LP ASMA-1
LP ASMA-1
A. PENGERTIAN ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang
oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan pedoman udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses
radang (Almazini, 2012)
Asma yaitu suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa
saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi
pada bawah umur usia di bawah 5 tahun dan orang cukup umur pada usia sekitar
30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma yaitu gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas
saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik
tersebut berafiliasi dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005;
Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam
Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala
wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor penggagas diantaranya kegiatan fisik dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain
sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas,
rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berafiliasi dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi,
yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi ini juga berafiliasi dengan hiperreaktivitas jalan nafas
terhadap banyak sekali rangsangan.
Asma yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang
sangat peka terhadap banyak sekali rangsangan, baik dari dalam maupun luar
tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).
B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang menjadikan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas
diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak
pribadi menunjukkan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI,
2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya bunyi bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya
obstruksi di bronkus maka bunyi wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi
menerangkan ancaman gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik yaitu bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-
apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik yaitu asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan
yang buruk menyerupai klembaban, suhu, polusi udara dan kegiatan olahraga
yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
gejala kurang dari seminggu
serangan singkat
gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
gejala lebih dari sekali seminggu
serangan mengganggu kegiatan dan tidur
gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
gejala setiap hari
serangan mengganggu kegiatan dan tidur
gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% – 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
gejala setiap hari
serangan terus menerus
gejala pada malam hari setiap hari
terjadi pembatasan kegiatan fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan
derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan kegiatan masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
simpulan ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada ketika inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan kegiatan hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat
nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma
ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan
kematian
C. ETIOLOGI ASMA
Sampai ketika ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma yaitu fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor penggagas yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal menyerupai debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berafiliasi dengan alergen, menyerupai
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
penggagas asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma menjadikan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.
Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum
berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi
dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat
terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang menjadikan bronkokonstriksi yaitu perubahan cuaca,
suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sebenarnya atau asma jenis
ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma yaitu alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk
ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui
hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit
( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi penggagas asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan yaitu bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga bersahabat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan menyerupai debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, basil dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui verbal yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
terang merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E
pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor penggagas
alergen ini dapat menjadikan degranulasi sel mast. Degranulasi sel
mast menyerupai histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan kalau
melaksanakan kegiatan jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas.
Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut
sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa
ketika setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun
naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melaksanakan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi basil pada saluran napas
Infeksi basil pada saluran napas kecuali sinusitis menjadikan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem
trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu
terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi penggagas serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita
diberikan motivasi untuk mengatasi problem pribadinya, karena kalau
stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang cuek sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berafiliasi dengan
musim, menyerupai musim hujan, demam isu kemarau.
Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berkhasiat untuk menyaring
udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan daerah persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan verbal sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain yaitu ke atas berafiliasi dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang berjulukan koana, ke depan berafiliasi dengan
rongga mulut, daerah korelasi ini berjulukan istmus fausium, ke bawah
terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan episode faring hingga
ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang
biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 hingga 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
menyerupai kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir
yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.
Panjang trakea 9 hingga 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang
dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2
buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus
itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).
Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari
sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih
90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan
paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap
lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil
berjulukan segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
berjulukan lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada episode tengah terdapat tampuk paru-
paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2
yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berkhasiat untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan tabrakan antara paru-paru
dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan
3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma yaitu
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu episode dengan episode lain, ini berakibat perfusi episode paru
tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2 tanggapan hiperventilasi.
PathwayAsma
Pathway Asma
nafas ke kondisi normal
Asma
Asma
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berafiliasi dengan tachipnea, peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berafiliasi dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berafiliasi dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berafiliasi dengan proses penyakit.
5. Cemas berafiliasi dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berafiliasi dengan faktor
psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
7. Kurang pengetahuan berafiliasi dengan faktor-faktor penggagas asma.
8. Intoleransi kegiatan berafiliasi dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berafiliasi dengan kelemahan fisik.
10. Resiko infeksi berafiliasi dengan prosedur invasif .
RENCANA KEPERAWATAN
Respiratory
Monitoring
Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
perjuangan respirasi
Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
Monitor bunyi nafas,
menyerupai dengkur
Monitor contoh nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi bunyi nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan bunyi
tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
Auskultasi bunyi paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter wacana
jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
dibutuhkan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik sempurna
waktu terutama ketika nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto