Anda di halaman 1dari 3

BAB II

A. DEFINISI
Demam Tifoid atau tifus abdominalis atau demam enterik atau enteric fever(1'2'3'4) adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari
7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran

B. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh Salamonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berpora. Mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu antigen
O (somatik), H (flegela), Vi, dan protein membran Hialin

C. PATOFISIOLOGI

Penularan penyakit Demam Tifoid adalah secara "faeco - oral" dan banyak terdapat di
masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman salmonella typhi masuk
tubuh melalui mulut bersama dengan makanan/minuman yang tercemar.(4,5,6)
Sesudah melawati asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan masuk peredaran
darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem
retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman berkembang biak dan masuk ke peredaran darah
kembali (bakteriemi kedua).(2,3,5) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak
Payeri.(1,2,3,4,5,6) Proses utama adalah di ileum terminalis. Bila berat, seluruh ileum dapat terkena
dan mungkin terjadi perferasi atau perdarahan.(5,6)
Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen.(IKAU,3,5)
Zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala demam.
Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam makrofag karena
adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap/bersembunyi pada satu tempat
dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap
(carrier)

D. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikas

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa infeksi akut pada umumnya yaitu
 Demam sekitar interminten/remiten
 Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
 Gambaran gejala saluran nafas atas
 Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
 Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/
hepatomegali
 Raseola mungkin ditemukan

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa


 Demam kontinyu
 Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali permenit)
 Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
 Hepatomegali dan splenomegali,
 Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
kehilangan nafsu makan
 Nyeri, distensi perut, meteorismus
Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:
 Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi
 Jika keadaan memburuk:
- Disorientasi, bingung, insomnia,
- Komplikasi perdarahan dan perforasi

E. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesa dan pemeriksaan fisik


Diagnosis pasti Demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan kuman dalam darah,
sumsum tulang, ginjal, atau air kemih.(5)
Dalam anamnesa perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan gejala klinis yang
terjadi seperti onset demam, ada tidaknya gejala gangguan sistem gastrointestinal.

 Pemeriksaan penunjang
Untuk memastikan diagnosis dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:
1. Pemeriksaan yang bcrguna untuk menyokong diagnosis.
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan
dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah
dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat

a. Pemeriksaan darah tepi


Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.
Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana,
mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan tetapi berguna untuk membantu
diagnosis yang cepat.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan
rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan
adanya sel makrofog. Sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis
berkurang.

2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis


Biakan empedu untuk menemukan Salmonella tyhosa dan pemeriksaan Widal ialah
pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti. Kedua
pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.

b. Pemeriksaan Widai
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan
suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi
aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu
pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis
yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan
tau mentunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut
mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H
tidak diperlukan untuk diognosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau
bila penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan Widal positif walaupun penderita
sungguh-sungguh menderita tifus abdominalis sebagai mana terbukti pada autopsi setelah
penderita meninggal dunia.
Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut.(2)
1. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil Coli patogen
dalam usus.
2. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
3. Terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix)
4. Akibat imunisasi secara alamiah karena masukannya basil peroral atau pada keadaan infeksi
subklinis.

Anda mungkin juga menyukai