Anda di halaman 1dari 36

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Superabsorbent Polymer (SAP)

Polimer merupakan suatu makromolekul yang tersusun dari unit sederhana

secara berulang yang disebut monomer, yang biasanya dihubungkan dengan

ikatan kimia kovalen maupun interaksi non kovalen, dan memiliki massa molekul

relative (Mr) yang besar. Struktur polimer tidak hanya yang linier (rantai lurus),

ada juga yang bercabang dan membentuk jaringan ikat silang (network)

(Muthoharoh, 2012).

Superabsorbent polymer (SAP) atau hydrogel adalah jaringan rantai

polimer tiga dimensi dengan ikatan silang ringan yang membawa disosiasi gugus

fungsi ionik seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan

gugus lainnya. SAP ini memiliki sifat dasar dapat menyerap fluida lebih dari 15

kali berat keringnya sendiri, bisa menggembung (swelling) karena meningkatnya

entropi jaringan polimer dan fluida yang telah diserap sukar untuk lepas. SAP

tersebut tidak larut oleh solvasi molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen

karena adanya gugus ionik alami dan struktur yang saling bersambungan

(interconnected) (Anah, dkk., 2010). Superabsorbent ini juga disebutkan dapat

mengabsorpsi sejumlah besar air, larutan garam, dan cairan dengan daya serap

mulai 10 hingga 1000 kali dari bobot awalnya (Ramadhani, 2009).

Water absorption capacity (WAC) adalah karakteristik utama untuk

superabsorbent. Karena karakteristiknya yang unggul maka superabsorbent

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8

banyak dipakai secara luas seperti dalam bidang agrikultur, holtikultur, sanitary

dan medis. Kemampuan gel yang menggembung dan melepaskan air ke

sekelilingnya secara terkendali telah menjadikan material superabsorbent dipakai

untuk produk-produk pengendali kelembaban, keperluan farmasi, dan sebagai

pengkondisi tanah. Pada tahap preparasi, salah satu cara untuk mensintesa

superabsorbent adalah melalui kopolimerisasi cangkok (Anah, dkk., 2010).

Ikatan utama polimer superabsorbent adalah gugus hidrofilik misalnya

terdiri dari gugus asam karboksil (-COOH) yang mudah menyerap air. Ketika

polimer superabsorbent dimasukkan dalam air atau pelarut akan terjadi interaksi

antara polimer dengan molekul air. Interaksi yang terjadi adalah hidrasi.

Mekanisme hidrasi yang terjadi adalah ion dari zat terlarut dalam polimer seperti

COO- dan Na+ akan tertarik dengan molekul polar air seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Mekanisme Hidrasi Polimer Superabsorbent (Elliott, 1997)

Berikut ini merupakan contoh ilustrasi penggembungan dari material SAP

ionik berbasis akrilat.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
9

Gambar 2.2 Ilustrasi dari jenis material SAP ionik berbasis akrilat (a)
Perbandingan visual dari SAP kering (kanan) dan pada keadaan menggembung
(kiri), sampel ini dipreparasi dari teknik polimerisasi inverse-suspension (b)
Skema dari penggembungan SAP (Zohuriaan- Mehr, et al., 2008).

Untuk menghindari terjadinya pelarutan/degradasi, pengontrolan dan

pengikat silang diperkenalkan dalam superabsorbent (Muthoharoh, 2012).

Adanya ikatan silang dalam polimer superabsorbent menyebabkan polimer tidak

larut dalam air atau pelarut. Dalam proses pembuatan polimer superabsorbent,

polimer yang digunakan harus memenuhi persyaratan diantaranya yaitu bersifat

hidrofilik, tidak larut dalam air dan mempunyai gugus fungsi yang bersifat ionik

(Swantomo, dkk., 2008).

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
10

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas dan laju absorbsi

serta kekuatan swelling dari SAP, antara lain adalah konsentrasi agen pengikat

silang (crosslinker), inisiator, monomer, suhu reaksi, ukuran pori dan tautan silang

permukaan seperti yang ditunjukan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Pengaruh dari Faktor Main Synthetic (Internal, Structural)


Terhadap Material SAP a

Variasi dalam faktor Kekuatan


Kapasitas Laju Fraksi
sintesisb penggembungan
absorpsi absorpsi kelarutan
gel atau AUL
Peningkatan konsentrasi
- - + -
crosslinker
Peningkatan konsentrasi
+ - - +
inisiator
Peningkatan konsentrasi
- + - +
monomer
Peningkatan suhu reaksi + - - +
Peningkatan partikel
xC + - -+
porositas
Permukaan silang - -+ + -+
Keterangan :
(a) = meningkat, - = menurun, -+ = bervariasi, tergantung pada reagen dan / atau
teknik yang digunakan. (b) Setiap faktor ini dianggap di bawah nilai konstan
faktor lain. (c) Beberapa penulis telah melaporkan peningkatan penyerapan,
bagaimanapun, tidak ada kenaikan penyerapan logis yang diamati jika metode
yang lebih akurat yang digunakan untuk pengukuran pembengkakan, misalnya,
metode sentrifugasi (Zohuriaan- Mehr, et al., 2008).

Menurut sumbernya SAP dibagi menjadi dua kelas utama, yaitu : sintetik

(petrokimia-based) dan alami. SAP alami dapat dibagi menjadi dua kelompok

utama, yaitu : SAP yang berdasarkan polisakarida dan berdasarkan polipeptida

(protein). SAP yang berbasis alami biasanya dibuat melalui penambahan beberapa

bahan sintetik ke substrat alami, misalnya kopolimerisasi cangkok monomer vinil

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
11

pada polisakarida (Zohuriaan-Mehr, et al., 2008). Berdasarkan morfologinya,

absorben ini diklasifikasikan menjadi absorben serbuk, partikel, bola, serat,

membran, dan emulsi. Pembuatannya dapat dibedakan atas polimer cangkokan

dan ikatan silang (Ramadhani, 2009).

SAP juga dapat dikategorikan menjadi empat kelompok berdasarkan ada

atau tidak adanya muatan listrik yang terletak di rantai silang:

1. non-ionik

2. ionik (termasuk anionik dan kationik)

3. elektrolit amfoter (amfolitik)

4. zwitterionik (polybetaines) mengandung kedua kelompok anionik dan

kationik di setiap unit ulang struktur (Buchholz, 2006).

Dalam proses pembuatan polimer superabsorbent, polimer yang

digunakan harus memenuhi persyaratan diantaranya yaitu mempunyai gugus

fungsi yang bersifat ionik. Asam poliakrilat dan poliakrilamida merupakan bahan

polimer superabsorbent yang paling banyak digunakan karena mempunyai daya

afinitas yang paling baik.

Dilihat dari pembuatannya, SAP dapat disintesis melalui polimerisasi

cangkok (graft), polimerisasi proses ikat silang (crosslinking), dan sebagainya.

Banyak jenis SAP yang beredar dipasaran, sebagian besar berupa kopolimer

terikat silang akrilat dan asam akrilat, dan polimer cangkok pati-asam akrilat yang

disintesis melalui suspensi invers, polimerisasi emulsi, dan polimerisasi larutan.

Teknik-teknik polimerisasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Polimerisasi Bulk

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
12

Polimerisasi bulk adalah teknik sederhana yang hanya melibatkan monomer

dan monomer-larutan inisiator. Tingkat polimerisasi yang tinggi dan derajat

polimerisasi terjadi karena tingginya konsentrasi monomer. Keuntungan dari

polimerisasi bulk adalah dapat memproduksi polimer yang berat molekul

tinggi dengan kemurnian yang tinggi. SAP poliakrilat disintesis dengan teknis

tersebut.

b. Polimerisasi Larutan (proses ikat silang)

Dalam polimerisasi ini, monomer ionik atau monomer netral dicampur

dengan agen pengikat silang. Proses polimerisasi diinisiasi secara termal

dengan radiasi UV atau dengan sistem sebuah inisiator redoks. Kehadiran

pelarut sebagai pemberi panas adalah keuntungan utama dari polimerisasi

larutan dibanding polimerisasi bulk. Pembuatan SAP memerlukan pencucian

dengan air suling untuk menghilangkan monomer yang tidak bereaksi,

oligomer, agen pengikat silang, inisiator, polimer yang larut dan terekstrak,

dan pengotor lainnya.

c. Polimerisasi suspensi atau polimerisasi suspensi invers

Polimerisasi suspensi adalah sebuah metoda untuk mempersiapkan SAP

mikropartikel dengan rentang ukuran 1 µm sampai 1 mm. Dalam polimerisasi

suspensi, larutan monomer tersebar dalam non pelarut membentuk tetesan

monomer, yang distabilkan oleh penambahan stabiliser. Polimerisasi dimulai

oleh radikal dari dekomposisi termal sebuah inisiator.

d. Polimerisasi iradiasi

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13

Radiasi pengion energi tinggi, seperti sinar gamma, dan sinar elektron, telah

digunakan sebagai inisiator untuk mempersiapkan SAP senyawa tak jenuh.

Iradiasi larutan polimer berair menghasilkan pembentukan radikal pada rantai

polimer. Juga, radiolisis menghasilkan pembentukan molekul air, yang juga

menyerang rantai polimer sehingga membentuk makroradikal. Contoh

polimer terikat silang dengan metode radiasi yaitu poli (vinil alkohol), poli

(etilen glikol) dan poli (asam akrilat). Keuntungan utama dari inisiasi radiasi

dibandingkan inisiasi secara kimia adalah produk relatif murni dan SAP

bebas inisiator (Kiatkamjornwong, 2007)

2.2 Selulosa

Selulosa adalah pembentuk struktur material dari sebagian besar dinding

sel tumbuhan, umumnya digunakan sebagai bahan pakaian, serat, kertas dan

bahan bangunan serta merupakan material polimer alam yang dapat diperbaharui.

Selulosa merupakan polimer hidrofilik dengan tiga gugus hidroksil reaktif pada

tiap unit hidroglukosa, tersusun atas ribuan gugus anhidroglukosa yang

tersambung melalui ikatan 1,4-β-glukosida membentuk molekul berantai yang

yang panjang dan linier. Gugus hidroksil ini telah dimanfaatkan untuk

memodifikasi selulosa dengan memasukkan gugus fungsi tertentu pada selulosa

melalui teknik grafting (penempelan/pencangkokan). Struktur kimia dari

monomer yang tercangkok ke selulosa akan mempengaruhi sifat-sifat dari

selulosa tercangkok seperti karakter hidrofilik dan hidrofob, peningkatan

elastisitas, daya absorbsi terhadap zat warna dan air, kemampuan sebagai penukar

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14

ion dan ketahanan terhadap panas (Suka, 2010). Struktur dari selulosa ditunjukan

pada gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Struktur Selulosa (Jumantara, 2011)

Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai

penyerap karena gugus –OH yang terikat dapat berinteraksi dengan komponen

absorbat. Keberadaan gugus –OH pada selulosa dan hemiselulosa menyumbang

polaritas pada polimer tersebut. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa akan

menyerap senyawa yang bersifat polar dari pada yang kurang polar.

Selulosa berbentuk serat/fibril dengan berat molekul bervariasi antara

500.000 sampai 1.500.000 dan jumlah segmennya antara 300 sampai 9000. Ikatan

hidrogen baik intramolekul maupun intermolekul terbentuk di antara gugus

hidroksil pada selulosa. Meskipun selulosa memiliki kristalinitas yang tinggi

dengan susunan rantai yang teratur, selulosa juga memiliki bagian yang kurang

teratur yang disebut fasa amorf. Selain itu, walaupun tidak dapat larut dalam air,

selulosa dapat mengalami penggembungan (swelling) dalam pelarut yang mampu

berikatan hidrogen. Tingkat penggembungan selulosa bergantung pada pelarut

yang digunakan dan sifat alami selulosa. Jenis penggembungan yang terjadi dapat

berupa penggembungan interfibriler maupun intrafibriler. Pada penggembungan

interfibriler, pelarut hanya masuk ke daerah mikrofibriler yang tidak teratur

(amorf), sedangkan pada penggembungan intrafibriler penggembungan terjadi

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
15

pada daerah kristalin. Reaktivitas selulosa dipengaruhi pula oleh morfologi

selulosa itu sendiri. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah amorf

sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sementara gugus hidroksil yang berada

dalam daerah kristalin sulit bereaksi dengan pelarut karena adanya ikatan antar

rantai yang kuat (Desiani, 2008).

2.2.1 Selulosa Bakterial

Selulosa merupakan polisakarida yang diperoleh dari sel tumbuhan, tetapi

selulosa juga dapat dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme tertentu. Selulosa

tersebut kemudian dikenal sebagai bioselulosa atau selulosa bakterial. Selulosa

dari tumbuhan dan selulosa bakterial memiliki struktur kimia yang sama namun

berbeda dalam sifat fisika dan kimia. Keunggulan selulosa bakterial dibandingkan

selulosa tumbuhan adalah bersifat lebih murni, bebas hemiselulosa atau lignin,

memiliki derajat polimerisasi dan derajat kristalinitas yang tinggi (> 60 %), dapat

ditumbuhkan dalam berbagai variasi substrat, serta memilki sifat fisik dan

mekanik yang kuat (Desiani, 2008). Diameter selulosa bakterial sekitar 1/100

selulosa tanaman dan modulus Youngnya hampir sama dengan alumunium.

Sehingga selulosa bakterial diharapkan dapat menjadi biopolimer baru yang

bersifat biodegradable. Gambar 2.4 memperlihatkan foto yang diambil dengan

SEM dari selulosa bakterial.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
16

Gambar 2.4 Foto SEM Selulosa Bakterial (Lindu, 2010)

Selulosa bakterial mengandung selulosa 1α kira-kira 60%, hal ini berbeda

dengan selulosa yang berasal dari tanaman (misalnya rami dan kapas) yang

mengandung selulosa 1α hanya 30%, sedangkan sisanya selulosa 1β. Selulosa

bakterial merupakan salah satu produk metabolit dari mikroorganisme genus

acetobacter, agrobacterium, rhizobium, sarcina, dan valonia. Selulosa bakterial

yang paling efisien adalah acetobacter xylinum yang akhir-akhir ini

diklasifikasikan ulang sebagai gluconacetobacter xylinus. Setelah pemurnian dan

pengeringan, serat selulosa bakterial akan mempunyai penampakan yang sama

dengan kertas perkamen, dengan ketebalan antara 0,01-0,05 mm. produk ini

mempunyai sifat yang baik sekali untuk dimodifikasi. Sifat-sifat tersebut

diantaranya mempunyai kemurnian yang tinggi, derajat kristalinitas yang tinggi,

densitas sekitar 300-900 kg/m3, kekuatan tarik, elastisitas dan kekenyalan,

ketahanan gesek, kemampuan menyerap air dan menahan air yang tinggi, serta

mempunyai ketebalan dari mikrofibril di bawah 100 nm. Selain itu selulosa

bakterial dapat dibiodegradasi dan didegradasi secara biologi (biodegredable),

tidak beracun dan tidak menimbulkan alergi (Puspitasari, 2006).

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
17

Menurut Brown dalam Rachmawati (2007), dilaporkan bahwa galur

Acetobacter tertentu dapat menghasilkan pelikel putih bergelatin ekstraseluler

yang kelak diidentifikasi sebagai BC pada permukaan media air dalam sistem

kultur diam. Produk BC dari suatu galur Acetobacter murni secara kimiawi, yaitu

bebas dari lignin dan hemiselulosa serta produk-produk biogenik. Karena itu, BC

dapat dimurnikan dari media dan sel-sel bakteri yang terperangkap di dalamnya

dengan perlakuan lembut memakai larutan basa encer, misalnya NaOH 0,1N

selama 20 menit pada suhu 80⁰C.

2.2.2 Selulosa Bakterial Nata De Soya

Menurut istilah, nata berasal dari bahasa spanyol, dari kata “natare” yang

berarti terapung-apung (melayang), yaitu suatu produk fermentasi oleh bakteri

Acetobacter xylinum pada media yang mengandung gula, menyukai lingkungan

yang asam dan membutuhkan sumber nitrogen untuk aktivitasnya. Nata dapat

dihasilkan dari proses fermentasi berbagai macam bahan seperti air kelapa (nata

de coco), limbah cair tahu (nata de soya), air cucian atau rendaman beras (nata de

oryza), air teh (kombucha), sari buah nanas (nata de pina), dan lain sebagainya

(Desiani, 2008).

Nata de soya adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa

atau disebut juga BC. Massa ini berasal dari pertumbuhan bakteri dengan limbah

tahu sebagai media. Limbah tahu dapat dijadikan media karena komposisinya

yang mengandung sumber nitrogen dan karbon (Rachmadetin, 2007). Limbah

cair tahu (whey) mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media

fermentasi bakteri. Air Limbah tahu bersifat asam dan mengandung nutrient yang

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
18

larut dalam air sehingga cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum,

yang merupakan bakteri yang digunakan dalam pembuatan nata. Nata de soya

dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri asam asetat

bersifat aerob, pada media cair dapat membentuk lapisan yang dapat mencapai

ketebalan beberapa cm, kenyal, putih dan lebih lembut. Tahap-tahap dalam

pembuatan nata de soya sama dengan pembuatan nata pada umumnya.

2.3 Asam Akrilat

Asam akrilat atau asam 2-propenoat merupakan asam karboksilat tidak

jenuh paling sederhana yang memiliki satu ikatan rangkap dan gugus karboksil

dengan rumus CH2=CHCOOH. Asam akrilat mempunyai gugus fungsi yang

diperlukan untuk polimerisasi. Keadaan murni dari asam akrilat adalah larutan

jernih, tidak berwarna dengan karakteristik bau menyengat. Asam akrilat larut

dalam air dan alkohol. Asam akrilat mengalami reaksi pada gugus karboksilat dan

ketika bereaksi dengan alkohol akan membentuk ester. Asam akrilat dan esternya

mengalami reaksi pada ikatan rangkap dan dengan mudah bergabung dengan

molekul lainnya atau monomer lain (seperti amida, metakrilat, asetonitril, vinil,

stiren dan butadiena) membentuk homopolimer atau kopolimer yang digunakan

untuk pelapis, perekat, elastomer, polimer superabsorbent, flokulan dan plastik.

Berikut merupakan struktur dari asam akrilat pada gambar 2.5 serta sifat fisik dan

sifat kimianya pada tabel 2.2

Gambar 2.5 Asam Akrilat

Tabel 2.2. Sifat Fisika dan Kimia Asam Akrilat

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
19

Keadaan Fisik : Larutan Jernih


Titik Leleh (⁰C) :14
Titik Didih (⁰C) : 141
BM : 72,06 g/mol
Kelarutan : Larut dalam air dingin,
sedikit larut dalam aseton,
tidak larut dalam dietil eter
Berat Jenis (g/mL) : 1,05
Viskositas (cP) : 1,3 pada suhu 20⁰C
Suhu kritis (⁰C) : 342
Sumber : Material Safety Data Sheet (MSDS), 2012

Monomer akrilik adalah bahan kimia yang sangat reaktif dan oleh karena

itu sangat berguna, hampir eksklusif sebagai perantara dalam produksi bahan

lainnya. Asam akrilat (AA) adalah salah satu jenis monomer hidrofilik yang

dalam bentuk ioniknya (COO-) mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan

paling popular dipakai sebagai bahan dasar superabsorbent. Namun demikian,

sintesis AA menjadi poli asam akrilat (PAA) sukar dilakukan baik secara reaksi

kimia maupun iradiasi. Hal ini disebabkan gugus karboksil (-COOH) dari AA

akan mengalami reaksi oksidasi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya

reaksi oksidasi dari asam akrilat pada pembuatan PAA digunakan asam akrilat

dalam bentuk garam natrium akrilat (Erizal dan Anik Sunarni, 2009).

2.4 Agen Pengikat Silang (Crosslinker)

Agen pengikat silang (Crosslinker) dibutuhkan dalam membuat polimer

superabsorbent karena struktur jaringan ini yang dapat membentuk daya absorb

terhadap medium cair dan kemampuan mengembang (swelling) suatu polimer

superabsorbent. Perubahan dari derajat ikat silang dimanfaatkan untuk

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
20

memperoleh sifat mekanik yang diinginkan. Peningkatan derajat ikat silang suatu

polimer superabsorbent akan menghasilkan gel yang lebih kuat (Muthoharoh,

2012). Kapasitas mengikat silang, sifat hidrofilik dan efisiensi retensi air polimer

superabsorbent bergantung pada agen pengikat silang.

Kebanyakan ikat silang terbentuk dari comonomers yang bergabung

dengan polimer ketika diinisiasi dengan radikal bebas pada saat polimerisasi.

Crosslinker yang umum digunakan adalah diacrylates, triacrylates dan

metacrylates. Rantai polimer dapat diikat silang setelah rantai polimer utama

terbentuk. Di bawah ini merupakan informasi dari berbagai agen pengikat silang

yang dapat digunakan dalam pembuatan polimer superabsorbent.

Tabel 2.3 Agen Pengikat Silang yang Digunakan dalam Superabsorbent Polymer

1,1,1-
N,N’-
Sifat Fisik dan Ethylene- Trimethylol- Triallyla Tetra(alylo
Methylenebisac
Kimia diacrylate propanetria mine xy)ethane
rylamide
crylate
Rumus Molekul C7H10N2O2 C8H10O4 C15H20O6 C9H15N C14H22O4
Mr g/mol 154.17 170.16 296.32 137.23 254.33
67 (267 157 (3330
Titik Didih (⁰C) - - 150
Pa) Pa)
Densitas pada
1.235 1.094 1.100 0.790 1.001
20⁰C g/cm3
Ttitk Nyala (⁰C) - 92 >100 30 >110
Sumber : Buchholz, 2006

Terdapat berbagai macam agen pengikat silang yang mudah didapat

diantaranya adalah aldehid dan anhidrida, seperti formaldehid, gluteraldehid dan

N,N’-metilenbisakrilamida (MBA) dan yang lainnya. Berikut merupakan struktur

kimia dari salah satu agen pengikat silang MBA.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
21

Gambar 2.6 Struktur N,N’-metilenbisakrilamida (MBA) (Salim, 2009)

Salah satu contoh polimer yang diikat silang dengan N,N′-

metilenbisakrilamida (MBA) adalah Poli asam akrilat (PAA). N,N’-

metilenbisakrilamida (MBA) digunakan sebagai crosslinker karena memiliki lebih

dari dua ikatan rangkap, hal ini memungkinkan terjadinya reaksi ikat silang yang

dapat menghubungkan rantai polimer dan membentuk jaringan polimer.

2.5 Kopolimerisasi

2.5.1 Kopolimer

Berdasarkan jenis monomernya, polimer dibedakan atas homopolimer dan

kopolimer. Homopolimer terbentuk dari sejenis monomer, sedangkan kopolimer

terbentuk lebih dari sejenis monomer. Uraian berikut menjelaskan perbedaan dua

golongan polimer tersebut.

Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari satu macam monomer,

dengan struktur polimer. . . – A – A – A – A – A – A –. . .

Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih

monomer. Berikut merupakan jenis-jenis dari kopolimer.

a) Kopolimer acak, yaitu kopolimer yang mempunyai sejumlah satuan berulang

yang berbeda tersusun secara acak dalam rantai polimer. Strukturnya: . . . – A – B

– A – A – B – B – A – A –. . . .

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
22

b) Kopolimer bergantian, yaitu kopolimer yang mempunyai beberapa kesatuan

ulang yang berbeda berselang-seling adanya dalam rantai polimer. Strukturnya:. . .

–A–B–A–B–A–B–A–B–...

c) Kopolimer blok, yaitu kopolimer yang mempunyai suatu kesatuan berulang

berselang-seling dengan kesatuan berulang lainnya dalam rantai polimer.

Strukturnya:. . . – A – A – A – A – B – B – B – B – A – A – A – A –. . .

d) Kopolimer cangkok/graft, yaitu kopolimer yang mempunyai satu macam

kesatuan berulang menempel pada polimer tulang punggung lurus yang

mengandung hanya satu macam kesatuan berulang dari satu jenis monomer.

Kopolimer graft adalah polimer-polimer cabang dimana pada cabang tersebut

mempunyai struktur kimia yang berbeda terhadap rantai utamanya. Dalam bentuk

yang sederhana, kopolimer jenis ini tersusun dari homopolimer utama dengan

banyak cabang pada homopolimer berbeda yang lainnya, yakni rantai utama

homopolimer A sebagai tulang punggung dan polimer lain B sebagai polimer

yang menempel (grafting). Polimer A dan B bisa berupa homopolimer keduanya

atau A homopolimer dan B kopolimer atau campuran keduanya. Model kopolimer

graft dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
23

Gambar 2.7 Model kopolimer graft (Suprihatin, 2004)

2.5.2 Kopolimerisasi Cangkok (Grafting)

Kopolimerisasi cangkok merupakan proses yang sangat sering digunakan

untuk membuat produk polimer. Metode ini sangat baik digunakan untuk

memperbaiki beberapa sifat yang berbeda dari homopolimer atau polimer

tunggalnya. Kopolimerisasi pencangkokan merupakan salah satu metode yang

paling umum digunakan untuk memodifikasi sifat-sifat kimia dan fisika polimer

alami dan sintetik.

Kopolimerisasi cangkok (grafting) merupakan polimerisasi simultan dari

dua atau lebih monomer. Jika monomer yang digunakan berlainan, yang terbentuk

adalah kopolimer blok atau kopolimer grafting. Untuk mendapatkan kopolimer

yang baik, dilakukan kopolimerisasi yang mekanismenya sama dengan

homopolimerisasi. Kopolimer memiliki sifat masing-masing monomer yang tidak

terlihat lagi, terutama kopolimer acak dan beraturan, tetapi kopolimer blok atau

grafting masih terlihat (Kurniadi, 2010).

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
24

Metode pencangkokkan pada selulosa melibatkan pembentukan situs aktif

pada selulosa yang dapat merupakan radikal (makroradikal) bebas atau ion-ion.

Radikal bebas atau ion-ion ini menginisiasi reaksi polimerisasi monomer vinil

yang akan dicangkok ke selulosa sebagai polimer induk. Metoda untuk

membentuk situs aktif yang dapat menginduksi reaksi kopolimerisasi

pencangkokkan pada selulosa dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni metode

kimia dan fisika. Dengan metode kimia, radikal terbentuk akibat abstraksi atom

hidrogen oleh radikal inisiator seperti BPO (dibenzoyl peroxide), AIBN

(azobisisobuty ronitrile), atau bahan pengoksidasi seperti garam cerium.

Pembentukan situs aktif dengan metode fisika dapat dilakukan dengan berbagai

cara, meliputi radiasi laser, elektron beam, sinar UV, plasma dan radiasi sinar-g

terhadap polimer induk untuk menghasilkan radikal-radikal yang mampu untuk

menginduksi reaksi pencangkokkan (Suka, 2010).

Kopolimer cangkok dibuat dengan cara menumbuhkan atau

menggabungkan polimer sintetik pada tulang punggung polimer alami. Cara

kopolimerisasi pembentukan kopolimer cangkok ada tiga macam, yaitu :

a. Grafting from, polimer tulang punggung diaktifkan terlebih dahulu, setelah

itu monomernya dicangkokan.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
25

I adalah polimer yang mengandung gugus hidroksil seperti poli (vinil

alkohol) pati dan selulosa. II adalah polimer dengan kedudukan reaktif

(radikal) inisiator ion ionlogam seperti Ce4+, Fe3+ dan lain lain. III adalah

kopolimer cangkok.

b. Grafting onto, reaksi suatu polimer dengan kedudukan ujung rantai yang

reaktif dengan tulang punggung polimer lain

c. Kopolimer cangkok lewat makromonomer, makromonomer adalah polimer

yang mempunyai gugus akhir yang dapat dipolimerisasi. Kopolimerisasi biasanya

berlangsung lewat kopolimerisasi radikal (Ompusunggu, 1994).

H R H R R R R
2 R
2 2
C C + C C CH C CH C CH C CH2 C
2 2
2
H R1 H R R
1 1

Kopolimer cangkok adalah rantai makromolekular dengan satu spesies

blok atau lebih yang disambungkan ke rantai utama sebagai rantai sisi. Menurut

Zohuriaan-Mehr dalam Anah, dkk., (2010), batang tubuh polimer utama polimer

(A) yang memiliki cabang-cabang rantai polimer (B) yang berasal dari titik yang

berbeda dan tercangkok pada sepanjang rantai utama, secara umum ditulis sebagai

poli(A)-cangkok-poli(B) atau poli(A)-g-poli(B) seperti pada gambar 2.8 di bawah

ini.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
26

Gambar 2.8. Mekanisme Kopolimerisasi Graft untuk Kopolimer poli(A)-g-


poli(B) (Anah, dkk., 2010)

2.6 Ikat Silang (Crosslink)

Crosslink (ikat silang) merupakan suatu ikatan yang menghubungkan satu

rantai polimer dengan rantai polimer lainnya, dapat berupa interaksi kovalen

maupun interaksi non kovalen dan dapat meningkatkan massa molekul polimer.

Metode ikat silang kimia meliputi polimerisasi radikal, reaksi kimia dari gugus

komplementer, energi tinggi iradisi dan penggunaan enzim. Pada ikat silang

kimia, dibutuhkan agen pengikat silang yang mungkin dapat bereaksi dengan zat-

zat lainnya. Ikat silang dapat digunakan dengan baik dalam polimerisasi bahan

sintetik maupun polimerisasi bahan alam. Namun ketika suatu polimer terikat

silang dengan senyawa agen pengikat silang, maka polimer tersebut akan

kehilangan beberpa sifat yang dimiliki oleh penyusunnya. Sifat mekanik yang

dihasilkan sangat bergantung pada densitas agen pengikat silangnya. Densitas

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
27

yang rendah akan menurunkan viskositas polimer dalam bentuk cairnya. Densitas

menengah dapat membuat polimer memiliki sifat elastomer dan daya potensial

tinggi. Dan densitas yang sangat tinggi dapat menyebabkan polimer menjadi

sangat keras dan kaku (Muthoharoh, 2012).

Preparasi dari superabsorbent terpusat pada polimerisasi ikat silang

radikal bebas, proses ikat silang secara kimia, ikat silang dengan radiasi, dan

teknik ikat silang berdasarkan interaksi fisik. Kondisi kesetimbangan yang dicapai

dari superabsorbent bergantung pada tekanan osmotik dan densitas dari ikat

silang. Kondisi kesetimbangan penggembungan dari superabsorbent terjadi ketika

adanya keseimbangan antara tekanan osmotik yang terjadi karena air yang masuk

ke dalam polimer yang bersifat hidrofilik dan gaya kohesif yang mendesak rantai

polimer yang menghambat penggembungan. Proses hidrasi yang terjadi pada

superabsorbent secara luas dapat dikontrol oleh densitas ikat silang. Derajat ikat

silang yang tinggi dalam polimer akan berhubungan dengan berkurangnya daya

serap air (Buchholz, 2006).

Sifat polimer yang dapat ditingkatkan dengan reaksi ikat silang meliputi

1. Sifat mekanik, seperti tensile strenght.

2. Daya tahan terhadap goresan.

3. Kinerja pada suhu tinggi, seiring dengan peningkatan suhu leleh.

4. Ketahanan terhadap bahan kimia karena kelarutannya rendah dalam pelarut

organik.

Cross-link antara rantai polimer membentuk jaringan tiga dimensi dan

mencegah penggembungan polimer hingga tak terbatas dan larut. Hal ini

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
28

disebabkan kekuatan daya tarik elastis dari jaringan, dan disertai dengan

penurunan entropi dari rantai, mereka menjadi kaku dari keadaan awalnya mereka

yang seperti digulung (gambar 2.9).

Gambar 2.9 Proses Swelling Gulungan Rantai Ikat Silang (Elliott, 1997)

Ada dua jenis utama ikat silang pada polimer superabsorbent, antara lain

sebagai berikut.

1. Bulk atau cross-linking inti, biasanya terjadi selama tahap polimerisasi

produksi superabsorbent.

Cross-linking adalah proses bergabungnya molekul, umumnya bergabung

dua atau lebih makromolekul dengan molekul yang lebih kecil. Cross-linking

yang paling penting dalam kasus superabsorbent dan yang paling umum

adalah kovalen cross-link. Dalam memproduksi SAP jenis yang paling umum

ini, cross-linker adalah molekul organik yang mengandung dua atau lebih

ikatan ganda kemudian dipolimerisasikan. Molekul-molekul ini dimasukkan

ke dalam tulang punggung rantai polimer saat mereka tumbuh selama reaksi

polimerisasi (gambar 2.10).

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
29

Gambar 2.10 Polimerisasi dengan Crosslinking Inti (Elliott, 1997)

2. Cross-linking permukaan - yang merupakan proses baru yang meningkatkan

penyerapan terhadap profil tekanan polimer.

Secara historis diketahui bahwa SAP tanpa perlakuan permukaan dan ikat

silang internal yang rendah cenderung menunjukkan kapasitas

penggembungan tinggi tetapi penyerapan yang buruk terhadap tekanan. Hasil

dari proses ini adalah peningkatan kepadatan silang pada permukaan partikel

seperti apa yang dapat digambarkan sebagai partikel inti-shell. Inti dari

partikel adalah cross-linked polimer ringan dan shell mewakili kepadatan

silang yang lebih tinggi di permukaan. Hal ini dijelaskan secara visual dalam

gambar 2.11.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
30

Gambar 2.11 Partikel Superabsorbent Crossslinked Permukaan (Elliott,


1997)
Ikat silang dapat dibentuk melalui reaksi kimia yang diprakarsai oleh

panas, perubahan tekanan, pH atau radiasi. Di bawah ini merupakan salah satu

contoh mekanisme reaksi ikat silang dari agen pengikat silang N,N′-

metilenbisakrilamida (MBA) yang bereaksi dengan gugus fungsi karboksil pada

rantai polimer sehingga terbentuk jejaring polimer seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Proses Ikat Silang PAA (Anah, dkk., 2010)

2.7 Kopolimerisasi Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Istilah gelombang mikro (microwave) ini merupakan gelombang radio,

tetapi panjang gelombangnya lebih kecil dari gelombang radio biasa. Panjang

gelombangnya termasuk ultra-short (sangat pendek) sehingga disebut juga mikro.

Gelombang ini tidak dapat dilihat mata kita karena panjang gelombangnya

(walaupun sangat kecil dibanding gelombang radio) jauh lebih besar dari panjang

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
31

gelombang cahaya (di luar spektrum sinar tampak). Keduanya sama-sama terdapat

dalam spektrum gelombang elektromagnetik (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Oven microwave beroperasi dengan radiasi elektromagnetik nonionisasi

pada frekuensi antara 300 GHz dan 300 MHz. Rentang panjang gelombang yang

sesuai berkisar dari 1 mm sampai 1 m, menunjukkan posisi tengah gelombang

mikro antara gelombang inframerah dan radio. Sistem microwave paling

komersial, menggunakan iradiasi dengan frekuensi 2450 MHz (panjang

gelombang λ=0,122 m) dalam rangka untuk menghindari interferensi dengan

perangkat telekomunikasi. Medan listrik yang sesuai berosilasi 4,9 x 109 kali per

kedua dan akibatnya spesies dipol subjek dan ion partikel (serta lubang dan

elektron dalam semikonduktor atau logam) untuk siklus reorientasi abadi. Agitasi

kuat ini mengarah ke pemanasan noncontact cepat dan seragam di seluruh ruang

radiasi.

Radiasi non ionic pada microwave dapat didefinisikan sebagai penyebaran

atau emisi energi yang jika melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan,

berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses

ionisasi dalam media tersebut. Penggunaan teknologi gelombang mikro dalam

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
32

kimia anorganik telah dimulai pada tahun 1970, dan mulai dikembangkan di

dalam kimia organik sejak pertengahan tahun 1980 (Mardhiyah, 2010). Radiasi ini

mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan pemanasan konvensional,

yaitu pemanasan noncontact (menghindari dekomposisi molekul dengan dinding

bejana reaksi), pemanasannya cepat (mengakibatkan pemanasan cairan reaksi

menjadi homogen), dan pemanasan yang sangat spesifik (dengan selektivitas

bahan yang muncul dari bilangan gelombang iradiasi gelombang mikro yang

intrinsik memicu dipole osilasi dan menginduksi konduksi ionik).

Sejumlah besar reaksi, baik organik dan anorganik, menjalani kecepatan

reaksi yang meningkat di bawah radiasi gelombang mikro dibandingkan dengan

pemanasan konvensional. Selain itu keuntungan utama, perbaikan yang signifikan

dalam hasil dan selektivitas telah diamati sebagai konsekuensi dari pemanasan

cepat dan langsung dari reaktan sendiri. Selanjutnya, sintesis pada tekanan tinggi

lebih mudah untuk reaksi yang dilakukan dalam bejana tertutup, memudahkan

penguapan dari suatu larutan dengan cara mengondisikan lingkungan reaksi.

Radiasi microwave dapat membantu polimerisasi (Weisbrock, F. et al., 2004).

Berikut merupakan karakteristik pemanasan dengan microwave dan pemanasan

konvensional.

Tabel 2.4 Karakteristik pemanasan dengan microwave dan pemanasan


konvensional
Microwave Pemanasan konvensional
Kopling energetic Konduksi/konveksi
Kopling pada tingkat molekuler Pemanasan biasa
Cepat Lambat
Selektif Non-selektif
Tergantung pada sifat material Tidak tergantung pada sifat material

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
33

Interaksi radiasi elektromagnetik dengan materi digolongkan menjadi 3

proses yang berbeda, di antaranya absorpsi, transmisi dan refleksi, seperti yang

ditunjukan pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Interaksi Radiasi Gelombang Mikro dengan Materi (Mardhiyah,


2010)

2.8 Pengukuran Grafting Percentage

Kopolimerisasi grafting ini dapat dikarakterisasi dengan presentase

pencangkokan (grafting percentage) untuk mengetahui efisiensi pencangkokan,

yang dihitung dengan rumus berikut :

GP % = (W2/ W1) 100

Keterangan :
GP % = Persentasi Grafting (%)
W1 = berat monomer dicangkokkan (g)
W2 = berat kopolimer cangkok (g)
(Wang, et al., 2009)

Grafting percentage (GP) merupakan salah satu parameter yang umumnya

digunakan dalam sintesis superabsorbent, GP mencerminkan fraksi jumlah bahan

awal baik monomer/polimer yang diubah menjadi superabsorbent pada proses

sintesis. Parameter ini juga menunjukkan nilai efisiensi dari proses dalam sintesis

superabsorbent, bergantung pada kepekaan dari bahan terhadap iradiasi yang

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
34

dipaparkan. Semakin peka bahan terhadap radiasi, maka semakin tinggi efisiensi

dari proses (Erizal dan Anik Sunarni, 2009). Efisiensi grafting digunakan untuk

menggambarkan sejauh mana reaksi kopolimerisasi grafting berlangsung dan

difenisikan sebagai presentase polimer sintesis total yang telah membentuk

grafting pada selulosa terhadap monomer. Sebagai contoh, jika setengah polimer

yang dihasilkan pada kopolimerisasi grafting adalah tidak membentuk grafting,

sedangkan setengah yang lain menyerang selulosa, maka efisiensinya 50%

(Kurniadi, 2010).

2.9 Pengukuran Water Absorbency

Water absorption capacity (WAC) adalah karakteristik utama untuk

superabsorbent. Kapasitas air yang terserap dapat diukur dengan metoda

volumetrik gravimetrik, spektroskopik dan gelombang mikro. Metoda volumetrik

mengukur perubahan volume SAP atau air sebelum dan sesudah penyerapan,

metoda gravimetrik mengukur perubahan berat SAP, metoda spektroskopik

mengukur perubahan spektrum UV dari SAP dan metoda gelombang mikro

adalah mengukur penyerapan gelombang mikro melalui perubahan energi (Anah,

dkk., 2010).

Penentuan uji kapasitas absorpsi merupakan salah satu parameter utama

dari polimer khususnya untuk pengujian suatu bahan kandidat absorben. Dalam

pengerjaannya, sampel direndam dalam media swelling kemudian dipisahkan dari

media swelling dengan cara disaring. Daya serap air dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
35

Q = (m2 - m1) / m1

Dengan m1 dan m2 masing-masing adalah bobot sampel kering dan

swelling. Nilai Q dihitung sebagai gram air per gram sampel (Wang, et al., 2009).

2.10 Pengukuran Swelling Rate

Rasio perbandingan berat SAP dalam keadaan menyerap air (swelling)

terhadap berat keringnya atau rasio swelling merupakan salah satu parameter

utama dari absorbent. Fungsi lama waktu perendaman terhadap rasio swelling

juga dapat ditentukan.

SAP, sebuah jaringan polimer tiga dimensi tidak akan benar-benar terlarut,

tetapi dapat menyerap sejumlah besar pelarut yang sesuai. Teori kesetimbangan

swelling merupakan studi teoritis dari suatu jaringan SAP yang dapat digunakan

untuk menentukan struktur dan konfigurasi dari rantai serta menganalisis kinetika

suatu SAP. Jika polimer menggembung (swelling) dalam mediumnya, ini

menunjukan bahwa polimer mampu mengabsorb medium cairnya tanpa larut di

dalamnya. Peningkatan entropi menyertai fenomena swelling karena volume

polimer bertambah dengan banyaknya molekul medium cair yang terabsorb di

dalam struktur jaringannya. Pada proses swelling, kemampuan mengembangnya

akan meningkat dengan menurunnya kemampuan pelarutan. Kesetimbangan berat

rasio swelling dapat digunakan untuk menggambarkan derajat swelling dan dapat

diukur dengan teknik gravimetri. SAP direndam dalam air destilasi hingga

mencapai keadaan kesetimbangan. Lalu diambil dan setelah sisa air dihilangkan,

kemudian ditimbang.

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
36

Apabila suatu polimer yang terikat silang dimasukan ke dalam suatu

pelarut, maka polimer ini akan mengembang (swelling) tanpa larut di dalamnya

sehingga total volumenya bertambah. Sedangkan fraksi yang larut dari bahan

polimer tersebut akan larut dan berdifusi keluar dari polimer yang mengembang.

Bahan pengikat silang ini akan mengembang dalam fase gel polimer tiga dimensi

hingga mencapai kekuatan osmotik yang seimbang dengan regangan rantai

polimer tersebut. Semakin banyak rantai yang berikatan silang dalam suatu

polimer, kemampuan mengembangnya akan menurun dan gel semakin keras/kuat

(Muthoharoh, 2012). Pada pengukuran swelling rate proses penggembungan

(swelling) sampel diukur pada interval waktu tertentu. Sehingga diperoleh kurva

seperti di bawah ini.

Waktu
Gambar 2.15 Kurva Swelling dari Hybrid SAP dalam Air Suling

2.11 Karakterisasi

2.11.1 Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Infra Merah

Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang

dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini mengamati interaksi

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
37

molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang

gelombang 0.75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1.

Metode spektroskopi inframerah ini meliputi teknik serapan (absorption), teknik

emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Penyerapan gelombang

elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi

dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi (Mudzakir,

dkk., 2008).

Analisis gugus fungsi dari suatu senyawa dapat dilakukan dengan metode

spektrofotometri FTIR (Fourier Transformed Infra Red). Sinar infra merah yang

diserap oleh suatu molekul akan menyebabkan tereksitasinya molekul tersebut ke

tingkat yang lebih tinggi. Hanya frekuensi tertentu dari radiasi infra merah yang

akan diserap oleh molekul. Penyerapan infra merah ini akan menaikan amplitudo

gerakan vibrasi ikatan pada molekul. Setiap senyawa memilki ikatan yang

berbeda, bahkan walaupun ikatannya sama namun jika lingkungannya berbeda

maka akan memberikan serapan di bilangan gelombang yang berbeda pula.

Dengan demikian, maka teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi gugus

fungsi suatu senyawa (Desiani, 2008).

2.11.2 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah jenis mikroskop elektron.

Elektron berinteraksi dengan atom-atom yang membentuk sampel menghasilkan

sinyal yang mengandung informasi tentang permukaan sampel topografi,

komposisi, dan properti lain seperti konduktivitas listrik .

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
38

Untuk campuran polimer dengan ukuran domain minimum 1µm dapat

diperiksa di mikroskop optik menggunakan satu atau lebih teknik berikut.

1. Fase kontras - bagian tipis (100-200 nm) dengan ketebalan (dan memiliki

indeks bias yang berbeda oleh sekitar 005). yang didukung pada slide kaca

dan diperiksa "sebagaimana adanya" atau dengan minyak untuk

menghilangkan artefak microtoming, misalnya, penentuan jumlah lapisan

dalam film coextruded, dispersi pengisi, dan ukuran domain polimer .

2. Cahaya terpolarisasi - digunakan jika salah satu fase polimer kristal atau

aglomerasi filter anorganik, (misalnya, nilon / EP campuran dan pengisi

seperti bedak.

3. Insiden - digunakan untuk memeriksa permukaan sampel massal, misalnya,

karbon hitam yang terdispersi dalam senyawa karet.

4. Bright field - Terutama digunakan untuk memeriksa bagian tipis karbon

hitam, misalnya, karbon dispersi hitam di film tipis senyawa karet.

Ketika ukuran domain adalah dalam kisaran <1 µm sampai 10 nm,

pemindaian mikroskop elektron (SEM) dan atau mikroskop elektron transmisi

(TEM) diperlukan (Cheremisinoff, 1996).

SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi yang tinggi dari suatu

permukaan sampel, menangkap secara lengkap dengan ukuran sekitar 1 – 5 nm.

Agar menghasilkan gambar yang diinginkan maka SEM mempunya sebuah lebar

fokus yang sangat besar (biasanya 25 – 250.000 kali pembesaran). SEM dapat

menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami

struktur permukaan dari suatu sampel. Untuk mengetahui morfologi senyawa

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
39

padatan dan komposisi unsur yang terdapat dalam suatu senyawa dapat digunakan

alat scanning electron microscope (SEM). SEM dapat mengamati struktur

maupun bentuk permukaan yang berskala lebih halus, dilengkapi dengan EDS

(Electron Dispersive X ray Spectroscopy).

Aplikasi dari SEM antara lain adalah:

1. mempelajari morphology (sifat permukaan) suatu material:

2. Ukuran partikel/Chanel/Pori

3. Bentuk partikel/Pori

4. Pada SEM yang dilengkapi dengan EDX dapat pula ditentukan komposisi

internal dari partikel

5. Environmental SEM, dapat digunakan untuk mengamatai perubahan

morphologi pada berbagai suhu (Setiabudi, dkk., 2012).

2.11.3 Thermo Gravimetry - Differential Thermal Analysis (TG-DTA)

Analisis termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan

kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah analisis termal

seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas

panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Analisis termal dalam pengertian luas

adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan

dengan metode ini dapat memberikan informasi pada kesempurnaan kristal,

polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca, penguapan, pirolisis, interaksi

padat-padat dan kemurnian. Data semacam ini berguna untuk karakterisasi

senyawa yang memandang kesesuaian, stabilitas, kemasan dan pengawasan

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
40

kualitas. Pengukuran dalam analisis termal meliputi suhu transisi, termogravimetri

dan analisis cemaran.

Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa

termogravimetrik (TGA), yang secara otomatis merekam perubahan berat sampel

sebagai fungsi dari suhu maupun waktu, dan analisa diferensial termal (DTA)

yang mengukur perbedaan suhu T antara sampel dengan material referen yang

inert sebagai fungsi dari suhu. Teknik yang berhubungan dengan DTA adalah

differential scanning calorimetry (DSC). Dengan peralatan analisa termal yang

modern dan otomatis, dimungkinkan untuk karakterisasi material dengan TGA,

DTA dan DSC menggunakan alat yang sama dengan beberapa model yang

memungkinkan pengukuran TGA dan DTA secara simultan.

Data yang di peroleh dari masing-masing teknik tersebut digunakan untuk

memplot secara kontinyu dalam bentuk kurva yang dapat disetarakan dengan

suatu spektrum yang dikenal dengan sebagai termogram. Sebagai contoh TGA,

teknik mengukur perubahan berat suatu sistem bila temperaturnya berubah dengan

laju tertentu. Sedangkan DTA, merupakan teknik analisis untuk mengukur

perubahan kandungan panas sebagai fungsi perubahan temperatur.

2.11.3.1 Thermogravimetry Analysis (TGA)

Thermogravimetry adalah teknik untuk mengukur perubahan berat

dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Analisis tersebut

bergantung pada tingkat tinggi presisi dalam tiga pengukuran berat, suhu, dan

perubahan suhu. TGA umumnya digunakan dalam penelitian dan pengujian untuk

menentukan karakteristik bahan seperti polimer, untuk menentukan suhu

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
41

degradasi, menyerap kadar air bahan, tingkat komponen anorganik dan organik

dalam bahan, poin dekomposisi bahan peledak, dan pelarut residu. Hal ini juga

sering digunakan untuk memperkirakan korosi kinetika dalam oksidasi suhu

tinggi.

Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinyu, reaksi

dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada Gambar 2.16. Sampel

yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada laju konstan,

berkisar antara 1 – 20⁰C /menit, mempertahankan berat awalnya , Wi, sampai

mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis,

dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah

konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu

Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat

digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll.

Gambar 2.16 Skema termogram bagi reaksi dekomposisi satu tahap

2.11.3.2 Differential Thermal Analysis (DTA)

Analisa termal diferensial adalah teknik dimana suhu dari sampel

dibandingkan dengan material referen inert selama perubahan suhu terprogram.

Suhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
42

saat terjadinya beberapa peristiwa termal, seperti pelelehan, dekomposisi atau

perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel dapat berada di bawah

(apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas ( apabila perubahan

bersifat eksotermik) suhu referen. Pada Differential Thermal Analysis (DTA)

Perbedaan suhu antara sampel dengan material standar yang inert, DT = TS - TR,

diukur saat keduanya diberi perlakuan panas tertentu (Setiabudi, dkk., 2012).

Risa Nurkomarasari, 2012


Pengaruh Crosslinker N'N -Metilenbisakrilamida (MBA) Terhadap Kinerja Kopolimer
Superabsorbent Selulosa Bakterial Nata De Soya-Asam Akrilat Yang Disintesis Menggunakan
Radiasi Microwave
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai