Anda di halaman 1dari 13

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PENDIDIKAN DASAR

DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi:


Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pangampu : Drs. H. Suratno H. P. M.M, M.Si

Disusun oleh:
1. Ardi Warsito (0801100205)
2. Eko Indrianto (0801100168)
3. Fredita Lugistiro (0801100194)
4. Putra Subur (0801100190)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2008

1
KATA PENGANTAR

Program Pendidikan Dasar, sebagai salah satu dimensi pengembangan


Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu bidang yang sangat vital dan
penting bagi keseluruhan pembangunan bangsa dan Negara. Hal ini sangat bisa
dipahami karena pendidikan merupakan salah satu sector penentu keberhasilan
pembangunan nasional, baik dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia, mempercepat alih ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka akselerasi kemajuan bangsa dan Negara, maupun dalam rangka
mewujudkan cita-cita pembangunan nasional, yakni : “masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”
Menyadari betapa besar peran pendidikan tersebut, kiranya sangatlah wajar
jika seluruh warga masyarakat Indonesia berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk turut serta menyukseskan Program Pendidikan Dasar. Oleh karena itu, segala
bentuk perhatian, partisipasi, dan pemikiran yang konstuktif dari semua pihak
sangat diharapkan .
Tulisan ini merupakan salah satu bentuk sumbangan pemikiran dan
sekaligus refleksi kesadaran penulis sebagai orang yang berkecimpung dalam
bidang pendidikan terhadap kewajiban dan tanggung jawab tersebut.
Harapan penulis, mudah-mudahan sumbangan pemikiran dalam bentuk
tulisan ini dapat memberikan manfaat berharga bagi Pemerintah dalam rangka
menentukan alur kebijakan kependidikan demi suksesnya Program Pendidikan
Dasar dan demi terciptanya tata laksana Sistem Pendidikan Nasional yang mantap
dan tangguh pada umumnya.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...……………………………...……………………………i


KATA PENGANTAR ..……………………………….…………………………ii
DAFTAR ISI ………………………………………..……………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Lalar Belakang………………………...……………………………1
B. Permasalahan………………………………………………………1
C. Tujuan………………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Dasar…………..………………………… 2
B. Tujuan Pendidikan Dasar……………...………………………… 2
C. Fungsi Pendidikan Dasar………………………………………… 2
BAB III MASALAH –MASALAH DIKDAS
A. Anggaran Pendidikan………………...……………………………3
B. Sarpras Pendidikan Kurang Mendukung ………………………… 4
C. Keprofesionalan Guru………………..……………………………5
D. Kesejahteraan Guru Yang Rendah…..…………………………… 6
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………9
B. Saran…………………………………..…………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyelenggaraan pendidikan diserahkan


kepada pemerintah kabupaten/kota. Tujuan sebenarnya adalah untuk meningkatkan
keberhasilan dalam pembangunan bidang pendidikan. Namun kondisi saat ini
tampaknya pemerintah kabupaten/kota dapat dikatakan belum memiliki kesiapan.

Akibatnya Pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) menghadapi masalah-


masalah yang kompleks. Di antaranya adalah masih banyak gedung dan meja/kursi
yang rusak, kekurangan buku perpustakaan, kekurangan guru, kualitas lulusan
yang rendah, masalah anggaran yang tidak mencukupi, dll.

Permasalahan dalam pendidikan yang demikian kompleks harus dipikirkan


jalan keluarnya secara sungguh-sungguh oleh pemerintah. Pemerintah, baik pusat,
propinsi maupun kabupaten tak dapat membiarkan masalah-masalah pendidikan terus
berkembang menjadi masalah yang makin sulit diatasi.

B. Permasalahan

 Masalah – masalah apa saja yang di hadapi Pemerintah dalam pelaksanaan


Pendidikan Dasar?

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk :


1. Untuk mengetahui apa saja masalah – masalah apa saja yang di hadapi
Pemerintah dalam pelaksanaan Pendidikan Dasar
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DIKDAS
Menurut PP No. 28 Tahun 1990, Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum
yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar
dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau satuan pendidikan yang
sederajat. Di akhir masa pendidikan dasar selama 6 (enam) tahun pertama (SD/MI),
para siswa harus mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN) untuk dapat
melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs) dengan lama
pendidikan 3 (tiga) tahun.
B. TUJUAN DIKDAS
Tujuan Pendidikan adalah untuk terwujudnya manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas,
berperasaan, berkemauan, dan mampu berkarya, mampu memenuhi kebutuhannya
secara wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya, berkepribadian, bermasyarakat
dan berbudaya.
Tujuan Pendidikan Dasar adalah untuk berkembangnya kemampuan dasar pada
diri peserta didik sehingga dapat mengembangkan kehidupanya sebagai pribadi,
sebagai anggota masyarakat, sebagai warga Negara, sebagai umat manusia, dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti jenjang pendidikan menengah.
C. FUNGSI DIKDAS
Fungsi Pendidikan adalah untuk mewujudkan/mengembangkan berbagai
potensi yang ada pada peserta didik dalam konteks dimensi kehidupan keberagamaan,
moralitas, induvidualitas/personalitas, sosialitas, dan keberbudayaan secara
menyeluruh dan terintegrasi.
Fungsi Pendidikan Dasar adalah :
1. Sebagai jenjang pendidikan awal dalam hubungannya
dengan jenjang pendidikan menengah
2. Untuk mewujudkan/mengembangkan berbagai potensi yang ada pada peserta
didik dalam konteks dimensi kehidupan keberagamaan, moralitas,
5
individualitas/personalitas, sosialitas, dan keberbudayaan secara menyeluruh dan
terintegrasi, sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan dasar untuk
pendidikan selanjutnya dan bekal untuk hidup dalam masyarakat.

BAB III
PERMASALAHAN DIKDAS

A. ANGGARAN PENDIDIKAN

Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) secara tegas dinyatakan: "Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional." Menurut definisi yang
berlaku umum, anggaran pendidikan adalah keseluruhan sumber daya baik dalam
bentuk uang maupun barang, yang menjadi input dan dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan pendidikan. Segenap sumber daya tersebut bisa berupa investasi
untuk pembangunan prasarana dan sarana (gedung sekolah, ruang kelas, kantor,
perpustakaan, laboratorium), biaya operasional, penyediaan buku dan peralatan, serta
gaji guru. Setiap komponen sumber daya berkaitan langsung dengan keberlangsungan
pelayanan pendidikan sehingga harus dihitung sebagai satu kesatuan pembiayaan
pendidikan.
Namun kewajiban konstitusi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran
pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi sepenuhnya hingga
saat ini. Buktinya APBN Tahun 2008 yang telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR
menetapkan alokasi anggaran pendidikan hanya 12 persen. Dalam RAPBN 2008,
alokasi untuk anggaran pendidikan hanya sebesar 12 %, jauh di bawah ketentuan
UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Formulasi anggaran
pendidikan 20% kemudian dirumuskan oleh Pemerintah dan DPR dalam UU 20/2003
tentang Sisdiknas, bahwa gaji pendidik dan biaya kedinasan tidak termasuk dalam
anggaran 20%, bahwa pemenuhan amanah konstitusi dengan cara bertahap seperti
dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU sisdiknas adalah tidak dibenarkan.
Kenyataannya APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah konstitusi.
Anggaran pendidikan masih berada pada level 11,8%. karenanya MK dalam Putusan
No. 026/PUU-IV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN
2007 menyangkut anggaran pendidikan adalah bertentangan dengan UUD 1945

6
sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemerintah mengulangi
kembali pelanggaran konstitusional pada APBN 2008 ini. Padahal, Mahkamah
Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan keputusan bahwa APBN 2006 dan APBN 2007
melanggar konstitusi. Jadi, dengan tidak tercapainya anggaran pendidikan 20% berarti
pemerintah dan DPR bersama-sama mengabaikan keputusan MK.
Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga menggetarkan kemauan politik
para penentu kebijakan di negara ini. Pengabaian juga terjadi terhadap keputusan raker
yang telah disepakati antara Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet
Indonesia Bersatu, yaitu Menko Kesra, Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pendayagunaan dan Aparatur Negara (Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas,
Menteri Agama, dan Menteri Keuangan pada 4 Juli 2005 lalu telah menyepakati
kenaikan anggaran pendidikan adalah 6,6% pada 2004, menjadi 9,3% (2005), menjadi
12% (2006), menjadi 14,7% (2007), menjadi 17,4 % (2008), dan terakhir 20,1%
(2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar 5,5%
dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6 tiriliun pada
2005. Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan
sebesar 9,7 persen dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya
sebesar 11,8 persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara
dengan Rp61,4 triliun dari total nilai anggaran Rp854,6 triliun.

B. SARPRAS PENDIDIKAN KURANG MENDUKUNG

Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selain tergantung kepada kualitas


guru juga harus ditunjang dengan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Tapi sayangnya, hingga sekarang ini, sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki
sebagian besar sekolah di Indonesia masih kurang memadai seperti fasiltas
laboratorium dan sebagainya. Sarana dan prasarana ini padahal sangat vital dalam
kegiatan proses belajar dan mengajar. Sebagian besar alat peraga di sekolah-sekolah
masih kurang terkontrol baik dari segi mutu, harga dan sikap pribadi para pengusaha
sarana pendidikan.
Padahal setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata
usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,

7
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Tanpa ada sarana dan prasarana yang mendukung proses Pendidikan,
pendidikan di Indonesia akan sulit mengalami kemajuan. Dengan terpenuhinya sarana
dan prasarana akan sangat menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan,
sebagai seorang personal pendidikan kita dituntut untuk menguasi dan memahami
administrasi sarana dan prasarana, untuk meningkatkan daya kerja yang efektif dan
efisien serta mampu menghargai etika kerja sesama personal pendidikan, sehingga
akan tercipta keserasian, kenyamanan yang dapat menimbulkan kebanggaan dan rasa
memiliki baik dari warga sekolah maupun warga masyarakat sekitarnya. Lingkungan
pendidikan akan bersifat positif atau negatif itu tergantung pada pemeliharaan sarana
dan prasarana itu sendiri.

C. KEPROFESIONALAN GURU

Guru adalah ujung tombak dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya
suatu proses pendidikan serta tinggi rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan
salah satunya oleh guru. Demikian pentingnya peranan seorang guru tentunya
membawa pada suatu tanggung jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan
suatu sikap profesionalisme yang tinggi. Dan dalam menjalankan profesinya, seorang
guru tidak hanya dituntut untuk mampu memberikan pengetahuan kepada anak
didiknya, akan tetapi juga harus mampu menanamkan suatu nilai – nilai pendidikan
dengan guru sebagai modelnya.
Dalam menjalankan profesinya, seorang guru harus melakukan dua fungsi
sekaligus yaitu; fungsinya secara moral yang mana ia diharuskan membimbing anak
didiknya tidak hanya dengan kecerdasannya akan tetapi juga dengan rasa cinta, dan
rasa tanggung jawab yang tinggi. Dan juga menjalankan fungsi kedinasannya yaitu
mendidik dan membimbing para anak didiknya agar menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa Guru adalah salah satu komponen
manusiawi dalam proses belajar – mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan SDM yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, Guru
yang merupakan salah satu unsur dibidang kependidikan harus berperan serta secara
aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan
bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para

8
siswanya pada kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Oleh karena itu menurut
saya, Guru tidak semata – mata sebagai pengajar yang melakukan transfer of
knowledge, akan tetapi juga sebagai “pendidik” yang melakukan transfer of values
dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun
siswa dalam belajar. Berkaitan dengan masalah ini, sebenarnya Guru memiliki peranan
yang unik dan sangat kompleks didalam proses belajar – mengajar, dalam usahanya
untuk mengantarkan siswa atau anak didik ke taraf yang dicita – citakan. Oleh karena
itu, setiap rencana kegiatan Guru harus dapat didudukan dan dibenarkan semata –
mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.
Berkenaan dengan peranan seorang Guru, maka profesionalisasi seorang Guru
sangatlah penting untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Namun demikian, membahas
masalah profesionalisasi seorang Guru tidak dapat lepas dari persyaratan atau
kualifikasi – kualifikasi yang harus dipenuhi. Dalam hal ini berkaitan dengan kualitas
intelektual dan mentalnya untuk menjalankan fungsinya sebagai seorang pendidik dan
pembimbing. Bagi saya secara pribadi memaknai “profesionalisme” seorang pendidik
lebih kepada aspek afeksi seorang pendidik. Dimana seorang pendidik yang tidak
profesional lebih hanya seorang “pekerja” yang hanya memberikan kewajibannya saja
untuk mengajar dan menuntut haknya “uang” semata tanpa memikirkan aspek
psikologis para murid dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Sekarang ini jarang
sekali kita temui seorang pendidik yang benar – benar berdedikasi secara luhur dan
berdasarkan panggilan hati nuraninya sebagai seorang “Guru”. Saya termasuk orang
yang kurang sependapat kalau “uang” adalah faktor utama yang dapat meningkatkan
keprofesionalisasian seseorang terhadap pekerjaannya atau lebih tepatnya tanggung
jawabnya. Kesejahteraan “uang” bukan satu – satunya alasan seorang pendidik untuk
menjadikannya sebagai senjata ampuh untuk mereka mengeluhkan keprofesionalan
pekerjaan mereka, pada akhirnya peserta didik lah yang akan menjadi korbannya.

D. KESEJAHTERAAN GURU RENDAH

Faktor lain yang menjadi masalah dalam perkembangan Pendidikan Dasar


adalah kesejahteraan guru. Hal ini sangat berimplikasi terhadap rendahnya kinerja
seorang Guru. Dalam menyikapi masalah satu ini, banyak yang pro dan kontra
terhadap masalah “kesejahteraan” yang selama ini telah menjadi permasalahan yang
belum ketemu ujung pangkalnya. Sebagian orang beranggapan bahwa sangat
kurangnya kompensasi dari pemerintah terhadap kinerja guru mengakibatkan kurang
profesionalnya para guru di negara kita selama ini. Akan tetapi ada juga yang

9
beranggapan bahwa “kesejahteraan” itu tidak dapat sepenuhnya menjamin
keprofesionalan seorang Guru dalam bekerja. Kesejahteraan itu muncul apabila
seorang Guru dapat bekerja secara profesional dan bersungguh – sungguh
menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan dan dedikasi yang tinggi terhadap
pekerjaan. Seandainya “kesejahteraan” yang diberikan terlebih dahulu kepada yang
lebih layak menerimanya terlebih dahulu adalah para pendidik yang berada
dipedalaman – pedalaman yang sudah barang tentu dedikasinya terhadap pendidikan
sangat baik. Sebagai contoh seorang “Butet” yang pendidikan terakhirnya S2, dengan
penuh dedikasi mengabdikan dirinya pada pendidikan anak – anak disuku Anak Dalam
dipedalaman Jambi dan sekarang kalau tidak salah dia berada dipedalam Papua. Kita
patut mencontoh terhadap perjuangannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa,
tanpa memikirkan kesejahteraan dan kenikmatan dunia semata. Orang semacam ini
yang seharusnya mendapatkan “kesejahteraan” yang selama ini dielu – elukan oleh
para pendidik di negara kita, dan seharusnya kita malu!
Permasalahan – permasalahan yang ada di dunia pendidikan sudah harus kita sikapi
dari sekarang, kita harus memperbaiki kesalahan – kesalahan yang telah kita lakukan
terutamanya terhadap LPTK di negara kita untuk lebih selektif dalam penerimaan
mahasiswanya. Sehingga jurusan – jurusan keguruan dan kependidikan kita sekarang
berisikan tidak hanya orang – orang “nomer dua” yang terpaksa dalam memilih
jurusan dan bukan karena panggilan hati nuraninya sebagai pendidik. Hendaknya
dilakukan seleksi yang ketat dan profesional, tidak hanya secara intelektual saja akan
tetapi juga harus diberikan tes bakat dan minat terhadap calon tenaga pendidik
tersebut, sehingga kita dapat menciptakan tenaga – tenaga pendidik yang mantap
secara intelektual dan dedikasinya terhadap dunia pendidik. Apalagi di era
pengetahuan seperti sekarang ini, apabila permasalahan – permasalahan dalam dunia
pendidikan seperti sekarang ini belum juga dapat ditanggulangi dengan segera, maka
dunia pendidikan kita akan semakin tertinggal jauh baik secara kuantitas dan
kualitasnya.
Yang sangat kita khawatirkan adalah kecenderungan orang – orang untuk
menjadi seorang pendidik hanya beralasan pada masalah “kesejahteraan” semata,
tanpa adanya panggilan hati nuraninya sebagai pendidik. Apabila ini dibiarkan maka
akan semakin membuat terperosoknya kualitas pendidikan di negara kita, khususnya
terhadap kualitas pendidik dinegara kita.
Upaya dalam menyikapi profesionalisme tenaga pendidik dalam usaha untuk
meningkatkan mutu pendidik sekaligus juga mutu peserta didik di negara kita. Salah

10
satunya melalui kebijakan mengenai sertifikasi guru yang sekarang ini sedang
digembar – gemborkan. Pada dasarnya sertifikasi adalah upaya untuk meningkatkan
profesi seorang pendidik agar setara dengan profesi – profesi yang sudah ada seperti;
dokter, pengacara, psikolog, dan lain sebagainya. Pada hakikatnya profesi adalah suatu
pernyataan atau janji seseorang yang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau
layanan karena orang tersebut merasa terpanggil menjabat pekerjaan itu. Sedangkan
sertifikasi pada hakikatnya adalah pemberian sertifikat kompetensi atau surat
keterangan sebagai pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
suatu pekerjaan setelah lulus uji kompetensi. Apabila dihubungkan dengan profesi
guru, maka sertifikasi dapat diartikan sebagai surat bukti kemampuan mengajar dalam
mata pelajaran, jenjang dan bentuk pendidikan tertentu.

11
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan sangat penting untuk perkembangan bangsa Indonesia. Terutama


Dikdas, karena pada Dikdas peserta didik akan dibentuk wataknya untuk menjadi
seperti apa nantinya. Perkembangan Pendidikan Dasar di Indonesia masih sangat jauh
dari maju karena masalah-masalah yang di hadapi Pemerintah dan Dinas Pendidikan
seperti banyak gedung dan meja/kursi yang rusak, kekurangan buku perpustakaan,
kekurangan guru, kualitas lulusan yang rendah, dan masalah anggaran yang tidak
mencukupi dan mjsih banyak lagi yang lainnya.
Dari semua masalah tadi, masalah yang paling serius adalah anggaran dari
Pemerintah yang di dalam UU tertulis 20% sampai sekarang belum terlaksana
seutuhnya, kurangnya buku-buku perpustakaan yang di gunakan untuk menambah
ilmu yang tidak diberikan di dalam pelajaran, kurangnya guru yang professional
dikarenakan kurangnya perhatian Pemerintah terhadap kesejahteraan guru.
Kesejahteraan guru akan berakibat profesinal atau tidaknya seorang guru.

B. SARAN

Masalah-masalah yang dijelaskan di atas hanyalah masalah-masalah yang


menurut penulis penting dari sekian banyak masalah yang di hadapi pemerintah.
Makalah ini sifatnya hanyalah sebagai pengantar belajar mahasiswa, jadi pembaca bisa
menambahkan masalah-masalah apa saja yang sampai saat ini masih di hadapi
pemerintah.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
melengkapi dan memperbaiki makalah kami yang selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

 Wahjoetomo, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.


Gramedia Widiasarana. Jakarta. 1993.
 www.google.com
 Prof. Dr. Waini Rasyidin. Landasan Filosofis Pendidikan
Dasar.
 Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Nomor : 01 Kep./ Menko / Kesra / I /1991 tentang Tim
Koordinasi Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
 Tim Peneliti Universitas Merdeka Malang. 1993. Laporan
Hasil Penelitian tentang Kesiapan Pelaksanaan Program Wajib Belajar
9 Tahun. Malang : Lembaga Penelitian UNMER Malang.

13

Anda mungkin juga menyukai