Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan pervaginam ringan merupakan hal yang lazim selama persalinan aktif.
Akan tetapi, insidensi kematian ibu hamil akibat perdarahan dan penyulitnya masih tinggi.
Dalam laporan dari Centers for Disease Control and Prevention, terjadi peningkatan angka
kematian akibat perdarahan tiga kali lipat pada wanita Amerika-Afrika dibandingkan dengan
Kaukasia. Dalam sebuah analisis serupa terhadap 3777 kematian akibat kehamilan dari
Negara-negara bagian yang mencakup populasi Hispanik dalam sertifikat kematiannya,
Hopkins dkk. melaporkan bahwa perdarahan merupakan penyebab kematian ibu pada 20
persen kasus. Mereka memperlihatkan adanya perbedaan angka kematian pada wanita
Amerika-Afrika dan Hispanik dibandingkan wanita Kaukasian.

Inversio uteri merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan. Invertio uteri adalah suatu keadaan terbaliknya fundus uteri ke dalam
kavum uteri. Pada kasus yang ekstrem, dokter dapat melihat endometrium yang berwarna
keunguan dengan plasenta yang seringkali masih melekat. Pada situasi yang berat pasien
dapat mengalami perdarahan hebat, hipertensi, dan kadang-kadang nadinya tidak teraba.
Insiden yang dilaporkan berkisar dari 1:100.000 hingga 1:5.000 kelahiran. Kadang-kadang
keadaan ini terlihat pada uterus tidak hamil dengan mioma bertangkai.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan Inversio Uteri?

C. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit Inversio Uteri.

1
D. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan Inversio Uteri.

E. Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-buku
literattur penunjang masalah yang dibahas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri, dapat terjadi secara mendadak atau perlahan.
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan
plasenta. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya nyeri dan pendarahan. (Manuaba,
2001:450)

Inversio Uteri ialah suatu keadaan di mana bagian atas uters (fundus uteri)
memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum
uteri, bahkan ke dalam vagina atau keluar vagina dengan dinding endometriumnya
sebelah luar. (Prawihardjo Sarwono, Prof. Dr, 2007:442)

Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana uterus terbalik dengan fundus uteri
masuk sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri, vagina atau keluar dari vulva.

2. Etiologi

Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti
dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri
sebagian dapat terjadi apontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan
persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah.

Inversio uteri biasanya dijumpai pada atau sesudah kala III persalinan. Tekanan
pada fundus uteri yang dilakukan ketika uterus tidak berkontraksi baik, tarikan pada talu
pusat, kontraksi uterus yang tidak normal, dapat merupakan permulaan masuknya
fundus uteri ked lam kavum uteri, dan kontraksi uterus berturut-turit mendorong fundus
yang terbalik ke bawah. Korpus uteri terbalik dapat melewati serviks uteri yang terbuka
sampai ke vagina. Jika penderita dapat mengatasi peristiwa ini dengan uterus tidak
direposisi, penyakitnya menjadi menahun.

3
Inversio uteri dapat pula terjadi di luar persalinan. Mioma uteri submukosa yang
sedang dilahirkan secara perlaha-lahan menarik tempat insersinya pada dinding uterus
ke bwah kavum uteri, dan menyebabkan inversio uteri menahun.

Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio
uteri yaitu:

a. Faktor predisposisi
1) Abnormalitas uterus
a) Plasenta adhesiva
b) Tali pusat pendek
c) Anomali kongenital (uterus bikornus)
d) Kelemahan dinding uterus
e) Implantasi plasenta pada fundus uteri
f) Riwayat inversio uteri sebelumnya
2) Kondisi fungsional uterus
a) Relaksasi miometrium
b) Gangguan mekanisme kontraksi uterus
c) Pemberian MgSO4
d) Atonia uteri
b. Faktor pencetus, antara lain:
1) Pengeluran plasenta secara manual
2) Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan dan
lain-lain.
3) Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:
a) Penekanan fundus uteri yang kurang tepat
b) Prasat Crede
c) Penarikan tali pusat yang kuat
d) Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana

4
3. Klasifikasi Inversio Uteri

a. Berdasarkan waktu kejadian :


1) Inversio akut, terjadi segera setelah persalinan.
2) Inversio subakut, terbentuknya cincin kontriksi pada servik.
3) Inversio kronik, lebih dari 4 minggu pasca persalinan.
b. Berdasarkan derajat kelainan :
1) Derajat satu (inkomplit), korpus uteri tidak melewati kanalis servikalis.
2) Derajat dua (komplit), korpus uteri keluar melalui cincin servik tetapi tidak
mencapai introitus vagina.
3) Derajat tiga (totalis), korpus uteri mencapai atau keluar introitus vagina.
c. Berdasarkan Etiologi:
1) Inversio Uteri Non Obstetri: Biasanya disebabkan oleh mioma uteri
submukosum atau neoplasma yang lain
2) Inversio Uteri Obstetri : Merupakan inversio uteri tersering yang terjadi setelah
persalinan.
3) Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra
abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
4) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang
dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim

4. Patofisiologi

Implantasi plasenta yang abnormal terjadi apabila pembentukan desidua


terganggu. Plasenta dapat melekat kuat ke tempat implantasi, dengan sedikit atau tanpa
desidua, sehingga tidak terdapat garis pemisah fisiologis melalui lapisan spongiosa
desidua. Akibatnya, satu atau lebih kotiledon melekat erat ke desidua basalis yang cacat
atau bahkan ke miometrium. Apabila plasenta tertanam kuat dengan cara ini, kondisinya
disebut plasenta akreta.

Istilah plasenta akreta digunakan untuk menjelaskan semua implantasi


plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat. Akibat tidak adanya basalis
dan kelainan perkembangan lapisan fibrinoid (lapisan Nitabuch) secara parsial atau
total, vilus plasenta melekat ke miometrium (plasenta akreta), benar-benar menginvasi
miometrium (plasenta inkreta), atau menembus miometrium (plasenta perkreta).

5
Adanya plasenta akreta memperbesar resiko terjadinya inversio uteri. Meskipun
inversio uteri dapat pula terjadi pada plasenta yang tidak perlekatannya tidak terlalu
kuat. Kondisi ini dapat pula terjadi bila penatalaksanaan kala III aktif tidak tepat. Akibat
adanya tarikan pada tali pusat yang terlalu kuat sementara plasenta belum benar-benar
terpisah dapat menyebabkan uterus ikut tertarik. Selain karena hal tersebut, kondisi
anatomi uterus juga menjadi faktor terjadinya inversio uteri. Dinding uterus yang terlalu
tipis dan lemah dapat ikut tertarik saat plasenta terlepas. Peningkatan tekanan
intraabdominal akibat mengejan dan batuk dapat pula menyebabkan uterus menjadi
terdorong membelok keluar. (Cunningham et al, 2005:709)

5. Pathway
Terlampir
6. Manifestasi Klinis

Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga
dignosis sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang
sering menyertai suatu inversio uteri. Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai
dengan jumlah perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang
terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk
memperkirakan suatu inversio uteri. Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat, akibat
ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan pada
peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.

Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi
perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas atau
telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan
tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya bahkan dapat
menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum
akibat perdarahan atau syok.

Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri,


bahkan kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri
dijumpai pada pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di
dalam atau di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat
(komplit) tampak tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang plasenta masih

6
melekat dengan ostium tuba dan endometrium berwarna merah muda dan kasar serta
berdarah.

Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir,
pada mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada
tempatnya serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan
persalinan yang cukup bulan atau hampir cukup bulan. Pada kasus inversio uteri yang
kronis akan didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin serviks.

Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang
khas maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :

a. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi


b. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
c. Periksa dalam
d. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri

7. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda sbb :


a. Pada penderita pasca persalinan ditemukan :
1) Nyeri yang hebat
2) Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
3) Perdarahan
4) Nekrosis
b. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1) Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam
2) Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam
vagina teraba tumor lunak
3) Kavum uteri tidak ada ( terbalik )

8. Penatalaksanaan

Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan


maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.

7
Segera lakukan tindakan resusitasi. Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas
oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat. Salah satu tehnik reposisi
adalah dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong uterus kembali
kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum
uterus menarik uterus kembali ke posisi semula. Sebagai tehnik alternatif : dengan
menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan
kearah umbilkus sampai uterus kembali keposisi normal. Setelah reposisi berhasil,
tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin dan
setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri
tidak berulang. Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui
laparotomi

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari inversio uteri yang paling sering adalah
terjadinya perdarahan akut yang dapat mengancam nyawa, dan bila tidak ditangani
segera dapat menyebabkan kematian. (Cunningham et al, 2005: 711)

8
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada klien inversio uteri menggunakan pendekatan


bersifat menyeluruh yaitu :

a. Identitas klien: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dll.
b. Keluhan utama: nyeri, perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat
dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan: riwayat hipertensi dalam kehamilan,
multipara, nulipara, anemia, perdarahan saat hamil, persalinan dengan tindakan,
induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
d. Riwayat kesehatan: kelainan darah dan hipertensi.
e. Pengkajian fisik:
1) Tanda vital:
Tekanan darah : Normal/turun
Nadi : Normal/meningkat
Pernafasan : Normal/meningkat
Suhu : Normal/meningkat
Kesadaran : Normal/turun
2) Fundus uteri/abdomen : teraba cekungan mirip kawah.
3) Kulit: dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, CRT memanjang.
4) Pervaginam: pemeriksaan dalam teraba dinding fundus uteri, tampak uterus
pada vagina, ada tidaknya perdarahan, robekan.
5) Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan inversio uteri


b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
e. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan akibat inversio uteri

9
3. Rencana Keperawatan

No Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri akut Setelah diberikan tindakan 1) Kaji intensitas, karakteristik, dan 1) Pengkajian yang spesifik membantu
berhubungan keperawatan selama (..x..), derajat nyeri (PQRST) memilih intervensi yang tepat
dengan inversio diharapkan nyeri berkurang 2) Observasi keluhan dan TTV 2) Mengetahui perkembangan kondisi
uteri atau terkontrol, dengan (S,N,TD,RR) klien.
kriteria hasil: 3) Pertahankan tirah baring selama 3) Meminimalkan stimulasi atau
a. Mengungkapkan nyeri masa akut meningkatkan relaksasi
dan tegang di perutnya 4) Berikan tindakan non farmakologis 4) Distraksi bertujuan mengalihkan
berkurang teknis distraksi atau relaksasi : perhatian klien terhadap nyeri.
b. Skala nyeri 0-1 ciptakan lingkungan terapeutik Relaksasi bertujuan untuk
c. Dapat melakukan melemaskan otot sehingga klien lebih
tindakan untuk tenang dan mempunyai pola koping
mengurangi nyeri yang lebih positif
d. Kooperatif dengan 5) Libatkan suami dan keluarga 5) Memberi dukungan mental kepada
tindakan yang dilakukan klien
e. TTV dalam batas 6) Kolaborasi pemberian analgetik 6) Menghilangkan nyeri; meningkatkan
normal ; Suhu : 36-37 0 sesuai indikasi relaksasi dan koping dengan
C, TD : 120/80 mmHg, kontraksi
RR :18-20x/menit, Nadi
: 80-100 x/menit

10
2 Gangguan perfusi Setelah diberikan tindakan 1) Perhatikan Hb/Ht sebelum dan 1) Nilai bandingan membantu
jaringan keperawatan diharapkan sesudah kehilangan darah. Observasi menentukan beratnya kehilangan
berhubungan perfusi jaringan kembali status nutrisi, tinggi, dan berat badan. darah. Status sebelumnya dari
dengan perdarahan normal dengan kriteria kesehatan yang buruk meningkatkan
pervaginam hasil: luasnya cedera karena kekurangan O2.
a. TD, nadi darah arteri, Luasnya keterlibatan hipofise dapat
Hb/Ht dalam batas dihubungkan dengan derajat dan
normal; pengisian durasi hipotensi.
kapiler cepat; fungsi 2) Pantau tanda vital, catat derajat, dan 2) Peningkatan frekuensi pernapasan
hormonal normal durasi episode hipovolemik. dapat menunjukkan upaya untuk
mengatasi asidodis metabolik.

3) Perhatikan tingakat kesadaran dan 3) Perubahan sensorium adalah


adanya perubahan perilaku. indikator dini hipoksia, sianosis tanda
lahir, mungkin tidak tampak sampai
kadar PO2 turun di bawah 50 mmHg.

4) Observasi warna dasar kuku, mukosa 4) Pada kompensasi vasokontriksi dan


mulut, gusi dan lidah serta pirau organ vital sirkulasi pada
perhatikan suhu kulit. pembuluh darah perifer diturunkan
yang mengakibatkan sianosis dan

11
suhu kulit dingin.

5) Pantau payudara setiap hari, 5) Kerusakan hipofis anterior


perhatikan ada atau tidaknya laktasi menurunkan kadar prolaktin,
dan perubahan ukuran payudara. mengakibatkan tidak adanya produksi
ASI, dan akhirnya menurunkan
jaringan kelenjar payudara.

Kolaborasi Kolaborasi

1) Pantau kadar pH 1) Membantu dalam mendiagnosis


derajat hipoksia jaringan atau asidosis
yang diakibatkan oleh terbentuknya
asam laktat dari metabolisme
anaerobik.
2) Berikan terapi oksigen sesuai 2) Memaksimalkan ketersediaan oksigen
kebutuhan. untuk transpor sirkulasi ke jaringan.

3. Kekurangan Setelah diberikan tindakan 1) Observasi dan catat jumlah, tipe, dan 1) Perkiraan kehilangan darah, arterial
volume cairan keperawatan selama (..x..), sisi perdarahan. Timbang dan hitung versus vena, dan adanya bekuan
berhubungan diharapkan volume cairan pembalut. Simpan bekuan dan membantu membuat dignosis

12
dengan perdarahan adekuat dengan kreteria jaringan untuk dievaluasi oleh banding serta menentukan kebutuhan
pervaginam hasil : dokter. penggantian (1 gram peningkatan
a. Tanda-tanda vital dalam berat pembalut sama dengan kurang
batas normal lebih 1ml kehilangan darah).
b. Pengisian kapiler cepat 2) Perhatikan hipotensi dan takikardi, 2) Tanda-tanda menunjukkan
(kurang dari 3 detik) perlambatan pengisian kapiler atau hipovolemik dan terjadinya syok.
c. Input dan output cairan sianosis dasar buku, serta membran Perubahan tekanan darah tidak dapat
seimbang mukosa dan bibir. dideteksi sampai volume cairan telah
d. Berat jenis urine dalam menurun hingga 30-50%. Sianosia
batas nornal. adalah tanda akhir dari hipoksia.
3) Monitor intake dan output setiap 5- 3) Bermanfaat dalam memperkirakan
10 menit luas/signifikansi kehilangan cairan.
Volume perfusi/ sirkulasi adekuat
ditunjukkan dengan keluaran 30-
4) Lakukan masase uterus dengan satu 50%.
tangan serta tangan lainnya diletakan 4) Penempatan satu tangan di atas
diatas simpisis. simfisis pubis mencegah
kemungkinan inversi uterus selama
masase.
5) Berikan infus atau cairan intravena 5) Mengganti cairan yang hilang

13
4 Ansietas Setelah diberikan tindakan 1) Anjurkan klilen untuk 1) Mengungkapkan perasaan tentang
berhubungan keperawatan selama mengemukakan hal-hal yang hal-hal yang dicemaskan dapat
dengan perubahan (…x…) diharapkan klien dicemaskan mengurangi beban pikiran klien
keadaan atau tidak cemas dan dapat 2) Beri penjelasan tentang kondisi klien 2) Mengurangi kecemasan klien
ancaman kematian mengerti tentang mengenai kondisinya
keadaannya, dengan kriteria 3) Anjurkan keluarga untuk 3) Dukungan keluarga dapat
hasil : mendampingi dan memberi memberikan rasa aman kepada klien
a. Klien melaporkan cemas dukungan kepada klien dan mengurangi kecemasan klien
berkurang 4) Anjurkan penggunaan teknik 4) Memberikan perasaan rileks sehingga
b. Klien tampak tenang pernapasan dan latihan relaksasi. dapat menurunkan kecemasan klien
dan tidak gelisah

5. Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan 1) Kaji TTV 1) Mengetahui perkembangan kondisi
berhubungan keperawatan selama …x… klien.
dengan perdarahan diharapkan tidak terjadi 2) Observasi adanya tanda-tanda 2) Deteksi dini perkembangan infeksi
akibat inversio infeksi dengan kriteria hasil infeksi memungkinkan untuk melakukan
uteri : tindakan dengan segera dan
a. Tidak ada tanda-tanda pencegahan terhadap konflikasi
infeksi selanjutnya
3) Berikakan perawatan aseptik dan
3) Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan tehnik cuci
terjadinya infeksi nasokomial
tangan yang baik

14
4) Kaji terhadap tanda – tanda infeksi 4) Gejala ISK dapat tampak pada hari
saluran kemih ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena
naiknya infeksi traktus dari uretra ke
kandung kemih.
5) Lakukan kolaborasi untuk 5) Antibiotik mencegah infeksi
pemberian antibiotic

15
3. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

4. Evaluasi

Dx 1 :

a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang


b. Skala nyeri 0-1
c. Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
d. Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
e. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

Dx 2 :

a. TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal; pengisian kapiler cepat;
fungsi hormonal normal

Dx 3 :

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal


b. Pengisian kapiler cepat (kurang dari 3 detik)
c. Input dan output cairan seimbang
d. Berat jenis urine dalam batas nornal.
Dx 4 :

a. Klien melaporkan cemas berkurang


b. Klien tampak tenang dan tidak gelisah

Dx 5 :

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi

16
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri, dapat terjadi secara mendadak atau perlahan.

Invertio uteri dibedakan menjadi 3 yaitu invertio uteri complete, incomplete dan
prolaps. Penyebab tejadinya invoutio uteri secara umum yaitu:

a. Spontan: grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan


intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
b. Tindakan: cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang
dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Prinsip penanganan pada invertio uteri adalah melakukan pencegahan dengan


melakukan tindakan kala III yang benar yakni dengan tidak menarik tali pusat sebelum
plasenta benar-benar terlepas. Bila telah terjadi invertio uteri maka tindakan yang dilakukan
adalah dengan melakukan reposisi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan yang lebih
banyak..

17
DAFTAR PUSTAKA

Bobak . 2004. Buku ajar keperawatan maternitas, edisi 4 . Jakarta: EGC

Doengoes E.Marylin.2001.Rencana Perawatan Maternal/bayi.Pedoman Untuk Perencanaan


Dan Dokumentasi Perawatan Klien.Edisi 2.Jakarta.EGC.

Esti Nugraheni.2009.Asuhan Kebidanan Patologi.Yogyakarta:Pustaka Rihama

Hanifa,dkk.2005.Ilmu Kebidanan.Edisi 3.Cetakan 7.Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo

Mansjoer arif.dkk . 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 JILID 1.FK UI . JAKARTA

Mitayani.2009. Asuhan keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Obstreti Patologi. 1984. Bagian Obstretri dan Ginekologi.FKUP Elstar:Bandung.


Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo

18
19

Anda mungkin juga menyukai