“BATUBARA”
Wahyu Reginanda I S
14010247
201
1
KATA PENGANTAR
Dengan hormat,
Indramayu, Desember
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
KATA PENGANTAR…...……………………………….. i
DAFTAR
ISI….....……………………………………………………... ii
DAFTAR
GAMBAR….……………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………....… 1
BABIV PENUTUP…........……………………………………. 28
3
4.1 Kesimpulan………………………………………. 28
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
61.273,99 milyar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di
19 propinsi.
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui sumber daya batubara di Indonesia,
2. Dapat mengetahui cadangan batubara di Indonesia, dan
kelanjutannya di masa depan,
3. Dapat mengetahui aplikasi batubara di industry .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1 Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat
terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang
mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun,
dengan rumus kimia untuk antrasit adalah C240H90O4NS
dan untuk bituminus adalah C137H97O9NS. Oleh karena itu,
batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil.
Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi
batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda
sesuai dengan zaman geologi dan lokasi tempat tumbuh
dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
(sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan
panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung
kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang
jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik
batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan
batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
8
Gambar 2.1 Lapisan Batubara di Tanah
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik
sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari
setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini
ditunjukkan contoh analisis dari masing - masing unsur
yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.
Semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar
karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigenakan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan
secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau
kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat
pembatubaraan rendah disebut batubara bermutu rendah,
seperti lignite dan sub-bituminus.Biasanya lebih lembut
dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi
dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara,
umumnya akan semakin keras dan kompak, serta
warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar
karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan
energinya juga semakin besar.
11
(peatification). Gambut adalah batuan sedimen
organik yang dapat terbakar yang berasal dari
tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang
terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup udara
(dibawah air), tidak padat, kandungan air lebih dari
75 %, dan kandungan mineral lebih kecil dari 50%
dalam kondisi kering. Tahap penggambutan
(peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan
yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam
bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi
diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit
Tirasonjaya, 2006a).
2. Tahap Geokimia, proses inilah yang di sebut proses
pembatubaraan (coalification). Bertambah gelapnya
warna dari massa pembentukan batubara, naiknya
kekerasan dan perubahan tekstur. Pada proses ini
terjadi perubahan dari gambut menjadi lignit, sub
bituminus dan akhirnya antrasit menjadi meta
antrasit. Lapisan gambut yang terbentuk kemudian
ditutupi oleh suatu lapisan sedimen, maka lapisan
gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan
sedimen di atasnya. Tekanan yang meningkat
mengakibatkan peningkatan temperatur. Disamping
12
itu temperatur juga akan meningkat dengan
bertambahnya kedalaman, disebut gradient
geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat
juga disebabkan oleh aktivitas magma, proses
pembentukan gunung api serta aktivitas tektonik
lainnya. Peningkatan tekanan dan temperature pada
lapisan gambut akan mengkonversi gambut menjadi
batubara dimana terjadi proses pengurangan
kandungan air, pelepasan gas gas (CO2, H2O, CO,
CH4), peningkatan kepadatan dan kekerasan serta
penigkatan nilai kalor. Komposisi batubara terdiri
dari unsur C, H, O, N, S, P, dan unsur-unsur lain (air,
gas, abu). Secara Horisontal maupun Vertikal
endapan batubara bersifat heterogen. Tahap
pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan
proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu
terhadap komponen organik dari gambut. Proses ini
akan menghasilkan batu bara dalam berbagai tingkat
kematangan material organiknya mulai dari lignit,
sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit,
hingga meta antrasit.
13
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari
tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan
umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :
14
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang
dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara
umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu antrasit, bituminus,
sub bituminus, lignit dan gambut. Tingkat perubahan yang
dialami batubara dari gambut sampai menjadi antrasit
disebut sebagai pengarangan dan memiliki hubungan yang
penting dan hubungan tersebut disebagai ‘tingkat mutu’
batubara.
15
e. Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75%
serta nilai kalori yang paling rendah.
16
BAB III
PEMBAHASAN
19
Sumberdaya batubara tereka adalah jumlah
batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap
penyelidikan prospeksi.
22
Produksi batubara nasional terus mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1992
tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta
ton pada tahun 2005, atau naik rata-rata 15,68% pertahun.
Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang
mengikuti kecenderungan (trend) tersebut diatas, maka
kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi
sekitar 628 juta ton.
23
dengan total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan
mengkonsumsi batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun.
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005,
Penggunaan batubara di PLTU untuk setiaptahunnya
meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan
dengan penambahan PLTU baru sebagai dampak
permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata
7,67% per tahun. Namun demikian, sejak tahun 2003
krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai
dampak dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan
permintaan. Dalam upaya mengantisipasi kekurangan
listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian
BBM secara nasional, pemerintah merencanakan
percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik
10.000 MW hingga akhir 2009.
3.3.2 Industri Semen
Selama delapan tahun terakhir ini, perkembangan
pemakaian batubara pada industri semenberfluktuasi.
Antara tahun 1998-2001, pemakaian batubara rata-rata
naik sangat signifikan, yaitu 64,03%, namun pada
tahun 2002 dan 2003 sempat mengalami penurunan
hingga 7,59%. Memasuki tahun 2004, kebutuhan
batubara pada industri semen mengalami perubahan
yangpositif, yaitu 19,78% seiring perkembangan
ekonomi yang mulai membaik di dalam negeri.
Tahun2005, tercatat sekitar 17,04% kebutuhan
batubara dalam negeri digunakan oleh industri semen
atau 5,77 juta ton.
24
3.3.3 Industri Tekstil
Industri tekstil memiliki tingkat ketergantungan yang
tinggi terhadap bahan bakar minyak (BBM),oleh
karena itu dengan melambungnya harga BBM, banyak
yang beralih ke bahan bakar ke batubara, walaupun
harus melakukan modifikasi terhadap boiler atau
mengganti boiler yang baru berbahan bakar batubara.
Pada tahun 2003 jumlah perusahaan tekstil yang
menggunakan bahan bakar batubara hanya
18perusahaan saja, namun pada tahun 2006 sudah
bertambah menjadi 224 perusahaan tersebar di Pulau
Jawa terutama di Propinsi Jawa Barat. Kebutuhan
batubaranya pun meningkat sangat signifikan, yaitu
dari 274.150 ton pada tahun 2003 naik menjadi 3,07
juta ton pada tahun 2006.
3.3.4 Industri Kertas
Seperti halnya pada perusahaan tekstil, batubara dalam
industri kertas digunakan sebagai bahanbakar dimana
energi panas yang dihasilkan digunakan untuk
memasak air pada boiler sehingga menghasilkan uap
yang diperlukan untuk memasak pulp (bubur kertas).
Perkembangan pemakaian batubara pada industri
kertas selama kurun waktu 1998-2005 naik sangat
signifikan, rata-rata 42,36%. Namun untuk waktu
mendatang diperkirakan perkembangannya akan stabil
pada kisaran 3,0 – 6,0 % per tahun. Pada tahun 2005,
jumlah kebutuhan batubara untuk industri ini mencapai
sekitar 2,207 juta ton.
25
3.3.5 Industri Metalurgi dan Industri Lainnya
Perkembangan kebutuhan batubara oleh industri
metalurgi berfluktuasi, namun ada trendperkembangan
yang meningkat sejalan dengan kondisi produksi
perusahaan yang mengalamiturun naik. Tahun 1998
tercatat 144,907 ribu ton, meningkat hingga mencapai
236,802 ribu tonpada tahun 2002, namun kemudian
menurun hingga 112,827 ribu ton tahun 2005.Di
samping industri metalurgi, masih banyak industri
lainnya yang menggunakan batubara sebagaibahan
bakar dalam mendukung proses produksinya, antara
lain industri makanan, kimia,pengecoran logam, karet
ban, dan lainnya. Di Propinsi Banten dan Jawa Barat
ada 21perusahaan yang telah menggunakan batubara
dengan total kebutuhan diperkirakan mencapai416.708
ton untuk tahun 2005.
3.3.6 Briket Batubara
Dari data tahun 1998 – 2005, perkembangan briket
batubara berfluktuatif, namun cenderung
adapeningkatan. Konsumsi terendah sebesar 23.506
ton pada tahun 2004 dan tertinggi pada mencapai
38.302 ton tahun 1999. Pada sisi lain potensi konsumsi
BBM yang dapat disubstitusi briket batubara untuk
IKM dan rumahtangga sebesar 12,32 juta ton, dan
jumlah optimisnya sebesar 1,3 juta ton per tahun atau
ekivalen dengan 936.000 kilo liter minyak tanah per
tahun. Kondisi pasar akan menentukan bagaimana
prospek perbriketan batubara di Indonesia sebagai
26
bahan alternative substitusi minyak tanah khususnya,
bersama-masa dengan energi alternative lainnya seperti
bahan bakar nabati (biofuel) dan LPG.
3.3.7 Upgrading Brown Coal, Gasifikasi, dan Pencairan
Batubara
Terkait dengan upaya ketahanan bauran energi
nasional, adalah pengembangan teknologibatubara,
dimana skala pilot plantnya dikembangkan oleh
Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
(tekMIRA) meliputi antara lain upgrading brown coal
(UBC), gasifikasi, dan pencairan batubara.
Direncanakan tidak lama lagi akan dirintis ke arah
demo plant sebelum skala komersialisasi.
3.3.8 Perkembangan Ekspor
Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat
sangat cepat, antara lain dipicu olehbooming harga dan
semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri
yang menggunakan bahan bakar batubara, serta kran
ekspor China ditutup. Hal ini yang mengantarkan
Indonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesar pada
tahun ini menyaingi Australia dan Afrika Selatan.
Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya
sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2005
tercatat sebesar 106,767 juta ton. Ini berarti volume
ekspor rata-rata naik sebesar 16,00%. Perusahaan
pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara
terbesar, yaitu sekitar 95,36% dari jumlah ekspor
27
batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang BUMN
sebesar 2,52% dan KP sebesar 2,12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/files/Batubara%20Indonesia.
pdf diakses pada 9 Maret 2012
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/08/15/potensi-
batubara-indonesia/ diakses pada 9 Maret 2012
Gusnadi. 2012. Interview tentang “Cadangan Batubara di
Sumatera Selatan” di Kantor Dinas Pertambangan Sumatera
Selatan.
http://kyoshiro67.files.wordpress.com/2010/04/te3111_materi-
11-sekilas-tentang-genesa-batubara.pdfdiakses pada 12 Maret
2012
http://www.englishindo.com/2011/07/penulisan-referensi-dari-
pembicaraan.html diakses pada 22 April 2012
29