Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

ANALISA DAN PEMBHASAN

4.1 Analisa Teori dan Implementasi di Lapangan

Pengertian, fakta-fakta serta permasalahan pendidikan di Indonesia


sebelumnya telah tersampaikan dan ketika kami analisa terdapat kesenjangan
dalam pendidikan di Indonesia khususnya dalam permasalahan makro dan
mikro. Masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang
berlangsung di dalam sistem pendidikan itu sendiri. Sedangkan, masalah
makro ini berupa antara lain masalah perkembangan internasional, masalah
demografi, masalah politik, dan sosial budaya, serta masalah perkembangan
regional.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan dari analisa tersebut didapatkan bahwa penyebab atau


faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kesenjangan antara teori dan
implementasi dilapangan sebagai berikut :

4.2.1 Perkembangan Iptek dan Seni

a. Perkembangan Iptek

Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan


iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan
merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai
alam semesta, dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan
dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup di
masyarakat.

Sebagai contoh betapa eratnya hubungan antara pendidikan


dengan iptek itu, misalnya sering suatu teknologi baru yang
digunakan dalam suatu proses produksi menimbulkan kondisi
ekonomi sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan juga
mungkin penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan
bahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai kepada
berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal dapat
mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan
mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana
penunjangnya seperti saran laboratorium dan ketenangan. Semua
perubahan tersebut tentu membawa masalah dalam skala nasional
yang tidak sedikit memakan biaya.

Masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu


inovasi agar orang menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua
aspek yaitu aspek konsepsional ( memuat ide, cita-cita, dan prinsip-
prinsip) dan aspek struktur operasional (teknik pelaksanaannya).
Kepada masyarakat sasaran perlu di perkenalkan aspek
konsepsionalnya sehingga memahami tujuan dan manfaatnya serta
motif yang mendasarinya.

b. Perkembangan Seni

Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya


manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar
karena dapat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi
yang positif dan konstruktif serta keterampilan di samping domain
kognitif yang sudah digarap melalui program/bidang studi yang lain.

Dengan demikian maka sudah seyogianya jika dunia seni


dikembangkan melalui sistem pendidikan secaa terstruktur dan
terprogram. Pengembangan kualitas seni secara terprogram menuntut
tersedianya sarana pendidikan tersendiri di samping program-program
yang lain dalam sistem pendidikan. Di sinilah timbulnya masalah
pendidikan kesenian yang mempunyai fungsi begitu penting tetapi di
sekolah-sekolah saat ini menduduki kelas dua. Pendidikan kesenian
baru terlayani setelah program studi yang lain terpenuhi pelayanannya.
Itulah sebabnya mengapa kesenian tidak termasuk Ebtanas, di samping
juga sulit menyediakan tenaga pendidiknya.

4.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk

Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada


dua hal, yaitu :

a. Pertambahan penduduk, dan


b. Penyebaran penduduk

a) Menurut Emil Salim (Conny R. Semiawan, 1991: 81)


Gambaran pertambahan penduduk adalah sebagai berikut :
Dari sekarang hingga abad XXI, terus menerus bahan
pendudukan akan terjadi pertambahan jumlah penduduk
meskipun gerakan KB berhasil. Sebabnya karena tingkat
kematian menurun lebih cepat yaitu sebesar 4,5% dari turunnya
tingkat kelahiran, yaitu sebesar 3,5%. Hal tersebut juga
mengakibatkan berubahnya susunan umjur penduduk.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka penyediaan
prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang
terselenggaranya pendidikan harus ditambah. Dan ini berarti
beban pembangunan nasional bertambah.
Pertambahan penduduk yang dibarengi dengan
meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian,
mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan, yaitu
proporsi penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan
proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja, dan
penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan
kesehatan. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan akan
fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung
lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan faasilitas
sekolah dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk lanjut
ke perguruan tinggi juga meningkat, khusus untuk penduduk
usia tua yang jumlahnya meningkat perlu disediakan pendidikan
nonformal.
b) Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk di seluruh pelososk tanah air tidak
merata. Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota
besar dan daerah yang penduduknya jarang yaitu di daerah
pedalaman khususnya di daerah terpencil berlokasi
dipegunungan dan di pulau-pulau. Sebaran penduduk seperti
digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam penyediaan
sarana pendidikan. Disamping sebaran penduduk seperti
digambarkan itu dengan pola yang statis (di kota padat, di desa
jarang) juga perlu diperhitungkan adanya arus perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang terus menerus
terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil
yang lebih menyulitkan perencanaan penyediaan sarana
pendidikan. pola yang labil ini juga merusak pola pasaran kerja
yang seharusnya menjadi acuan dalam pengadaan tenaga kerja.

4.2.3 Aspirasi Masyarakat

Dalam dua dasa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat


dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan
hidup yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini
mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai
melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat harus ada
pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan
untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan
dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan
pendakian ditangga sosial. Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi
terhadap pendidikan maka orang tua mendorong anaknya untuk
bersekolah, agar nantinya anak-anaknya memperoleh pekerjaan yang
lebih baik daripada orang tuanya sendiri.

Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah


seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan
menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi
yang semestinya. Dampak langsung dan tidak langsung dari kondisi
sebagaimana digambarkan itu ialah terjadinya penurunan kadar
efektifitas. Dengan kata lain, massalisasi pendidikan menghambat
upaya pemecahan masalah mutu pendidikan. Massalisasi pendidikan
ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani tiga macam
ukura n (large, medium dan small). Kebutuhan individual yang khusus
tidak terlayani.

Namun demikian tidaklah berarti bahwa aspirasi terhadap


pendidikan harus diredam, justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan
dan ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan
masyarakat di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak
roda kemuajuan.

4.2.4 Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan

Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan


oleh sekelompok masyarakat (yang menanggapi dirinya sudah maju)
kepada masyarakat lain pendudkung suatu budaya. Bagi masyarakat
pendukung budaya, kebudayaannya pasti di pandang sebagai sesuatu
yang bernilai dan baik. Terlepas dari kenyataan apakah kebudayaannya
tersebut tradisional atau sudah ketinggalan zaman. Karena itu penilaian
dari masyarakat luar itu dianggap subjektif. Semestinya masyarakat luar
itu bukan harus menilainya melainkan hanya melihat bagaimana
kesesuaian budaya tersebut dengan tuntutan zaman. Jika sesuai
dikatakan maju dan jika tidak sesuai lalu dikatakan terbelakang.

Khususnya dengan munculnya penemuan-penemuan baru


di bidang telekomunikasi/televisi dan transportasi yang menimbulkan
revolusi informasi yang menembus batas-batas antarnegara dan bangsa
dan membuat bumi menjadi terasa kecil yang dikenal dengan era
globalisasi, maka mudah terjadi pertukaran budaya antarbangsa. Jika
terjadi pertautan antara unsur kebudayaan baru dari luar dengan unsur
kebudayaan lama yang lambat berubah maka terjadilah apa yang
disebut kesenjangan kebudayaan (kultural lag).

Perubahan kebudayaan terjadi karena adanya penemuan


baru dari luar maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri.
Kebudayaan baru itu baik yang bersifat material seperti peralatan-
peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan
yang bersifat nonmaterial seperti paham atau konsep baru tentang
keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu,
dan lain-lain. Keterbelakangan budaya teerjadi karena :

- Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil)


- Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budaya baru
karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak
sendi masyarakat.
- Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomi menyangkut unsur
kebudayaan tersebut.

Sebelum dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan


budaya umumnya dialami oleh :

- Masyarakat daerah terpencil


- Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis
- Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang
keterbelakang kebudayaannya tidak ikut berpeeran serta dalam
pembangunan, sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi
inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya,
dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana
sistem pendidikan dapat melibatkan mereka. Bukankah pendidikan
mempunyai misi sebagai transformasi budaya (dalam hal ini adalah
kebudayaan nasional). Sebab sistem pendidikan yang tangguh adalah
yang bertumpu pada kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional selalu
berkembang dengan bertumpu pada intinya sehingga tidak pernah
ketinggalan zaman. Jika sistem pendidikan dapat menggapai masyarakat
terbelakang kebudayaannya berarti melibatkan mereka untuk berperan
serta dalam pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai