Anda di halaman 1dari 13

PRODUKTIVITAS PERAIRAN

PRODUKTIVITAS SEKUNDER WADUK IR. H. JUANDA

Diajukan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Produktivitas
Perairan

Disusun oleh :
Kelompok 1

Wahyu Budi S 230110150158


Sangga Permana 230110150167
Farras Faishal 230110150199
Sri Fitriyah R 230110150218
Fauzan Pramono 230110150223
Rahmayani 230110157001
Wandri Wahyudi 230110157002
Perikanan C

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat-Nya karena atas berkat
Rahmat dan Inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Produktivitas Perairan. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah mata kuliah bersangkutan.
Makalah ini dalam pembuatannya tak lepas dari bantuan sumber yang
ditunjang dengan informasi yang relevan dengan judul yang berasal dari berbagai
macam sumber baik itu sumber cetak seperti buku dan jurnal tertulis maupun
sumber elektronik dengan menggunakan e-journal. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang turut bersangkutan dalam proses
pembuatan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan mudah menyerap informasi yang
terkandung didalamnya. Untuk itu, masukan dan saran dari pembaca akan sangat
membantu kami.

Jatinangor, November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Tujuan .........................................................................................
1,3 Manfaat .......................................................................................

II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Profil Umum Wilayah .................................................................
2.2 Produktivitas Primer Perairan .....................................................
2.3 Faktor Fisika dan Kimia Perairan ...............................................
2.3.1 Suhu ............................................................................................
2.3.2 Kecerahan ...................................................................................
2.3.3 Arus .............................................................................................
2.3.4 Potential of Hydrogen .................................................................
2.3.5 Dissolved Oxygen (DO) .............................................................
2.3.6 Biochemical Oxygeb Demand (BOD) ........................................
2.3.7 Nitrat (NO3) ................................................................................
2.3.8 Fosfat (PO43) ...............................................................................
2.4 Analisis Faktor ............................................................................
2.5 Pengelolaan Kualitas Air ............................................................

III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................
3.2 Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

iii
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yang mengacu pada penelitian
dari Kartamihardja (2007) adalah untuk:
1. Mengetahui biota apa saja yang menjadi produsen sekunder perairan waduk
IR. Djuanda
2. Mengetahui kelimpahan dan biomassa biota yang menjadi produsen
sekunder perairan waduk IR. Djuanda
3. Mengetahui P/B ratio biota yang menjadi produsen sekunder waduk
perairan IR. Djuanda

1.3 Manfaat
Adapun manfaat pembuatan makalah ini yang mengacu pada penelitian dari
Kartamihardja (2007) adalah sebagai referensi dari salah satu contoh produktivitas
sekunder di danau buatan dengan studi di waduk IR. Djuanda untuk membuat
pembaca lebih mudah memahaminya secara garis besar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Profil Umum Wilayah


2.2 Produktivitas Sekunder Perairan
2.3 Genera, Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton
Zooplankton yang ditemukan di zona limnetik waduk Djuanda selama
penelitian terdiri atasi 7 genera, yaitu Cyclops, Diaptomus, Daphnia,
Diaphanosoma, Brachionus, Keratella, dan Polyarthra. Dari ke tujuh genera
tersebut, genus Cyclops, Polyarthra, dan Keratella selalu ditemukan di setiap
stasiun sehingga mendominasi kelimpahan zooplankton. Disamping itu, stadia
Nauplii dari Cyclops juga mendominasi kelimpahan zooplankton.

Tabel. Genera zooplankton yang ditemukan di zona limnetik waduk Djuanda selama
penelitian Mei 2003-April 2004

Filum Kelas Ordo Famili Genus


Arthropoda Maxillopoda Cyclopoida Cyclopidae Cyclops
Calanoida Diaptomidae Diaptomus
Branchiopoda Cladocera Daphniidae Daphnia
Sididae Diaphanosoma
Rotifera Monogononta Ploima Brachionidae Brachionus
Brachionidae Keratella
Synchaetidae Polyarthra

Jumlah genera zooplankton yang ditemukan ini persis sama dengan yang
ditemukan pada tahun 2001 (Kartamihardja, 2003). Daphnia similis (semula
Daphnia carinata) yang diintroduksikan ke waduk Djuanda pada tahun 1970 dan
pada awalnya berkembang dengan pesat (Sarnita, 1973; Krismono, 1988), kini
populasinya menurun sehingga tidak mendominasi komposisi zooplankton lagi.
Distribusi spasial dan temporal kelimpahan zooplankton di zona limnetik
waduk Djuanda tertera pada Gambar 18 dan Lampiran 10. Secara spasial,
kelimpahan zooplankton di zona limnetik waduk Djuanda berkisar antara 524±86–

5
1.438±509 indiv/l dan secara temporal berkisar antara 313±35 – 2.774±824 indiv./l.
Kelimpahan zooplankton tertinggi terjadi di stasiun 2 pada bulan Februari 2004
dan terrendah terjadi di stasiun 3 pada bulan Maret 2004. Secara umum, kelimpahan
zooplankton di zona limnetik ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelimpahan
zooplankton pada tahun 2001 yang hanya berkisar antara1.164±536 –1.538±911
indiv./l (Kartamihardja, 2003), dan tahun 1988 dengan rata-rata kelimpahan
zooplankton yang hanya 46,5 indiv./l (Krismono 1988).

Gambar. Distribusi spasial dan temporal rata-rata kelimpahan


zooplankton di zona limnetik waduk Djuanda selama Mei 2003-April 2004

Kelimpahan zooplankton sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan


seperti suhu air, cahaya, kimiawi air (pH, oksigen, bahan toksik), ketersediaan
makanan (fitoplankton, bakteria) dan predasi oleh ikan dan organisme invertebrata
(Paterson 2000). Oleh karena itu, kelimpahan, komposisi dan keanekaragaman jenis
zooplankton akan bervariasi bergantung kepada kondisi lingkungan perairannya.
Kelimpahan zooplankton yang tinggi pada bulan Februari diduga berkaitan erat
dengan tingginya kelimpahan fitoplankton. Secara spasial, kelimpahan zooplanton
yang tinggi di stasiun 2 diduga berkaitan erat dengan ketersediaan fitoplankton yang
tinggi dan kondisi lingkungannya dimana stasiun tersebut merupakan daerah
transisi antara daerah hulu waduk yang secara langsung dipengaruhi oleh beban
limbah yang masuk dari waduk Cirata dan daerah genangan utama yang kualitas
airnya relatif lebih baik. Stasiun 2 sebagai daerah transisi juga merupakan daerah
ekoton atau peralihan dengan kondisi perairan yang relatif subur. Pinto-Coelho et

6
al. (2005) menyatakan bahwa kelimpahan kelompok krustase zooplankton di
waduk eutrofik daerah tropis adalah sebagai berikut: kelompok Cyclopoida
mempunyai rata-rata kelimpahan 88,2 indiv./l dan maksimum 2.148,1 indiv./l;
kelompok Calanoida mempunyai rata-rata kelimpahan 9.1 indiv./l dan maksimum
175,4 indiv./l; dan kelompok Cladocera mempunyai rata-rata kelimpahan 34,8
indiv./l dan maksimum 286,5 indiv./l. Lebih lanjut Branco and Senna (1996)
menyatakan bahwa krustase zooplankton, terutama dari kelompok caldocera dan
cyclopoida yang berukuran kecil dapat mencapai kelimpahan tertinggi di danau dan
waduk hyper-eutrofik namun kelimpahan kelompok cladocera yang tinggi hanya
terjadi di perairan yang banyak ditumbuhi makrofita (daerah littoral). Pernyataan
ini memperkuat dugaan bahwa di zona limnetik waduk Djuanda kelimpahan
cyclopoida lebih dominan dibandingkan kelompok cladocera yang kelimpahannya
diduga lebih tinggi di daerah littoral.

2.4 Grazing dan Filtrasi Zooplankton


2.5 Luas Relung Makanan
2.6 Dinamika Trofik Zona Limnetik
Dinamika tropik menggambarkan aliran energi dari tingkatan tropik
terrendah ke tingkatan tropik paling tinggi. Secara sederhana, di zona limnetik
waduk Djuanda, kompartemen tingkatan tropiknya meliputi kompartemen detritus,
fitoplankton, zooplankton, ikan pemakan plankton dan ikan predator. Dalam
pemodelan dengan menggunakan Ecopath diasumsikan bahwa zona limnetik
merupakan ekosistem yang mempunyai keseimbangan masa (mass- balanced) dan
mengikuti persamaan sebagai berikut:

Bi*P/Bi*EEi – Σj(Bj*Q/Bj*DCji) – Exi=0

Keterangan:

Bi = biomassa dari organisme i


P/Bi = rasio Produksi dan Biomassa organisme i
EEi = efisiensi ekotrofik organisme i
Bj = biomassa predator j

7
Q/Bj = konsumsi makanan per unit biomassa organisme j
DCji = fraksi makanan organisme i yang dikonsumsi organisme j Exi = ekspor
organisme i
Parameter masukan yang digunakan dalam pemodelan Ecopath tertera pada
Tabel dibawah. Biomassa detritus dihitung dari persamaan Pauly (1992), sedangkan
biomassa ikan dihitung dari hasil tangkapan nelayan yang dicatat oleh enumerator
(Y) dibagi dengan mortalitas penangkapan (F) berdasarkan data dalam
Kartamihardja and Umar (2005). Rasio antara produksi dengan biomassa (P/B) ikan
adalah sama dengan total mortalitas (Z) jenis ikan tersebut (Allen 1971), sedangkan
nilai mortalitas ikan bandeng, nila, oskar dan kongo dihitung dari frekuensi panjang
(Kartamihardja and Umar 2005) menggunakan program FiSAT II (Gayanilo and
Pauly 1997).

Tabel. Parameter masukan yang digunakan dalam pemodelan ekosistem zona


limnetik waduk Djuanda dengan menggunakan program Ecopath

Parameter B (t/km2/th) P/B (/th) Q/B (/th)

Detritus 16,893 - -

Fitoplankton 867,078 2,063 -

Zooplankton 327,394 0,577 -

Ikan Bandeng, Chanos chanos 0,009 4,16 *) 49,920

Ikan Nila, Oreochromis niloticus 11,010 4,20*) 50,400

Ikan Oskar, Amphilophus citrinellus 0,354 4,56*) 55,632

Ikan Kongo, Parachromis managuensis 0,002 4,67*) 56,974

Keterangan:
B = Biomassa;
P/B = Rasio Produksi (P) dan Biomassa;
Q/B = Rasio Konsumsi (Q) dan Biomassa; *)
Hasil analisis data dengan menggunakan program Ecopath
menunjukkan besaran aliran energi untuk setiap kompartemen seperti terlihat
pada Gambar dibawah. Ikan bandeng menempati posisi tingkatan trofik yang

8
paling rendah, kemudian disusul dengan ikan nila, ikan oskar dan ikan kongo
pada tingkatan trofik yang paling tinggi.

Gambar. Aliran energi biomassa (ton/km2/th) di zona limnetik waduk


Djuanda

Aliran energi biomassa di zona limnetik Waduk Djuanda


memperlihatkan pola aliran yang tidak efisien. Biomassa fitoplankton (867,08
ton/km2/th), zooplankton (327,29 ton/km2/th) dan detritus (16,9 ton/km2/th)
yang cukup tinggi belum dimanfaatkan secara optimal oleh komunitas ikan
yang ada. Transfer energi dari sumberdaya pakan tersebut masih sangat
rendah, hal ini terlihat dari besaran produksi dan biomassa ikan yang
terbentuk, hanya biomassa ikan nila (11,1 ton/km2/th) yang menunjukkan
besaran tertinggi diantara biomassa ikan lainnya. Biomassa ikan bandeng (0,01

9
ton/km2/th) yang terbentuk masih sangat rendah, meskipun ikan bandeng
dapat memanfaatkan detritus dan fitoplankton. Hal ini dikarenakan populasi
ikan bandeng yang ada di zona limnetik hanya berasal dari ikan yang terlepas
dari budidaya ikan dalam KJA, sehingga jumlah ikan bandeng yang ada
terbatas dan biomassanya juga sangat kecil.
Ikan bandeng disamping mampu memanfaatkan biomassa fitoplankton
dan detritus, ikan ini juga dapat mengisi zona limnetik waduk, terdistribusi
sampai ke hulu waduk, tumbuh relatif cepat dan mempunyai harga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ikan nila dan mas (Kartamihardja and Umar
2005). Ikan lainnya, seperti ikan oskar dan kongo meskipun dapat
memanfaatkan biomasa fitoplankton dan zooplankton, namun kedua jenis ikan
ini bernilai ekonomis sangat rendah. Oleh karena itu, ikan bandeng dapat
dijadikan sebagai kandidat ikan tebaran. Namun karena ikan bandeng tidak
dapat melakukan reproduksi di perairan waduk maka penebarannya harus
dilakukan secara berkala melalui program penebaran kembali (restocking).
Benih ikan bandeng untuk keperluan penebaran dapat diperoleh dengan mudah
karena ikan ini sudah dapat dipijahkan dalam lingkungan budidaya. Ikan
pemakan plankton lainnya yang mungkin dapat memanfaatkan fitoplankton
dengan baik adalah ikan mola (Hypopthalmicthys molitrix) dan ikan ringo
(Thynnichthys thynnoides) atau motan (Thynnichthys polylepis). Ikan mola
adalah ikan introduksi dari China, sama halnya dengan ikan bandeng, ikan ini
tumbuh relatif cepat namun tidak dapat berkembang biak di waduk sehingga
perlu penebaran secara reguler. Disamping itu, ikan mola kurang disukai oleh
masyarakat sehingga harganya relatif lebih rendah dibandingkan dengan ikan
bandeng. Ikan ringo adalah ikan asli perairan umum di Sumatera dan
Kalimantan yang banyak ditemukan di danau-danau banjiran. Sebagai
kandidat ikan tebaran, ikan ini diduga dapat berkembang biak di perairan
waduk Djuanda seperti halnya yang terjadi di waduk Riam Kanan, Kalimantan
Selatan (Kartamihardja et al. 2004) sehingga penebarannya tidak perlu
dilakukan secara reguler.

10
11
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

Kartamihardja, S. Endi. 2015. Spektra Ukuran Biomassa Plankton Dan Potensi


Pemanfaatannya Bagi Komunitas Ikan Di Zona Limnetik Waduk Ir. H.
Djuanda, Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

13

Anda mungkin juga menyukai