(direct pressure)dengan kassa bersih.
iii. Palpasi arteri radialis: nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut (lambat,
normal, cepat), teratur atau tidak.
iv. Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit, nilai
ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi.4
e) Identifikasi prioritas pasien: kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil, stabil.
i. Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan, lakukan
asesmen segera-kasus trauma dan imobilisasi spinal.
ii. Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera-kasus medis4
E. ASESMEN BERKELANJUTAN5
a) Dilakukan pada semua pasien saat transfer ke rumah sakit
b) Tujuan:
i. menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin membutuhkan
intervensi tambahan
ii. mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
iii. menilai ulang temuan klinis sebelumnya
c) Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit
d) Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit
i. Nilai ulang status kesadaran
ii. Pertahankan patensi jalan napas
iii. Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
iv. Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
v. Pantau warna dan suhu kulit
vi. Nilai ulang dan catat tanda vital
e) Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien
f) Periksa intervensi:
i. Pastikan pemberian oksigen adekuat
ii. Manajemen perdarahan
iii. Pastikan intervensi lainnya adekuat
4. ASESMEN PEDIATRIK
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal.
Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang dilindungi.
Tahapan asesmen berupa:
a) keadaan umum:
i. tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
ii. tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
iii. respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan
b) kepala:
i. tanda trauma
ii. ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol
c) wajah:
i. pupil: ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
ii. hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
d) leher: kaku kuduk
e) dada:
i. stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
ii. auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan, ronki,
mengi (wheezing); bunyi jantung: regular, kecepatan, murmur
f) abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma
g) anggota gerak:
i. nadi brakialis
ii. tanda trauma
iii. tonus otot, pergerakan simetris
iv. suhu dan warna kulit, capillary refill
v. nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h) pemeriksaan neurologis5
5. ASESMEN NEUROLOGIS
Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.
Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau kondisi pasien
selanjutnya
Tahapan asesmen berupa:
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan, keteraturan, usaha
napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara akurat
menggambarkan fungsi serebri.
i. Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik dapat
memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan
tangisan normal.
Tidak merespons 1
Etiologi jatuh:
a) Ketidaksengajaaan: 31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan: 17%
c) Vertigo: 13%
d) Serangan jatuh (drop attack): 10%
e) Gangguan kognitif: 4%
f) Hipotensi postural: 3%
g) Gangguan visus: 3%
h) Tidak diketahui: 18%
Asesmen risiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale (Skala Jatuh Morse) sebagai berikut.
skor
faktor risiko skala poin
pasien
riwayat jatuh ya 25
tidak 0
diagnosis sekunder (≥ 2 diagnosis ya 15
medis) tidak 0
alat bantu Berpegangan pada perabot 30
tongkat/alat penopang 15
tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
terpasang infus ya 20
tidak 0
gaya berjalan terganggu 20
lemah 10
normal/tirah baring/imobilisasi 0
status mental sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total
Kategori:
Risiko tinggi = ≥ 45
Risiko sedang = 25 – 44
Risiko rendah = 0 - 24
Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh dua kali sehari, saat transfer
ke unit lain, dan saat terdapat perubahan kondisi pasien.
Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25 dalam 2
kali pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan risiko jatuh:
a) Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
i. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
ii. Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur
tepasang dengan baik
iii. Ruangan rapi
iv. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, tombol
panggilan, air minum, kacamata)
v. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
vi. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
vii. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan bersih dan
berfungsi)
viii. Pantau efek obat-obatan
ix. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
x. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keuarga
b) Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal berikut ini.
i. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
ii. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di pergelangan
tangan pasien
iii. Sandal anti-licin
iv. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
v. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
vi. Nilai kebutuhan akan:
Fisioterapi dan terapi okupasi
Alarm tempat tidur
Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)
8. ASESMEN NYERI
Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien yang
datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.8
Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
a) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
b) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
i. 0 = tidak nyeri
ii. 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
iii. 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9
c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka,
gunakan asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum –
cemberut – menangis)
Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien
Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
a) lokasi nyeri
b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
c) onset, durasi, dan faktor pemicu
d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
e) efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau
verbal akan rasa nyeri.
Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik
pada pasien
b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
Tatalaksana nyeri:
a) Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
b) Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada pasien yang
sadar / bangun10
c) Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen dilakukan tiap 1 jam
setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤ 3.8
d) Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan nyeri
e) Nilai ulang efektifitas pengobatan
f) Tatalaksana non-farmakologi:
i. Berikan heat / cold pack
ii. Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
iii. Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama / pola
teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
iv. Distraksi / pengalih perhatian10
Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
a) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
b) Menenangkan ketakutan pasien
c) Tatalaksana nyeri
d) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri sebelum rasa
nyeri tersebut bertambah parah
1. Lucas County Emergency Medical Services. Tab 600: pre-hospital patient assessment. Ohio:
Toledo; 2010.
2. Montana State Hospital Policy and Procedure. Patient assessment policy; 2009.
3. Patient assessment definitions.
4. San Mateo County EMS Agency. Patient assessment, routine medical care, primary and
secondary survey; 2009.
5. Denver Paramedic Division. Pre-hospital protocols; 2012.
6. Malnitrition Advisory Group: a Standing Commitees of BAPEN. Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST);2010.
7. Sizewise. Understanding fall risk, prevention, and protection. USA: Kansas.
8. Sentara Williamsburg Community Hospital. Pain assessment and management policy; 2006.
9. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain intensity
instruments: numeric rating scale; 2003.
10. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari: www.hospitalsoup.com
11. Craig P, Dolan P, Drew K, Pejakovich P. Nursing assessment, plan of care, and patient
education: the foundation of patient care. USA: HCPro, Inc; 2006.