DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ABSTRAK
ARLIN NISSA FAHANI. Kombinasi Teknik Top Down dan Bottom Up dalam
Pembuatan Nanokristalin Hidroksiapatit dari Batu Gamping. Dibimbing oleh SITI
NIKMATIN dan NENDAR HERDIANTO.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kombinasi Teknik Top Down dan Bottom Up dalam Pembuatan
Nanokristalin Hidroksiapatit dari Batu Gamping.
Nama : Arlin Nissa Farhani
NIM : G74090022
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Kombimisi Teknik Top Down dan Bottom Up dalam Pembuatan
Nanokristalin Hidroksiapatit dari Batu Oamping.
Nama : Arlin Nissa Farhani
NIM : 074090022
Disetujui oleh
Diketahui leh °
.. . ""
.' 11.. I
Dr Akhiruddiu.M1iddu, MSi
'.~ ~/ -. Ke'tua Departemen
,..
----.~~... ~
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Solawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan umat manusia yaitu
nabi Muhammad solallahu ‘alaihi wassalam. Ucapkan terimakasih pula penulis
haturkan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
1. Ibu Dr. Siti Nikmatin, M.Si dan Bapak Nendar Herdianto, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan masukan serta motivasi
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
2. Bapak Abd. Djamil H, M.Si dan Ibu Setia Utami Dewi, M.Si selaku
dosen penguji.
3. Bapak M.N Indro, M.Sc selaku editor yang telah banyak memberikan
saran dan masukan dalam penulisan karya tulis ini.
4. Bapak Sidikrubadi Pramudito, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
serta seluruh dosen dan civitas akademika departemen fisika IPB.
5. Kementrian Pendidikan Nasional atas bantuan dana penelitian,
Konsorsium Riset Biomaterial, Insentif Riset Kemenristek Republik
Indonesia 2013.
6. Bapak Lukmana, S.Si dan Ibu Winda Riani, ST atas diskusi ilmiah.
Serta seluruh civitas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) yang telah memberikan banyak bantuan baik moril maupun
materil selama penelitian.
7. Bapak Sulistioso Giat Sukaryo, MT dari Pusat Teknologi Badan Industri
Nuklir (PTBIN-BATAN) yang telah banyak memberikan masukan dan
bantuan baik moril maupun materil dalam pelaksanaan penelitian ini.
8. Kepada kedua orang tua pennulis yaitu Ibunda Elis Herlina,S.Pd yang
senantiasa penulis cintai dan Almarhum Ayahanda Agus Rasidin yang
selalu hadir dalam hati sanubari ini. Serta terimakasih dan sayang yang
tak terkira untuk ananda Faisal Al-Rasyid, Dena Audina Rasyid,
keluarga besar Alm. H. Jalaludin, dan keluarga besar H.E Hidayat yang
selalu memberikan nasihat, motivasi dan semangat untuk penulis.
9. Sahabatku Nur Lasmini, Irma SH, Feby RF, fisika 46 “berisik”, seluruh
keluarga fisika (44,45,47,48), UKM Pramuka IPB, Serum-G IPB,
Paguyuban Karya Salemba Empat IPB, Rusa (Rumah Sahabat) KSE
IPB, keluarga Bumi Seuri, Ustad dan Santri-santriat Ponpes Mahasiswa
Al-Ihya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan, untuk
itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
dan Allah subhanahu wa ta’ala menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai
wujud syukur kepada-Nya.
DAFTAR GAMBAR
1. Skematik sintesis nanomaterial dengan Top down dan Bottom up. 3
2. Mekanisme terjadinya tumbukan. 4
3. Skematik pembentukan (nukleation) dan pertumbuhan (growth)
HAp. 5
4. Difraktogram batu gamping sebelum kalsinasi 10
5. Difraktogram batu gamping setelah kalsinasi (sampel C0) 11
6. Mikrograf SEM kalsium oksida (Sampel C0) (a) perbesaran
2.500x (b) perbesaran 10.000x dan (c) data EDX 12
7. Difraktogram batu gamping setelah miling (sampel C1, C2 dan
C3) 13
8. Grafik hubungan antara ukuran partikel dengan distribusi number
sampel: (a) sampel C1 (b) sampel C2 dan (c) sampel C3 15
9. Mikrograf SEM kalsium hidroksida (sampel C3) perbesaran: (a)
2.500x (b)10.000x dan (c) data EDX 16
10. Puncak-puncak XRD hasil analisa yang membandingkan sampel
HA1C0 (kurva biru) hasil eksperimen dengan Ca5(PO4)3(OH)
(kurva merah ) dari ICDD No. 09-0432 serta pergeserannya 17
11. Difraktogram sampel hidroksiapatit dengan perlakuan kecepatan
penetesan (addition rate) (NH4)2HPO4 sebesar 2 ml/min (sampel
HA1C0), 4 ml/min (sampel HA2C0) dan 12.5 ml/min (sampel
HA3C0) 18
12. Mikrograf SEM kalsium hidroksiapatit sampel HA1C0
perbesaran (a) 2.500x (b)10.000x 19
13. Difraktogram sampel HA1C1 20
14. Difraktogram sampel HA1C2 20
15. Difraktogram sampel HA1C3 21
16. Mikrograf SEM kalsium hidroksiapatit sampel HA1C3
perbesaran (a) 2.500x dan (b) 10.000x 22
17. Morfologi kristal dari nanokristalin HAp sampel HA1C3 hasil
karakterisasi TEM 22
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian 26
2. Alat dan Bahan 27
3. Database JCPDS (a) CaO (b) Ca(OH)2 (c) AKA A (d) AKA B
(e) HAp (f) Ca(CO)3 28
4. Data EDX sampel C0 31
5. Data SEM-EDX sampel C3 32
6. Data SEM-EDX sampel HA1C1 dan perhitungan nisbah molar
Ca/P 33
7. Data SEM-EDX sampel HA1C3 dan perhitungan nisbah molar
Ca/P 34
8. Hasil perhitungan ukuran kristal sampel HA1C0, HA2C0 dan
HA3C0 35
9. Hasil perhitungan ukuran kristal sampel HA1C1, HA1C2 dan
HA1C3 37
10. Morfologi kristal dari nanokristalin hidroksiapatit sampel HA1C3 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mineral anorganik utama yang terdapat dalam tulang dan gigi mempunyai
struktur kristal yang terdiri dari kalsium dan fosfat. Kalsium dan fosfat dalam
tulang membentuk senyawa apatit.1 Hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2, HAp]
merupakan salah satu apatit serbuk yang terdapat di dalam tulang dan gigi.2,3
Kalsium yang terdapat dalam tulang berbentuk senyawa dan berikatan dengan
gugus fosfat, hidroksida dan karbonat.4 Hidroksiapatit bersifat bioaktif yaitu dapat
memunculkan suatu respon spesifik antar muka materi yang mengakibatkan
pembentukan ikatan antara jaringan dan material, sehingga HAp dapat
membentuk ikatan dengan tulang dan merangsang pertumbuhan tulang baru.5,6
Bioaktif merupakan salah satu syarat medis yang harus dipenuhi supaya HAp
dapat diimplankan dalam tubuh manusia. Syarat lainnya yaitu harus bersifat
biokompatibel dan tidak beracun.7
Hidroksiapatit yang dibuat secara sintesis kimia disebut HAp sintetik.8
Dalam bidang medis HAp sintetik dapat dimanfaatkan sebagai implan tulang dan
gigi, matriks pelepasan obat, semen tulang, dan zat aditif pasta gigi. Selain itu
HAp juga memiliki aplikasi yang cukup luas dalam bidang lain, yaitu sebagai
katalis dalam kromatografi gas dan sensor, pemurnian air dan produksi pupuk.5,7
Hidroksiapatit sintetik dapat diperoleh tidak hanya melalui reaksi senyawa-
senyawa sintetik saja, tetapi juga dapat mereaksikan senyawa sintetik dengan
senyawa alami.8 Beberapa riset dalam bidang rekayasa biomaterial hidroksiapatit
menggunakan bahan kalsium dari bahan alam. Sumber kalsium dari bahan alam
yang sering digunakan diantaranya cangkang kerang, cangkang telur, koral, batu
kapur, dan batu gamping. Batu gamping sebagai salah satu sumber kalsium cukup
banyak ditemukan di wilayah gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat yang merupakan salah satu kawasan kars di pulau Jawa.
Kandungan kalsium batu gamping dari kawasan ini cukup tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai starting material pembuatan HAp. Dalam pemanfaatannya
sebagai starting material pembuatan HAp batu gamping yang memiliki rumus
kimia CaCO3 perlu dirubah menjadi kalsium oksida (CaO). Batu gamping dapat
diolah menjadi CaO melalui proses kalsinasi.9,10
Pembuatan serbuk hidroksiapatit dipengaruhi oleh morfologi, stoikiometri,
kristalinitas dan ukuran khususnya rentang nanometer memiliki peran utama
dalam produksi biomaterial.8 Ada dua metode yang dapat digunakan dalam
sintesis nanomaterial, yaitu secara top down dan bottom up. Pada dasarnya kedua
metode ini merupakan rekayasa pengendalian ukuran, bentuk dan morfologi
material.
Dalam penelitian ini, ukuran prekursor kalsium dibuat dalam dua variasi.
Pertama, prekuror kalsium tanpa miling. Prekursor kalsium dihomogenisasi
ukurannya dengan menggunakan motor grinder dan diayak secara mekanik
dengan menggunakan alat sieve shaker sehingga menghasilkan ukuran 45 µm.
Kedua, prekursor kalsium dengan miling. Prekursor kalsium dihasilkan dari
proses miling menggunakan alat high energy milling (HEM). Motor grinder dan
HEM adalah alat penggerusan yang biasa digunakan dalam teknologi top down.
2
Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh perlakuan variasi waktu miling dan tanpa miling terhadap
fasa, ukuran partikel, distribusi partikel dan morfologi prekursor kalsium dari
batu gamping yang dihasilkan?
2. Apakah nanokristalin hidroksiapatit dapat disintesis dengan menggunakan
prekursor kalsium dari batu gamping yang direaksikan dengan DAP melalui
metode presipitasi?
3. Bagaimana pengaruh kecepatan penetesan (addition rate) prekursor
diamonium hidrogen fosfat terhadap fasa, ukuran kristal, parameter kisi dan
morfologi hidroksiapatit yang dihasilkan?
4. Bagaimana pengaruh ukuran prekursor kalsium hasil miling terhadap fasa,
ukuran kristal, parameter kisi dan morfologi hidroksiapatit yang dihasilkan?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
biomaterial medis. Selain itu juga memberikan informasi bahwa batu gamping
dapat disintesis menjadi nanokristalin hidroksiapatit.
Hipotesis
Kalsinasi batu gamping pada suhu 900 oC selama 4 jam akan menghasilkan
senyawa kalsium oksida. Dalam proses miling semakin lama waktu miling maka
ukuran partikel yang dihasilkan semakin kecil. Kandungan kalsium dalam batu
gamping dapat dimanfaatkan sebagai starting material untuk menyintesis
hidroksiapatit.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1 Skematik sintesis nanomaterial dengan Top down dan Bottom up.13
4
larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk
nanopartikel.16
Kristalisasi memegang peranan penting dalam pembuatan hidroksiapatit.
Kristalisasi adalah proses perubahan struktur material dari fasa amorf menjadi
kristal. Dalam keadaan cair, atom-atom tidak memiliki susunan yang teratur dan
mudah bergerak. Dengan berkurangnya suhu maka energi atom semakin rendah,
sehingga atom sulit bergerak, selanjutnya atom mulai mengatur kedudukannya
relatif terhadap atom lain. Hal ini terjadi pada daerah relatif dingin yang
merupakan daerah awal terjadinya inti kristal. Proses pengintian selanjutnya
terjadi pertumbuhan kristal yang berlangsung dari suhu rendah ke suhu yang lebih
tinggi.17 Menurut Triwikantoro dalam Munawaroh menyatakan bahwa energi
termal yang terus meningkat dapat mengakibatkan pertumbuhan kristal yang terus
menerus hingga transformasi akhir, yaitu amorf menjadi kristal.17
Salah satu syarat terjadinya kristalisasi adalah terjadinya kondisi
supersaturasi (super jenuh tinggi), dalam kondisi ini konsentrasi larutan berada di
atas harga kelarutannya.18 Pembentukan kristal HAp dari larutan super jenuh
tinggi (konsentrasi Ca2+ dan PO43- masing-masing lebih dari 10 mM) berlangsung
dalam dua tahap. Material padat pertama yang terbentuk adalah kalsium fosfat
amorf (KFA). Tahap selanjutnya adalah konversi KFA menjadi kristal HAp.
Gugus hidroksil dalam kristal HAp diperoleh dari molekul air, sehingga proses
konversi KFA menjadi kristal HAp harus berlangsung dalam lingkungan air.
Proses kristalisasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan aktivitas ion yang
bersangkutan, misalnya dengan meningkatkan laju pengadukan, menaikan pH,
menaikan suhu, atau menghilangkan penghambat. Kehadiran makromolekul
ataupun ion lain dalam larutan dapat pula berpengaruh pada proses kristalisasi.
Sebagai contoh, kehadiran ion CO32- dalam larutan akan memperlambat proses
nukleasi dan pertumbuhan kristal. Selain itu ion CO32- juga mudah masuk dalam
struktur kristal HAp, menggantikan ion OH- ataupun PO43- yang berturut-turut
membentuk kristal apatit karbonat tipe A dan tipe B.19
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan yaitu batu gamping yang berasal dari kawasan
kars gunung Cibodas Kabupaten Bogor dan (NH4)2HPO4 (99.99% berat, Merck).
Bahan pendukung lain yaitu NH4OH, akuades, kertas saring dan etanol 96 %.
6
Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan sampel terdiri dari magnetic stirrer,
buret 100 ml, gelas kimia, neraca analitik, vacuum buchner, mortar, pipet,
corong, kertas saring, motor grinder Retsch tipe RM 100, furnace, dan high
energy milling PW 700i Mixer/Mill.
Peralatan karakterisasi sampel yang digunakan terdiri dari difraktometer
sinar-X Shimadzu Philips yang terdapat di PTBIN Batan Serpong. Difraksi
menggunakan sinar-X karakteristik Kα Cu (λKαCu = 0,54106 Å). Morfologi
permukaan diamati dengan SEM. Analisis ukuran partikel dengan menggunakan
PSA di Laboratorium Analisis Bahan Fisika IPB. Analisis struktur kristal
hidroksiapatit menggunakan TEM yang terdapat di Universitas Gajah Mada.
Prosedur
Parameter miling
Starting Kode Sampel
Kecepatan Nisbah massa Waktu yang dihasilkan
material
(rpm) balls-to-powders (menit)
CaO - - - C0
1000 8:1 90 C1
CaO 1000 8:1 180 C2
1000 8:1 270 C3
Prekursor kalsium hasil miling kemudian diberi kode sampel C1, C2 dan C3.
Pencirian dilakukan pada prekursor kalsium yang dihasilkan dengan
menggunakan XRD, SEM-EDX dan PSA.
Analisis XRD
Material HAp dikarakterisasi menggunakan X-ray Diffractometer merek
Phillips Tipe Shimadzu 610 yang berada di PTBIN BATAN Serpong. Alat ini
beroperasi pada tegangan generator 30 kV dengan arus tabung sebesar 30 mA.
Sumber radiasi sinar-X yang digunakan adalah copper, memiliki panjang
gelombang sebesar 0,54106 Å. Sampel hasil sintesis ditempatkan pada suatu
spesimen holder kemudian diletakkan pada difraktometer. Data dikumpulkan pada
kisaran 2θ dari 5o sampai 70o dengan scan step 0.05o dan time per step 1 detik.
Dari analisa XRD diperoleh data puncak-puncak difraksi dan sudut 2θ yang
digunakan untuk mengetahui parameter kisi, fasa yang terbentuk serta ukuran
kristal (crystal size). Untuk mencocokan puncak-puncak difraksi digunakan
program Match© yang telah dilengkapi dengan ICOD (International
Crystallography Open Data) dan ICDD (International Center of Diffaction Data).
Database berguna sebagai pembanding dari data XRD hasil pengujian.
Identifikasi fasa dicapai dengan membandingkan pola difraksi sampel dengan
ICDD-PDF2 (International Center for Diffraction Data–Powder Diffarction File
2).
Untuk mengetahui ukuran kristal dihitung dengan menggunakan persamaan
Schererr:5,17
0.9 (1)
cos
9
1 4 h2 + hk + l2 l2
2= + 2
(2)
d 3 a2
Analisis SEM-EDX
Sampel serbuk di-coating menggunakan emas selama 120 detik. Seelah
dilakukan coating, sampel langsung dianalisa morfologi dan unsurnya dengan alat
SEM-EDX. Analisa dilakukan sebanyak dua kali pada tempat yang berbeda dan
dilakukan pada accelerated voltage sebesar 20 kV dengan perbesaran 2500x dan
10000x. Karakterisasi ini dilakukan terhadap serbuk-serbuk CaO (sampel C0),
serbuk Ca(OH)2 hasil miling serbuk CaO selama 270 menit (sampel C3), serbuk
hidroksiapatit (sampel HA1C0 dan sampel HA1C3).
Analisis TEM
Karakterisasi transmission electron microscopy (TEM) dilakukan
menggunakan instrumen TEM di Universitas Gajah Mada. Karakterisasi TEM
diperlukan untuk mengetahui struktur kristal yang memberikan kontribusi pada
karakteristik material hidroksiapatit yang dihasilkan. Karakterisasi ini dilakukan
untuk mengamati struktur kristal hidroksiapatit sampel HA1C3.
Analisis PSA
Pengujian ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan particle size
analyzer (PSA) yang dapat melakukan pengujian ukuran partikel dengan rentang
2-7000 nm. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip dynamic light scattering dan
gerak Brown. Ukuran partikel dihitung berdasarkan fungsi korelasi Stokes-
Einstein dan gerak Brown ditetapkan sebagai koefisien difusi translasi. Kecepatan
gerak Brown dipengaruhi oleh size, viscosity dan temperatur.
Langkah awal adalah sampel diambil dengan menggunakan ujung
pengaduk, dilarutkan dalam 20 mL air aquades kemudian diaduk sampai homogen
menggunakan magnetic stirrer. Larutan sampel dimasukan ke dalam disposeable
plastic cuvet pipet tetes maksimum 1 tetes. Sampel diukur menggunakan Zeta
Sizer Nano Particle Analyzer. Karakterisasi ini dilakukan terhadap serbuk-serbuk
kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yaitu sampel C1, C2, dan C3.
10
900
800 Ca(OH)2
CaCO3
700
Intensitas (cps)
600
500
400
300
200
100
0
0 20 40 60 80 100
2θ (deg)
Tabel 4 Massa hasil kalsinasi batu gamping (900 oC, 4 jam) dan efisiensinya
2500
CaO
2000
Intensitas (counts)
1500
1000 Sampel C0
500
0
0 20 40 60 80 100
2θ (deg)
(a) (b)
(c)
mbar 6 Mikkrograf SEM
Gam M kalsium oksida
o (Sammpel C0) (aa) perbesaraan 2.500x
(b) perbesaran
p 10.000x dann (c) data EDX
Variasi prrekursor kaalsium keduua dihasilkkan dari proses milingg senyawa
kalsiium oksida (CaO) meenggunakann alat high energy miilling (HEM M) dengan
mem mvariasikan lama waktuu miling. Seetelah itu, saampel dipannaskan padaa suhu 400
o
C seelama 2.5 jaam. Pemanaasan ini berrtujuan untuuk menghilaangkan penngotor pada
samppel. Karakteerisasi XRD D dilakukann untuk mengetahui fasa f yang tterkandung
padaa sampel hasil proses miling.
m Hasiil karakterissasi menunj
njukkan bahhwa ketiga
samppel (C1, C2 dan C3) diidominasi oleh
o fasa Caa(OH)2 dan CaO. Hal inni merujuk
padaa standar diffraksi ICDDD No. 84-12263 untuk Ca(OH)
C 2 da
an ICDD Noo. 37-1497
untukk CaO. Proses miling mengakibat
m tkan perubaahan fasa CaO menjadii Ca(OH)2.
Fasa CaO tidakk berubah seluruhnya
s menjadi fassa Ca(OH)2 akan tetappi semakin
lamaa waktu miliing maka keemunculan fasa Ca(OH H)2 juga semmakin dominnan seperti
yangg ditunjukkaan pada Gam mbar 7.
13
CaO
Ca(OH)2
Sampel C3
Intensitas (count)
Sampel C2
Sampel C1
0 20 40 60 80
2θ (deg)
Gambar 7 Difraktogram batu gamping setelah miling (sampel C1, C2 dan C3)
Selama proses miling terjadi mechanical grinding yang mengakibatkan
ukuran partikel menjadi lebih kecil. Analisis ukuran partikel dilakukan dengan
menggunakan alat PSA. Prinsip pengukuran PSA adalah dinamic light scattering
(DLS). Dalam pengukurannya sampel dilarutkan menggunakan akuades. Material
dalam ukuran nanometer maupun submikron biasanya memiliki kecendrungan
untuk beraglomerasi (menggumpal) pengukuran sampel dengan metode ini dinilai
cukup baik dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel
tidak beraglomerasi. Oleh karena itu, ukuran yang terukur adalah ukuran single
particle.
DLS memperlakukan partikel penghambur (partikel kalsium) di dalam
larutan secara lebih realistis. Partikel yang setiap saat mengalami proses difusi
diperlakukan sebagai partikel yang bergerak secara dinamis dengan gerak Brown.
Konsentrasi partikel dalam elemen volume tertentu akan senantiasa berfluktuasi
dan fluktuasi konsentrasi partikel berhubungan dengan gerak difusi partikel.21
Difusi menyebabkan posisi dan orientasi partikel penghambur selalu
berubah terhadap waktu. Hal itu menyebabkan fase dan polarisasi cahaya
terhambur oleh masing-masing partikel berubah terhadap waktu. Sehingga
intensitas cahaya terhambur dengan polarisasi tertentu juga akan mengalami
fluktuasi terhadap waktu. Fungsi korelasi diri medan listrik orde pertama dari
fluktuasi intensitas cahaya terhambur diberikan oleh persamaan (4).21
, (4)
dengan Γ sebagai konstanta peluruhan dan adalah waktu tunda. Konstanta
peluruhan Γ diperoleh dengan mencocokkan data dengan kurva least square.
Secara matematis hubungan antara Γ dengan koefisien difusi translasi D diberikan
oleh
(5)
14
n2 indeks bias bahan pelarut, θ sudut hamburan dan panjang gelombang cahaya
di ruang hampa. Besar nilai koefisien difusi translasi adalah
(7)
3
dengan
= konstanta Boltzman ( 1.3807 x 10-23 JK-1 )
T = suhu mutlak
η = viskositas bahan pelarut
d = diameter partikel
Besaran-besaran , η, T, n2, λ, dan θ nilainya tertentu karena merupakan
21
konstanta. Dengan memasukan nilai konstanta-konstanta tersebut pada
persamaan (7) kita diketahui nilai diameter partikel. Proses perhitungan tidak
dilakukan secara manual tetapi menggunakan software komputer.
Hasil pengukuran berupa distribusi yang dapat diasumsikan sudah
menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Keluaran yang dihasilkan
merupakan sistem dari statistical, commulant dan laplace methods, masing-
masing sistem menghasilkan size distribution dalam intensity, number dan
volume.
Tabel 5 Ukuran partikel sampel C1, C2 dan C3
Parameter miling dan hasil
Kode
Sampel Waktu Ukuran partikel Dmean number
(menit) (nm) (nm)
C1 90 537.17 - 6,167.58 2,162.66
C2 180 74.15 - 1,412.91 458,77
C3 270 64.58 - 1,122.80 387.89
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Grafik hubungan antara ukuran partikel dengan distribusi number
sampel: (a) sampel C1 (b) sampel C2 dan (c) sampel C3
Analisis SEM-EDX dilakukan untuk mengamati mikrostruktur serta
komposisi unsur sampel C3. Gambar 9 menunjukkan mikroskopis morfologi
sampel C3 dan hasil EDX. Dari foto SEM tersebut tampak bahwa morfologi
Ca(OH)2 (sampel C3) seperti bulatan-bulatan yang saling menyambung. Partikel-
partikel saling beraglomerasi sama seperti sampel CaO (Gambar 6). Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 9-c pada sampel C3 terdapat beberapa unsur. Dua unsur
16
yangg mendominnasi yaitu unnsur Ca dann O. Unsurr-unsur lainn yaitu C, M Mg, Al dan
Si yaang jumlahnnya sangat sedikit
s seperrti tertera paada Gambarr 9-c (Lamppiran 5).
(a) (b)
(c)
G
Gambar 9 Mikrograf
M SE
EM kalsium
m hidroksidaa (sampel C3) perbesarran: (a)
2
2.500x (b)10.000x dan (c) data ED
DX
Nan
nokristaliin Hidrok
ksiapatit
Dalam stuudi nanokristalin hidrooksiapatit perlu adanyaa kehati-hattian dalam
menggendalikan parameteer-parameter proses yang daapat mem mpengaruhi
pembbentukkan molekul,
m struktural dan kimia hid droksiapatitt. Beberapa parameter
dalamm metode presipitasi
p y
yang dapat mempengar
m ruhi pembenntukkan hiddroksiapatit
dianttaranya tem
mperatur reaaksi, aging time, keceepatan peneetesan (adddition rate)
larutan Ca(NO3)2 ke dalaam larutann dasar (NH H4)2HPO4, konsentrassi NH4OH
selam
ma presipitaasi kimia, dan
d konsenntrasi preku ursor. Selainn itu param
meter yang
memmpengaruhi aglomerasi dan dennsifikasi paartikel keraamik seperrti metode
grindding, suhu kalsinasi
k dann suhu sinteering juga harus
h menjadi perhatiann.10
Dalam peenelitian inii parameterr yang diko ontrol adalah additionn rate dan
ukuran prekursoor kalsium. Reaksi peenetesan yaaitu dengann meneteskkan larutan
(NH4)2HPO4 ke dalam laruutan dasar CaO C atau Caa(OH)2. Hall ini dilakukkan karena
(NH4)2HPO4 leebih cepat larut dan larutan yang dihasilkan lebih homogen
dibanndingkan deengan laruttan CaO ataau Ca(OH)2 sehingga diharapkan
d akan lebih
memmudahkan prroses titrasi..
17
Analisis XRD dilakukan terhadap serbuk HAp sampel HA1C0, HA2C0 dan
HA3C0 untuk mengetahui fasa yang terdapat di dalam sampel. Hasil analisis
menggunakan software Match! menunjukkan bahwa sampel mengandung fasa
hidroksiapatit. Hal ini diketahui dari puncak-puncak XRD sampel yang terbentuk
menyerupai puncak-puncak XRD dari fasa [(Ca10PO4)6(OH)2, HAp]. Seperti
ditunjukkan pada Gambar 10 puncak-puncak XRD sampel HA1C0 terlihat satu
pola dengan puncak-puncak XRD fasa HAp yang dirujuk dari ICDD No.09-0432
(Lampiran 3e). Gambar tersebut juga menunjukkan adanya pergeseran posisi
puncak sampel HA1 dengan puncak HAp ICDD No 09-0432. Pergeseran puncak
yang terjadi dapat disebabkan oleh ketidaksempurnaan dalam melakukan
kalibrasi.6
Pola XRD yang dihasilkan juga menyerupai pola XRD lain, seperti pola
XRD yang dihasilkan dari studi HAp Chen et al. menggunakan bahan Ca(NO3)2
dan NaH2PO4 dengan metode presipitasi. Dalam laporannya ditunjukkan bidang-
bidang (002), (211), (310), (222), (411) pada karakteristik puncak berturut-turut
dalam wilayah 2θ 26o, 29o, 32o, 34o, 40o, 46o, 54o yang bersesuaian dengan fasa
HAp (ICDD N0. 09-0432). Selain itu, dari analisis TEM diketahui bahwa partikel
HAp yang dihasilkan memiliki ukuran nano.22 Hal ini menegaskan bahwa HAp
dengan prekursor kalsium dari batu gamping dapat disintesis menggunakan
metode ini.
Intensitas (counts)
Sampel HA3C0
Sampel HA2C0
Sampel HA1C0
20 30 40 50 60
2θ (deg)
Tabel 7 Ukuran kristal dan parameter kisi sampel HA1C0, HA2C0 dan HA3C0
(a) (b)
Gambar 12 Mikrograf SEM kalsium hidroksiapatit sampel HA1C0 perbesaran
(a) 2.500x (b)10.000x
Parameter lain yang dikontrol yaitu ukuran prekursor kalsium. Sampel
HA1C1, HA1C2 dan HA1C3 berturut-turut dihasilkan dari reaksi larutan
(NH4)2HPO4 dengan larutan kalsium. Prekursor kalsium yang digunakan yaitu
prekursor hasil miling ( sampel C1, C2 dan C3). Masa hasil sintering dan efisiensi
untuk ketiga sampel ditunjukkan pada Tabel 8. Sampel HA1C1 memiliki efisiensi
paling tinggi yaitu sebesar 74.82% kemudian sampel HA1C2 sebesar 55.41%.
Sedangkan sampel HA1C3 memiliki efisiensi paling rendah yaitu sebesar 44.42%.
Sampel HA1C3 menggunakan prekursor kalsium yang memiliki rata-rata ukuran
partikel paling kecil diandingkan dengan ukuran prekursor kalsium sampel
HA1C1 dan HA1C2. Besar rata-rata ukuran prekursor kalsium sampel HA1C3
yaitu sebesar 387.89 nm. Pada saat proses penyaringan dan pencucian banyak
partikel yang lolos tidak tersaring, sehingga massa HAp yang dihasilkan lebih
sedikit dibandingkan dengan sampel HA1C1 dan HA1C2.
20
250 AKA B
200
150
100
50
0
0 20 40 60 80
2θ (deg)
Gambar 13 Difraktogram sampel HA1C1
350
300 HAP
Intensitas (counts)
AKA A
250 AKA B
200
150
100
50
0
0 20 40 60 80
2θ (deg)
400
350 HAP
Intensitas (counts)
AKA A
300
250
200
150
100
50
0
0 20 40 60 80
2θ (deg)
Tabel 9 Ukuran kristal dan parameter kisi sampel HA1C1,HA1C2 dan HA1C3
(a) (b)
Gambar 16 Mikrograf SEM kalsium hidroksiapatit sampel HA1C3 perbesaran
(a) 2.500x dan (b) 10.000x
Morfologi kristal dari karakterisasi TEM untuk sampel HA1C3 ditunjukkan
pada Gambar 17. Terlihat bahwa kristal HAp merupakan aglomerasi dari kristal-
kristal skala nano. Bentuk kristal HAp didominasi bentuk memanjang yang
menyerupai jarum dan bentuk kristal lain seperti silinder panjang, silinder pendek
atau plat tebal. Sebagian beragregat membentuk klaster-klaster dan sebagian kecil
terisolasi. Bentuk jarum dan batang ini dihasilkan karena struktur kristal HAp
adalah heksagonal dengan parameter kisi a sama dengan b dan tidak sama dengan
c.8 Pada pembesaran menggunakan TEM HAp sampel HA1C3 terdiri dari kristal-
kristal berukuran nano dan subnano dengan panjang ukuran kristal antara 10-150
nm dan diameter 10-40 nm.
Simpulan
Saran
Untuk penelitian lebih lanjut dalam proses top down dapat divariasikan
kecepatan milling dan waktu milling yang lebih lama untuk mendapatkan partikel
berukuran nano. Selain itu, untuk menjaga kemurnian sampel sebaiknya
menggunkan vial dan bola-bola miling yang terbuat dari bahan keramik. Untuk
pendekatan bottom up dapat memvariasikan parameter proses yang dapat
dikontrol lainnya seperti suhu reaksi, suhu aging, aging time, konsentrasi
prekursor, dan parameter lainnya yang dapat mempengaruhi pembentukan
material nanokristalin hidroksiapatit.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Persiapan
alat dan bahan
Pengeringan
Suhu ruang t= 24 jam.
Oven T= 160 oC ; t= 17 jam
Sintering
T= 650 oC ; t= 4 jam
Analisis
Laporan
27
Lampiran 3 Database JCPDS (a) CaO (b) Ca(OH)2 (c) AKA A (d) AKA B (e)
HAp (f) Ca(CO)3
(a)
(b)
29
(c)
(d)
30
(e)
(f)
31
Lampiran 6 Data SEM-EDX sampel HA1C1 dan perhitungan nisbah molar Ca/P
Lampiran 7 Data SEM-EDX sampel HA1C3 dan perhitungan nisbah molar Ca/P
RIWAYAT HIDUP