Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DEGENERASI DAN INFILTRASI


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Patofisiologi

Dosen Pengampu :
Lina Handayani S.Kep.,Ns, M.Kep

Disusun Oleh :
 Auliya Alfatika Widodo (201701007)
 Bintoro Krisdyanto (201701010)
 Mutiarani Ragil Ayu P (201701027)
 Riko Priandana (201701029)
 Tiyan Ramanda Putri (201701033)
 Wahyu Rizka Yolanda Putri (201701035)
 Wulan Septyaningtias (201701037)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang mana telah
melimpahkan rahmat serta hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”DEGENERASI DAN INFILTRASI” tepat pada
waktunya. Dan salawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan
pada saat sekarang ini.

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah ikut berpartisifasi dalam penyusunan makalah ini. Di
dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak sekali kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekan-rekan semua
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

Ponorogo, 9 April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian kematian sel pada tubuh makhluk hidup ....................... 2
b. Jenis-jenis dari kematian sel atau nekrosis...................................... 5
c. Dampak dari kematian sel atau nekrosis ......................................... 8
d. Penyebab kematian sel atau nekrosis .............................................. 9
e. Pengobatan nekrosis pada tubuh ..................................................... 11
f. Pengertian kematian somatic........................................................... 11
g. Kriteria kematian somatic ............................................................... 13
h. Pengertian gangren .......................................................................... 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan perkambangan sel,
kematian menjadi salah satu aspek yang tidak terelakkan. Beberapa faktor
dapat ,menjadi alasan kematian, yaitu akibat penuaan, kematian
terprogram, dan pengaruh dari lingkungan luar.
Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam
tubuh disebut Nekrosis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus
yang bersifat patologis. Selain karena stimulus patologis, kematian sel
juga dapat terjadi melalui mekanisme kamatian sel yang sudah terprogram
dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian kematian sel pada tubuh makhluk hidup?
b. Apa saja jenis-jenis dari kematian sel atau nekrosis?
c. Apa dampak dari kematian sel atau nekrosis?
d. Apa saja penyebab kematian sel atau nekrosis?
e. Bagaimana pengobatan nekrosis pada tubuh?
f. Apakah pengertian kematian somatic?
g. Apa saja kriteria kematian somatic?
h. Apakah pengertian gangren
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian kematian sel pada tubuh makhluk
hidup.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis dari kematian sel atau nekrosis.
c. Untuk mengetahui dampak dari kematian sel atau nekrosis.
d. Untuk mengetahui penyebab kematian sel atau nekrosis.
e. Untuk mengetahui pengobatan nekrosis pada tubuh.
f. Untuk mengetahui pengertian kematian somatic.
g. Untuk mengetahui kriteria kematian somatic.
h. Untuk mengetahui pengertian gangren.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kematian Sel


1. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan selakut atau trauma. kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon
peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan
yang serius.
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel (cellular death).
Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau
kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu
daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat
dua jenis utama kematian sel, yaitu apotosis dan nekrosis.
a. Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma
dan organel-organel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut
(piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur dan berwarna
gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-
pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut
karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang
(kariolisis).
b. Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari
aktivitas enzim lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas
enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan
mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan
mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu.
Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan
dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.

2
Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit
akibat kerja enzim dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif.
Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan
otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi
cairan. Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya
tetap berada pada tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak
seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru.
Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda
bentuknya dengan jenis nekrosis lain. Misalnya jika saluran
pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka
getah pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan
adiposa (oleh lipase) menghasilkan asam berlemak yang bergabung
dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan seperti
sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.
c. Perubahan Kimia Klinik
Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang
berfungsi mengatur berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi
enzim autolisis sehingga membran sel lisis. Lisisnya membran sel
menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel
termasuk enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke
dalam sirkulasi dan meningkat kadarnya di dalam darah.
2. Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell
death), adalah suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan
sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel
yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama
apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu
regulasi yang teratur.
Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel menjalani
masa hidup tertentu, menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk

3
perubahan pada inti sel. Kemudian sel akan terfragmentasi menjadi badan
apoptosis, selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel yang mati
menghilang.
a. Penyebab Apoptosis
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus
berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang
menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen,
peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang
menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali
menyebabkan apoptosis, yang akhirnya yang mengakibatkan kematian
virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang
dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus.
Virus tertentu (misalnya; Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab
terhadap monunukleosis) pada gilirannya menghasilkan protein khusus
yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi apoptosis telah
berpengaruh pada perkembangan kanker dan penyakit neuro
degeneratif dengan penyebab yang tidak diketahui, termasuk penyakit
Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou Gehrig).
Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B)
sangat penting dalam menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri
imun (Elizabeth J. Corwin, 2009).
b. Mekanisme Apoptosis
Apoptosis ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang
berawal dengan berbagai cara yang berbeda tapi pada akhirnya
berpuncak pada aktivasi enzim kaspase. Mekanisme apoptosis secara
filogenetik dilestarikan; bahkan pemahaman dasar kita tentang
apoptosis sebagian besar berasal dari eksperimen cacing
nematoda Caenorhabditis elegans; pertumbuhan cacing ini berlangsung
melalui pola pertumbuhan sel yang sangat mudah direproduksi, diikuti
oleh kematian sel. Penelitian terhadap cacing mutan menemukan
adanya gen spesifik (dinamakan gen ced singkatan dari C. elegans

4
death; gen ini memiliki homolog pada manusia) yang menginisiasi
atau menghambat apoptosis.
Proses apoptosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi aktif)
dan fase eksekusi, ketika enzim mengakibatkan kematian sel. Inisiasi
apoptosis terjadi melalui dua jalur yang berbeda tetapi nantinya akan
menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau, yang dimulai dari
reseptor, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria (Mitchell; Kumar;
Abbas & Fausto, 2008).

PERBEDAAN ANTARA NEKROSIS DAN APOPTOSIS

Nekrosis Apoptosis

Kematian oleh faktor luar sel Kematian diprogram oleh sel

Sel membengkak Sel tetap ukurannya

Pembersihan debris oleh fagosit dan


Pembersihan berlangsung cepat
sistem imun sulit

Sel sekarat tidak dihancurkan fagosit Sel sekarat akan ditelan fagosit karena
maupun sistem imun ada sinyal dari sel

Lisis sel Non-lisis

Merusak sel tetangga (inflamasi) Sel tetangga tetap hidup normal

B. Jenis-jenis Kematian Sel atau Nekrosis


1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang
disebabkan oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim
sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi

5
penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur
jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal
(Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.
Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang
hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah
beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir,
berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat
dilihat (Pringgoutomo, 2002). Contoh utama pada nekrosis koagulatif
adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi
dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007).

2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)


Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan
terjadi akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti
pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti pada
abses (Sarjadi, 2003).

6
3. Nekrosis kaseosa (sentral)
Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang
makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut
nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan
nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti
keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis, jaringan
nekrotik tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi
dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya
terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

4. Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatic
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang
banyak mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika,
yang mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar
dinding rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic
dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas
yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan
membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang
terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur
dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur
(mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

7
5. Nekrosis fibrinoid
Disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun. Hal ini ditandai
dengan adanya pengendapan fibrin bahan protein seperti dinding arteri
yang tampak kotor dan eosinofilik pada pada mikroskop cahaya.
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan
glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah
sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit
disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen
kemerahan (Sarjadi, 2003).

C. Dampak Nekrosis
Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga
jaringan nekrotik tersebut dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan
membuka jalan bagi proses perbaikan untuk mengganti jaringan nekrotik.
Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi resolusi)
atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak

8
dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan
akhirnya diisi garam-garam kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar
sirkulasi jaringan nekrotik. Proses pengendapan ini disebut kalsifikasi dan
menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu dan tetap berada
selama hidup.
Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan:
1. Hilangnya fungsi daerah yang mati.
2. Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan
yang baik untuk bakteri tertentu, misalnya bakteri saprofit pada
gangren.
3. Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan
leukosit.
4. Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat
kebocoran sel-sel yang mati.

D. Penyebab Nekrosis dan Akibat Nekrosis


1. Penyebab Nekrosis
a. Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen
dan makanan untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada
infak, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan pembuluh
darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus.
Penyumbatan mengakibatkan anoxia.Nekrosis terutama
terjadi apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan
sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-
jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat
rentan terhadap anoxia ialah otak.
b. Agens biologic
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding
pembuluh darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari
bakteri - bakteri yang virulen, baik endo maupun eksotoksin.
c. Agens kimia

9
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia
merupakan juga merupakan juga zat yang biasa terdapat pada
tubuh, seperti natrium danglukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi
dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan
kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah
sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel, sedang yang lain
baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.
d. Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun
dingin, tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan
sel dapat terjadi karena timbul kerusakan potoplasma akibat
ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia
potoplasma dan inti.
e. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara di
dapat (acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik. Pada
seseorang bersensitif terhadap obat-obatan sulfa dapat timbul
nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan
sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah.
Dalam imunologi dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.
2. Akibat Nekrosis
a. Sekitar 10% kasus terjadi pada bayi baru lahir, nekrosis kortikalis
terjadi karena persalinan yang disertai dengan abruptio placentae –
sepsis bakterialis.
b. Pada anak-anak, nekrosis kortikalis terjadi karena infeksi, syok,
dan dehidrasi.
c. Pada dewasa, 30% kasus disebabkan oleh sepsis bakterialis.
d. Sekitar 50% kasus terjadi pada wanita yang mengalami komplikasi
kehamilan, abroptio placenta, placenta previa, pendarahan
rahim, infeksi yang terjadi segera setelah melahirkan (sepsis
puerpurium), penyumbatan arteri oleh cairan ketuban (emboli),
kematian janin di dalam rahim, dan pre-eklamsi(tekanan darah

10
tinggi disertai adanya protein dalam air kemih atau penimbunan
cairan selama kehamilan).

E. Pengobatan Nekrosis
Pengobatan nekrosis biasanya melibatkan dua proses yang berbeda.
Biasanya, penyebab nekrosis harus diobati sebelum jaringan mati sendiri
dapat ditangani. Sebagai contoh, seorang korban gigitan ular atau laba-laba
akan menerima anti racun untuk menghentikan penyebaran racun,
sedangkan pasien yang terinfeksi akan menerima antibiotik. Bahkan
setelah penyebab awal nekrosis telah dihentikan, jaringan nekrotik akan
tetap dalam tubuh. Respon kekebalan tubuh terhadap apoptosis,
pemecahan otomatis turun dan daur ulang bahan sel, tidak dipicu oleh
kematian sel nekrotik.
Terapi standar nekrosis (luka, luka baring, luka bakar, dll) adalah
bedah pengangkatan jaringan nekrotik. Tergantung pada beratnya nekrosis,
ini bisa berkisar dari penghapusan patch kecil dari kulit,
untuk menyelesaikan amputasi anggota badan yang terkena atau organ.
Kimia penghapusan, melalui enzimatik agen debriding, adalah pilihan lain.
Dalam kasus pilih, khusus belatung terapi telah digunakan dengan hasil
yang baik.

F. Pengertian Kematian Somatic


Kematian somatic disebut juga kematian seluruh individu.
Kematian somatik merupakan seseorang dinyatakan meninggal
jika fungsi vital berhenti tanpa ada kemungkinan untuk
berfungsi kembali. Jadi, jika seorang berhenti bernafas dan tidak
dapat diresusitasi, maka jantung dengan cepat berhenti berdenyut sebagai
akibat dari anoksia, dan orang itu tidak dapat disangkal lagi telah mati.
Kematian somatic terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap (ireversibel).
Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak

11
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernapasan dan
suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.
Dengan kemajuan teknologi, maka jika seorang penderita
pernafasannya berhenti dapat dipasang respirator mekanis. Jika denyut
jantung penderita mulai terputus-putus, dapat dipasang alat pacu jantung
elektris. Dengan adanya peralatan untuk mempertahankan hidup semacam
ini, maka definisi kematian menjadi lebih sulit. Sebenarnya, sebaiknya
dijelaskan bahwa tidak semua sel tubuh mati secara serentak. Sudah dibuat
jaringan hidup dari jaringan-jaringan yang diambil dari mayat. Dalam
rumah sakit sekarang ini, definisi umum tentang kematian somatik
menyangkut kegiatan sistem saraf pusat khususnya otak. Jika otak mati,
maka kegiatan listrik berhenti dan elektroensefalogramnya
menjadi isoelektris atau mendatar. Jika hilangnya kegiatan
listrik terjadi selama jangka waktu yang sudah ditentukan
secara ketat, maka para dokter berwenang menganggap penderita
meninggal walaupun paru dan jantung masih dapat dijalankan terus secara
buatan untuk beberapa lama.
Setelah kematian, terjadilah perubahan -perubahan
t e r t e n t u y a n g d i n a m a k a n p e r u b a h a n postmortem. Karena reaksi
kimia dalam otot orang mati, timbul suatu kekakuan yang dinamakan
rigor mortis, algor mortis menunjukkan pada dinginnya mayat, karena
suhu tubuhnya mendekati suhu lingkungan. Perubahan lain
disebut l i v o r m o r t i s a t a u p e r u b a h a n w a r n a p o s t m o r t e m .
U m u m n y a perubahan warna semacam itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa sirkulasi berhenti, darah di dalam pembuluh
mengambil tempat menurut tarikan gravitasi, dan jaringan-jaringan yang
terletak paling bawah dalam tubuh menjadi merah keunguan,
disebabkan oleh bertambahnya kandungan darah.
Karena jaringan-jaringan di dalam mayat itu mati, maka secara
mikroskopis enzim-enzim dikeluarkan secaralokal, dan mulai terjadi
reaksi lisis. Reaksi-reaksi ini, disebut otolisis postmortem yang
sangat mirip dengan perubahan -perubahan yang terlihat pada

12
jaringan nekrotik, tetapi tentu saja tidak lagi disertai reaksi
peradangan. Akhirnya, bila tidak dicegah dengan tindakan-
tindakan tertentu (misalnya pembalseman) bakteri-bakteri akan tumbuh
dengan subur dan akan terjadi pembusukan. K e c e p a t a n mulai
timbuln ya perubahan postmortem sangat berbeda -beda,
tergantung pada individu maupun pada sifat-sifat lingkungan sekitarnya.

G. Kriteria Kematian Somatik


1. Terhentinya fungsi sirkulasi secara ireversibel (denyut jantung).
2. Terhentinya fungsi pernafasan.
3. Terhentinya fungsi otak (tidak ada reflek batang otak)
4. Perubahan post mortem: rigor mortis (kekakuan) → livor mortis
(warna ungu kebiruan) → algor mortis (pendinginan) → autolisis
(pencairan)

H. Gangren
Gangren berasal dari bahasa latin kata ”gangraena” dan dari yunani
gangraina, berarti pembusukan jaringan. Jadi, gangren adalah kondisi yang
mengancam jiwa yang serius dan berpotensi cukup besar ketika massa
jaringan tubuh mati (nekrosis). Hal ini dapat terjadi setelah cedera atau
infeksi atau pada orang yang menderita masalah kesehatan kronis yang
mempengaruhi sirkulasi darah. Penyebab utama gangren berkurangnya
suplai darah ke jaringan yang terjangkit gangren, sehingga menyebabkan
kematian sel. Serta diabetes dan merokok dalam jangka panjang juga dapat
meningkatkan risiko menderita gangren.
Ada berbagai jenis gangren dengan gejala yang berbeda, seperti
gangren kering, gangren basah, gangrengas, gangren internal dan
necrotizing fasciitis. Gangrene dalam kasus yang parah dapat ditangani
dengan cara penyiangan (amputasi) daribagian tubuh yang terjangkit,
antibiotik, bedah vaskular, terapi belatung atau terapi oksigen hiperbarik.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma, dimana kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon
peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang
serius. Nekrosis hanya dapat diobati sebelum jaringan sel tersebut mati.
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell
death), adalah suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan
sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler.
Kematian somatic terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap (ireversibel).
Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernapasan dan
suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.
Gangren adalah kondisi yang mengancam jiwa yang serius dan
berpotensi cukup besar ketika massa jaringan tubuh mati (nekrosis).

B. Saran
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan selakut atau trauma, di mana kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol. Maka kita harus mempraktekkan gaya hidup sehat,
dengan makan makanan yang sehat dan melakukan aktivitas yang teratur
sebelum mendapatkan hal yang tidak diinginkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk
Identifikasi Sel Psikonosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, p:48-66.

Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I. Jakarta:


Sagung Seto.

Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell,
R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.

Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro

Tamher Sayti, Heryati. 2002. Patologi. Tran Info Media. Jakarta Timur

15

Anda mungkin juga menyukai