S57386-Dewi Retna Komara PDF
S57386-Dewi Retna Komara PDF
E-mail: dhewy.erka@gmail.com
Abstrak
Penelitian dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun (B3) pasca akreditasi JCI di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2014. Fokus penelitian
adalah implementasi kebijakan pengelolaan B3 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu komunikasi,
sumber daya,disposisi dan stuktur birokrasi. Permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan data laporan ronde
manajemen yaitu banyak temuan pengelolaan B3 di lapangan pasca akreditasi JCI tidak sesuai dengan prosedur-
prosedur yang telah ditetapkan dalam kebijakan pengelolaan B3 dan dari data Unit K3RS yang melaporkan
beberapa insiden terkait pengelolaan B3. Metode penelitian adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara mendalam, observasi tak berstruktur dan telaah dokumen. Pemilihan informan
menggunakan teknik purposive sampling. Analisa data menggunakan content analysis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengelolaan B3 pasca akreditasi JCI di RSUPN dr.Cipto
Mangunkusumo belum berjalan dengan baik. Pada faktor komunikasi: Transmisi yang kurang maksimal,
kejelasan kebijakan secara isi belum lengkap dan penyampaiannya ke lapangan belum optimal, pelaksanaan
kebijakan yang belum konsisten. Faktor sumber daya: SDM, fasilitas dan anggaran belum memadai. Pada faktor
disposisi implementor belum baik, pelaksana kebijakan secara umum kurang cukup kuat memiliki komitmen
mendukung pelaksanaan kebijakan pengelolaan B3. Faktor struktur birokrasi: Mekanisme pelaksanaan,
koordinasi dan monitoring belum berjalan efektif.
Abstract
The study was conducted to analyze the implementation of hazardous materials management‟s policy
after JCI accreditation in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 2014. Research focus is the implementation of
hazardous materials management‟s policy and the factors that influence it, namely communication, resources,
disposition and bureaucratic structure . Problems in this research report based on the data management rounds
are many findings in the field of hazardous materials management‟s policy after JCI accreditation is not in
accordance with the procedures set out in the policy and from the data Unit B3 K3RS who reported several
incidents related to the management of hazardous materials management‟s policy. The research method is
qualitative data collection techniques using in-depth interviews, observation and unstructured document review.
Selection of informants using purposive sampling technique. Analysis of the data using content analysis. The
results showed that the implementation of hazardous materials management‟s policy after JCI accreditation in
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo not going well. In the communication factor: less than the maximum
transmission, clarity incomplete content policy and its delivery to the field is not optimal, policy implementation
has not been consistent. Factors resources: human resources, facilities and inadequate budgets. At the
implementor is not a good disposition factors, implementing policies generally lack strong enough to have a
Pendahuluan
Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun mendefinisikan bahan berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Bahan
Berbahaya dan beracun berpotensi besar dalam menimbulkan risiko terhadap kesehatan
apabila tidak ditangani dengan baik. Selain itu, akan memicu resiko terjadinya kecelakaan
kerja dan penularan penyakit baik bagi para dokter, perawat, teknisi, dan semua yang
berkaitan dengan pengelolaan rumah sakit maupun perawatan pasien dan pengunjung Rumah
sakit. Mayoritas rumah sakit di Indonesia kurang memperhatikan masalah pengelolaan B3,
misalnya dalam penanganan limbah B3. Dengan alasan tidak memiliki lahan pengolahan
limbah yang cukup hingga alasan mahalnya biaya yang dikeluarkan sehingga banyak yang
membiarkan limbah B3-nya dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir, dan
jika terkontaminasi masyarakat sekitarnya akan sangat berbahaya dan menimbulkan masalah
kesehatan baru diantaranya tetanus, infeksi, pencemaran udara dan pencemaran air tanah
ataupun sanitasi air di sekitarnya.
Dampak dari pengelolaan B3 yang tidak ditangani dengan baik berhubungan dengan
mutu atau kualitas rumah sakit sehingga mempengaruhi citra dari rumah sakit itu sendiri.
Akreditasi adalah salah satu cara yang bertujuan untuk peningkatan mutu rumah sakit baik
nasional maupun internasional. Dengan adanya permasalahan dalam pengelolaan B3 maka
akan menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan akreditasi rumah sakit tersebut. RSUPN
dr.Cipto Mangunkusumo merupakan salah satu rumah sakit dari 7 (tujuh) rumah sakit
pemerintah yang ditunjuk Kemenkes untuk dilakukan akreditasi JCI pada Tahun 2012. Untuk
menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di
lingkungan rumah sakit dan sekitarnya, maka diterapkan kebijakan sistem pengelolaan B3
sesuai dengan yang telah dipersyaratkan oleh JCI. RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo telah
menyusun kebijakan dalam pengelolaan B3 ini yaitu melalui SK Direktur Utama RSUPN
Tinjauan Teoritis
1. Teori Kebijakan
Carl Friedrich dalam Winarno (2002) mengartikan kebijakan sebagai suatu arah
tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap
kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu
tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. pada hakekatnya studi
tentang policy (kebijakan) mencakup pertanyaan : what, why, who, where, dan how. Semua
pertanyaan itu menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga-lembaga atau instansi
yang mengambil keputusan yang menyangkut; isi, cara atau prosedur yang ditentukan,
strategi, waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan. Contoh kebijakan adalah : Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres, Kepmen, Perda, Keputusan Bupati, Keputusan
Direktur dan lain-lain. Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan.
Metode Penelitian
Desain studi penelitian ini adalah kualitatif dengan metode observasi, wawancara
mendalam dan telaah dokumen dan gambarannya disampaikan disajikan secara deskriptif,
dimana peneliti terjun langsung ke lapangan untuk menggali data atau informasi secara
mendalam mengenai topik yang akan dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan di RSUPN
dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta yang beralamat di Jalan Diponegoro No.71 Jakarta Pusat.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2014. Pemilihan informan
menggunakan purposive sampling dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah
orang yang benar-benar mengetahui atau terlibat langsung dengan fokus penelitian yang akan
diteliti dan telah sesuai dengan prinsip kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequacy)
dengan dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang terdiri dari unsur
manajemen (5 orang) dan unsur pengguna (6 orang).
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi dalam
penelitian ini adalah data Primer, diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview)
dan observasi data sekunder diperoleh dengan melakukan telaah dokumen dan data-data yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan pengelolaan B3 pasca akreditasi JCI di RSUPN
dr. Cipto Mangunkusumo. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan analisis implementasi kebijakan pengelolaan
B3 di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah peneliti sebagai instrument utama,
Hasil Penelitian
1. Komunikasi
Secara umum manajemen telah mengetahui tentang pengelolaan B3 baik secara
langsung dari SK kebijakan pengelolaan B3 maupun secara tidak langsung dari peraturan-
peraturan pemerintah tentang pengelolaan B3 ataupun dari FMS JCI. Sebelum akreditasi JCI
kegiatan terkait dengan pengelolaan B3 di RSCM telah dilakukan walaupun tidak seintensif
menjelang diberlakukannya akreditasi JCI dan lebih fous pada pengelolaan limbah medis.
Penyelenggaraan pengelolaan B3 di RSCM berpedoman pada kebijakan yang dikeluarkan
oleh Direktur yang mengacu pada standar JCI. Untuk proses sosialisasinya dilakukan oleh
Unit Sanitasi dan Lingkungan sebagai penanggung Jawab pengelolaan B3 di RSUPN dr.Cipto
Mangunkusumo dengan mendatangi ruangan-ruangan atau unit kerja. Beberapa kendala untuk
melakukan sosialisasi seperti faktor tempat, kesibukan peserta, anggaran dan latar belakang
pendidikan peserta sehingga sosialisasi berjalan belum optimal. Sosialisasi tidak dilakukan
secara berkelanjutan. Sebagian besar unsur pengguna hanya satu kali mengikuti sosialisasi
bahkan ada yang tidak pernah mengikuti sosialisasi tetapi penanggung jawab lain yang
menghadiri sosialisasi. Unit kerja yang telah dilakukan sosialisasi selama Tahun 2011-2012
adalah sekitar 12 unit kerja dari target 33 departemen/unit kerja.
Kebijakan pengelolaan B3 yang dikeluarkan oleh direksi masih kurang jelas dan perlu
direvisi karena belum mencakup peranan unit-unit yang terkait dengan pengelolaan B3 selain
Unit Sanitasi dan Lingkungan, misalnya Unit K3RS, Instalasi Farmasi, Bagian Teknik PSP
dan lainnya. Terdapat informan unsur manajemen yang belum mengetahui isi dari kebijakan
pengelolaan B3. Sedangkan informan dari unsur pengguna, ada beberapa informan yang
belum mengetahui isi dari kebijakan dan hanya mengetahui SPO nya saja, bahkan terdapat
Pembahasan
1. Komunikasi
Meski seluruh informan pada dasarnya telah mengetahui pengelolaan kebijakan B3,
namun tidak semua informan memahami dengan benar bagaimana kebijakan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan yang distandarkan. Sosialisasi yang telah dilakukan kurang
maksimal dan efektif karena sosialisasi yang diselenggaarakan korporat hanya pada persiapan
akreditasi JCI saja dan belum seluruh unit kerja terpapar dengan sosialisasi. Sosialisasi
dilakukan tidak secara berkelanjutan bahkan tidak ada evaluasi setelah sosialisasi dilakukan.
Banyak faktor yang menyebabkan sosialisasi berjalan kurang baik diantaranya tidak semua
petugas yang mengikuti sosialisasi adalah Penanggung Jawab B3, kesibukan para
penanggung jawab B3 untuk mengikuti sosialisasi sehingga tidak maksimal, tempat
sosialisasi yang cukup sulit didapat karena berbenturan dengan kegiatan sosialisasi sejenis
dan biaya untuk sosialisasi yang terbatas . Selain itu, masih ada Penanggung Jawab B3 di
ruangan tidak mengetahui isi dari kebijakan karena tidak mendapatkan SK kebijakan.
Dengan demikian proses transmisi yang dilakukan belum berjalan dengan baik, dikarenakan
sosialisasi yang dilaksanakan masih belum maksimal dan masih ada yang kurang tepat
sasaran. Sosialisasi yang kurang baik tentu akan mempengaruhi pada proses transmisi antara
pembuat kebijakan dengan pelaksana di lapangan.
Kebijakan pengelolaan B3 RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo belum mencakup
tentang kejelasan wewenang dari unit-unit yang terkait dalam pengelolaan B3 yang mengacu
Kesimpulan
Proses transmisi kebijakan yang dilakukan belum berjalan dengan baik karena
penyampaian informasi kebijakan melalui sosialisasi kurang maksimal. Kejelasan dalam
kebijakan pengelolaan B3 yang diterbitkan oleh direksi belum baik dan beberapa hal belum
tercakup sesuai dengan hazardous material plan FMS JCI. Konsistensi pelaksanaan kebijakan
pengelolaan B3 masih rendah baik karena faktor keterbatasan sumber daya maupun prilaku
petugas dilapangan.
Kondisi SDM masih kurang dari segi jumlah terutama pada pihak manajemen dan
kurang dari segi kualitas karena pelatihan yang telah dilakukan kurang maksimal. Fasilitas
penunjang dalam pengelolaan B3 masih kurang memadai karena keterbatasan anggaran dan
prilaku petugas. Anggaran yang dialokasikan dalam pengelolaan B3 masih kurang memadai
atau cukup terbatas.
Secara umum komitmen dari pelaksana kebijakan pengelolaan B3 ini masih belum
cukup kuat terutama pada unit-unit pengguna, dimana sikap dan persepsi mereka kurang
mendukung dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Mekanisme pelaksanaan SPO masih belum berjalan dengan baik karena masih ada
pelaksanaan kegiatan tidak sesuai prosedur dan isi dari SPO masih kurang jelas karena ada
beberapa SPO yang membingungkan serta SPO kurang lengkap karena beberaa kegiatan
belum tercakup dalam SPO. Koordinasi antar unit terkait dalam pengelolaan B3 lemah atau
kurang intensif, masih kurangnya pertemuan-pertemuan untuk mengevaluasi implementasi
kebijakan pengelolaan B3 tersebut. Monitoring dalam pengelolaan B3 masih kurang
maksimal di internal ruangan dan sangat lemah dari korporat karena keterbatan SDM dan
budaya kinerja petugas pengawas.
Daftar Pustaka
Winarno, Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo
Joint Commision International. (2011). Standar Akreditas Rumah Sakit. Edisi Ke-4,
Jakarta: PERSI. PT Gramedia
________. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 Tahun 2012
Tentang Akreditasi Rumah Sakit
________. (2010). Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri (APD)
________. (2008). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun