Anda di halaman 1dari 26

MASALAH GIZI DI MASYARAKAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan gizi sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan SDM
yang sehat, cerdas dan produktif. Upaya kita dalam peningkatan SDM yang berkualitas dimulai
dengan cara penanganan pertumbuhan anak – anak kita atau adik-adik kita sebagai bagian dari
keluarga kita dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan yang sehat, maka
hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lain nya dapat dihindari. Ditingkatkan
masyarakat factor-faktor seperti lingkungan yang higienis, kesehatan keluarga, pola asuh terhadap
anak dan pelayanan kesehatan primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi
buruk.

Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas
sector dari pemerintahan dan semua stekholder untuk menjamin terlaksana poin-poin penting
seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan., ketahann pangan, dan pendidikan
yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di dataran bawah dalam
hal perawatan gizi terhadap keluarga.

Keberhasilan pembangunan nasional yang di upayakan oleh pemerintah dan masyarakat


sangatditentukan oleh sumber daya manusia. (SDM). SDM yang berkualitas diisikan dengan fisik
yang tangguh, kesehatan yang prima, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Indicator
yang antara lain indeks kualitas hidup atau yang lebih rendahnya kualitas SDM antara lain indeks
kualitas hidup atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dan Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM).

Pada dasarnya (IPM) dan (IKM) mempunyai komponen yang sama, yaitu angka harapan
hidup (Tingkat Kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (Tingkat Pendidikan) dan standar
kehidupan yang layak (Tingkat Ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari
pendapatan perkapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses terhadap
air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang mampu.Tiga factor utama penentuan IPM yang
dikembangkan UNDP adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga factor tersebut
erat kaitannya dengan status gizi masyarakat.Salah satu prioritas pembangunan nasional dibidang
kesehatan adalah upaya perbaikan gizi yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya
local. Kurang gizi akan berdampak pada penurunan kuwalitas SDM yang lebih lanjut dapat
berakibat pada kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, meningkatnyankesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah
“mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga
yang optimal”

Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa pemerintah wajib
memenuhi hak-hak anak,

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuanmahasiswa(i) tentang permasalahan gizi di indonesia

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa(i) mengetahui masalah gizi di Indonesia

b. Mahasiswa(i) mengetahui masalah gizi kurang serta penanggulangan masalah gizi kurang

c. Mahasiswa(i) mengetahui masalah gizi lebih serta penanggulangannya

d. Mahasiswa(i) mengetahui masalah gizi buruk serta penggulangannya

e. Mahasiswa(i) Kondisi Gizi Masyarakat Di Indonesia Sangat Memprihatinkan

f. Agar mahasiswa(i) Pemberdayaan Masyarakat dan Kurang Gizi

g. Supaya mahasiswa(i) Perubahan Perilaku Masyarakat tentang masalah gizi

h. Supaya mahasiswa(i) Kategori Status gizi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Masalah Gizi Masyarakat Di Indonesia

Kesempakatan global dalam bidang gizi menetapkan sasaran program perbaikan gizi yang
harus di capai oleh setiap Negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah satu acuan
pokok dalam pembangunan program gizi disemua negara termasuk indonesia. Pembangunan
program gizi di indonesia selama 30 tahun terakhir menunjukkan hasil yang positif.

Gambaran makro perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukkan kecendrungan


yang sejalan. Prevalensi kurang energiprotein pada balita turun 37,5% pada tahun 1989 menjadi
26,4% pada tahun 1990. Penurunan serupa terjadi pada prevalensi masalah gizi lain. Prevalensi
gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan anemia gizi pada tahun 1998 masing 9,8%,
0,3%, dan 50,9%. Dibandingkan dengan sasaran global yang disepakati, keadaan gizi masyarakat
di indonesia masih jauh ketinggalan. Sebagai contoh pada tahun 2005 diharapkan terjadi
penurunan prevalensi kurang energy protein menjadi 20% , gangguan akibat yodium menjadi 5%
, anemia gizi menjadi 40%, dan bebas masalah kebutaan akibat kurang vitamin A.

Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi masyarakat. Selama
krisis, ada kecendrungan meningkatnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk terutama pada
kelompok umur 6-23 bulan. Munculnya maramus, kwasiorkor merupakan indikasih adanya
penurunan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Upaya untuk mencegah semakin
memburuknya keadaan gizi masyarakat di masa mendatang harus di lakukan segera dan
direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan
desentralisasi. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, undang-
undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,
dan peraturan pemerintahan nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi
sebagai daerah otonom, mengatur kewenangan pemerintah daerah dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan termasuk pembangunan di bidang gizi. Adanya kebijakan dan
strategi yang tepat, program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
akan sangat mendukung pencapaian secara nasional.
Seperti halnya di indonesia, masalah kurang vitamin A klinik (Xeropthalmia) juga telah diberantas.
Angka kematian ibu melahirkan turun drastis dari 230 tahun 1992 menjadi 17 per 100.000 tahun
1996.

Salah satu kebijakan dan program gizi di Thailand memberikan perhatian besar terhadap data
status gizi anak. Sejak tahun 1982 mereka mempunyai data nasional tahunan perkembangan berat
badan balita dan anak sekolah. Dalam kebijakan pembangunan nasional secara konsisten
memasukkan status gizi anak sebagai salah satu indicator kemiskinan. Atas dasar perkembangan
status gizi anak program gizi disuse sebagai bagian dari program penanggulanga kemiskinan.
Thailand mengukur kemajuan kesejahtraan rakyatnya antaralain dengan indicator pertumbuhan
berat badan anak, bukan hanya dengan berapa rata-rata persediaan atau konsumsi energy dan
protein penduduk seperti yang sering kita lakukan di Indonesia. Paradigma kebijakan gizi di
Thailand adalah paradigma outcome yaitu pertumbuhan anak dan status gizi. Sedang kita masih
lebih banyak mengetrapkan paradigm lama yang berorientasi pangan atau makanan.

Paradigma baru bertitik tolak pada indikator kesehatan, dan kesejahtraan rakyat yaitu angka
penyakit dan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Oleh karna itu menurut WHO (2000) 49 %
kematian bayi terkait dengan status gizi yang rendah, maka dapat dimengerti apabila pertumbuhan
dan status gizi termasuk indikator kesejahteraan seperti diterapkan di Thailand.

Paradigma baru menekankan pentingnya outcome dari pada input. Persediaan pangan yang cukup
(input) di masyarakat tidak menjamin setiap rumah tangga dan anggota memperoleh makanan
yang cukup dan status gizinya baik. Banyak faktor lain yang dapat menggangu proses terwujutnya
outcome sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma input sering melupakan faktor lain tersebut,
diantaranya air bersi, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar.

B. Penyebab Masalah Gizi


PBB ( Januari 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur dengan mengikuti siklus kehidupan. Terdapat dua
faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang gizi, yaitu
intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit kedua, faktor yang saling
mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai faktor. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan
dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan.

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama dalam upaya peningkatan status gizi
masyarakat yang paling erat kitannya dengan pembangunan lingkungan. Sementara ketahanan
pangan pada tingkat rumah tangga, akan ditentukan oleh daya beli masyarakat terhadap pangan,
ketahanan pangan dalam pembangunan pertanian menuntut kemampuan masyarakat dalam
menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan dan juga menuntut kondisi yang memudahkan
masyarakat memperolehnya dengan harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan
bawah (sesuai daya beli masyarakat). Pada kenyataannya, beberapa produk pangan penting seperti
beras dan gula, produksin dalam negeri dirasa masih kalah dengan produk impor karena tidak
terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Penyebab langsung kurang gizi adalah makanan anank dan penyakit infeksi yang mungkin diderita
anak. Timbulnya kurang gizi karena makanan yang kurang tetapi bisa juga karna penyakit. Anak
yang mendapatkan makanan yang cukup bayi, tetapi sering diserangdiare atau demam akhirnya
dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan dengan tidak cukup baik, maka
daya tahan tubuhnya (Imunisasi) dapat melemah.dalam kenyataan keduanya (makan dan
penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

Pokok masalah yang ada di masyarakat antara lain berupa ketidak berdayaan masyarakat dan
keluarga dalam mengatasi masalah kerawanan ketahanana pangan keluarga, ketidak tahuan dalam
mengasu anak secara baik, serta ketidak mampuan dalam memamfaatkan pelayanan kesehatan
yang tersedia.

Deklarasi dunia di Roma “ The World Declaration and Plan of Action for Nurtrion, 1992”
memberikan sembilan goal dan sembilan strategi untuk gizi yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam memformulasi rencana kerja nasional.
Goal yang ingin dicapai adalah :

1. Menghilangkan kelaparan dan kematian akibat kelaparan

2. Menghilangkan berbagai jenis kelaparan dan penyakit yang berhubungan dengan kurang gizi
sebagai akibat dari bencana alam

3. Menghilangkan masalah kurang yodium dan vitamin A

4. Mengurangi kelaparan kronis

5. Mengurangi kurang gizi, terutama pada bayi, balita, dan wanitan usia subur

6. Mengurangi masalah kurang gizi mikro lainnya, termasuk zat besi

7. Mengurangi penyakit infeksi dan non infeksi yang erat kaitannya dengan makanan yang
dikonsumsi

8. Mengurangi berbagai masalah sosial berkaitan dengan peningkatan penggunaan ASI

9. Mengurangi keadaan kesehatan diri dan lingkungan yang tidak memadai, termasuk
peningkatan penggunaan air bersih.

Sementara itu, strategi yang di rekomendasikan adalah :

1. Menyatukan tujuan, kebijakan, dan strategi berkaitan dengan gizi dalam pengembangan
kebijakan dan program pembangunan nasional

2. Meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga

3. Melindungi konsumen melalui peningkatan kualitas dan keamanan pangan

4. Mencegah dan meningkatkan tata laksana penyakit infeksi

5. Mempromosikan ASI dan makanan pendamping ASI

6. Meningkatkan pola asuh untuk kelompok rawan

7. Mencegah masalah kurang zat gizi mikro


8. Mempromosikan gizi seimbang dan hidup sehat

9. Memantau, menilai, dan menganalisis situasi gizi secara terus-menerus.

Berdasarkan uraian diatas, penanggulanagn masalah pangan dan gizi harus mendapatkan prioritas
utama.

C. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender,
berat badan, iklim dan aktifitas fisik. Oleh karena itu, perlu disusun angka kecukupan gizi yang
dianjurkan sesuai untuk rata-rata penduduk yang hidup di daerah tertentu. Angka kecukupan gizi
yang dianjurkan digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal bagi penduduk.

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan di indonesia pertama kali ditetapkan pada tahun 1968
melalui Widya karya pangan dan gizi yang di senggarakan oleh lembaga ilmu pengetahuan
Indonesia (LIPI). AKG ini kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara
berkala tiap lima tahun sekali.

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut :

1. Merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk.
Karena AKG yang dianjurkan adalah angka kecukupan pada tingkat faali, maka dalam merancang
produksi pangan perlu diperhitungan kehilangan pangan yang terjadi pada tiap tahap perlakuan
pasca panen.

2. Meninterpretasikan data konsumsi makanan perorangan ataupun kelompok. Dalam hal ini
perlu diperhatikan bahwa dalam penepatan AKG digunakan patokan berat badan tertentu,
misalnya pria dewasa 62 kg dan perempuan dewasa 54 kg. bila hasil survei menunjukkan bahwa
rata-rata berat badan menyimpang dari patokan berat badan yang digunakan perluadilakukan
penyesuaian angka kecukupan.
3. Perencanaan pemberian makanan di institusi seperti RS, sekolah, industri/ perkantoran,
asrama, panti asuhan, panti jompo dan lembaga pemasyarakatan.

Penetapan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG)

AKG adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu tertentu
sebagai bagian diet normal rata-rata orang sehat. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan setiap
factor yang mempengaruh terhadap absorpsi zat-zat gizi atau efisiensi penggunanya didalam
tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagai dari kebutuhan mungkin dapat dipenuhi dengan
mengkomsumsi suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat dipenuhi dengan mengkomsumsi
suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat diubah menjadi zat gizi esensial. Misalnya,
kaotenoid tertentu merupakan precursor vitamin A, karena sebagian atau seluruh kecukupan akan
vitamin A dapat dipenuhi oleh karotenoid yang berasal dari makanan, maka efisiensi perubahan
precursor ini menjadi vitamin A perlu dipertimbangkan.

Cara memenuhi AKG dimasyarakat.

Karena masih kurangnya pengetahuan, AKG belum dapat ditetapkan untuk semua zat gizi yang
sudah dikeahui. Akan tetapi AKG untuk zat-zat gizi yang sudah ditetapkan dapat dijadikan
pedoman, sehingga menu bervariasi yang memenuhi AKG untuk zat-zat gizi tersebut diharapkan
cukup pula dalam zat-zat gizi lainnya.

D. Kondisi Gizi Masyarakat Di Indonesia Sangat Memprihatinkan

Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih, masalah gizi
kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kekurangan persediaan pangan, kurang baiknya
kuwalitas lingkungan (sensitasi) ; kurangnya pengetahuan masyrakat tentang gizi, menu seimbang
dan kesehatan ; dan adanya daerah miskin gizi (iodium).
Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, setengah dari total rumah tangga
mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang,
dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi.

Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang perlu mendapat perhatian
sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia sudah terikat dengan kesepakatan global untuk
mencapai Millennium Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk yang
miskin dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi tinggal separo dari keadaan
pada tahun 2000.

Perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia
terbukti sangat menentukan kemajuan dan keberhasilan pembangunan suatu negara-bangsa.
Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat,
cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah
terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi.

Permintaan pangan yang tumbuh lebih cepat dari produksinya akan terus berlanjut. Akibatnya,
akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan produksi pangan domestik yang makin lebar.
Penyebab utama kesenjangan itu adalah adanya pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi,
yaitu 1,49 persen per tahun, dengan jumlah besar dan penyebaran yang tidak merata.

Dampak lain dari masalah kependudukan ini adalah meningkatnya kompetisi pemanfaatan sumber
daya lahan dan air disertai dengan penurunan kualitas sumber daya tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan kapasitas produksi pangan nasional dapat terhambat pertumbuhannya.

Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit, serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja.

a. Masalah gizi kurang


Keberhasilan pemerintah dalm meningkatkan produksi pangan dalam pembangunan jangka
panjang tahap 1 (PJP 1) disertai dengan perbaikan distribusi pangan, perbaikan ekonomi, dan
peningkatan daya beli masyarakat `telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat.

b. Kurang energi protein (KEP)

Kurang energy protein (KEP) disebabkan oleh kekurangn makan sumber energy secara umum dan
kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkoduktivitas kerja dan
derajat kecerdasan. Sedangkan pada orang dewasa KEP menurunkan kesehatan sehingga
menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP diklafikasian dalam gizi buruk, gizi kurang dan gizi
baik.

KEP berat pada orang dewasa yang disebabkan oleh kelaparan, pada saat ini sudah tidak terdapat
lagi. KEP berat pada orang dewasa dikenal sebagai honger oedeem. KEP pada saat ini terutama
terdapat ada anak balita. Hasil analisis data atropometri di 27 propinsi yang dikumpulkan melalui
susenans pada tahun 1989,1992,1998 dan 1999 dapat dilihat pada table dibawah ini :

No Status gizi Tahun

1989 1992 1995 1998 1999

1.

2
3.

Gizi buruk (<-3,00 SB)

Gizi kurang (-3,00 sb hingga – 2,00 SB)

Gizi baik(-2,00 SB hingga +2,00 SB)

6,30

31,17

61,67

7,23

28,34
63,17

11,56

20,02

65,21

10,57

19,00

67,33

8,11

18,25
69,06

Pravelensi gizi buruk (<-3,00 SB) cenderung meningkat dari tahun 1989 hingga tahun 1995, yaitu
6,30 % (1989) menjadi 7,23 % (1999) dan 11,56 % (1995), akan tetapi menurun pada tahun 1998
dan 1999, yaitu 10,51 % (1998) dan 8,11 % (1999).

c. Anemia gizi besi (AGB)

Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi (AGB).
Angka nasional prevalensi anemia gizi besi baru dikumpulkan pada tahun 1989 melalui survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) untuk ibu hamil, yaitu sebesar 70%. SKRT tahun 1992 mencatat
prevalensi AGB untuk ibu hamil sebesar 63,5% dan balita 55,5%.

d. ganguan akibat kekurangan ioudium (GAKI)

Kekurangan iodium terutama terjadi di daerah pengunungan, dimana tanah kurang mengandung
iodium. Daerah GAKI merentang sepanjang bukit barisan disumatra, daerah pengunungan dijawa,
Bali, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan irian jaya. Di daerah tersebut GAKI terdapat secara
endemic. Pada pemetaan GAKI pada anak sekolah yang dilakukan secara periodic sejak tahun
1989 rata-rata prevalensi gondok total/total goiter rate (TGR). Bila pada tahun 1989 rata-rata angka
TGR adalah sebesar 37,2%, pada tahun 1992 turun menjadi 27,7%.

No Tahun Prevalensi

Gondok total Gondok nyata

1.

2.

3.
4.

1989

1992

1995

1998

37,2

27,7

18,0

9,8

9,3

6,8

Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak
beriodium kepada semua wanita usia subur dan anak usia sekolah dasar didaerah endemic. Secara
umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur.

Penangulangan gizi kurang

Penanggulan gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan kelompok profesi,
melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi
pangan, peningkatan status social ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta
peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan. Upaya ini dilakukan untuk
memperoleh perbaikan pola komsumsi pangan m,asyarakat yang beranekaragaman dan seimbang
dalam mutu gizi.
Upaya-upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang harus dilakukan secara terpadu oleh
masyarakat dan pihak pemerintah setempat antara lain :

Upaya pemenuhan dan persediaan pangan nasional terutama peningkatan produksi beraneka
ragam pangan

Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan
keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga

Peningkatan upaya pelayanan-pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat
pos pelayanan terpadu (posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit

Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui system kewaspadaan pangan dan gizi
masyarakat (SKPG)

Peningkatan komunikasi, imformasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat

Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat luas

Peningkatan kesling

Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi. Dll

E. Penyebab Utama Masalah Gizi

Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang,
yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit (lihat Gambar 3). Kedua
faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai fakto penyebab tidak langsung
yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan.

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi masyarakat yang
paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi produksi pangan dalam negeri serta
ekspor dan impor pangan akan menentukan ketersediaan pangan yang selanjutnya akan
mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di tingkat wilayah. Sementara ketahanan pangan pada
tingkat rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya daya beli masyarakat terhadap pangan
ketahanan pangan sebagai isu penting dalam pembangunan pertanian menuntut kemampuan
masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan secara sustainable
(ketersediaan pangan) dan juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat memperolehnya
dengan harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (sesuai daya beli
masyarakat).

Menyeimbangkan antara ketersediaan pangan dan sesuai dengan daya beli masyarakat dengan
meminimalkan ketergantungan akan impor menjadi hal yang cukup sulit dilaksanakan saat ini.
Pada kenyataannya, beberapa produk pangan penting seperti beras dan gula, produksi dalam negeri
dirasa masih kalah dengan produk impor karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat kita.

Kebijakan yang ada pun tidak memberi kondisi yang kondusif bagi petani sebagai produsen, untuk
dapat meningkatkan produktivitasnya maupun mengembangkan diversifikasi pertanian guna
mengembangkan keragaman pangan.

F. Perkembangan Konsumsi Pangan

Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah satu
penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata konsumsi energi penduduk Indonesia
tahun 2002 adalah sekitar 202 kkal/kap/hari yang berarti sekitar 90.4 persen dari kecukupan yang
dianjurkan. Sementara rata-rata konsumsi protein sekitar 54,4 telah melebih kecukupan protein
yang dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 2200
kkal/hari.

Selain masih rendahnya tingkat konsumsi energi, data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pola
konsumsi pangan penduduk belum memenuhi kaidah gizi baik dari segi kualitas maupun
keragamannnya, dimana masih terjadi: (1) kelebihan padi-padian; (2) sangat kekurangan pangan
hewani; dan (3) kurang umbi-umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, minyak dan lemak,
buah/biji berminyak serta gula. Kondisi tersebut mencerminkan tingginya ketergantungan
konsumsi pangan penduduk pada padi-padian terutama beras.

G. Pemberdayaan Masyarakat dan Kurang Gizi


Konteks Pemberdayaan Masyarakat lebih banyak diarahkan ke masyarakat yang tinggal di
pedesaan. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan, begitu pula dengan
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut BPS Propinsi NTT pada Oktober 2008 Jumlah Penduduk
NTT: 4,53 juta jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 1,16 juta jiwa
(27,51 %) dimana 89,27 % berada di pedesaan. Umumnya penduduk di pedesaan bermata
pencaharian di sektor pertanian. Tingginya penduduk miskin yang berada di pedesaan
menunjukkan indikitator ketidak-mampuan masyarakat pedesaan untuk memenuhi kebutuhan
mereka yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan, keterampilan, juga ditunjang oleh faktor
alam tentunya, serta faktor-faktor lainnya.

Sudah banyak kegiatan yang mengatas-namakan “Pemberdayaan Masyarakat” untuk


mengentaskan kemiskinan ini mulai dari: BUTSI, SP3 (Depdikbud), SP2W (Bappenas), TKPMP
(Depnaker), FK (Depdagri). PPK dan P2KP yang sekarang menjelma menjadi PNPM MP, dirana
pertanian sekarang sedang di implementasikan program “Desa Mandiri Pangan”. Sementara itu
juga ada banyak program-program lain yang dimplementasikan oleh Lembaga-lembaga non
pemerintah (NGO) baik lokal, nasional maupun international (Marjono). Pemberdayaan
Masyarakatsangat sering diucapkan setiap kali ada kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat
yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga non pemerintah tadi.

Pemberdayaan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat dan desa. Upaya


pemberdayaan masyarakat harusnya dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan menuju
kemandirian.

Menurutt Tjakrawardaya (2009), Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat


kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan. Sedang sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan
atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Yaitu menjadi masyarakat atau
kelompok miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial. termasuk memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya.
Beberapa upaya untuk memberdayakan masyarakat pedesaan umumnya sebagai upaya
membebaskan masyarakat dari kemiskinan, utamanya pada aras usaha mikro di pedesaan,
diharapkan dapat memberikan 4 (empat) akses minimal, yaitu, akses pada sumberdaya, teknologi,
informasi dan sumber pembiayaan (Marjono, 2009). Tak pelak lagi untuk memberdayakan
masyarakat hal yang mutlak harus Kita lakukan adalah meningkatkan kapasitas masyarakat
melalui berbagai pelatihan dan kegiatan lainnya agar mereka mampu mempunyai akses terhadap
sumberdaya, teknologi, informasi dan sumber pembiayaan. Efek lanjutannya melalui
“pemberdayaan” agar masyarakat mampu mendefinisikan dan memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Tak kalah penting juga, masyarakat diberikan kesempatan menentukan pilihan terhadap
program pembangunan untuk mereka, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Sehingga program pembangunan tersebut tidak akan
menciptakan ketergantungan.

H. Perubahan Perilaku Masyarakat

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang
antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining
forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan
tersebut didalam diri seseorang. Bila Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat dan kekuakatn
penahan menurun akan terjadi perubahan perilaku. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus
yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus tersebut dapat berupa
pelatihan-pelatihan, penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi, ataupun regulasi
sehubungan dengan perubahan perilaku yang dikehendaki. Kegiatan stimulus ini umumnya sudah
dilakukan oleh Lembaga-lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah, namun apakah itu sudah
efektif apa belum? Itu yang jadi bahan pemikiran Kita bersama-sama.

Sedangkan faktor-faktor penahan yang ada dimasyarakat sendiri dapat berasal dari adat istiadat,
tabu dan norma-norma warisan nenek moyang, dan juga kepentingan individu yang akan
menghalangi adanya perubahan perilaku. Kesemua faktor tersebut akan sangat susah dikurangi
bila tidak dengan upaya yang terus menerus dan adanya dukungan dari semua pihak, baik
pemerintah setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat itu sendiri sebagai suatu
sistem.
Masalah Kurang Gizi NTT

Kurang Gizi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya ketidak keseimbangan antara gizi yang
dibutuhkan dengan asupan makanan ke dalam tubuh manusia. Artinya yang masuk lebih sedikit
dibandingkan dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Menurut data dinas kesehatan NTT, sejak awal Januari sampai 13 Juni 2008 tercatat 23 anak balita
di Nusa Tenggara Timur meninggal dunia karena gizi buruk. Secara keseluruhan, sejumlah 12.818
anak balita di NTT mengalami gizi buruk dan 72.067 balita menderita gizi kurang.

Bila mengacu kepada konsep pemberdayaan masyarakat, maka mengatasi masalah kurang gizi
harusnya menitikberatkan pada “menghapuskan penyebab Kurang Gizi ” bukan pada
“penghapusan Kurang Gizi itu sendiri”semata seperti halnya dengan memberikan bantuan-
bantuan yang sifatnya kuratif atau sementara. Memang tidak salah dengan yang berisifat kuratif
tapi harus bersifat emergency dan dalam waktu singkat saja. Sudah banyak institusi yang
melakukan riset terutama di Nusa Tenggara Timur umumnya hasil riset menjelaskan bahwa
penyebab permasalahan Kurang Gizi adalah antara lain: praktek pengasuhan yang buruk dalam
keluarga, sangat terbatasnya keragaman pada makanan khususnya untuk Balita, adanya tabu,
kualitas pangan yang buruk, frekuensi penyakit pada anak yang tinggi dengan khususnya diare dan
malaria yang mempengaruhi asupan zat gizi, terbatasnya kapasitas produksi pangan yang
dipengaruhi oleh hujan yang tidak menentu dan musim kering yang panjang, dan terbatasnya
peluang mata pencaharian di luar bertani. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang gizi yang
baik adalah faktor yang ikut memberi kontribusi terhadap sejumlah penyebab ini.

Penyebab masalah itulah yang harus diatasi. Dengan diberdayakan, Masyarakat akan diharapkan
mampu mengatasi permasalahannya sendiri dengan sumberdaya yang dimilikinya, serta sesuai
dengan keahliannya. Selain itu juga melibatkan dukungan dan kepedulian pemerintah serta seluruh
komponen masyarakat lainnya agar terjadinya perubahan perilaku masyarakat. Yang tujuan
akhirnya untuk menghindari ketergantungan masyarakat dengan pihak luar.

A. Kategori Status gizi


Untuk mengetahui status gizi anak, diperlukan terlabih dahulu pengetahuan mengatagorikan pada
keadaan mana anak tersebut berada pada dasarnya perhitungan berat badan menurut umur, tinggi
badan menurut umur, dan berat badan menurut tinggi badan seorang anak pada nilai Z-nya (relatif
deviasi terhadap nilai rata-ratanya), dari nilai Z ini dapat ditentukan standar deviasinya (SD). Cut
off point untuk tiap indikator status gizi adalah kurang lebih 2 SD dan status gizi <- 3SD
dikatagorikan sebagai kurng gizi berat.

A. Kebijakan dan Strategi

Berbagai upaya untk mengatasi maslah yang berkaitan dengan gizi buruk maka tidak lepas dari
kebijakan dan strategi dari pihak terkait terutama pemerintah sebagai pemenang wewenang untuk
menungkat kesejahteraan masyarakat.

1. Kebijakan

a. mengingat besarnya dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah indonesia dan
dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penganggulangan gizi buruk
merupakan program nasional sehingga perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dilaksanakan secara
berkesinambungan antara pusat daerah.

b. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan pendekatan komperatif dengan


mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan yang di dukung upaya pengobatan dan
upaya pemulihan.

c. Penanggulan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus
menerus dengan koordinasi lintas instansi / sektor atau dinas organisasi masyarakat.

d. Penangulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demoatis transparan melalui


kemitraan di tingkat kabupaten atau kota anatara pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat.

e. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat


yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk
mengemukakan pendapatan, serta keterlibatan dalam proses pengembalian keputusan. Masyarakat
yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku / pelaksanaan, melakukan advokasi, dan
melakukan pemantauan untuk peningatan pelayanan publik.
2. Strategi

a. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten / kota di


indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal (SPM) dengan
memperhatikan besaran dan luasnya masalah.

b. Mengambilkan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan


keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini
balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalitas posyandu.

c. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk
untuk mendukung fungsi melakukan tata laksana gizi burk untuk mendukung fungsi posyandu
yang di kelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas.

d. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui
pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP ASI, dan makanan
tambahan.

e. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang
makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat.

f. Mengalang kerjasama lintas sektor dan kemiraan dengan swasta ataun dunia usaha dan
masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam angka meningkatkan daya beli keluarga untuk
menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.

g. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui revit alisasi
SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN <
yaitu semua balita mendapat kartu menuju sehat ditimbang setiap bulan, dan berat badan naik dan
penyakit dan dat pendukung lainnya.s

B. Program Pemerintah

Program gizi dilaksanankan saat ini di jabar dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Gizi Buruk tahun 2005-2009 sebagai berikut.
1. Revitalisasi posyandu

Pokok kegiatan revintalisasi posyandu meliputi :

1. pelatihan atau orientasi petugas puskesmas, petugas sektor dan kader yang berasal dari
masyarakat

2. pelatihan ulang petugas dan kader

3. pembinaan dan pendamping kader

4. penyediaan sarana terutama decin, KMS atau buku KIA, panduan posyandu, media KIA,
sarana pencatatan

5. penyediaan biaya oprasional

6. penyedian modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong
partisipasi swata.

2. revitalisasi puskesmas

pokok kegiatan revintalisasi puskesmas meliputi :

1. pekatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan petugas puskesmas
dan jaringan.

2. Penyediaan biaya operational puskesmas untuk pembinaan posyandu,pelacakan kasus


kerja sama lintas sektor tingkat kecamatan,dll.

3. Pemenuhan saran atau pometri KIE bagi puskesmas dan jaringan.

4. Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit,puskesmas dan perawat.

a. perencanaan program

penyusunan strategi direktoran gizi masyarakat di dasari analisis akhir situasi gizi masyarakat.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian instansi dalam penyusunan rencana strategi adalah
sebagai berikut.
1. Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penangulangan tidak dapat dilakukan
dengan pendekatan dan pelayanan kesehatan saja.

2. masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan
pangan tingkat rumah tangga. Oleh karena itu,peningkatan status gizi masyarakat memerlukan
kebijakan yang menjamim juga cukup, baik jumlah maupun mutunya.

3. masalah gizi dapat disebabkan oleh kesadaran gizi masyarakat belum memadai. Jika hal ii
disertai dengankeadan hygiene perorangan maupun sanitasi lingkungan yang kurang mendukung,
akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi yang akhirnya akan menurunkan keadaan
kesehatan dan gizi.

4. meskipun masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan, tetapi dalam kasus-kasus tertentu
pemecahan kemungkinan tanpa hrus menungu sampai dicapai tingkat pertumbuhan ekonomi
memadai, misalnya penanggulangan masalah kurang Vitamin A, penanganan anemia dan lain-lain.

5. dengan demikian Direktorat Gizi Masyarakat menyusun rencana program yang


berlandaskan kebijaksanaan dan perencanaan holistik atau menyeluruh dengan memperhatikan the
Strengh, the weakness, the Theat (analisa SWOT).

Program-program yang mendukung aksi pangan dan gizi disusun dengan mengacu pada progrm
pembangunan nasinal (Propenas 2010-2005) bidang pertanian, kesehatan dan industri. Program-
program dalam aksi pangan dan gizi ini dirancang sedemikian rupa sehingga merupakan ramuan
yang sinergis antara ketiga bidang tersebut di atas, dengan tetap memberikan ruang gerak yang
luas dalam implementasinya.

C. Intervensi Gizi dan Kesehatan

Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada balita. Ada dua
bentuk pelayanan langsung kepada balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan yaitu
pelayanan perorangan dalam merangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi
buruk dan pelayanan masyarakat, yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di
masyarakat.
Pokok kegiatan intervensi gizi dan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. perawatan atau pengobatan gratis dirumah sakit dan puskesmas balita gizi buruk dari keluarga
miskin.

2. pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP ASI bagi anak 6-23 bulan dan PMT
pemulihan pada 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin

3. pemberian suplementasi gizi (kapsul Vitamin A, tablet atau sirup Fe).

D. Promosi keluarga sadar gizi

promosi keluarga sadar gizi bertujuan dipraktikkannya normal keluarga sadar gizi bagi seluruh
keluarga di indonesia untuk mencegah terjadinya promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial budaya (lokal spesifik).

Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi meliputi :

1. menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi

2. mengembangkan, menyediakan, dan menyebar luaskan materi promosi pada masyarakat,


organisasi kemasyarakatan institusi, pendidikan, tempat kerja, dan tempat-tempat umum.

3. melakukan kampanye secara tehnik menggunakan media efektif terpilih.

4. menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan dukungan petugas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi masyarakat. Selama
krisis, ada kecenderungan meningkatnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk terutama pada
kelompok umur 6-23 bulan.

Paradigma baru menekan pentingnya outcome dari pada input. Persediaan pangan yang cukup
(input) dimasayarakat tidak menjamin setiap rumah tangga dan anggota memperoleh makanan
yang cukup dan status gizinya baik. Banyak faktor lain yang dapat mengganggu proses
terwujudnya outcome sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma input sering melupakan faktor
lain tersebut, diantaranya air bersih, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar.

Penyebab langsung kurang gizi adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita
anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Anak yang mendapatkan makanan yang cukup baik, tetapi sering diserang diare atau demam
akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan dengan tingkat yang
tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian,
mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang
gizi. Dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit)secara bersama-sama merupakan
penyebab kurang gizi.

B. Saran

1. diharapkan bagi mahasiswa(i) yang mengambil jurusan keperawatan untuk dapat


mempelajari dan mengetahui tentang permasalahan gizi di indonesia.

2. diharapkan bagi mahasiswa(i) yang mengambil jurusan keperawatan agar dapat dijadikan
sebagai suatu bahan untuk pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
System kesehatan, Wiku adisasmito, Ph.D, 2007. Jakarta : Pt. Raja grafindo.

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1088142057,65767,

http://keluargatinar.multiply.com/jurnal/item/16/beratbadandantinggibadan.

Anda mungkin juga menyukai