Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan perilaku

dan koping individu efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan

emosional (Johnsons, 1997 dalam Videback, 2008). Kesehatan jiwa juga

mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan semua segi dalam

kehidupan manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya yang akan

mempengaruhi perkembangan fisik, mental, dan sosial individu secara

optimal yang selaras dengan perkembangan masingmasing individu.

Menurut World Health Organization (WHO) 2014 kesehatan adalah

suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, kecacatan, kelemahan.

Tapi benar-benar kondisi positif dari kesejahteraan fisik, mental, sosial yang

memungkinkan seseorang untuk hidup positif dan produktif. Sedangkan

kesehatan fisik merupakan proses fungsi fisik dan fisiologis, kepadanan dan

efisiensinya. Sementara kesehatan sosial adalah kemampuan seseorang untuk

menyelesaikan tugas, berperan, dan belajar berbagai keterampilan untuk

berfungsi secara adaptif di dalam masyarakat(Suliswati,2005).

Gangguan-gangguan kesehatan jiwa tersebut menunjukkan seperti

pasien berbicara sendiri, mata terlihat kekanan-kiri, jalan mondar-mandir,

sering tersenyum sendiri, dan sering mendengar suara-suara. Sedangkan


2

isolasi sosial menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi

dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (David, 2009).

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa

merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin

tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang

memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Keperawatan

jiwa adalah membantu pasien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai

dengan kemampuan yang dimilikinya(Kelliat, 2008).

Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada

sebagian besar masyarakat dunia umumnya dan Indonesia pada khususnya,

masyarakat yang mengalami krisis ekonomi tidak saja akan mengalami

gangguan kesehatan fisik berupa gangguan gizi, terserang berbagai penyakit

infeksi tetapi juga dapat mengalami gangguan kesehatan mental psikiatri,

yang pada akhirnya dapat menurunkan produktifitas kerja, kualitas hidup

secara nasional, negara telah dan akan kehilangan satu generasi sehat yang

akan meneruskan perjuangan dan cita-cita bangsa.

Salah satu bentuk dari gangguan jiwa adalah munculnya gejala isolasi

sosial dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola

stimulus yang mendekat yang di prakarsai secara internal dan eksternal,

disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi/kelainan

berespon terhadap stimulus (David, 2002).

Kesehatan mental/psikologis/jiwa, yaitu secara primer tentang perasaan

sejahtera secara subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang;


3

mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang, kebugaran

dan enersi, perasaan sejahtera, dan kemampuan pengendalian diri internal;

indicator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal

adalah tidak merasa tertekan atau depresi.. Makna kesehatan jiwa mempunyai

sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam

kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat

disimpulkan kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan

merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, dan sosial

individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan dengan

orang lain (Suliswati, 2010).

Fenomena sosial yang di hadapi masyarakat dewasa ini atau 5 tahun

terakhir, jika kita cermati banyak mengalami kepedihan atau akibat perilaku

menyimpang, pertentangan atau konflik sosial, musibah atau bencana alam

yang luar biasa dahsyatnya, sehingga banyak diantara penduduk yang

mengalami trauma psikologis. Sementara itu di sisi lain dengan adanya

ledakan penduduk yang tidak merata karena sulitnya mencari kehidupan layak

penduduk melakukan migrasi (urbanisasi) kewilayah yang menjanjikan

pendapatan layak secara ekonomi. Kompetisi menjadi simbol dalam struktur

sosial, sebab dalam kompetisi memiliki rumus hanya yang berkualitas dan

memiliki ketahanan fisik dan sosial yang mampu bertahan dan berkembang

dalam masyarakat, sementara yang berkualitas rendah tidak mampu bersaing

akan tertinggal dengan berbagai akibat negatif bahkan menjadi sakit jiwa
4

Masalah utama gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia, depresi

unipolar, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, gangguan obsesis kompulsif

(Stuart & Laraia, 2005). Skizofrenia adalah gangguan pada otak dan pola pikir

(Torrey, 1997 dalam Carson, 2003). Skizofrenia mempunyai karakteristik

dengan gejala positif dan negatif. Gejala positif antara lain thought echo,

delusi, halusinasi, gejala negatif seperti: sikap apatis, bicara jarang, afek

tumpul, menarik diri. Gejala lain dapat bersifat non-skizofrenia meliputi

kecemasan, depresi dan psikosomatik Perilaku yang sering muncul pada klien

skizofrenia: motivasi kurang (81%), isolasi sosial (72%), perilaku makan dan

tidur buruk (72%), sukar menyelesaikan tugas (72%), sukar mengatur

keuangan (72%), penampilan tidak rapih (64%), lupa melakukan sesuatu

(64%), kurang perhatian pada orang lain (56%), sering bertengkar (47%),

bicara pada diri sendiri (41%), dan tidak teratur makan obat (47%) (Stuart &

Larai, 2005). Dari data diatas mengindikasikan isolasi sosial adalah salah satu

perubahan yang muncul pada skizofrenia. Isolasi sosial adalah suatu

pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang

lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam (Nanda,

2005

Menurut WHO (2014), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,

60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena Skizofrenia, serta 47,5

juta terkena dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia saat ini

adalah 236 juta orang,dengan katagori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi

dan 0,17% menerita gangguan jiwa berat, 14,3% diantara nya mengalami
5

pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami

gangguan jiwa.. Menurut DepKes RI 2009, jumlah pasien yang mengalami

gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang dengan

kategori gangguan jiwa ringan (11,6 %), yang mengalami gangguan jiwa berat

(0,46 %), pada klien dengan masalah gangguan jiwa hanya (30-40 %) yang

dapat sembuh total, (30 %) yang berobat jalan, dan (30 %) lainnya harus

menjalani perawatan(Balitbangkes,2008).

Berdasarkan data statistic medical record yang diperoleh dari rumah

sakit khusus jiwa Soeprapto kota Bengkulu didapatkan Data terbaru 2017

bulan Agustus sampai Oktober di Ruangan Murai B Sebanyak 94 Pasien

dengan Isolasi Sosial 10 pasien, Resiko Prilaku Kekersan sebanyak 12 pasien,

Harga Diri Rendah 12 pasien, Halusinasi 36 orang pasien dengan Defisit

Perawatann Diri 31 Pasien dan pada pasien Waham 2 orang pasien.

Dilihat dari data diatas, presentase penderita isolasi sosial berada

diurutan kedua. Isolasi sosial merupakan keadaan ketika individu atau

kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk

meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk

membuat kontak (Carpenito, 2007). Dari data tersebut bahwa isolasi sosial:

menarik diri dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yang terdiri

dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang dapat

menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial: menarik diri adalah adanya

tahap pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik,

adanya gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu juga adanya norma-
6

norma yang salah yang dianut dalam keluarga serta faktor biologis berupa gen

yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan klien menderita gangguan

jiwa. Selain faktor predisposisi ada juga faktor presipitasi yang menjadi

penyebab antara lain adanya stressor sosial budaya serta stressor psikologis

yang dapat menyebabkan klien mengalami kecemasan. Masalah kejiwaan

pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri jika tidak dapat diatasi dengan

baik oleh perawat yang ditunjang dengan ketidakadekuatan dukungan dan

peran serta keluarga maka tidak menutup kemungkinan akan dapat

menyebabkan terjadinya masalah-masalah yang diantaranya seperti defisit

perawatan diri, resiko halusinasi dan dapat juga menyebabkan perilaku

pengungkapan masalah yang tidak asertif yang dapat menuju kearah perilaku

kekerasan. Jika ini sudah terjadi maka akan dapat berdampak pada lingkungan

keluarga dan lingkungan sekitar (Iskandar, 2012).

Adapun peran perawat jiwa yang harus dilakukan meliputi : peran

perawat promotif dan preventif adalah meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan/menurunkan angka kesakitan dengan cara memberikan

penyuluhan tentang kesehatan, peran perawat kuratif adalah dengan mengikut

sertakan klien dalam aktifitas kelompok sosialisasi dan juga kontrol rutin

sesuai waktu yang ditentukan, peran perawat rehabilitatif adalah mendorong

tanggung jawab klien terhadap lingkungan dan melatih keterampilan klien

untuk persiapan klien dirumah serta health education kepada masyarakat

sekitar tentang gangguan jiwa (keliat, 2007).


7

Penanganan Klien dengan isolasi sosial yaitu dengan program program

asuhan keperawatan, terapi aktipitas kelompok (TAK) dan keterampilan

sosial yang dilatih pada klien, klien juga membutuhkan dukungan yang baik

dari dalam maupun luar keluarga serta lingkungan tempat tinggal klien.

Namun terkadang pengetahuan dan sikap keluarga klien masih kurang dalam

merawat anggota keluarganya yang baru saja pulang dari rumah sakit,

menyebabkan klien akan semakin tenggelam dalam dunianya sendiri dan

perilaku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga dapat bertindak lanjut

menjadi halusinasi, dari halusinasi dapat menimbulkan perilaku kekerasan

terhadap diri sendiri, dan juga mengarah ke perilaku bunuh diri. Untuk

meminimalkan komplikasi atau dampak dari isolasi sosial dibutuhkan peran

perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan

membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan fenomena diatas telah dilakukan penatalaksanaan pada

klien dengan isolasi sosial menarik diri namun belum optimal, oleh karna itu

penulis tertarik untuk mengangkat studi kasus dengan judul “Asuhan

keperawatan jiwa pada Pasien dengan isolasi sosial di rumah sakit khusus jiwa

Soeprapto Bengkulu”.

B. Rumusan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan proposal karya tulis ilmia ini adalah

asuhan keperawtan jiwa pada pasien dengan gangguan isolasi sosial di rumah

sakit khusus jiwa Soeprapto Bengkulu.


8

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Memahami asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien

dengan isolasi sosial menarik diri di rumah sakit khusus jiwa Soeprapto

Bengkulu.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan masalah isolasi sosial

menarik diri di rumah sakit khusus jiwa Soeprapto Bengkulu.

b. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah isolasi

sosial menarik diridi rumah sakit khusus jiwa Soeprapto Bengkulu.

c. Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah

isolasi sosial menarik diridi rumah sakit khusus jiwa Soeprapto

Bengkulu.

d. Mengetahui implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan

masalah isolasi sosial menarik diridi rumah sakit khusus jiwa Soeprapto

Bengkulu.

e. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan masalah isolasi sosial menarik

diridi rumah sakit khusus jiwa Soeprapto Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

a) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada

pasien dengan gangguan konsep diri: isolasi sosial menarik diri.


9

b) Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan

keperawatan jiwa.

c) Menambah keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.

2. Bagi pendidikan

Di gunakan sebagai informasi pembelajaran bagi institusi penidikan

dalam pengembang dan peningkatan mutu penidikan khususnya untuk mata

kuliah keperawtan jiwa isolasi sosial dan menambah pengetahuan bagi para

pembaca.

3. Bagi rumah sakit

Bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit

dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa, khususnya

pada pasien dengan isolasi sosial

4. Manfaat bagi mahasiswa keperawtan

Menjadi saran untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan jiwa

isolasi sosial: menarik diri

5. Bagi pasien dan keluarga

a. Bahan masukan bagi klien dalam menghadapi permasalahannya.

b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada keluarga tentang

perawatan pada anggota keluarga yang mengalami isolasi sosial.


10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teoritis Isolasi Sosial

1. Pengertian

Orang yang sehat jiwa adalah orang yang mempunyai kemampuan

untuk menyesuaikan diri pada lingkuan, serta berintegrasi dan berinteraksi

dengan baik tepat dan bahagia (Karl Menninger), Menurut michael Krick

Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwanya adalah orang yang bebas

dari gejala gangguan pisikis serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang

ada pada nya.

Isolasi sosial adalah suatu keadaann kesepian yanng dialami oleh

seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam

(Twondsend,1998). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari

interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orag lain

(Pawalin,1993 di kutip budi keliat,2001).Isolasi sosial adalah keadaan

dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali

tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Damayanti,

2008).

Seseorang dengan isolasi sosial akan menghindari interaksi dengan

orang lain, Ia mengalami kesulitan untuk berhubungan akrab dan tidak

mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau

kegagalan, ia mengalami kesulitan untuk berhubungan secara spontan

dengan orang lain, yang dimanifastasikan dengan sikap memisahkan diri,


11

tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang

lain. Isolasi sosial adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila

menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan lingkungannya

(Sunaryo, 2004)

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan

orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai

kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Pasien mengalami

kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang

dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak

sanggup berbagi pengalaman (Yosep, 2007).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang

lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, diterima, kesepian dan

tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat,

2010)

2. Etiologi

Terjadi nya gangguan ini di pegaruhi oleh faktor predisposisi di

ataranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagala dapat megakibatka

idividu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orag lain,ragu,takut

salah,pesimis,putus asa terhadap orang lain,tidak mampu merumuskan

keiginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku

tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri,

menghindari dari orang lain, dan kegiatan sehari hari terabaikan. Faktor
12

yang mungkin mempengaruhi isolasi sosial adalah faktor predisposisi dan

faktor presipitasi

a. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial.

1) Faktor perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus

didahului individu dengan sukses, karena apabila tugas

perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa

perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang

memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan

dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian

dan kehangatan dari ibu atau pengasuh pada bayi akan

memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat

terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut

dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain

maupun lingkungan di kemudian hari.

2) Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor

pendukung untuk terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti

adanya komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu

keadaan dimana individu menerima pesan yang saling

bertentangan dalam waktu bersamaan, dan ekspresi emosi yang

tinggi di setiap berkomunikasi.


13

3) Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan

merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.

Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang

dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif

diasingkan dari lingkungan sosial.

4) Faktor biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan

jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang

anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Berdasarkan

hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya

menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot

persentasenya 8%.

b. Faktor Presipitasi

Stressor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh

faktor internal maupun eksternal.

1) Stressor sosial budaya

Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam

berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti

perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan

pasangan pada usia tua, dipenjara, Semua ini dapat menimbulkan

isolasi sosial.

2) Stressor biokimia
14

a) Teori dopamine

Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik

serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya

skizofrenia yang mengarah ke gangguan isolasi sosial.

b) Faktor endokrin

Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada klien

skizofrenia. Demikian pula prolactin mengalami penurunan

karena dihambat.

3. Manifestasi klinis

Observasi yang dilakukan pada pasien dengan isolasi sosial akan

ditemukan data obyektif yaitu kurang spontan terhadap masalah yang ada,

apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi

bersedih), efek tumpul, menghindar dari orang lain, tidak ada kontak mata

atau kontak mata kurang, pasien lebih sering menunduk, berdiam diri dalam

kamar, tidak mampu merawat dan memperhatikan kebersihan diri (Dalami,

suliswati dan rochima, 2009).

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya

rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang

lain. Bila tidak diberikan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan

perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko tinggi menciderai diri

sendiri, orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang

lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang pakhirnya bisa

berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara


15

mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan

oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya,

sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak

aktif).

4. Rentang Respon Isolasi Sosial

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Menyendiri 1. Kesepian 1. Manipulasi


2. Otonomi 2. Menarikdiri 2. Impulsif
3. Kebersamaan 3. ketergantungan 3. Narkisisme
4. ketergantungan
Bagan 2.1 Rentang respon klien isolasi sosial (Stuart, 2007 ).

Berdasarkan bagan 2.1 dapat dilihat rentang respon sosial dari respon

adaptif sampai dengan maladaptif menurut, Stuart (2007):

a. Menyendiri (Solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang

untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya

dan cara mengevaluasi diri untuk menentuka langkah selanjutnya.

b. Otonomi merupakan kemampuan individu menentukan dan

menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

c. Bekerjasama (mutualisme),suatu kondisi dalam hubungan interpersonal

dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima

pengalaman.
16

d. Saling ketergantungan (interdependen),suatu kondisi saling

tergantunganan antara invidu dengan orang lain dalam membina

hubungan interpersonal.

e. Kesepian kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing.

f. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan

kesulitandalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

g. Ketergantung (depanden), terjadi bila seseorang gagal

mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk berfungsi

secara sukses.

h. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial terdapat pada

individu yang menganggap orang lain sebagai objek dan individu

tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

i. Impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari

pengalaman, tidak dapat di andalkan, dan penilaian yang buruk.

j. Narkisisme merupakan harga diri yang rapuh, secara terus menerus

berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik,

pencemburu, marahjika orang lain tidak mendukung.

4. MekanismeKoping

Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi

kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.

Kecemasan koping yang sering digunakan adalah regresi, represi dan

isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya

keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman,


17

hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk

mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan,

(Stuart and sundeen, 2007)

5. Penatalaksanaan

a. Terapi Psikofarmaka

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan

menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan

tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,

halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak

terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak

mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi).

Antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,

hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan

irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia

sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic

(Soundie). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka

panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,

epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

b. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat

diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan

masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,


18

perawat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan

pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan

tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan

memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke

dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien

mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu

pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain

sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi

jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan

dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke

dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).

c. Terapi kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami

ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu:

1) Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan sehari-hari yang meliputi:

a) Bangun tidur yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien

sewaktu bangun tidur.


19

b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua

bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB

dan BAK.

c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam

kegiatan mandi dan sesudah mandi.

d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan

keperluan berganti pakaian.

e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada

waktu, sedang dan setelah makan dan minum.

f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan

dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan

dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti

dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak

menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak

merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya

tanpa tujuan yang positif.

h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien

untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi

tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala

primer yang muncul pada gangguan jiwa. Dalam hal ini yang

dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana

pasien mau mengawali tidurnya.


20

2) Tingkah laku sosial

Tingkah laku sosial adalah tingkah laku yang berhubungan

dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat

yang meliputi:

a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk

melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya

menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan

sebagainya.

b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk

melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,

menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan

dan sebagainya.

c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu

berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling

menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam

berkomunikasi.

d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan

kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih

dari dua orang).

e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan

dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah

sakit.
21

f) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata

krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas

maupun orang lain.

g) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang

bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori

lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak

membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa

1. Pengkajian

Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi

pengupulan data, analisa data, dan perumusan masalah pasien. Data yang di

kumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis,

pisikologis, sosial, spritual, faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor,

sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Seorang

perawat jiwa di harapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri

(self awarencees), kemampuan mengobservasi dengan akurat,

berkomunikasi secara terapeotik, dan kemampuan berespon secara efektif (

Stuart dan Sundeen, 2008).

Adapun data yang dapat dikumpulkan pada pasien dengan gangguan

Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri adalah sebagai berikut:


22

a. Identitas pasien

Pada umumnya idetitas pasien yang dikaji pada pasien dengan

masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah :

biodata yang meliputi nama, umur, terjadi pada umur atara 15 – 40

tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status perkawinan,

tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah pasien dan

alamat pasien. dan agama pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi

faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan Interaksi Sosial pada

kasus Menarik Diri.

b. Alasan masuk rumah sakit

Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu

menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri

(menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada,

berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak

melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.

c. Faktor predisposisi

Biologis: Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa.

Psikologis: bagi pasien yang telah mengalami gangguan jiwa trauma

psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga

dan keturunan yang mengalami, dicerai suami, putus sekolah, PHK,

perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan,


23

dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai

perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

Sosial: . Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan

orang tua yang tidak realistis, kegagalan/frustrasi berulang, tekanan

dari kelompok sebaya, perubahan struktur sosial,

Pengobatan: gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak

menyenangkan bagi pasien sebelum mengalami gangguan

jiwaTerjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi

kecelakaan.

d. Aspek fisik / biologis

Hasil pengukuran tanda vital (TD: cenderung meningkat, Nadi:

cenderung meningkat, suhu meningkat, Pernapasan bertambah, TB, BB

menurun).

e. Keluhan fisik

Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa

terjadi penurunan berat badan, pasien biasanya tidak menghiraukan

kebersihan dirinya.

f. Aspeks psikososial

Genogram yang menggambarkan 3 generasi adakah riwayat

keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa tersusun dari kakek,

nenek, ayah, ibu dan anak .


24

g. Konsep diri

Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan, pemahaman

dan keyakinan seseorang terhadap dirinya yang memperngaruhi

hubungannya dengan orang lain. Pada umumnya pasien dengan

gangguan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami

gangguan konsep diri seperti:

1) Citra tubuh: tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi

atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,

persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian

tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,

mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar

menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

3) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan

penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.

4) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya;

mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

5) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah

terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan

martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. pasien

mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubungan

social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok


25

yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap

Tuhan dan kegiatan untuk ibadah (Spritual).

6) Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia,

karena manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa

bantuan orang lain. Pada umumnya pasienn dengan gangguan

Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan

seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak pernah

melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami

hambatan dalam pergaulan.

h. Status mental

1) Penampilan: Pada Pasien dengan Kerusakan interaksi sosial,

menarik diri berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan,

kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai

dengan keadaan serta pasien tidak mengetahui kapan dan

dimana harus mandi.

2) Pembicaraan: Pembicaraan Pasien dengan Kerusakan

interaksisosial Menarik Diripada umumnya tidak mampu

memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan

tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.

3) Aktivitas motorik: Pasien tampak lesu, tidak bergairah dalam

beraktifitas, kadang gelisah dan mondar-mandir.


26

4) Alam perasaan: Alam perasaan pada Pasien dengan isolasi

sosial biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan

sering melamun.

5) Afek: Afek pasien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi

terhadap rangsang yang normal.

6) Interaksi selama wawancara: Pasien menunjukkan kurang

kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan

orang lain.

7) Persepsi: Pasien dengan gangguan isolasi sosial pada umumnya

mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi

pendengaran, Pasien biasanya mendengar suara-suara yang

megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri dan

melamun.

8) Isi pikir: pasien dengan gangguan isolasi sosial pada umumnya

mengalami gangguan isi pikir biasanya klien merasa tidak

mampu melakukan sesuatu.

9) Proses pikir: Proses pikir pada Pasie dengan gangguan isolasi

sosial akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau

blocking serta intoleransi dalam proses pikir.

10) Kesadaran: Pasien dengan gangguan isolasi sosial tidak

mengalami gangguan kesadaran.


27

11) Memori: Pasien tidak mengalami gangguan memori, dimana

klien mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.

12) Konsentrasi dan berhitung: Pasien dengan masalah isolasi

sosial menarik diri pada umumnya tidak mengalami gangguan

dalam konsentrasi dan berhitung.

13) Daya tilik diri: Klien mengalami masalah daya tilik diri karena

klien akan mengingkari penyakit yang dideritanya.


28

i. Analisa Data

No Analisa Data Masalah


Keperawatan
1. DS:
 Pasien hanya menjawab pertanyaan “ya” dan
“tidak”
 Pasien merasa tidak memiliki teman dekat. Isolasi sosial
 mengatakan bingung dalam memulai
pembicaraan
DO:
 Kontak mata kurang dan kadang-kadang
menolak untuk diajak bicara
 Sering menyendiri dan melamun
 Afek tumpul
 Tidak mau menatap lawan bicaranya
 Sering menundukkan kepala
2. DS:
 Pasien biasanya mengatakan malu terhadap
diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri
 Pasien merasa tidak mampu melakukan
sesuatu. Harga diri rendah
 Pasien mengatkan takut berbicara banyak
karena takut menyakiti hati orang lain.
 Pasien mengeluh dirinya tidak berguna
DO:
 Kurang percaya diri
 Pasien tampak lesu
 Tampak putus asa
 Sering melamun
 Pasien tidak mau menatap wajah lawan bicara
3. DS:
 Pasien biasanya mendengar suara - suara yang Halusinasi
megancam
DO:
 Pasien gelisah dan mondar mandir
 Pasien sering melamun

Tabel 2.1 Analisa Data Isolasi Sosial


29

j. Daftar Masalah

1. Isolasi sosial : Menarik Diri

2. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi

3. Harga Diri Renndah (HDR)

k. Pohon Masalah

Resiko Gangguan Persepsi


Sensori : Halusinai

Isolasi sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep diri:Harga diri rendah

Bagan 2.2 Pohon masalah Pasien isolasisosial (Stuart, 2007).

2. Diagnosa keperawatan

1. Isolasi sosial : Menarik Diri

2. Harga diri rendah

3. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi


30

3. Perencanaan keperawatan

Tangg N Diagnosa Perencanan Intervensi Rasional


al o keperawatan
D Tujuan Keriteria Hasil
x
1 2 3 4 5 6 7
1. Isolasi sosial TUM : klien dapat 1.Ekspresi wajah 1.Bina hubungan saling Hubungan saling
berinteraksi dengan bersahabat percaya dengan percaya
orang lain menunjukan rasa menggunakan prinsip merupakan dasar
senang,ada kontak komunikasi Terapeutik. untuk kelancaran
Tuk mata,mau a) Sapa pasien dengan hubunngan
1.Pasien dapat menjawab ramah baik verbal interaksi selanjut
membina salam,pasien mau maupun non verbal. nya
hubungan saling duduk b) Perkenalkan diri
percaya berdampingan dengan sopan
dengan perawat c) Tanyakan nama
,mau lengkap pasien an
mengutarakan nama panggilan yang
masalah yang di di sukai pasien.
hadapi d) Jelaskan tujuan
pertemuan
31

e) Jujur dan menepati


janji
f) Tunjukan sipat empati
dari menerima pasien
apa adanya
g) Beri perhatian kepada
pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar
pasien
2. Pasien dapat 2. Pasien dapat 1.Kaji Pengetahuan pasien Di ketahui
menyebutkan menyebutkan tentang perilaku menarik penyebap nya
penyebap menarik penyebap menarik diri dan tanda-tanda nya akan dapat di
diri diri yang berasal 2. Beri kesempatan pada pasien hubungkan
dari untuk mengungkapkan dengan faktor
 Diri sendiri perasaan penyebap menarik resipitasi yang di
 Orang lain diri atau tidak mau bergaul alami
 Lingkungan 3 Diskusikan bersama pasien
tentang perilaku menarik
diri tanda-tanda serta
penyebap yang muncul
4 Berikan pujian terhadap
kemapuan pasien dalam
mengungkapkan persaan
nya
32

3. Pasien dapat 1.Pasien dapat 1. Kaji pengetahuan pasien Pasien harus


menyebutkan menyebutkan tentang manfaat dan dicoba
keuntungan keuntungan keuntungan berinterkasi
bergubungan berhubungan 2. Beri kesempatan dengan secara bertahap
dengan orang lain dengan orang lain pasien untuk agar terbiasa
dan kerugian mengungkapkan perasaan membina
tidak tentang keuntungan hubungan yang
berhubungan 3.Diskusikan bersama pasien sehat dengan
dengan orang lain tentang keuntungan orang lain.
berhubungan dengan orang
lain.
4.Beri reinforcement positif
terhadap keampuan
pengungkapan perasaan
tentang keuntungan
berhubungan dengan orang
lain
33

2.Pasien dapat 1.Kaji pengetahuan pasien Mengevaluasi


menyebutkan tentang manfaat dan manfaat yang
kerugian tidak kerugian tidak berhubungan dirasakan pasien
berhubungan dengan orang lain sehingga timbul
orang lain 2.Beri kesempatan kepada motivasi untuk
pasien untuk berinteraksi
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain .
3 Diskusikan bersama pasien
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.

4.Pasien dapat 1.Pasien dapat 1.Kaji kemampuan klien Melibatkan pasien


melaksanakan mendemonstrasik membina hubungan dengan dalam interaksi
hubungan sosial an hubungan orang lain. social akan
secara bertahap sosial secara 2.Dorong dan bantu klien mendorong pasien
bertahap antara : untuk berhubungan dengan untuk melihat dan
K-P orang lain melalui tahap: merasakan secara
K-P-K K-P langsung manfaat
34

K-P-Kel K-P-K dari berhubungan


K-P-klp K-P-Kel social serta
K-P-klp meningkatkan
3 Beri reinforcement terhadap konsep diri
keberhasilan yang telah di pasein.
capai
4.Bantu pasien untuk
mengevaluasi manfaat
berhubungan
5.Diskusikan jadwal harian
yang dapat dilakukan
bersama pasien dalam
mengisi waktu
6.Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan ruangan
7.Beri reinformen atas
kegiatan pasien dalam
ruangan

5.Klien dapat 1.Pasien dapat 1.Dorong pasien untuk Untuk mengetahui


mengungkapkan mengungkapkan mengungkapkan perasaan kemampuan
persaannya setelah perasaannya bila pasien dalam
35

berhubungan berhubungan bila berhubungan dengan berinteraksi dan


dengan orang lain dengan orang lain orang lain menilai
: 2.Diskusikan dengan klien keberhasilan
 Diri sendiri tentang perasaan manfaat dalam strategi
 Orang lain berhubungan dengan orang pelaksanaan
lain
3.Beri reinfocement positif
atas kemampuan pasien
mengungkapkan pasien
manfaat berhubungan
dengan orang lain.

2. Harga Diri Tum:klien memiliki 1.Ekspresi wajah 1.Bina hubungan saling Hubungan saling
Rendah konsep diri bersahat percaya dengan percaya
yang positif menunjukan rasa mengungkapkan prinsip merupakan dasar
Tuk senang, ada komunikasi terapeutik. untuk kelancaran
1. Pasien dapat kontak mata, mau a) Sapa pasien dengan hubungan
membina berjabat tangan ramah baik verbal interaksi
hubungan mau menjawab maupun non verbal selanjutnya.
saling percaya salam , pasien mau b) Perkenalkan diri
duduk dengan sopan
berdampingan c) Tanyakan nama
dengan perawat , lengkap pasien dan
36

mau nama panggilan yang di


mengutarakan sukai pasien
masalah yang di d) Jeleskan tujuan
hadapi. pertenuan
e) Jujur dan menepati
janji
f) Tunjukan sifat empati
dari menerima pasien
apa adanya
g) Beri perhatian kepada
pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar pasien
h) Diskusikan kemanapun
dan aspek positif yang
di miliki pasien.

2.Pasien dapat 1.Pasien 1.Diskusikan kemampuan dan 1.Diskusikan


mengidentifikasi mengidentifikasi aspek positif yang di miliki tingkat
kemampuan dan kemampuan dan pasien kemampuan
aspek positif yang aspek positif yang pasien seperti
dimiliki di miliki. menilai realitas
 Kemampuan ,kontrol dari
yang di miliki atau integrotas
pasien ego sebagai
37

 Aspek dasar asuhan


positif keperawatan
keluarga
 Aspek
positif
lingkungan
yang di
miliki
pasien

2.Setiap bertemu pasien 2.Reinforcement


hindarkan dari memberi positif akan
nilai negatif meningkat harga
diri.
3.Utamakan memberi pujian 3.Pujian yang
yang realistik. realistis tidak
menyebapkan
melakukan
kegiatan hanya
karna ingin
mendapatkan
pujian.
38

3.Pasien dapat 1.Pasien menilai 1.Diskusikan dengan pasien 1.Keterbukaan


menilai kemampuan yang kemampuan yang masih dan pengertian
kemampuan yang dapat di gunakan. dapat di gunkan selama sakit tentang
di gunaka . kemampuan
yang di miliki
adalah prasarat
untuk berubah.

2.Diskusikan kemampuan 2.Pengertian


yang dapat di lanjutkan tentang
penggunaan. kemampuan
yang di milliki
dari motivasi
untuk tetap
mempertahanka
n pengunan nya.
39

4.Pasien dapat 1.Pasien membuat 1.Rencana bersama pasien Pasien adalah


(mempertahankan) rencana kegiatan aktivitas yang dapat di indiviu yang
kegiatan sesuai harian lakukan setiap hari sesuai bertangguang
dengan kemampuan. jawab terhadap
kemampuan yang  Kegiatan mandiri diri sendiri.
di miliki.  Kegiatan dengan
bantuan sebagian
 Kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total

2 Tingkatkan kegiatan yang Pasien perlu
sesuai dengan toleransi bertindak secara
kondisi pasien realistis dalam
kehiupan nya.
3 Bericontoh cara pelaksanaan Contoh peran
kegiatan yang boleh pasien yang diluhat
lakukan. pasien akan
memotivasi
pasien untuk
melaksanakan
kegiatan.
40

3. Gangguan Tum : Pasien dapat 1.Eksprepsi wajah 1.Bina hubungan saling Hubungan saling
persepsi mengonntrol bersahabat percaya dengan pecaya
sensori:halusin halusinasi menunjukan rasa mengungkapkan prinsip merupakan dasar
asi yang di alami. senang, ada komunikasi terapeutik: untuk kelancaran
kontak mata, mau a) Sapa pasien dengan hubungan
Tuk berjabat tangan, ramah baik verbal interaksi
1.Pasien dapat mau menyebutkan maupun non verbal selanjutnya.
membina hubungan nama, mau b) Perkenalkan diri
saling percaya menjawab salam, dengan sopan
pasien mau duduk c) Tanyakan nama
berdampingan lengkap pasien dan
dengan perawat , nama panggilan yang di
mau sukai pasien
mengutarakan d) Jelaskan tujuan
masalah yang di pertemuan
hadapi. e) Jujur dan menepati
janji
f) Tunjukan sikap empati
dan menerima pasien
apa adanya.
g) Beriperhatian pada
pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar
pasien.
41

2. pasien dapat 2.pasien dapat 1.Adakah kontak sering dan Kontak sering tapi
mengenali menyebutkan singkat secara bertahap. singkat selain
halusinasi waktu, isi, frekuensi membina
nya. timbulnya hubungan saling
halusinasi. percaya, juga
dapat
memutuskan
halusinasi

2.Pasien dapat 2.Observasi tingkah laku Mengenal


mengungkapkan pasien terkait dengan halusinasi
perasaan terhadap halusinasi nya: bicara dan memungkinkan
haluisinasi tertawa tanpa stimulus, pasien untuk
memandang ke kiri atau menghindarkan
kekanan atau kedepan faktor pencetus
seolah-olah ada teman timbulnya
bicara. halusinasi.

3.Bantu pasien mengenali Mengenal


halusinasi nya. halusinasi
a) Jika menemukan yang memungkinkan
sedang halusinansi pasien untuk
42

nya, tanyakan apakah menghindarkan


ada suara yang di faktor pencetus
dengar timbulnya
b) Jika pasien menjawab halusinasi.
ada, lanjutkan: apa
yang di katakan.
c) Katakan bahwa
perawat percaya
pasien mendengar
suara itu, namun
perawat sendiri tidak
mendengar nya (
dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi).
d) Katakan bahwa pasien
ada juga yang seperti
pasien.

4.Diskusikan dengan pasien Dengan


a) Situasi yang mengetahiu
menimbulkan atau waktu, isi, dan
frekuensi
43

tidak menimbulkan munculnya


halusinasi halusinasi
b) Waktu dan frekuensi mempermudah
terjadinya halusinasi( tindakan
pagi, siang, sore dan keperawatan
malam tau jikasendiri, pasien yang akan
jengkel atau sedih di lakukan
keperawatan.

5.Diskusikan dengan pasien Untuk


apa yang di rasakan jika mengientifikasi
terjadi halusinasi( marah pengaruh
atau takut, sedih, senang,) halusinasi pasien.
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya.

3. Pasien dapat 1.Pasien dapat 1.Identifikasi bersama pasien Upaya untuk


mengontrol menyebutkan cara tinakan yang di lakukan memutuskan
halusinasi nya tindakan yang jika terjadi halusinasi( siklus halusinasi
biasa di lakukan tidur,marah,menyibukan sehingga
untuk diri halusinasi tidak
berlanjut.
44

mengendalikan
halusinasi nya

2.Pasien dapat 2.Diskusikan manfaat cara Reinforcement


menyebutkan yang dilakukan pasien, jika positif akan
cara. bermanfaat beri pujian meningkatkan
harga diri pasien.

3.Pasien dapat 3.Diskusikan cara baru untuk Memberikan


memilih cara memutus atau mengonntrol alternatif pilihan
mengatasi halusinasi bagi pasien untuk
halusinasi seperti a) Katakan “saya saya mengontrol
yang telah tidak mau dengar halusinasinya
diskusikan dengan kamu”(pada saat
orang pasien. halusinasi terjadi)
b) Menemui orang lain (
perawat /teman/anggota
keluarga) untuk
bercakap cakap atau
mengatakan halusinasi
yang terdengar .
c) Membuat jadwal
kegiatan sehari hari agar
halusinasi tidak muncul
45

d) Mintak
keluarga/teman/perawat
jika nampak bicara
sendiri.

4.Bantu pasien memilih dan Motivasi dapat


melatih cara memutus meningkatkan
halusinasi secara bertahap kegiatan pasien
untuk mencoba
memilih salah
satu cara
mengendalikan
halusinasi dan
dapat
meningkatkan
harga harga diri
pasien.

4.Pasien dapat 1.Pasien dapat 1.Anjurkan pasien untuk Untuk


dukungan dari membina hubungan memberi tahu keluarga jika mendapatkan
keluarga dalam saling percaya mengalami halusinasi bantuan keluarga
mengontrol dengan perawat. mengontrol
halusinasi halusinasi
46

2.keluarga dapat 2 .Diskusikan dengan Untuk mengetahiu


menyebutkan keluarga: pengetahuan
pengertian,tanda keluarga dan
dan kegiatan a. Gejala halusinasi yang di meningkatkan
untuk alami pasien kemampuan
mengendalikan b. Cara yang dapat pengetahuan
halusinasinya. dilakukan pasien dan tentang
keluarga untuk memutus halusinasi.
halusinasi
c. Cara merawat anggota
keluarga untuk memutus
halusinasi di rumah, beri
kegiatan , jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
berpergian bersama
d. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan :
halusinasi terkontrol dan
resiko mencedrai orang
lain.
47

5.Pasien dapat 1.Pasien dan 1.Diskusikan dengan pasien Dengan


memanfaatkan keluarga dapat dan keluarga tentang dosis menyebutkan
obat dengan baik menyebutkan frekuensi mamfaat obat. dosis frekuensi
mamfaat, dosis dan manfaat obat.
dan efek samping
obat

2.Pasien n dapat 2 Anjurkan pasien minta Diharapkan


mendemostrasika sendiri obat pada perawat dan pasien
n penggunaan pbat merasakan mamfaatnya melaksanakan
secara benar program
pengobatan
.menilai
kemampuan
pasien dalam

3.Pasien dapat 3.Anjurkan pasien biacara Dengan


informasi tentang dengan dokter tentang mengetahiu efek
efek samping obat maamfaat obat dan efek samping obat
samping obat yang pasien akan tahu
dirasakan apa yang di
48

lakukan setelah
minuman obat.

4.Disusikan akibat berhenti Program


4.Pasien dapat
minum obat tanpa pengobatan dapat
memahami akibat
konsultasi berjalan sesuai
berhenti minum
rencana
obat
5.Bantu pasien mengunakan Dengan
5.Pasien dapat
obat dengan prinsip benar mengetahiu
menyebutkan
prinsip penggunan
prinsip 5 benar
obat, maka
penggunaan obat
kemandirian
pasien untuk
peng.obatan dapat
ditingkatkan
secara bertahap.

Tabel2.2 Perencanaan,(Mukhripah Damayanti,2013)


49

7. Implementasi

Menurut Keliat (2009), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama

yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum

melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu

memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai

dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara

perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

1. Evaluasi

Evaluasi menurut Keliat (2009) adalah proses yang berkelanjutan untuk

menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus

menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.

Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang

dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau

sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang

telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan

penjelasan sebagai berikut :

S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.

Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan


50

tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan apa akibat dan dampak

dari bapak menarik diri ?

O:Respon objektif dari pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat

tindakan dilakukan.

A:Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang

kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil

dengan tujuan.

P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien

yang terdiri dari tindak lanjut pasien dan tindak lanjut perawat.

Anda mungkin juga menyukai