Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN ISLAM MEMBANGKITKAN NEGARA

Ramadani
Prodi S1 Teknik Mesin
danirama175@gmail.com

Abstrak. Kualitas dari pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat.
Padahal saat ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula
yang membelinya, baik masyarakat maupun pejabat-pejabat. DPR RI telah
mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan
(BHP) namun disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan
mahasisawa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi
terhadap dunia pendidikan. Segala aspirasi dan masukkan sudah disampaikan
kepada pansus RUU BHP.

Kata Kunci: Pendidikan, Islam, Negara

Berkaitan dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, Amelia dalam

Media Umat: Pendidikan Islam Membangun Masyarakat dan Peradaban (2017:2)

menjelaskan kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berganti, namun sayangnya

di negeri yang notabene mayoritas terdapat kaum Muslim terbesar di dunia sistem

pendidikan yang diterapkan bukanlah sistem pendidikan Islam. Akan jadi seperti

apakah pola pikir dan pola sikap generasi kaum Muslim di negeri ini, jika mereka

didik dengan sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan akidah dan agama

mereka.

Sejatinya pendidikan adalah alat untuk membangun masyarakat tidak

hanya memberikan pemahaman tentang bidang keilmuan yang menunjang

kehidupan, tetapi juga untuk membangun peradaban dalam suatu negara. Satu-

satunya sistem pendidikan yang cocok untuk kaum Muslim adalah sistem

pendidikan Islam.bukan yang lainnya. Dan untuk dapat menerapkan sistem

pendidikan islam dengan sempurna perlu peran negara dalam penerapannya.

Hanya dalam naungan negara khilafah ala min haj annubuwwah semua itu dapat

direalisasikan dengan sempurna.


Indonesia adalah salah satu tempat yang tidak banyak disebut saat

membicarakan tentang penidikan islam, pendidikan islam di Indonesia memiliki

ciri khas tersendiri, walaupun masih banyak memiliki kesamaan dengan negara

timur tengah. Sutrisno (2017:2) menyimpulkan ”awal abad ke-20 para peneliti

memang belum menemukan lembaga pendidikan Islam lain selain mesjid dan

pesantren”. Lembaga pendidikan Islam di Indonesia meliputi pesantren,

madrasah, dan surau merupakan lembaga pendidikan agama islam yang utama di

Indonesia.

Lembaga-lembaga yang berperan dalam memajukan islam dan negara

Indonesia untuk saat ini adalah pesantren dan madrasah karena telah di rangkup

atau disahkan oleh Departemen Agama. Manfred Ziemek dalam Wahjoetomo,

Perguruan Tinggi Pesantren (2017:70) menjelaskan kata pondok berasal dari

kata funduk (Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena

pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar

yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata

santri yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran-an yang berarti menunjukkan

tempat, maka artiya adalah tempat para santri. Terkadang juga diangga sebagai

gabungan kata sant(manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong),

sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.

Sedangkan menurut Geertz, pengertian pesantren diturunkan dari bahasa

India shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis. Maksudnya

pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis.

Sebagai lembaga pendidikan islam, pesantren pada dasarnya hanya

mengajarkan agama, sedangkan kajian atau mata pelajarannya adalah kitab-


kitab dalam bahasa arab atau kitab kuning. Pelajaran agama yang dikaji di

pesantren ialah Alquran dengan tajwīd dan tafsirnya, aqa’id dan ilmu Kalam,

Fikih dan Uṣūl al-fiqh, hadis dengan Muṣṭalahal-ḥadīṡ, bahasa Arab dengan

ilmunya, tarikh, mantiq dan tasawuf. Menurut Daulay (dalam Sejarah

Pertumbuhan, 2017: 66), “dari sekian banyak pesantren dapat dipolakan secara

garis besar kepada dua pola. Pertama berdasarkan bangunan fisik, kedua

berdasarkan kurikulum”. Di antara ulama yang berjasa dalam menggagas

tumbuhnya madrasah di Indonesia antara lain Syekh Abdullah Ahmad, pendiri

Madrasah Adabiyah di Padang pada tahun 1909. Pada tahun 1915 madrasah ini

menjadi Hollands Inlandsche School (HIS) Adabiyah yang tetap mengajarkan

agama.

Madrasah dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia tergolong kepada

pendidikan Islam yang modern. Islam di Indonesia mengalami perubahan

kelembagaan pendidikan bermula dari pesantren kemudian madrasah dan

sekolah madrasah di Indonesia bisa dianggap sebagai perkembangan lanjut atau

pembaharuan dari lembaga pendidikan pesantren.

Hasil penelitian Ino Sutrisno (2017) untuk saat ini lembaga pendidikan

Islam telah mengambil peran sesuai dengan tuntutan masyarakat dan jaman.

Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam telah menarik perhatian para

ahli untuk melakukan studi ilmiah secara konfrehensif. Kini sudah banyak

penemuan-penemuan tentang pertumbuhan lembaga pendidikan islam. Tujuannya

adalah memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa Islam dan


sebgai bahan rujukan atau perbandingan bagi pengelola pendidikan islam pada

masa-masa berikutnya.

Kenyataan diatas merupakan perjalanan sistem pendidikan Islam di

Indonesia. Indonesia adalah negara dengan penduduk umat islam terbesar di dunia

oleh sebab itu sebagai negara Islam, Indonesia harus menerapkan sistem

pendidikan Islam itu sendiri bukan sistem pendidikan yang lainnya. Indonesia

juga memiliki adat budaya yang mampu mempengaruhi perjalanan pendidikan.

Saat jaman kerajaan Islam, kerajaan-kerajaan telah memiliki metode dalam hal

mendidik para rakyatnya sehingga kemajuan pendidikan islam saat itu sangat luas.

Asas pendidikan islam adalah akidah islam. Akidah menjadi dasar

kurikulum yang diberlakukan oleh negara. Akidah islam berkonsentrasi pada

syariat islam. Akidah Islam harus menjadi standart penilaian. Ilmu pengetahuan

yang bertentangan dengan akidah islam tidak boleh dikembangkan dan diajarkan,

kecuali utuk dijelaskan kesalahannya. Kemudian pendidikan Islam juga

merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sitematis yang bertujuan

untuk membentuk manusia dan negara yang berkarakter.

Untuk memajukan negara dan agama, kita sebagai umat Islam harus

memiliki, pertama kepribadian islam karena merupakan konsekuensi kemimanan

seorang muslim, intinya umat muslim harus memiliki dua aspek yang

fundamental, yaitu pola pikir atau aqliyah dan pola jiwa atau nafsiyyah yang

berpijak pada akidah islam. Untuk memajukan negara, ada tiga langkah yang telah

dicontohkan Rasulullah Saw. Pertama menamamkan akidah islam kepada

seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut. Kedua
menanamkan sifat konsisten dan istiqamah pada orang yang sudah memliki

akidah Islam agar cara berpikir dan perilakunya tetap berada pada pondasi akidah

yang diyakininya. Ketiga mengembangkan kepribadian Islam yang sudah

terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-

sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqafah islamiyyah dan mengamalkan

ketaatan kepada Allah. Kedua menguasai tsaqafah Islam.

Islam telah mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan

takaran kewajibannya, menurut Al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori,yaitu

ilmu yang termasuk farduu ‘ain atau kewajiban individual artinya wajib dipelajari

setiap muslim, yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam.

Kemudian fardu kifayah atau kewajiban kolektif biasanya ilmu-ilmu yang

mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan dan keterampilan, seperti

biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dan lain-lain. Selanjutnya adalah

menguasai ilmu kehidupan (IPTEK). Menguasai IPTEK diperlukan agar umat

islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya

sebagai khalifah di muka bumi dengan baik. Dan yang terakhir adalah memiliki

keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta

latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan

Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya

sebagai khalifah di bumi. Sebagai penguasaan iptek, islam juga menjadikan

penguasaan keterampilan menjadi fardu kifayahh, yaitu jika keterampilan tersebut

sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan

lainnya.
Pendidikan bagi warga negara Ahludzimmi atau Non Muslim

mendapatkan pendidikan yang sama sebagaimana warga negara yang muslim.

Mereka mempelajari ajaran agama mereka di keluarga-keluarga mereka dan

komunitas mereka. Mereka bisa saja diizinkan membuka sekolah khusus untuk

anak-anak mereka, selama mereka tetap menjalankan kurikulim yang ditentukan

negara.

Anak-anak mereka akan mengenal bagaimana ajaran akidah Islam dan

bagaimana jalannya ibadah seorang muslim walau mereka tidak meyakini dan

melaksanakannya. Mereka mengenal hukum-hukum muamalat Islam karena

mereka harus melaksanakannya dalam kehidupan umum di masyarakat.

Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan untuk membentuk negara Islam,

kurikulum yang diterapkan seharusnya kurikulum Islam itu sendiri yang

berdasarkan akidah karena akidah berkonsentrasi pada syariat islam, umat muslim

harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir dan pola jiwa, umat

Islam diwajibkan untuk menuntut ilmu, menurut Al-Ghazali ada dua yaitu fardu

‘ain dan fardu kifayah.

Umat Islam harus menguasai IPTEK agar mencapai kemajuan material,

dan menguasai ilmu-ilmu keteknikan yang praktis. Melalui lembaga-lembaga

pendidikan Islam yang ada seperti pesantren dan madrasah diharapkan pendidikan

di Indonesia akan lebih maju yang mendukung kurikulum pendidikan islam itu

sendiri, dan secara berangsur menjadikan negara Indonesia sebagai pusat

pendidikan Islam yang ada di dunia.


Bagi penduduk yang beragama non muslim tetap mendapatkan pelayanan

yang sama seperti warga muslim lainnya. Mereka diperbolehkan membuka

sekolah khusus untuk anak-anak mereka agar mereka mempelajari agama mereka

sendiri, tetapi mereka tetap menjalankan kurikulum yang telah diatur oleh negara.

Anak-anak mereka akan mengenal bagaimana ajaran akidah islam dan cara

beribadah umat islam, tetapi mereka tidak meyakini ajaran agama islam.
Daftar Rujukan
Abasri. 2007. Sejarah dan Dinamika Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di
Nusantara. Jakarta: Kencana.
Amelia, S.N. 2017. Media umat: Salam Redaksi. Pendidikan Islam Membangun
Masyarakat dan Peradaban. hlm.2.
Azra, A. 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Daulay. 2016. Sejarah Pertumbuhan, hlm.23-24.
Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fauzan. 2016. Perkembangan Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Idris, A.M. dkk. 2011. Aktualisasi Pendidikan Islam: Respons Terhadap
Problematika Kontemporer. Malang: Hilal Pustaka.
Lenterak. 2012. Keterampilan Menulis Paragraf, (Online),
(http://lentera.staff.um.ac.id/metopen/ Keterampilan Menulis Paragraf.pdf),
diakses tanggal 8 Oktober 2017.
Mastuhu. 2009. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Nizar, S. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nuryadin, 2013. Tantangan dan Harapan pada Pendidikan Agama di PTU untuk
Membangun Sumber Daya Manusia Indonesia. (Online), (http://
alulum.baak.web.id/files /7.%20nuryadin% 20april%202010.pdf), diakses 8
Oktober 2017.
Syakhs, A.A.A. 2003. Kelambanan dalam Belajar dan Penanggulangannya.
Jakarta: Gema Insani.
Wahyuddin dkk. 2013. Pendidikan Agam Islam untuk Perguruan Tinggi.
(Online), (http://books.google.co.id/books?isbn=9790258623), diakses 8 Oktober
2017.
Yewangoe, Andreas Anangguru. 2013. Agama dan Kerukunan, (Online),
(http://books.google.co.id/books?id=SykwKPJfFKkC&hl=id), diakses 8 Oktober
2017.
Waid, A. 2014. Menguak Rahasia Belajar Orang Yahudi. Jogjakarta: Diva Press.
Zahir. 2017. Islam dan Negara. (Online), (https://c/Users/ACER/ Downloads/
Islam%20dan%20Negara,%20Senyawa%20yang%20Tak%20Terpisahkan%20-
%20Hidayatullah.com.htm), diakses 8 Oktober 2017.
Zaini, H. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Center
for Teaching Staff Development IAIN Yogyakarta.
Ziemek, M. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren. Jakarta: Gema Insani Press.

Anda mungkin juga menyukai