Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II

Destilasi Batch

Oleh:

Kelompok 6

Kelas B

Alfino Hendra ( 1507117782 )


Bangkit Swadi Iwara ( 1507117762 )
M. Novrianda ( 1507117855 )
Rizky Sandy Harahap ( 1507117759 )
Yoga Pratama ( 1507120324 )

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2018
i
ABSTRAK

Distilasi merupakan proses pemisahan komponen – komponen dalam karutan


cair berdasarkan perbedaan titik didih. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
menentukan efesiensi kolom, menjelaskan perubahan komposisi overhead dan
bottom terhadap waktu pada kondisi rasio refluks konstan, menjelaskan pengaruh
perubahan rasio refluks dan power terhadap efesiensi kolom. Alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah seperangkat alat distilasi, dan bahan yang
digunakan merupakan campuran etanol – air dengan perbandingan volume
50% : 50%. Praktikum ini dilakukan dengan variasi rasio refluks 1:1; dan 1:2,
serta variasi power sebesar 0,65; 0,70; 0,75 pada rasio refluks refluks 1:1 dan
power optimum pada rasio refluks 1:2. Metode yang digunakan untuk mengetahui
efesiensi kolom adalah dengan menggunakan persamaan Fenske dan metode
McCabe & Thiele. Hasil yang diperoleh pada praktikum ini adalah adanya
penurunan komposisi etanol pada overhead dan bottom seiring bertambahnya
waktu distilasi. Pada percobaan diketahui bahwa efisiensi kolom terbesar terjadi
di power 0,65 sebesar 36,78%. Selanjutnya dilakukan percobaan kedua dimana
power dengan efisiensi terbaik akan diuji dengan rasio refluks 1:2 yang mana
didapat efisiensi kolom sebesar 30,56%. Dari hasil percobaan akan diketahui
bahwa power berbanding terbalik dengan efesiensi kolom, kemudian efesiensi
kolom berbanding lurus dengan rasio refluks. Berdasarkan hasil percobaan
didapat power optimum sebesar 0,65 dengan rasio refluks sebesar 1:1.

Keywords: Distilasi, Distilasi batch, Efisiensi kolom, Power, dan Rasio refluks

iii
DAFTAR ISI
Lembar Penugasan..............................................................................................i
Lembar Pengesahan............................................................................................ii
Abstrak.................................................................................................................iii
Daftar Isi...............................................................................................................iv
Daftar Gambar....................................................................................................v
Daftar Tabel..........................................................................................................vi
BAB I Pendahuluan
2.1 Pernyataan Masalah.......................................................................1
2.2 Tujuan Percobaan...........................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Kolom Distilasi..............................................................................2
2.2 Kesetimbangan Uap - Cair.............................................................4
2.3 Proses Pemisahan Secara Distilasi.................................................8
BAB III Metodologi Percobaan
3.1 Alat - alat yang Digunakan............................................................18
3.2 Bahan - bahan yang Digunakan.....................................................18
3.3 Prosedur Percobaan........................................................................18
3.4 Rangkaian Alat...............................................................................20
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Percobaan.............................................................................21
4.2 Pembahasan...................................................................................22
BAB V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan....................................................................................26
5.2 Saran..............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
LAMPIRAN A PERHITUNGAN.......................................................................28
LAMPIRAN B DOKUMENTASI......................................................................33
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kesetimbangan Uap-Cair pada Bubble Point dan Dew Point.......2
Gambar 2.2 Komposisi Uap-Cair pada Kesetimbangan...................................2
Gambar 2.3 Diagram x-y Benzen (A) – Toluen (B) pada P=1 atm...................8
Gambar 2.4 Diagram T-y Benzen (A) – Toluen (B) pada P=1 atm...................8
Gambar 2.5 Skema Aliran Perpindahan Massa pada Proses Distilasi...............10
Gambar 2.6 Aliran Perpindahan Massa pada Proses Distilasi Multi Tahap......11
Gambar 2.7 Distilasi Batch dengan XD Konstan...............................................14
Gambar 2.8 Distilasi Batch dengan R Konstan.................................................15
Gambar 2.9 Mekanisme Distilasi pada Tahap n di Kolom Distilasi.................16
Gambar 2.10 Diagram Seksi Enriching...............................................................17
Gambar 2.11 Diagram Seksi Stripping................................................................17
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Distilasi Batch......................................................20
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Power terhadap Efesiensi Kolom Distilasi.......23
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Rasio Refluks terhadap Efesiensi Kolom.........24
Gambar 4.1 Kondisi Optimum Berdasarkan Persamaan Fenske......................25

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Pengaruh Variasi Daya Terhadap Efisiensi Kolom


Distilasi Batch.......................................................................................21
Tabel 4.2 Data Pengaruh Rasio Refluks Terhadap Efisiensi Kolom
Distilasi Batch.......................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi
kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton (Tim
Penyusun, 2015).
Di industri, proses destilasi sering kita jumpai pada industri pengilangan
minyak bumi, pemurnian minyak atsiri, produksi etanol, dll. Proses pemisahan secara
distilasi dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu. Dalam operasi distilasi
secara batch, sejumlah massa larutan umpan dimasukkan ke dalam labu distilasi
kemudian dipanaskan. Selama proses distilasi berjalan, larutan akan menguap. Uap
yang terbentuk akan segera meninggalkan labu distilasi untuk diembunkan. Dengan
demikian, sejumlah komponen dalam umpan yang memiliki titik didih rendah akan
terpisah lebih dahulu menjadi distilat (Tim Penyusun, 2015).

1.2 Tujuan Percobaan


1 Menghitung jumlah plate teoritis dengan metoda Mc Cabe-Thiele dan
persamaan Fenske,
2 Menghitung efisiensi kolom,
3 Menjelaskan hubungan antara variasi laju boil-up dan refluk rasio terhadap
efisiensi kolom.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolom distilasi


Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan komponen-
komponen dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai perbedaan titik didih
dan tekanan uap yang cukup besar. Perbedaan tekanan uap tersebut akan
menyebabkan fasa uap yang ada dalam kesetimbangan dengan fasa cairnya
mempunyai komposisi yang perbedaannya cukup signifikan. Fasa uap mengandung
lebih banyak komponen yang memiliki tekanan uap rendah, sedangkan fasa cair lebih
benyak menggandung komponen yang memiliki tekanan uap tinggi (Santosa, 2004).
Kolom distilasi dapat berfungsi sebagai sarana pemisahan karena system
perangkat sebuah kolom distilasi memiliki bagaian-bagian proses yang memiliki
fungsi-fungsi:
1. menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler)
2. mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya
(terjadi di kolom distilasi)
3. mengkondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor)

Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan


peristiwa-peristiwa:

1. kesetimbangan fasa
2. perpindahan massa
3. perpindahan panas
4. perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. perpindahan momentum

Konsep pemisahan secara distilasi tersebut dan konsep konstruksi heat


exchanger serta konstruksi sistem pengontak fasa uap-cair disintesakan,

2
menghasilkan sistem pemroses distilasi yang tersusun menjadi integrasi bagian-
bagian yang memiliki fungsi berbeda-beda (Santosa, 2004).
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa.
Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda.
Pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium stage)
dan kedua atas dasar proses laju difusi (difusional forces).Distilasi dilaksanakan
dengan rangakaian alat berupa kolom/menara yang terdiri dari piring (plate
tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap, terkondensasi,
dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik didihnya. Proses ini
memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan (Santosa, 2004).
Batas perpindahan fase tercapai apabila kedua fasa mencapai kesetimbangan
dan perpindahan makroskopik terhenti. Pada proses komersial yang dituntut memiliki
laju produksi besar, terjadinya kesetimbangan harus dihindari. Distilasi pada satu
tahapannya memisahkan dua komponen, yang terdapat dalam 2 fasa, sehingga derat
kebebasannya 2. Ada 4 variabel yaitu tekanan, suhu, dan konsentrasi komponen A
pada fasa cair dan fasa uap (konsentrasi komponen B sama dengan 1 dikurangi
konsentrasi komponen A). Jika telah ditetapkan temperatur, hanya ada satu variabel
saja yang dapat diubah secara bebas, sedangkan temperatur dan konsentrasi fasa uap
didapatkan sebagai hasil perhitungan sesuai sifat-sifat fisik pada tahap kesetimbangan
(Santosa, 2004).
Kolom distilasi adalah kolom fraksionasi kontinu yang dilengkapi berbagai
perlengkapan yang diperlukan dan mempunyai bagian rektifikasi (enriching) dan
bagian stripping. Umpan dimasukkan di sekitar pertengahan kolom dengan laju
tertentu. Tray tempat masuk umpan dinamakan feed plate. Semua tray yang terletak
di atas tray umpan adalah bagian rektifikasi (enriching section) dan semua tray di
bawahnya, termasuk feed plate sendiri, adalah bagian stripping. Umpan mengalir ke
bawah pada stripping section ini, sampai di dasar kolom di mana permukaan
ditetapkan pada ketinggian tertentu. Cairan itu lalu mengalir dengan gaya gravitasi ke
dalam reboiler. Reboiler adalah suatu penguap (vaporizer) dengan pemansan uap

3
(steam) yang dapat menghasilkan komponen uap (vapor) dan mengembalikannya ke
dasar kolom. Komponen uap tersebut lalu mengalir ke atas sepanjang kolom. Pada
ujung reboiler terdapat suatu tanggul. Produk bawah dikeluarkan dari kolam zat cair
itu pada bagian ujung tanggul dan mengalir melalui pendingin. Pendinginan ini juga
memberikan pemanasan awal pada umpan melalui pertukaran kalor dengan hasil
bawah yang panas (Santosa, 2004).
Uap yang mengalir naik melalui bagian rektifikasi dikondensasi seluruhnya
oleh kondensor dan kondensatnya dikumpulkan dalam akumulator (pengumpul D), di
mana permukaan zat cair dijaga pada ketinggian tertentu. Cairan tersebut kemudian
dipompa oleh pompa refluks dari akumulator ke tray teratas. Arus ini menjadi cairan
yang mengalir ke bawah di bagian rektifikasi, yang diperlukan untuk berinteraksi
dengan uap yang mengalir ke atas. Tanpa refluks tidak akan ada rektifikasi yang dapat
berlangsung dan kondensasi produk atas tidak akan lebih besar dari konsentrasi uap
yang mengalir naik dari feed plate. Kondensat yang tidak terbawa pompa refluks
didinginkan dalam penukar kalor, yang disebut product cooler dan dikeluarkan
sebagai produk atas. Karena tidak terjadi azeotrop, produk atas dan produk bawah
dapat terus dimurnikan sampai tercapai kemurnian yang diinginkan dengan mengatur
jumlah tray dan refluks ratio (Santosa, 2004).
Distilasi kontinu dengan refluks efektif memisahkan komponen-komponen
yang volatilitasnya sebanding. Dengan melakukan redistilasi berulang-ulang dapat
diperoleh komponen yang hampir murni karena jumlah komponen pengotor lain
sedikit. Metoda ini dimodifikasi menjadi lebih modern untuk diterapkan pada skala
industri dengan dihasilkannya distilasi metoda rektifikasi (Santosa, 2004).

2.2 Kesetimbangan Uap Cair


Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pada keadaan setimbang yang
terjadi antar fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini akan ditinjau
campuran biner yang terdiri dari kompoenen A (yang lebih mudah menguap) dan
komponen B (yang kurang mudah menguap). Karena pada umumnya proses distilasi
dilaksanakan dalam keadaan bubble temperature dan dew temperature, dengan
komposisi uap ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan komposisi uap dan cairan
yang ada dalam kesetimbangan ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Kesetimbangan uap cair pada temperatur bubble dan temperatur dew
(Treybal, 1981)

Gambar 2.2 Komposisi uap dan cairan pada kesetimbangan (Treybal, 1981)

5
Proses distilasi melibatkan kesetimbangan uap - cairan (vapour-liquid
equilibrium-VLE). Sistem kesetimbangan uap cairan yang ideal mengikuti hukum
Dalton dan hukum Raoult. Pada hukum Raoult’s, untuk solut ideal, tekanan parsial
uap komponen sama dengan tekanan uap murni dikali dengan fraksi komponen pada
fasa cair. Jika dirumuskan sbb:
Hukum Raoult untuk larutan ideal: pi = xi . pi0 ……………………………..(1)
Dimana : pi = tekanan parsial uap komponen
xi = fraksi komponen idi fasa cairan
pi0 = tekanan uap murni
Pada hukum Dalton, untuk gas ideal tekanan parsial komponen sama dengan
tekanan total dikali dengan fraksi uap komponen tersebut, atau dapat dirumuskan sbb:
Hukum Dalton untuk gas ideal: pi  yi . P ……………………………….(2)
Dimana : pi = tekanan uap komponen
yi = fraksi komponen idi fasa uap (gas)
P = tekanan total

2.2.1 Konstanta Kesetimbangan


Konstanta kesetimbangan didefinisikan sebagai :
fraksi mol komponen i di fasa uap
Ki 
fraksi mol komponen i di fasa cair

K i  y i xi ……………………………………………………..…..(3)

Ki adalah ukuran kecenderungan komponen I untuk menguap.


Jika Ki > 1, komponen i cenderung terkonsentrasi di fasa uap
Jika Ki < 1, komponen i cenderung terkonsentrasi di fasa cair
Jika Ki = 1, komponen I terdistribusi secara sama diantara fasa uap dan fasa
cair
Ki adalah fungsi dari tiga variabel, yakni : tekanan, temperatur, dan komposisi.
Pada keadaan setimbang salah satu variabel sudah ditetapkan, oleh karena itu Ki
hanya bergantung pada dua variabel, (P dan T, P dan x, T dan x) (Richardson &
Hacker, 2002)

2.2.2 Relative Volatility


Hubungan komposisi uap cairan dalam keadaan setimbang dapat dinyatakan
dengan relative volatility () yang didefinisikan sebagai berikut :

yA xA yA xA
  ………………………………………(4)
y B x B 1  y A 1  x A 

Persamaan di atas dapat disusun menjadi :


y A   x A / 1   x A  x A  ………………………………………...(5)

Bila diketahui harga-harga sebagai fungsi temperatur, maka pada tekanan


tetap, hubungan yA dan xA pada berbagai suhu pada keadaan setimbang dapat
ditentukan. Bila konstan, dan diketahui harganya, maka harga-harga yA pada setiap
harga x1 dan sebaliknya (kurva yA terhadap xA) dapat langsung ditentukan.
Nilai relative volatility merupakan ukuran kemudahan untuk pemisahan.
Persamaan (4) dapat diartikan sebagai perbandingan kecenderungan untuk teruapkan
diantara dua komponen i dan j. Jika ij = 1, maka kedua komponen tidak dapat
dipisahkan secara distilasi (Richardson & Hacker, 2002).

2.2.3 Diagram Kesetimbangan uap-cair


Untuk menggambarkan sistem kesetimbangan uap-cairan untuk campuran
komponen (misal : campuran biner) dapat digambarkan dalam beberapa bentuk
diagram, yakni :
 Diagram x – y
 Diagram T – x
Diagram x – y (Gambar 2.3), diperoleh dengan mencampurkan zat A dan zat B
dengan berbagai komposisi, tiap komposisi dikondisikan pada temperatur yang
dikehendaki. Kumpulan hasil yang diperoleh kemudian diplotkan.

7
Diagram T – x (Gambar 2.4), digambarkan hubungan komposisi dan temperatur.
Kurva ABC disebut kurva saturated liquid atau garis gelembung. Pada titik B, dengan
temperatur T1 dan komposisi xi, cairan mulai mendidih. Titik B ini disebut dengan
bubble point (titik gelembung).
Jika uap mulai mendidih pada T1, uap yang pertama terbentuk akan mempunyai
komposisi yi, ini disebut dew point (titik embun). Kurva ADC disebut garis embun.
Dari titik B, jika temperatur terus diubah-ubah, maka cairan akan selalu
bergerak pada garis gelembung (BEH), sedangkan uap akan bergerak pada garis
embun (DFG). Inilah yang disebut dengan kesetimbangan uap-cair dalam distilasi.
Kondisi proses distilasi akan selalu berada diantara garis gelembung dan garis embun,
yaitu berada pada area ABCDA (McCabe, 1993).

Gambar 2.3 Diagram x-y Benzen(A) – Gambar 2.4 Diagram T-x Benzen (A) –
Toluen (B) pada P = 1 atm Toluen (B) pada P = 1 atm

2.3 Proses Pemisahan Secara Distilasi


Pada operasi distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila
campuran cair ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan
cairan berbeda. Uap akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah
menguap, sedangkan cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah
menguap. Bila uap dipisahkan dari cairan dan uap tersebut dikondensasikan, akan
didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih banyak
komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan.
Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, akan
didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi.
Untuk menunjukkan lebih jelas uraian di atas, berikut digambarkan secara skematis:

1. Keadaan awal
Campuran A dan B (fasa cair). A adalah
komponen yang lebih
mudah menguap.
xA,0 = fraksi berat A di fasa cair
xB,0 = fraksi berat B di fasa cair
xA +xB =1

2. Campuran diuapkan sebagian, uap dan cairannya dibiarkan dalam


keadaan setimbang.
xA,1 = fraksi berat A di fasa cair (setimbang)
xB,1 = fraksi berat B di fasa cair (setimbang)
xA +xB =1
yA,1 = fraksi berat A di fasa uap (setimbang)
yB,1 = fraksi berat B di fasa uap (setimbang)
yA +yB =1
Pada keadaan ini maka: yA,1 > xA,1 dan
yB,1< xB,1
Bila dibandingkan dengan keadaan mula:
yA,1 > xA,1> xA,2 dan yB,1< xB,1 < xB,2.

3. Uap dipisahkan dari cairannya dan dikondensasi; maka didapat dua


cairan, cairan I dan cairan II. Cairan I mengandung lebih sedikit
komponen A (lebih mudah menguap) dibandingkan cairan II

9
Gambar 2.5 Skema proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi (Santosa,
2004).

Prinsip distilasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap dan cairan serta
memisahkan uap dan cairan yang berada dalam keadaan setimbang tersebut. Cara
pemisahan tersebut diperlihatkan pada Gambar 2.6.
Seperti terlihat pada Gambar 2.6, misalnya cairan L n+1 dengan komposisi xA,n+1
dicampur dengan uap Vn+1 berkomposisi yA,n+1. Pencampuran tersebut berlangsung
pada suatu tahap kesetimbangan n. Pada tahap kesetimbangan n, akan terbentuk uap
dan cairan baru dalam keadaan setimbang yaitu Vn dan Ln. Uap Vn mempunyai
komposisi yA,n yang mengandung lebih banyak komponen A (ya,n > yA,n+1), sedangkan
cairan Ln mengandung lebih sedikit komponen A (xA,n < xA,n-1). Operasi
kesetimbangan tersebut diulang berkali-kali, sehingga diperoleh uap yang sangat kaya
A dan cairan yang sangat miskin A.
Gambar 2.6 Aliran perpindahan massa pada proses distilasi multi tahap (Tim
Penyusun, 2015).

Dalam operasi distilasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam tahap-


tahap (stage). Pada saat operasi berlangsung, cairan di tahap terendah dipanaskan (Qr)
sedangkan uap ditahap teratas didingingkan (Qc). Hasil atas yang diambil disebut
distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom disebut refluks (L o). Jumlah refluks
dibanding distilat disebut rasio refluks (R) yang sangat mempengaruhi hasil
pemisahan.
R = L0 / D…………………...…………………………………………(6)
Jika R tak hingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap I, maka operasi
distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka jumlah tahap
teoritis adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat dianggap konstan),
maka jumlah tahap minimum pada operasi dengan refluks total dapat dihitung dengan
persamaan Fenske :

11
 X   X  
log  A   B  
n 1   X B  D  X A  B  ……………….......….......……………..(7)
log  av
dimana :
n = jumlah tahap teoritis
xA= fraksi mol komponen yang mudah menguap
xB= fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap
av= relative volatility rata-rata (av = √d + b)
d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom

Selanjutnya, efisiensi kolom dapat ditentukan dengan persamaan berikut :


Jumlah tahap teoritis
E  100% ………………….......……………(8)
Jumlah tahap aktual
Pada kenyataannya pada setiap tahap tidak akan terjadi kesetimbangan yang
sempurna antara cairan dan uap yang meninggalkannya. Dengan demikian, jumlah
tahap aktual (yang sebenarnya) akan lebih banyak dari pada jumlah tahap teoritis
sehingga ada factor efisiensi (McCabe, 1993).

2.3.1 Metoda Distilasi


Distilasi dapat dilakukan dengan 2 metoda, yaitu :
1) Distilasi batch (batch distillation)
2) Distilasi kontinyu (continuous distillation)

2.3.1a. Distilasi Batch (Batch Distillation)


Pada beberapa industri kimia, terutama bila umpan (feed) jumlahnya kecil,
maka distilasi dilakukan secara batch. Begitu pula bila diinginkan distilat dengan
komposisi yang cukup bervariasi. Distilasi batch biasanya dilakukan pada sebuah
koom distilasi yang jumlah platenya sudah tertentu dan umpan (feed) dimasukkan
hanya sekali pada setiap batch operasi. Distilat akan dikeluarkan secara kontinyu,
tetapi produk bawah (residu) baru dikeluarkan setelah operasi per batch selesai
(McCabe, 1993).
Pada distilasi batch, komposisi distilat sangat tergantung pada komposisi
residu, jumlah tahap pada kolom dan rasio refluk operasi. Sesaat setelah kolom
beroperasi, maka akan dihasilkan distilat berkadar komponen yang lebih mudah
menguap sangat tinggi. Di lain pihak, residu akan menurun kadarnya akibat tidak ada
umpan yang mengalir masuk. Akibatnya, kadar distilat selanjutnya juga akan
menurun. Berdasarkan hal tersebut, maka distilasi batch dapat beroperasi pada dua
kemungkinan, yaitu :
a) Dengan kadar distlat konstan, rasio refluk berubah
b) Dengan rasio refluk konstan, kadar distilat berubah

 Distilasi Batch dengan Kadar Distilat Konstan


Misal pada saat operasi dimulai, jumlah liquid yang dimasukkan ke dalam
bejana adalah F1 mol dengan kadar xF1 dan sesaat setelah mulai dihasilkan distilat
dengan kadar xD pada rasio refluk R1. Setelah interval waktu tertentu, liquid dalam
bejana tinggal F2 mol dengan kadar xF2, sedangkan kadar distilat tetap xD karena rasio
refluk diubah menjadi R2. Bila jumlah distilat yang terkumpul selama ini adalah D
mol, maka neraca massanya :
F1  x F1  F2  x F2  D  x D
F1  F2  D

Maka diperoleh:
x F1  x F2
D  F1 …….………………………………………………..(9)
x D  x F2

xD
R  1 …..…………………………. ……………………….….(10)

13
 adalah perpotongan garis operasi dengan sumbu y seperti terlihat pada
Gambar 1.8 di bawah ini.

Gambar 2.7 Distilasi Batch dengan xD Konstan (Geankoplis, 1997)

 Distilasi Batch dengan Rasio Refluk Konstan


Bila kolom beroperasi dengan rasio refluk yang selalu sama tiap saat, maka
kadar distilat xD akan menurun secara kontinu. Misal, pada suatu interval waktu yang
sangat singkat dt, komposisi distilat berubah dari xD menjadi dxD. Dalam waktu ini
pula distilat akan bertambah dD, maka :
 dx 
dD x D  D   x D  dD (differensial tingkat diabaikan)
 2 
dan x D  dD  -d(F  x F )
tetapi dD = - dF, maka
 x D  dF  F  dx F  x F  dF
bila diatur dan diintegrasikan diperoleh :
F1 dx F
ln   xxFF 12 ……………......................……………………..(11)
F2 xD  xF
Dari persamaan (11) di atas, dapat ditentukan perbandingan jumlah liquid yang
berada didalam bejana sebelum dan sesudah operasi, yaitu dengan membuat grafik xF
versus 1/(xD-xF). Distilasi batch dengan rasio refluk konstan dapat dilihat pada
Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Distilasi Batch dengan R Konstan (Geankoplis, 1997)

2.3.1b Distilasi kontiniu (Continuous Distillation)


Distilasi kontinu menggunakan refluk biasanya dilakukan pada kolom distilasi
yang mempunyai tray yang disesuaikan dengan kebutuhan. Metode perhitungan
dalam proses distilasi dikembangkan oleh McCabe dan Thiele didasarkan atas neraca
massa di seksi enriching (pengayaan), neraca massa di seksi stripping (pelucutan) dan
data kesetimbangan (McCabe, 1993).
Asumsi untuk perhitungan McCabe Thiele adalah constant molar overflow
(equimolar overflow), yaitu jumlah mol antara umpan yang masuk sampai tray paling
atas dan tray bawah sama, hal ini dapat di jelaskan seperti Gambar 2.9.
Persamaan neraca massa total : Vn 1  L n 1  Vn  L n ..……………………(12)

15
Persamaan neraca massa komponen :
Vn 1 Yn 1  L n -1 X n -1  Vn Yn  L n X n .…..... …………………...….(13)
dimana :
Vn+1 = Laju alir dari tray n + 1
Yn+1 = Fraksi mol uap dalam Vn+1
Ln-1 = Laju alir cairan dari tray n-1
Xn-1 = Fraksi mol cairan dalam Ln-1
Vn = Laju alir uap dari tray n
Yn = Fraksi mol uap dalam Vn
Ln = Laju alir cairan dari tray n
Xn = Fraksi mol cairan dalam Ln

Gambar 2.9 Mekanisme Distilasi pada Tahap n di kolom distilasi (McCabe, 1993).

Persamaan untuk seksi Enriching


Gambar 2.10. menggambarkan seksi enriching, dimana uap dari tray paling
atas dengan komposisi y1 melewati kondensor dan terkondensasi menghasilkan
cairan.
Aliran refluks L dan aliran distilat D mempunyai kompisisi yang sama (x D). Dengan
asumsi equimolar overflow L1 = L2 = L3 = Ln dan V1 = V2 = V3 = Vn = Vn+1.

Persamaan neraca massa total untuk envelope bertitik-titik adalah :


Vn 1  L n  D ……………………………………………………..(14)
Persamaan neraca massa komponen adalah :
Yn 1 Yn 1  L n X n  D X D ...………………………………………..(15)
Persamaan untuk seksi Stripping :
Diagram seksi stripping dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Persamaan neraca massa total untuk envelope (daerah bergaris titik-titik) adalah :
Vm 1  L m  W ...……………………………………………………(16)
persamaan neraca massa komponen adalah :
Vm 1 Ym 1  L m x m  W x m ………………………………………...(17)
Dengan asumsi equimolar overflow, maka Lm = Ln dan Vm+1 = Vn

Gambar 2.10 Diagram Seksi Enriching Gambar 2.11 Diagram Seksi Stripping

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat Yang Digunakan


1. Perangkat Distilasi
2. Gelas ukur 100 ml, 2 buah
3. Gelas ukur 10 ml, 1 buah
4. Ember dan Corong plastik
5. Alkohol meter
6. Thermocouple

3.2. Bahan-Bahan Yang Digunakan


1. Etanol
2. Air

17
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Prosedur Percobaan 1
1. Disiapkan umpan dengan mencampurkan 6.5 L etanol dan 3.5 L akuades,
kemudian diukur komposisi umpan dengan alkoholmeter.
2. Ditutup seluruh valve pada rangkaian alat distilasi.
3. Reboiler diisi dengan campuran umpan yang telah dicampur menjadi 10 L
umpan.
4. Power pada panel dihidupkan, kemudian diatur refluks control menjadi 1:1
dan power control menjadi 0.65, 0.70, dan 0.75.
5. Valve 10 (valve di bawah decanter) dibuka pada pipa refluks.
6. Valve 5 dibuka untuk mengalirkan air pendingin ke kondensor.
7. Tetesan pertama pada decanter diamati, jika tetesan pertama (kondisi dew
point) telah terjadi, maka valve 3 dibuka, hal ini berfungsi untuk mengukur
laju boil-up dengan cara menampung destilat keluaran valve 3 sebanyak 100
ml dan diukur waktu yang dibutuhkan untuk mencapai volume 100 ml
tersebut. Prosedur ini dilakukan setiap selang waktu 15 menit hingga tercapai
komposisi destilatnya konstan.
8. Suhu T1, T8, dan TReboiler diukur dengan menggunakan thermocouple.
9. Sampel dan destilat kemudian didinginkan sampai suhu kamar, kemudian
diukur komposisinya dengan menggunakan alcohol meter.
10. Percobaan dilakukan kembali dengan variasi power controller 0,7 dan 0,75.

3.3.2 Prosedur Percobaan 2


1. Disiapkan umpan dengan mencampurkan 6.5 L etanol dan 3.5 L akuades,
kemudian diukur komposisi umpan dengan alkoholmeter.
2. Ditutup seluruh valve pada rangkaian alat distilasi.
3. Reboiler diisi dengan campuran umpan yang telah dicampur menjadi 10 L
umpan.
4. Power pada panel dihidupkan, kemudian diatur refluks control menjadi 1:2
5. Valve 10 (valve di bawah decanter) dibuka pada pipa refluks.
6. Valve 5 dibuka untuk mengalirkan air pendingin ke kondensor.
7. Tetesan pertama pada decanter diamati, jika tetesan pertama (kondisi dew
point) telah terjadi, maka valve 3 dibuka, hal ini berfungsi untuk mengukur
laju boil-up dengan cara menampung destilat keluaran valve 3 sebanyak 100
ml dan diukur waktu yang dibutuhkan untuk mencapai volume 100 ml
tersebut. Prosedur ini dilakukan setiap selang waktu 15 menit hingga tercapai
komposisi destilatnya konstan.
8. Suhu T1, T8, dan TReboiler diukur dengan menggunakan thermocouple.
9. Sampel dan destilat kemudian didinginkan sampai suhu kamar, kemudian
diukur komposisinya dengan menggunakan alkoholmeter.
10. Percobaan dilakukan dengan power controller optimum pada percobaan 1.

3.4 Rangkaian Alat

19
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Distilasi Batch
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Pengaruh Power terhadap Efisiensi Kolom Distilasi
Pada percobaan ini tujuannya adalah untuk mendapatkan power optimum
yang digunakan untuk mendapatkan etanol dengan konsentrasi overhead yang tinggi
serta melihat hubungan antara power terhadap efisiensi kolom distilasi batch. Hal ini
dilakukan dengan cara memvariasikan power 0,65; 0.7; 0.75 kW, dengan
perbandingan konsentrasi etanol - air 50% : 50% volume. Setelah terjadi proses
distilasi (terjadinya tetesan pertama pada bagian dekanter), kemudian konsentrasi
overhead (produk) dibagian dekanter dan bottom dibagian reboiler diambil dan
ditentukan dengan menggunakan alkohol meter.

Tabel 4.1 Data Pengaruh Variasi Daya terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch
Komposi Kompo
Laju Boil- Efisiensi
Power si sisi T1 T8 Treboiler
up Kolom
(kWh) Overhead Bottom (ºC) (ºC) (ºC)
(Liter/hour) (%)
(%Vol) (%Vol)
94 49 71 78 78
91 47 77 81 78
0.65 0.414548 89 45 78 81 78 36,779
89 43 78 82 78

92 49 78 80 78
90 47 78 81 78
0.7 0.6209376 88 45 79 81 78 31,133
86 42 79 83 78
85 39 80 84 78
92 49 73 80 78
88 45 77 80 78 29,885
0.75 0.75195025
85 43 78 81 78
85 40 78 82 78

21
4.1.2 Pengaruh Rasio Refluks terhadap Efisiensi Kolom Distilasi
Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya didapatkan power optimum adalah
sebesar 0,65 kWh, maka pada percobaan ini dilakukan proses distilasi dengan
menggunakan power tersebut dengan variasi rasio refluks dari 1:1 menjadi 1:2
dengan perbandingan konsentrasi etanol - air 50% : 50% volume.

Tabel 4.2 Data Pengaruh Rasio Refluks Terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch
Komposi Kompo
Laju Boil- Efisiensi
si sisi T1 T8 Treboiler
Ratio up Kolom
Overhead Bottom (ºC) (ºC) (ºC)
(Liter/hour) (%)
(%Vol) (%Vol)
90 48 77 80 78
1.543125 88 48 78 81 78
1:2 30,560
88 46 78 82 78
87 44 80 83 78
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Power terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil konsentrasi rata-rata di
bagian overhead pada power 0,65 kWh adalah 90,75% volume dengan laju boil-up
0.414548 L/jam. Pada 0,7 kWh adalah 88,2% volume dengan laju boil-up 0.6209376
L/jam. Sedangkan pada 0.75 kWh adalah 82.5% volume dengan laju boil-up
0.75195025 L/jam. Dari masing-masing konsentrasi ini dilakukan perhitungan untuk
mencari nilai efisiensi kolom dengan menggunakan metode persamaan Fenske dan
Mc.Cabe Thile. Sehingga hubungan antara power terhadap efisiensi kolom distilasi
dapat digambarkan pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Power terhadap Efisiensi Kolom Distilasi
Dari grafik diatas, dapat dijelaskan bahwa hubungan antara power terhadap
efisiensi kolom adalah berbanding terbalik, yakni semakin besar power yang
digunakan dalam proses distilasi maka efisiensinya semakin kecil. Berdasarkan teori
yang ada, power mempengaruhi laju boil-up dimana semakin besar power maka
semakin besar laju boil-up tersebut. Laju boil up mempengaruhi waktu dan laju
kontak antara fasa uap dan cair pada kolom destilasi sehingga mempengaruhi
komposisi overhead pada destilasi. Semakin besar laju boil up maka komposisi
komponen ringan (light component) semakin kecil pada overhead (Perry, 1984).
Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar power yang digunakan pada proses
distilasi maka efisiensinya akan semakin kecil. Dari data tabel didapatkan daya
sebesar 0,65, 0,70, dan 0,75 kWh, memiliki efisiensi berturut-turut sebesar 36,78%,
31,14%, dan 29,89%. Maka didapat daya optimum pada percobaan destilasi batch
rasio 1:1 terdapat pada daya 0.65 kWh dengan efisiensi kolom terbesar.

4.2.2 Pengaruh Rasio Refluks terhadap Efisiensi Kolom Distilasi Batch


Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya didapatkan power optimum adalah
sebesar 0,65 kWh, maka pada percobaan ini dilakukan proses distilasi dengan
menggunakan power tersebut dengan rasio refluks 1:2. Setelah dilakukan percobaan
didapatkan hasil, konsentrasi pada rasio refluks 1:2 yaitu 30,56% volume, kemuadian

23
akan dibandingkan dengan hasil pada rasio refluks 1:2 (pada power yang sama yakni
0,65) sebesar 30,56% volume. Dari masing-masing konsentrasi ini dilakukan
perhitungan untuk mencari nilai efisiensi kolom dengan menggunakan metode
persamaan Fenske dan Mc.Cabe Thile. Sehingga hubungan antara rasio refluks
terhadap efisiensi kolom distilasi dapat digambarkan pada grafik dibawah ini.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Rasio Refluks terhadap Efisiensi Kolom
Distilasi

Dari grafik diatas Terlihat bahwa hubungan antara rasio refluks terhadap
efisiensi kolom distilasi adalah berbanding lurus, dimana semakin besar rasio refluks
maka efisiensi kolom akan semakin besar pula. Ttujuan dari refluks adalah untuk
meningkatkan konversi dan untuk meningkatkan kemurnian produk (Treybell, 1981).
Berdasarkan teori semakin besar rasio refluks, maka proses pemisahannya akan
semakin mendekati dengan jumlah tray aktual yang dibutuhkan (Geankoplis, 1989).

4.2.3 Optimasi Variabel Percobaan


Pada percobaan ini tujuannya adalah untuk mendapatkan kondisi optimum
dari proses distilasi batch dari campuran etanol dan air. Jika dilihat dari variabel-
variabel yang digunakan pada percobaan ini, ternyata variasi power dan juga rasio
refluks sangat berpengaruh terhadap efisiensi kolom destilasi. Sehingga optimasi
variabel percobaan dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.3 Kondisi Optimum dari Proses Distilasi Batch (Etanol-Air) Berdasarkan
Persamaan Fenske

Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa pada saat proses distilasi batch
dilakukan dengan menggunakan variasi terhadap power. Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan, hubungan antara power terhadap efisiensi kolom adalah berbanding
terbalik seiring penambahan power. Pada saat power yang digunakan sebesar 0,65
kWh, nilai efisiensi kolom adalah 36,78%. Sedangkan pada saat 0,70 kWh, efisensi
kolomnya adalah 31,14% dan saat 0,75 kWh efisiensi kolomnya adalah 29,89%.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa power optimum pada proses distilasi batch
adalah 0,65 kWh.
Percobaan selanjutnya, dilakukan dengan menggunakan variasi terhadap rasio
refluks. Hubungan antara rasio refluks terhadap efisiensi kolom distilasi adalah
semakin kecil rasio refluks maka efisiensi kolom semakin besar. Dari grafik terlihat
bahwa pada saat power yang digunakan sama yaitu 0,65 kWh, dengan rasio refluks
1:1 efisiensi kolom distilasi adalah 36,78%. Sedangkan pada saat rasio refluks 1:2,
efisiensi kolom distilasinya adalah 30,56%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kondisi optimum pada proses distilasi batch untuk pemisahan campuran etanol dan air
adalah pada power 0,65 kWh dan rasio refluks 1:1.

25
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum distilasi batch dapat disimpulkan bahwa,
1. Dari percobaan, didapatkan nilai efisiensi untuk setiap variasi daya 0,65; 0,70;
dan 0,75, sebesar 36,78%, 31,14%, dan 29,89%. Sedangkan nilai efisiensi
untuk variasi rasio 1:1 dan 1:2 yaitu sebesar 36,78% dan 30,56%,
2. kondisi optimum pada proses distilasi batch untuk pemisahan campuran etanol
dan air adalah pada power 0,65 kWh dan rasio refluks 1:1.

3. Semakin besar daya yang diberikan, maka semakin besar pula laju boil-up dan
mengakibatkan efisiensi kolom yang dihasilkan akan menjadi lebih kecil.
Semakin besar rasio refluks, maka semakin besar pula efisiensi kolom yang
dihasilkan.

5.2 Saran
Telitilah dalam mengukur kadar alkohol atau etanol dengan menggunakan
alkoholmeter untuk mendapatkan data yang akurat serta selalu gunakan alat
pengaman diri dan mengerjaan percobaan sesuai prosedur agar terhindar dari hal –
hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C.J, 1997. Transport Process and Unit Operations 3rd Edition, Prentice-
Hall of India, New Delhi.
McCabe, W.L, 1993, Unit Operations of Chemical Engineering 5rd Edition, Mc-
Graw-Hill Book Co, Singapore.
Richardson, J.F and Hacker, J.H., 2002, Coulson and Richardson’s Chemical
Engineering 4th Edition Vol 6, Butterworth Heinemann, London
Santosa, H. 2004. Operasi Teknik Kimia Distilasi. Semarang: JurusanTeknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Tim Penyusun, 2015, Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II Edisi 2,
Departemen Teknik Kimia Universitas Riau, Pekanbaru.
Treyball, R.E, 1981, Mass Transfer Operations 3 Edition, McGraw-Hill, Tokyo.

27
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

Menentukan Efisiensi
Contoh perhitungan:
Perbandingan larutan yang digunakan = 5:5 (dalam 10 L larutan umpan)
Ratio refluks = 1:1
Laju boil-up = 0,032 L/jam
Power = 0.65 kWh

Penyelesaian :
a) Etanol di Distilat
Untuk basis perhitungan = 100 ml
Volume etanol = 94,0% x 100 ml = 94,0 ml
Volume air = (volume larutan – volume air)
= (100 – 94,0) ml = 6,0 ml

Mol etanol = = = 1.557

Mol air = = = 0,30

Fraksi mol cair etanol di destilat (XA)D =

= = 0,886

Fraksi mol cair etanol di destilat (XB)D = 1 – (XA)D


= 1 – 0,886 = 0,114

b) Etanol di bottom
Untuk basis perhitungan = 100 ml
Volume etanol = 46% x 100 ml = 46,0 ml
Volume air = (volume larutan – volume air)
= (100 – 46,0) ml = 54,0 ml

Mol etanol = = = 0,789

Mol air = = = 3,0

Fraksi mol cair etanol di destilat (XA)B =

= = 0,208

Fraksi mol cair etanol di destilat (XB)B = 1 – (XA)D


= 1 – 0,208 = 0,792

Data Kesetimbangan ethanol-air pada 1 atm (Geankoplis App. A.3-23)


Temperatur Fraksi massa ethanol Temperatur Fraksi massa ethanol
(°C) XA YA (°C) XA YA
100 0 0 81 0.6 0.794
98.1 0.02 0.192 80.1 0.7 0.822
95.2 0.05 0.377 79.1 0.8 0.858
91.8 0.1 0.527 78.3 0.9 0.912
87.3 0.2 0.656 78.2 0.94 0.942
84.7 0.3 0.713 78.1 0.96 0.96
83.2 0.4 0.746 78.2 0.98 0.978
82 0.5 0.771 78.3 1 1
Data kesetimbangan yang diperoleh dari Geankoplis masih dalam bentuk fraksi
massa, sedangkan data yang dibutuhkan untuk mendapat grafik XA Vs YA dalam
bentuk fraksi mol, sehingga data yang ada dikonversi menjadi fraksi mol.

Data kesetimbangan ethanol-air pada 1 atm (setelah dikonversi ke fraksi mol)


Temperatur fraksi mol ethanol Temperatur fraksi mol ethanol

29
(°C) XA YA (°C) XA YA
100 0 0 81 0.37 0.601
98.1 0.008 0.085 80.1 0.477 0.644
95.2 0.02 0.191 79.1 0.61 0.703
91.8 0.042 0.304 78.3 0.779 0.802
87.3 0.089 0.427 78.2 0.86 0.864
84.7 0.144 0.493 78.1 0.94 0.902
83.2 0.207 0.533 78.2 0.95 0.946
82 0.281 0.568 78.3 1 1

1. Menentukan Efisiensi maksimum dengan Variasi Power


Destilat
Fraksi cair etanol (XAD) dari percobaan = 0,752
Fraksi uap (YAD) didapatkan berdasarkan data kesetimbangan etanol-air.
Karena nilai (XAD) tidak terdapat pada data maka harus di interpolasi :

YAD = 0,703 + (0,802-0,703) = 0,768

Fraksi uap air pada distilat


YBD = 1- YAD
= 1- 0.786 = 0,214

Tabel A.3 Hasil Perhitungan Fraksi Uap dan Cair pada Distilat
Ratio Mol Xd Yd
Power Mol Air Xd Air Yd Air
Reflusk Etanol Etanol Etanol
1;1 0,650 0,789 3,000 0,752 0,248 0,786 0,214
1;1 0,700 0,762 3,089 0,698 0,302 0,755 0,245
1;1 0,750 0,759 3,097 0,684 0,316 0,746 0,254
1;2 0,750 0,782 3,022 0,694 0,306 0,752 0,248
Bottom
Fraksi cair ethanol pada bottom pada (XAB) = 0.208
Fraksi uap (YAB) didapatkan berdasarkan data kesetimbangan ethanol-air.
Karena nilai (XAB) tidak terdapat pada data maka harus di interpolasi :
YAB = 0,533 + (0,253660323 - 0,208) = 0,533

Fraksi uap air pada bottom


YBB = 1- YAB
= 1- 0,533 = 0,466

Tabel A.4 Hasil Perhitungan Fraksi Uap dan Cair pada Bottom
Ratio Mol Xb Yb
Reflusk Power Etanol Mol Air Etanol Xb Air Etanol Yb Air
1;1 0,650 1,557 0,514 0,208 0,792 0,533 0,467
1;1 0,700 1,513 0,656 0,198 0,802 0,527 0,473
1;1 0,750 1,501 0,694 0,197 0,803 0,527 0,473
1;2 0,750 1,509 0,667 0,206 0,794 0,532 0,468
Relatif volatility

D= = = 1,213

B= = = 4,340

( )AV = = = 2,295

Penentuan jumlah tray teoritis menggunakan persamaan Fenske :

n+1 =

n = 2,942

31
Jumlah tray teoritis = 3

Penentuan jumlah tray teoritis menggunakan grafik Mccabe :

Gambar 1. Grafik Hubungan Kurva Kesetimbangan Uap-Cair dengan Kurva Fraksi


Etanol Liquid-Vapor (Secara Metoda McCabe Thiele) pada power 0,65 perbandingan
refluks 1;1

Efisiensi Tray menggunakan persamaan Fenske


E=

= = 36,8%

Tabel A.6 Hasil Perhitungan Efisiensi


Jumlah Tray
Ratio Jumlah Teoritis
Power av % Efisiensi
Reflusk Tray Aktual ( Persamaan
Fenske)
1;1 0,650 2,2946 8 2,942 36,779
1;1 0,700 2,4546 8 2,491 31,133
1;1 0,750 2,4857 8 2,391 29,885
1;2 0,750 2,4282 8 2,445 30,560

33

Anda mungkin juga menyukai