Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Definisi
ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins. ARIMA
sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek, sedangkan untuk
peramalan jangka panjang ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya akan
cenderung flat (mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang.
Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model
yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam membuat peramalan.
ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk
menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika
observasi dari deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama
lain (dependent).
1.2 Model Matematis dan Algoritma Pokok Analisis
Model ARIMA terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu tahap identifikasi, tahap
penaksiran dan pengujian, dan pemeriksaan diagnostik. Selanjutnya model
ARIMA dapat digunakan untuk melakukan peramalan jika model yang diperoleh
memadai.

Gambar 1.1 Skema Pendekatan Box Jenkins


2

1.3 Stasioneritas dan Nonstasioneritas


Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala bersifat
nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya
berkenaan dengan deret berkala yang stasioner.
Stasioneritas berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data.
Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain,
fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung
pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut pada pokoknya tetap konstan setiap
waktu.
Suatu deret waktu yang tidak stasioner harus diubah menjadi data stasioner
dengan melakukan differencing. Yang dimaksud dengan differencing adalah
menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai selisih yang diperoleh
dicek lagi apakah stasioner atau tidak. Jika belum stasioner maka dilakukan
differencing lagi. Jika varians tidak stasioner, maka dilakukan transformasi
logaritma.
1.4 Klasifikasi model ARIMA
Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu: model
autoregressive (AR), moving average (MA), dan model campuran ARIMA
(autoregresive moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model
pertama.
1. Autoregressive Model (AR)
Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p (AR(p)) atau model
ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 1.2 Model AR


2. Moving Average Model (MA)
Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q)
dinyatakan sebagai berikut:
3

Gambar 1.3 Model MA


3. Model campuran
a. Proses ARMA
Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni,
misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 1.4 Model ARMA


b. Proses ARIMA
Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA,
maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus
sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut:

Gambar 1.5 Model ARIMA


4

BAB II
DESKRIPSI KERJA

2.1 Studi Kasus


Pada kasus kali ini praktikan akan membahas mengenai peramalan
menggunakan metode ARIMA. Pada tabel 2.1 disajikan data IHSG harian selama
48 hari. Praktikan diminta untuk membuat model dari hasil overfitting kemudian
lakukan peramalan untuk lima hari kedepan dengan metode ARIMA.
Tabel 2.1 Data IHSG harian

2.2 Langkah Kerja


Langkah kerja yang digunakan untuk menyelesaikan studi kasus diatas
adalah sebagai berikut:
1. Buka program EViews sehingga muncul tampilan seperti gambar 2.1

Gambar 2.1 Tampilan halaman utama Eviews


2. Kemudian klik Create a new EViews workfile sehingga akan muncul
tampulan seperti gambar 2.2. Kemudian pada frequency pilih integer date.
Karena data yang akan diinputkan berjumlah 48, maka pada start date
isikan angka 1 dan pada end date isikan dengan angka 48. Kemudian klik
OK.
5

Gambar 2.2 Tampilan halaman Workfile Create


3. Lalu klik Object > New object sehingga muncul tampilan seperti gambar
2.3. Pada Type of Object pilih Series kemudian beri nama untuk data pada
kotak Name for Object. Kemudian klik OK.

Gambar 2.3 Tampilan halaman New Object


4. Kemudian double klik pada series yang telah dibuat, dalam hal ini
laporan4, sehingga muncul lembar kerja seperti gambar 2.4 Lalu klik edit
untuk memasukkan data ke lembar kerja.
6

Gambar 2.4 Tampilan halaman workfile


5. Selanjutnya untuk mengetahui visualisasi atau gambaran dari data dapat
dilakukan dengan klik View > Graph sehingga akan muncul tampilan
seperti gambar 2.5. Kemudian klik OK untuk menampilkan grafik.

Gambar 2.5 Tampilan halaman Graph Options


6. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian stasioneritas. Hal ini
dapat dilakukan dengan ADF Unit Root Test dengan cara klik View > Unit
Root Test > OK. Sehingga muncul hasil uji ADF seperti gambar 2.6
7

Gambar 2.6 Pengujian stasioneritas


7. Selain melakukan uji stasioneritas, uji normalitas juga perlu dilakukan
untuk lebih meyakinkan apakah data stasioner dalam variansi. Uji
normalitas dapat dilakukan dengan klik View > Descriptive Statistics &
Test > Histogram and Stats. Sehingga muncul hasil dari pengujian Jarque-
Bera seperti gambar 2.7

Gambar 2.7 Pengujian normalitas


8. Jika diketahui data tidak stasioner dalam mean dan varians maka perlu
dilakukan transformasi dan difference terlebih dahulu. Namun, dalam
kasus ini diperoleh data telah stasioner dalam mean dan varians sehingga
praktikan dapat melanjutkan ke langkah selanjutnya yaitu identifikasi
8

model. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat Correlogram


yang dapat dibuat dengan klik View > Correlogram > OK sehingga
muncul tampilan seperi gambar 2.8.

Gambar 2.8 Identifikasi model


9. Setelah mendapatkan model sementara dari peramalan, langkah
selanjutnya yaitu melakukan estimasi model yang dapat dilakukan dengan
klik Quick > Estimation Equation. Kemudian tuliskan sintak dari setiap
model sementara yang telah didapatkan. Lalu klik OK.

Gambar 2.9 Estimasi model c AR Gambar 2.10 Estimasi model AR


9

Gambar 2.11 Estimasi model c MA Gambar 2.12 Estimasi model MA


10. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji diagnostik. Hal pertama yang
dilakukan adalah menguji normalitas dengan pilih menu bar View >
Residual Test > Histogram-Normality Test > OK. Lakukan hal ini ke
setiap model yang signifikan.

Gambar 2.13 Uji normalitas residual model c AR


11. Langkah kedua dalam uji diagnostik adalah menguji ada tidaknya
autokorelasi pada data. Klik View > Residual Test > Correlogram-Q-
Statistics > OK. Ulangi langkah ini ke setiap model yang signifikan.
10

Gambar 2.14 Autokorelasi model c AR


12. Langkah ketiga adalah uji homoskedastisitas. Klik View > Residual Test >
Correlogram-Squared Residuals > OK. Ulangi langkah ini ke setiap
model yang signifikan

Gambar 2.15 Pengujian homoskedastisitas model c AR


13. Setelah mendapatkan nilai-nilai dari uji diagnostik, maka dapat ditentukan
model terbaik yang digunakan dalam peramalan dengan membandingkan
nilai AIC, SC, ARS, normalitas, autokorelasi dan homoskedastisitas.
Setelah menentukan metode terbaik, maka dapat dilakukan peramalan
dengan mengubah range data dengan cara double klik pada bagian range
11

1-48. Kemudian ganti angka pada End Date menjadi 50. Kemudian klik
OK. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.16

Gambar 2.16 Tampilan halaman Workfie Structure


14. Setelah muncul pertanyaan “Resize involves interesting 2 observation.
Continue?”, maka pili “Yes”.

Gambar 2.17 Tampilan Resize involves


15. Kemudian melakukan peramalan periode selanjutnya dengan memilih
menu bar Quick > Estimate Equation serta menuliskan syntak dari model
terbaik yang telah dipilih. Kemudian klik OK. Lihat gambar 2.18

Gambar 2.18 Metode c AR


12

16. Setelah muncul hasil dari langkah 15, klik Forecast sehingga muncul
tampilan seperti gambar 2.19. Jika ingin meramalkan satu periode kedepan
ganti forecast sample menjadi 1 49 dan pilih Static forecast pada method.
Kemudian klik OK. Hasil peramalan dapat dilihat pada workfile utama
dengan nama obyek series “laporan4f”.

Gambar 2.19 Peramalan menggunakan metode c AR


13

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Plot Data


Sebelum melakukan analisis runtun waktu, penting untuk mengetahui pola
data yang akan diolah. Pola data yang dihasilkan ini nantinya akan digunakan
untuk menentukan metode peramalan. Berdasarkan data data IHSG harian selama
48 hari, grafik yang dihasilkan adalah seperti gambar 3.1.
LAPORAN4
360

320

280

240

200

160

120
5 10 15 20 25 30 35 40 45

Gambar 3.1 Visualisasi data


Pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa data memiliki pola data stasioner
atau horizontal karena pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang
konstan.

3.2 Cek Stasioner


Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecekan terhadap kestasioneran
data. Dalam tahap ini terdapat dua jenis kestasioneran yang akan diuji, yaitu
stasioner dalam mean dan stasioner dalam variansi. Berikut merupakan
pengecekan stasioner dalam mean:
i. Hipotesis
H0 : Data mengandung unit root atau tidak stasioner dalam mean
H1 : Data tidak mengandung unit root atau stasioner dalam mean
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
14

iii. Daerah Kritis


Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.2 Uji stasioner dalam mean


v. Keputusan
Karena p-value < α yaitu 0,0003 < 0,05 maka tolak H0
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa data
tidak mengandung unit root artinya data stasioner dalam mean.
Selanjutnya adalah pengecekan stasioner dalam variansi sebagai berikut:
i. Hipotesis
H0 : Data berdistribusi normal atau stasioner dalam variansi
H1 : Data tidak berdistribusi normal atau tidak stasioner dalam variansi
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
iii. Daerah Kritis
Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.3 Uji stasioner dalam variansi


15

v. Keputusan
Karena p-value > α yaitu 0,4026 > 0,05 maka gagal tolak H0
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal artinya data stasioner dalam variansi.

3.3 Identifikasi dan Estimasi Model


Tahap ketiga yang harus dilakukan dalam peramalan ARIMA adalah
identifikasi model. Untuk mengetahui model-model yang sesuai untuk peramalan
dapat dilihat pada Correlogram pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Correlogram


Karena tidak dilakukan difference, maka model yang diperoleh adalah model
ARMA. Sehingga estimasi model yang didapatkan dari correlogram tersebut
adalah sebagai berikut:
a. ARMA (1,0) c
b. ARMA (1,0)
c. ARMA (0,1) c
d. ARMA (0,1)
16

3.4 Overfitting
3.4.1 ARMA (1,0) c
i. Hipotesis
H0 : Koefisien signifikan terhadap model
H1 : Koefisien tidak signifikan terhadap model
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
iii. Daerah Kritis
Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.5 Overfitting model ARMA(1,0)c


v. Keputusan
Karena p-value < α yaitu 0,000 < 0,05 maka tolak H0
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien signifikan terhadap model.

3.4.2 ARMA (1,0)


i. Hipotesis
H0 : Koefisien signifikan terhadap model
H1 : Koefisien tidak signifikan terhadap model
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
17

iii. Daerah Kritis


Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.6 Overfitting model ARMA(1,0)


v. Keputusan
Karena p-value < α yaitu 0,000 < 0,05 maka tolak H0
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien signifikan terhadap model.

3.4.3 ARMA (0,1) c


i. Hipotesis
H0 : Koefisien signifikan terhadap model
H1 : Koefisien tidak signifikan terhadap model
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
iii. Daerah Kritis
Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji
18

Gambar 3.7 Overfitting model ARMA(0,1)c


v. Keputusan
Karena p-value < α yaitu 0,000 < 0,05 maka tolak H0
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien signifikan terhadap model.

3.4.4 ARMA (0,1)


i. Hipotesis
H0 : Koefisien signifikan terhadap model
H1 : Koefisien tidak signifikan terhadap model
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
iii. Daerah Kritis
Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.8 Overfitting model ARMA(0,1)


19

v. Keputusan
Karena p-value < α yaitu 0,000 < 0,05 maka tolak H0
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien signifikan terhadap model.
Dari overfitting yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa seluruh
model memiliki koefisien yang signifikan terhadap model.

3.5 Diagnostik Cek


3.5.1 Uji Normalitas Residual
i. Hipotesis
H0 : Data berdistribusi normal atau stasioner dalam variansi
H1 : Data tidak berdistribusi normal atau tidak stasioner dalam variansi
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
iii. Daerah Kritis
Tolak H0 jika p-value < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.9 Uji Normalitas Residual model ARMA(1,0)c

Gambar 3.10 Uji Normalitas Residual model ARMA(1,0)


20

Gambar 3.11 Uji Normalitas Residual model ARMA(0,1)c

Gambar 3.12 Uji Normalitas Residual model ARMA(0,1)


v. Keputusan
- Untuk model ARMA (1,0)c gagal tolak H0 karena p-value > α
yaitu 0,192 > 0,05
- Untuk model ARMA (1,0) gagal tolak H0 karena p-value > α yaitu
0,137 > 0,05
- Untuk model ARMA (0,1)c gagal tolak H0 karena p-value > α
yaitu 0,29 > 0,05
- Untuk model ARMA (0,1) gagal tolak H0 karena p-value > α yaitu
0,321 > 0,05
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh model memiliki residual yang berdistribusi normal.

3.5.2 Uji Autokorelasi


i. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat autokorelasi antar residual
H1 : Terdapat autokorelasi antar residual
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
21

iii. Daerah Kritis


Tolak H0 jika p-value (Q-stat) < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.13 Uji Autokorelasi Gambar 3.15 Uji Autokorelasi


Residual model ARMA(1,0)c Residual model ARMA(0,1)c

Gambar 3.14 Uji Autokorelasi Gambar 3.16 Uji Autokorelasi


Residual model ARMA(1,0) Residual model ARMA(0,1)
vii. Keputusan
- Untuk model ARMA (1,0)c gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
- Untuk model ARMA (1,0) gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
- Untuk model ARMA (0,1)c gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
- Untuk model ARMA (0,1) gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
22

viii. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh model tidak memiliki autokorelasi antar residual.

3.5.3 Uji Homoskedastisitas


i. Hipotesis
H0 : Residual bersifat homoskedastisitas
H1 : Residual tidak bersifat homoskedastisitas
ii. Tingkat Signifikansi
α = 0,05
iii. Daerah Kritis
Tolak H0 jika p-value (Q-stat) < α
iv. Statistika Uji

Gambar 3.17 Uji Homoskedastisitas Gambar 3.18 Uji Homoskedastisitas


Residual model ARMA(1,0)c Residual model ARMA(0,1)c
23

Gambar 3.19 Uji Homoskedastisitas Gambar 3.20 Uji Homoskedastisitas


Residual model ARMA(1,0) Residual model ARMA(0,1)
v. Keputusan
- Untuk model ARMA (1,0)c tolak H0 karena terdapat Q-stat<α
- Untuk model ARMA (1,0) gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
- Untuk model ARMA (0,1)c gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
- Untuk model ARMA (0,1) gagal tolak H0 karena seluruh Q-stat>α
vi. Kesimpulan
Dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa
model ARMA(1,0)c memiliki residual yang tidak bersifat
homoskedastisitas sedangkan model lainnya memiliki residual yang
bersifat homoskedastisitas.
3.6 Pemilihan Model
Berdasarkan seluruh uji yang dilakukan, maka dapat dibuat matriks
perbandingan antara keempat model tersebut sebagai berikut:
Tabel 3.1 Matriks perbandingan keempat model
ARMA(1,0)c ARMA(1,0) ARMA(0,1)c ARMA(0,1)
ARS 0.21 0.0029 0.202 -6.95
AIC 10.64 10.95 10.7 12.96
SC 10.76 11.03 10.82 13.04
Normalitas v v v v
Tidak ada autokorelasi v v v v
Homoskedastisitas x v v v
24

Berdasarkan matriks perbandingan pada tabel 3.1 maka model terbaik yang
digunakan adalah model ARMA (1,0) karena memiliki nilai ARS (Adjusted R-
Square), AIC (Aikake info criterion) dan SC (Schawartz criterion) yang kecil.

3.7 Peramalan
Dengan menggunakan model yang telah dipilih maka diperoleh hasil
peramalan sebagai berikut:

Gambar 3.21 Visualisasi peramalan

Gambar 3.22 Hasil peramalan


Dari gambar 3.22 diperoleh hasil peramalan untuk data IHSG pada hari ke
49 sebesar 264,3236
25

BAB IV
PENUTUP

Dari berbagai hal yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Data IHSG memiliki pola data stasioner atau horizontal
2. Data IHSG stasioner dalam mean dan variansi sehingga tidak diperlukan
difference
3. Estimasi model yang didapatkan adalah sebagai berikut: ARMA (1,0) c
; ARMA (1,0) ; ARMA (0,1) c ; ARMA (0,1)
4. Berdasarkan overfitting yang dilakukan model terbaik yang digunakan
adalah model ARMA (1,0) karena memiliki nilai ARS (Adjusted R-
Square), AIC (Aikake info criterion) dan SC (Schawartz criterion) yang
kecil
5. Diperoleh hasil peramalan untuk data IHSG pada hari ke 49 sebesar
264,3236
26

DAFTAR PUSTAKA

Deden. Summary (Diktat Kuliah ADW). STIS. 2004.


Hendranata, Anton. ARIMA (Autoregressive Moving Average), Manajemen
Keuangan Sektor Publik FEUI, 2003.

Anda mungkin juga menyukai