Anda di halaman 1dari 18

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA

KOTO TENGAH KECAMATAN PESISIR BUKIT


KOTA SUNGAI PENUH

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah terdapat penekanan atas kebijakan otonomi daerah yang

menetapkan kabupaten dan kota sebagai titik berat otonomi. Hal ini

berusaha untuk memberikan kesempatan kepada daerah untuk

mengembangkan diri dan memberikan harapan kepada masyarakat untuk

dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik melalui kebijakan-

kebijakan daerah yang lebih mementingkan nasib mereka.1

Transisi politik yang terjadi di Indonesia menghasilkan dua proses

politik yang berjalan secara simultan, yaitu desentralisasi dan demokratisasi.

Kedua proses politik itu terlihat jelas dalam pergeseran format pengaturan

politik di area lokal maupun nasional, yaitu dari pengaturan politik yang

bersifat otoritarian-sentralistik menjadi lebih demokratis-desentralistik.

Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Selain itu, menyatakan bahwa

untuk pemahaman sistem pemerintahan perlu dipahami perbedaan

pengertian antara istilah desentralisasi dan dekonsentrasi.Desentralisasi

diartikan sebagai pengembangan otonomi daerah, sedangkan dekonsentrasi

1
Burhan Bungin, Penelitan Kualitatif, (PrenadaMeda Group, Jakarta. 2007)h.56
diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah

kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan atau perangkat pusat di

daerah.Mardiasmo, secara teoritis desentralisasi diharapkan akan

menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama mendorong peningkatan

partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta

mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh

daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di

masyarakat- masyarakat daerah; kedua: memperbaiki alokasi sumber daya

produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke

tingkat pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi yang

paling lengkap, sedangkan tingkat pemerintahan yang paling rendah adalah

Desa.

Sejalan dengan pertumbuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

desentralisasi dan otonomi daerah secara terus menerus mengalami

perkembangan. Seiring dengan tumbangnya Orde Baru dan munculnya

tuntutan reformasi pemerintahan dalam segala aspeknya, maka mulai tahun

1999 diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian di ubah

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang Nomor6 Tahun 2014 tentang Desa.


Keberadaan Desa secara yuridis formal diakui dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang kemudian di ubah

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan

ketentuan ini Desa diberi pengertian sebagai kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.2

Pemahaman Desa di atas menempatkan Desa sebagai suatu

organisasi pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu

untuk mengurus dan mengatur warga atau komunitasnya.Dengan posisi

tersebut desa memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang

kesuksesan Pemerintahan Nasional secara luas.Desa menjadi garda terdepan

dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari

Pemerintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan dengan komposisi

penduduk Indonesia menurut sensus terakhir BPS pada tahun 2010 bahwa

sekitar 135 juta jiwa (57 %) atau sebagian besar penduduk Indonesia saat ini

masih bertempat tinggal di kawasan permukiman pedesaan. Maka menjadi

2
M. Irfan, Islami, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, (BumiAksara, cetakan
ke 8, Jakarta. 1997) h.101
sangat logis apabila pembangunan desa menjadi prioritas utama bagi

kesuksesan pembangunan nasional.Oleh karena itu otonomi desa benar-

benar merupakan kebutuhan yang harus diwujudkan.Agar dapat

melaksanakan perannya dalam mengatur dan mengurus komunitasnya, desa

berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005,

diberikan kewenangan yang mencakup:

1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa;

3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan

pemerintah kabupaten/kota; dan

4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan

diserahkan kepada desa.

Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari

pelaksanaan otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. Pembiayaan

atau keuangan merupakan faktor esensial dalam mendukung

penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada penyelenggaraan

otonomi daerah. sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa

“autonomy”identik dengan “auto money”, maka untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri desa membutuhkan dana atau biaya

yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan kewenangan yang

dimilikinya.
Sumber pendapatan desa berdasarkan pasal 212 ayat (3) undang-

undang nomor 32 tahun 2004 terdiri dari:

1. Pendapatan asli desa,

2. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;

3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerahyang diterima

oleh kabupaten/kota;

4. Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi danpemerintah

kabupaten/kota;

5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi

pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah

tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban tanggung jawab dan

kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut

tetap harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud

diantaranya adalah pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran

desa.Untuk saat ini kendala umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa

terkait keterbatasan dalam keuangan desa.Seringkali Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan

pengeluaran.Kenyataan yang demikian disebabkan oleh empat faktor utama

(Hudayana dan FPPD, 2005).Pertama: desa memiliki APBDes yang kecil

dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat

kecil pula. Kedua: kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga: rendahnya

dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat: bahwa


banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi hanya dikelola oleh

dinas.3

Sistem pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa

termasuk didalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggungjawaban

merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan

tersebut dijelaskan bahwa pendanaan pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah termasuk didalamnya pemerintah desa menganut prinsip

money follows functionyang berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi

pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing

tingkat pemerintahan. Dengan kondisi tersebut maka transfer dana menjadi

penting untuk menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik

minimum. Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah desentralisasi

kewenangan harus disertai dengan desentralisasi fiskal. Realisasi

pelaksanaan desentralisasi fiskal di daerah mengakibatkan adanya dana

perimbangan keuangan antara kabupaten dan desa yang lebih dikenal

sebutan Alokasi Dana Desa (ADD).4

Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari

pelaksanaan otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. pembiayaan

atau keuangan merupakan faktor esensial dalam mendukung

3
Process : A Concentual Framework in : Administration and Society, (Vol. 6 Nomor 4 p.
445-485)h.54
4
Ibid.h.64
penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada penyelenggaraan

otonomi daerah.

Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak

kebijakan, program, dan pelayanan publik kurang responsif terhadap

aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara

luas.Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan

bukannya menyadari peranannya sebagai penyedia layanan kepada

masyarakat.Budaya paternalistik yang memberikan keistimewaan bagi

orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan birokrat tersebut juga

mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik. Kedua, terdapat

kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan

dengan apa yang benar-benar dikehendaki masyarakat

Kondisi yang mengungkung para birokrat yang sekian lama selalu

tunduk kepada pimpinan politis dan kurang mengutamakan pelayanan

publik tersebut berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas birokrasi

publik.Oleh sebab itu, di samping implementasi peraturan perundangan

yang konsisten diperlukan pula reorientasi pejabat publik agar benar-benar

menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik.Mekanismechecks and

balances harus terus dikembangkan diantara lembaga-lembaga pemerintah

daerah yang ada, dan yang tidak kalah penting seluruh komponen dalam

masyarakat hendaknya lebih berani untuk terus menerus menyuarakan

aspirasi mereka kepada birokrasi publik


Fenomena-fenomena di masa lalu telah melahirkan konsep

pembangunan yang sedikit berbeda di masa sekarang. Pembangunan yang

cenderung mengarah pada sentralisasi kekuasaan dan pengambilan

keputusan dari atas ke bawah (top-down) kini mulai diminimalkan, dan

muncul konsep pembangunan alternatif yang menekankan pentingnya

pembangunan berbasis masyarakat (community based development), yang

bersifat bottom up dan menggunakan pendekatan lokalitas yaitu

pembangunan yang menyatu dengan budaya lokal serta menyertakan

partisipasi masyarakat lokal bukan memaksakan suatu model pembangunan

dari luar .

Prinsip pelayanan publik harus dilaksanakan oleh jenjang

pemerintahan yang sedekat mungkin kepada rakyat.Itu berarti pemerintah

desa adalah sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam melaksanakan

pembangunan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat karena

pemerintah desa merupakan tingkat pemerintahan terkecil yang berhadapan

langsung dengan rakyat. Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang

dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa, yang bersumber dari

bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten. Adapun tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) ini adalah untuk:

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai

kewenangannya;
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara

partisipatif sesuai dengan potensi desa;

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan

kesempatan berusaha bagi masyarakat desa;

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.

Pemerintah mengharapkan kebijakan Alokasi Dana Desa ini dapat

mendukung pelaksanaan pembangunan partisipatif berbasis masyarakat

dalam upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sekaligus memelihara

kesinambungan pembangunan di tingkat desa.

Sekian banyak desa yang ada di Indonesia, banyak yang belum begitu

mengembangkan serta memanfaatkan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai

yang diharapkan masyarakat seperti yang terjadi di Desa Koto Tengah

Melintang. Hal inilah yang jadi pengaruh besar bagi masyarakat dalam

rangka menumbuhkan ekonomi yang baik untuk kesejahteraan hidup.

Dari alasan yang diterangkan diatas penulis menulis proposal ini

berjudul ”Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Di Desa Koto

Tengah Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh”

B. Perumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Anggaran Dana Desa?

2. Bagaimanakah implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa?

3. Desa Koto Tengah Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh?


C. Tujuan Penelitian

Dari Penjelasan diatas dapat diambil tujuan masalam dalam penelitian

ini yaitu:

1. Memberikan gambaran pelaksanaan Alokasi Dana Desa Di Desa Koto

Tengah Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh

2. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi

kebijakan Alokasi Dana Desa Di Desa Koto Tengah Kecamatan Pesisir

Bukit Kota Sungai Penuh.

D. Manfaat Penelitian

Harapan penelitian ini dapat berguna bagi kalangan akademisi dan

praktisi, yaitu antara lain:

1. Dari segi keilmuan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media

untuk mengaplikasikan berbagai teori yang dipelajari, sehingga akan

berguna dalam pengembangan pemahaman, penalaran, dan pengalaman

penulis, juga berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang

ilmu sosial, khususnya pengembangan ilmu pemerintahan daerah,

sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian-penelitian

berikutnya.

2. Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan

masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil

keputusan dalam permasalahan Alokasi Dana Desa serupa, sebagai bahan

kajian bagi pihak yang terkait dengan kebijakan ini sehingga dapat

mengoptimalkan keberhasilan kebijakan.


E. Kerangka Pemikiran

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan

menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap

pelaksanaan usulan kebijakan untuk mencapai tujuan.

2. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh

publik maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang

ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan

kebijakan.Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan

keputusan kedalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti

yang dirumuskan oleh keputusan kebijakan.5

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan

Ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implemantasi, yaitu6:

1) Standar dan sasaran kebijakan

2) Sumberdaya;

3) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas;

4) Karakteristik agen pelaksana;

5) Kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan politik

5
AG,Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, (Pustaka Pelajar Yogyakarta. 2005)h.77
6
Ibid.h.81
b. Kerangka Konsep

Agar dalam penelitian ini tidak terlalu luas maka perlu adanya

batasan yang dirumuskan dalam suatu kerangka konsep sebagai berikut:

KEBIJAKAN ADD

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa.


2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa.
3. Meningkatkan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha masyarakat desa.
4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.

IMPLEMENTAS
I

 Standar dan sasaran kebijakan


 Sumberdaya;
 Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas;
 Karakteristik agen pelaksana;
 Kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan politik.

Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan

peraturan desa.Susunan struktur organisasi pemerintahan desa tersebut dapat dilihat

seperti bagan di bawah ini:


F. Hipotesis

Bertitik tolak dari uraian-uraian dan teori-teori yang telah

diketengahkan di bagian depan, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan

hipotesis yang dapat digambarkan sebagai berikut : Implementasi Kebijakan

Alokasi Dana Desa Di Desa Koto Tengah Kecamatan Pesisir Bukit Kota

Sungai Penuh”

Data Hipotesisi dalam penelitian ini untuk dijadikan data empiris dan

kebenaranya, Implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh

publik maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang ditujukan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan.

Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan keputusan

kedalam kegiatan operasional, Alokasi Dana Desa serupa, sebagai bahan

kajian bagi pihak yang terkait dengan kebijakan ini sehingga dapat

mengoptimalkan keberhasilan kebijakan serta gambaran pelaksanaan Alokasi

dan Dana Desa Di Desa Koto Tengah.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang diteliti yaitu tinjauan atau pendapat,

Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Koto Tengah Kecamatan

Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh, maka data yang digunakan untuk

penelitian ini dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau kalimat (kualitatif)

yang deklaratif, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.


Sedangkan untuk pendekatan penelitian ini dengan menggunakan

pendekatan eksperimen, dimana peneliti harus terjun kelapangan guna

mendapatkan data yang valid serta dipercaya

2. Informan Penelitian

Informan dipilih untuk mendapatkan informasi yang jelas dan

mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah

penelitian. Prosedur pengambilan informan awal dilakukan secara

purposive, sedangkan informan selanjutnya dengan teknik snowball, yaitu

mengambil satu orang untuk diwawancarai selanjutnya bergulir kepada

informan lain secara berantai hingga diperoleh sejumlah informan yang

diperlukan.

3. Data yang akan diambil

Data digunakan yaitu teknik Triangulasi Data.Jenis triangulasi data

yang digunakan adalah triangulasi sumber yaitu membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam kualitatif.

Bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis adalah bahan

hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal, artikel, bahan seminar, dan

bahan publikasi lainnya.Sedangkan bahan hukum tersier adalah bahan

hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, yang berupa kamus ataupun

ensiklopedi.
Penelitian ini akan menggunakan studi dokumen untuk

mendapatkan bahan-bahan sekunder, untuk mempelajari pengetahuan-

pengetahuan dasar mengenai Hukum Administrasi dan Tata Usaha Negara

menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Selain menggunakan studi pustaka terhadap literatur-literatur dan

peraturan perundang-undangan, penulis juga akan menggunakan metode

wawancara dalam penelitian ini. Wawancara akan dilakukan dengan

Perangkat Desa terkait dengan Implementasi Kebijakan Alokasi Dana

Desa di Desa Koto Tengah Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai Penuh.

Dengan adanya wawancara ini penulis akan dapat melihat

bagaimana pelaksanaan undang-undang tentang Desa pada prakteknya.

Wawancara ini digunakan untuk menemukan informasi yang bersifat

subjektif dan mendalam dari para responden yang secara khusus dipilih

karena sifatnya yang khas7.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang

dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau

lisan, dan perilaku nyata8. Bahan penelitian akan dianalisis dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dibandingkan dengan

kenyataan sesuai dengan prakteknya. Hal ini sesuai dengan pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dalam penelitian normatif karena

didasarkan pada penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum yang

7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya,
1993), hal 138.
8
Sri Mamudji, et. al., op. cit.,hal. 67.
ada. Dalam melakukan pendekatan perundang-undangan penulis

mengikuti pula pendapat Haryono, bahwa seorang peneliti harus melihat

hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya

terkait antara satu dengan lain secara logis.

b. All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu

menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak akan ada

kekurangan hukum.

c. Systematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan yang lain,

norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.

4. Teknik dan alat Penguumpulan data

Ada beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti untuk mendapat gambaran secara langsung

dari sampel penelitian.9 Gejala-gejala itu, misalnya tugas dan peran

notaris, kinerja notaris dan sebagainya. Dalam penelitian ini data yang

akan didapat dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi

adalah data harian pada pegadaian dalam ekonomi islam dikota sungai

penuh

9
Muhamad Nawawi Al-jawiy, Quuth Al-Habib Al-Gharib Tausyekh ‘Ala Fath
el-Qarib Al-Mujieb, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002) hal. 275
b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel-

variabel yang berupa catatan, transcript, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya.10 Dalam penelitian

data yang akan ditunjukkan melalui teknik dokumentasi, antara lain

adalah pada pegadaian dalam ekonomi islam dikota sungai penuh11

c. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan dan pernyataan tak

tertulis (Lisan) kepada kepada responden untuk dijawabnya.

5. Unit Analisis
Unit analisis atau satuan yang akan diuji dapat berupa Kelompok
Masyarakat sosial Lembaga Pemertintah
6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat peneliti dapat menangkap keadaan

yang sebenarnya dari objek yang akan diteliti. Adapun lokasi penelitian

adalah Desa Koto Tengah Kecamatan Pesisir Bukit Kota Sungai

Penuh.

7. Jadwal penelitian

Penelitian ini dimulai dari tanggal 25 januari sampai 9 Februari 2018

10
Ibid, h 34
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: P.T. Remaja
Rosdakarya, 1993), hal 138.
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, 2007, Penelitan Kualitatif, PrenadaMeda Group, Jakarta.

Islami, M. Irfan, DR,MPA, 1997, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara,


BumiAksara, cetakan ke 8, Jakarta.

Moleong, Lexy J., 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,


Bandung.

Subarsono, AG, Drs,M.Si, MA, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar
Yogyakarta.

Van Meter, Donald S & Van Horn, Carl E. 1975, The Policy Implementation

Process : A Concentual Framework in : Administration and Society, Vol. 6 Nomor 4


p. 445-485.

Anda mungkin juga menyukai