Anda di halaman 1dari 26

STRUKTUR EKONOMI INDONESIA

1. Pendahuluan
Indonesia kini masih menjadi negara berkembang, dimana Struktur
Perekonomian Indonesia masih belum adaptif dalam menghadapi perekonomian
dunia yang tak stabil dan tak bisa diprediksi. Padahal, kelenturan struktur
ekonomi nasional mutlak dibutuhkan agar Indonesia bisa bertahan hidup di tengah
ketatnya persaingan global.
Selanjutnya menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia Suryo B Sulisto di era pasar bebas, pengertian perekonomian kuat di
suatu negara bukan perekonomian dengan benteng-benteng kokoh untuk
melindungi dirinya dari serangan eksternal.
Namun, perekonomian dengan struktur yang mudah bergerak dan mudah
diubah setiap waktu dengan cepat. "Kemampuan Indonesia untuk cepat berubah
setiap kali terjadi perubahan selama ini masih sangat lemah. Kemampuan dinamis
menjadi prasyarat mutlak untuk bertahan hidup dalam kondisi perekonomian
dunia yang tidak stabil dan tak bisa diprediksi," katanya.1
Dengan kemampuan melakukan perubahan struktur perekonomian secara
cepat, Masyarakat Ekonomi ASEAN ataupun globalisasi bukan merupakan
ancaman, melainkan peluang besar bagi Indonesia.Tentu dengan strategi untuk
meraihnya. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang mampu mendinamisasi
potensi unggulan yang dimiliki Indonesia. Hal itu misalnya potensi sumber daya
alam menjadi sumber bahan baku industri. Faktor demografi menjadi pasar
dengan skala besar yang kompetitif serta menjadi sumber tenaga kerja yang
produktif.

2. Konsep Struktur Ekonomi


Struktur ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagi peran atau
sumbangan sektor-sektor dalam perekonomian Indonesia terhadap Produk

1
http://www.kemenperin.go.id

1
Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kemudian menurut Eka Nurdiano Struktur
ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masing-masing sektor dalam
perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam
sektor primer, sekunder dan tersier.2
Hal tersebut dijelaskan oleh Sadono Sukirno (2006) bahwa, berdasarkan
lapangan usaha maka sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia
dibedakan dalam tiga kelompok utama yaitu:
a. Sektor primer, yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan,
perikanan, pertambangan dan penggalian.
b. Sektor sekunder, terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air,
bangunan.
c. Sektor tertier, terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk
pemerintahan).3
Menurut Dumairy (1996) Struktur ekonomi dapat dilihat setidak tidaknya
berdasarkan empat sudut tinjauan yaitu4:
Pertama, tinjauan makro-sektoral, sebuah perekonomian dapat berstruktur
misalnya agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektor produksi yang
menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan.
Kedua, tinjauan keruangan, perekonomian dapat dinyatakan berstruktur
tradisional dan berstruktur modern. Hal ini bergantung pada apakah wilayah
pedesaan dengan teknologinya yang tradisional mewarnai kehidupan
perekonomian itu, ataukah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah
relative modern yang mewarnainya.
Ketiga, tinjauan penyelenggaraan kenegaraan, perekonomian yang
berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis. Etatis ialah struktur ekonomi dimana
pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian. Egaliter
ialah struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan lebih banyak dalam

2
http://ekanurdiyanto.com
3
Sadono Sukirno.2006.”Makro Ekonomi:Pengantar Teori”.Jakarta:Raja Grafindo Persada
4
Dumairy.1996.”Perekonomian Indonesia”.Jakarta : Erlangga

2
suatu perekonomian. Borjuis ialah dimana kalangan pemodal dan usahawan yang
berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian.Struktur ini bergantung pada
siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian
yang bersangkutan.
Keempat, tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, pengambilan
keputusan dapat dibedakan antara struktur ekonomi yang sentralistis dan yang
desentralistis. Ekonomi sentralistis ialah suatu pengambilan keputusan ataupun
kebijakan yang ditentukan dan dikeluarkan oleh pusat dalam hal ini yaitu
pemerintah. Sedangkan desentralistis dalam pengambilan keputusan ataupun
kebijakan ditentukan oleh pemerintah daerah ataupun regional.
Dua tinjauan pertama merupakan tinjauan ekonomi murni yaitu tinjauan
makro sektoral dan tinjauan keruangan, sedangkan dua tinjauan yang terakhir
merupakan tinjauan politik, yaitu tinjauan penyelenggaraan dan tinjauan birokrasi.

3. Perubahan Struktur Ekonomi


Menurut Weiss Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan
pertumbuhan PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur
ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sector utama ke
ekonomi modern yang didomonasi oleh sektor-sektor non-primer, khususnya
industri manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif antara
pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai motor
utama penggerang pertumbuhan ekonomi.5 Ada kecendeungan (dapat dilihat
sebagai suatu hipotesis), bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang
membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita, maka semakin cepat
perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi faktor-faktor penentu lain yang
mendukung proses tersebut, seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku dan
teknologi tersedia.
Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi, pada umumnya
disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan

5
Weiss. 1988.

3
agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat
(produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi yang diperlukan guna
mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Teori perubahan struktur ekonomi:
a. Teori Arthur Lewis ( Teori Migrasi )
Teori ini membahas pembangunan di pedesaan (perekonomian tradisional
dengan pertanian sebagai sector utama) dan perkotaaan (perekonomian
modern dengan industry sebagai sector utama).
Di pedesaan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi, sehingga
kelebihan supply tenaga kerja dan tingkat hidup yang subsistence,
sehingga produk marjinalnya sama dengan nol dengan upah yang rendah.
Produk marjinal = 0 berarti fungsi produksi sectok pertanian telah optimal.
Jika jumlah TK > dari titik optimal, maka produktivitas menurun dan upah
menurun. Dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang terlalu banyak
dibandingkan tanah dan capital tidak merubah jumlah outputnya.
Diperkotaan, sektor industri kekurangan tenaga kerja, sehingga
produktivitas tenaga kerja menjadi tinggi dan nilai produk marjinalnya
positif yang menunjukkan fungsi produksinya belum mencapai titik
optimal, sehingga upahnya juga tinggi.
Perbedaan upah ini menyebabkan migrasi atau urbanisasi tenaga kerja dari
desa ke kota, sehingga upah tenaga kerja meningkat dan akhirnya
pendapatan negara meningkat.Pendapatan yang meningkat meningkatkan
permintaan makanan (output meningkat) dan dalam jangka panjang
pereonomian pedesaan tumbuh dan permintaan produk industry dan jasa
meningkat yang menjadi motor utama pertumbuhan output dan
diversifikasi produk non pertanian.
b. Teori Hollis Chenery (Teori transformasi structural atau pattern of
development)
Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti pada model
Lewis. Teori Chenery, dikenal dengan teori pola pembangunan. Teori ini
memfokuskan pada perubahan struktur ekonomi di negara berkembang

4
yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri
sebagai penggerak utama pertumbuhan. Penelitian Chenery menunjukkan
peningkatan pendapatan perkapita merubah:
a. Pola konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk
manufaktur dan jasa.
b. Akumulasi capital secara fisik dan SDM.
c. Perkambangan kota dan industri.
d. Penurunan laju pertumbuhan penduduk.
e. Ukuran keluarga yang kecil
f. Sektor ekonomi didominasi oleh sektor nonprimer terutama
industry
Chenery menyatakan bahwa proses transformasi struktural dapat
dipercepat jika pergeseran pola permintaan domestic kearah produk
manufaktur dan diperkuat dengan ekspor.
Kelompok negara berkembang mengalami proses transisi ekonomi yang
pesat dengan pola dan proses yang berbeda-beda sebagai akibat dari
perbedaan antar negara:
a. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi).
Suatu Negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau
industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar, seperti
mesin, besi, dan baja yang relative kuat akan mengalami proses
industrialisasi yang lebih pesat/cepat dibandingkan Negara yang
hanya memiliki industri-industri ringan, seperti tekstil, pakaian
jadi, alas kaki, makanan dan minuman.
b. Besarnya pasar dalam negeri. Besarnya pasar domestik ditentukan
oleh kombinasi antar jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil
perkapita. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan
jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang (walaupun tingkat
pendapatan per kapita rendah), merupakan salah satu faktor
insentif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri,
karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam

5
proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu
lainnya mendukung).
c. Pola distribusi pendapatan. Faktor ini sangat mendukung faktor
pasar di atas. Walaupun tingkat pendapatan rata-rata per kapita naik
pesat, tetapi kalau distribusinya sangat pincang, kenaikan
pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industri-
industri selain industri-industri yang membuat barang-barang
sederhana, seperti makanan dan minuman, sepatu dan pakaian jadi
(tekstil). Misalnya, kalau hanya 20% dari PDB atau PN dinikmati
oleh 80% dari jumlah penduduk (berarti kelompok kaya 20% dari
jumlah populasi), maka sesuai teori Engel mengenai perbedaan
elastisitas pendapatan terhadap permintaan antara barang-barang
dari kategori ferior dan inferior, maka permintaan efektif terhadap
barang-barang dari kategori pertama tersebut kecil, dan ini tidak
terlalu merangsang pertumbuhan industri-industri yang membuat
barang-barang tersebut.
d. Karakteristik dari industrialisasi. Misalnya, cara pelaksanaan atau
strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis industri yang
diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang
diberikan. Aspek-aspek ini biasanya berbeda antarnegara yang
menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda antarnegara.
e. Keberadaan SDA. Ada kecenderungan bahwa Negara yang kaya
SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau
terlambat melakukan industrialisasi, atau tidak berhasil melakukan
diversivikasi ekonomi (perubahan struktur) dari pada Negara yang
miskin SDA. Contoh, Indonesia yang awalnya sangat
mengandalkan kekayaan DSA-nya terutama migas dapat dikatakan
relatif terlambat melakukan industrialisasi dibandingkan Negara-
negara kecil dan miskin SDA di Asia Tenggara dan Timur, seperti
Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan.

6
f. Kebijakan perdagangan luar negeri. Fakta menunjukkan bahwa di
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi ertutup (inward
looking), pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan di
Negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka
(outward looking). Banyak negara berkembang, termasuk
Indonesia, pada awal pembangunan menerapkan kebijakan
protektif terhadap sektor industrinya, kebijakan yang umum disebut
kebijakan substitusi impor. Hasilnya, sektor industri mereka
berkembang tidak efisien, sangat tergantung pada tingkat
diversivikasi rendah, khususnya lemah dikelompok industri-
industri tengah, seperti industri barang modal, input perantara, dan
komponen-komponen untuk kelompok industri-industri hilir, pada
umumnya menerapkan sistem produksi assembling. Sedangkan
Negara-negara berpendapatan di Asia Tenggara dan Timur, seperti
Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hong Kong-China
yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka atau kebijakan
promosi ekspor sangat berhasil dalam struktur ekonomi mereka
dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dalam periode yang relative tidak terlalu lama.
Sebagai rangkuman dari pembahasan diatas, dalam perubahan
struktur ekonomi atau proses transformasi ekonomi, berbarengan
dengan peningkatan pendapatan nasional rata-rata per kapita yang
selanjutnya merubah selera masyarakat atau konsumen, yang didorong
oleh kemajuan teknologi dan peningkatan kualitas SDM, kontribusi
sektor-sektor primer terhadap pembentukan PDB secara relatif
berkurang sedangkan kontribusi sektor-sektor sekunder dan tersier
meningkat terus.
Perubahan distribusi PDB menurut sektor atau pergeseran dari
sektor-sektor primer ke sektor-sektor non-primer semakin cepat
didorong oleh perpindahan atau realokasi faktor-faktor produksi

7
seperti modal dan tenaga kerja dari kelompok sektor-sektor pertama
tersebut ke kelompok sektor-sektor kedua itu.
Realokasi tersebut dipicu oleh perbedaan harga, profit dan upah
riil antara sektor-sektor primer yang lebih rendah dengan sektor-sektor
non-primer yang lebih tinggi. Karena profit di sektor-sektor non-
primer lebih tinggi dibandingkan di sektor-sektor primer, maka terjadi
akumulasi modal yang pesat di kelompok sektor kedua tersebut. Juga
urbanisasi terjadi mengikuti perubahan struktur ekonomi dan terjadi
migrasi yang pesat dari perdesaan yang merupakan lokasi dari sektor-
sektor primer ke perkotaan yang menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan
ekonomi non-primer
c. Teori Clark6
Aspek penting lain dari perubahan struktural adalah sisi
ketenagakerjaan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui 2 proses
transformasi dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja
di setiap sektor dan transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas
tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih
tinggi
Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan
dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan
lapangan kerja. Tanggung jawab ideal dari dunia kerja adalah bagaimana
dapat menyerap sebesar-besarnya tambahan angkatan kerja yang terjadi
setiap tahun, dengan tetap memperhatikan peningkatan produktivitas
pekerja secara keseluruhan. Sebab dengan meningkatnya produktivitas,
diharapkan upah juga meningkat sekaligus kesejahteraan pekerja dapat
diperbaiki.
Perubahan struktural tersebut juga memberikan dampak tidak
langsung terhadap perubahan struktur ketenagakerjaannya.
Ketidakserasian antara perkembangan ekonomi dan penyerapan tenaga

6
Kentut. 2001. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta Kualitas Sumberdaya
Manusia Di Indonesia. Bogor : Pusat analisis sosial ekonomi dan kebikan pertanian

8
kerja, secara umum akan menimbulkan kelemahan pada sistem penawaran
dan permintaan tenaga kerja. Untuk mengetahui secara lebih mendalam
masalah-masalah ketenagakerjaan ini, perlu dikaji hubungan dan
keterkaitan antara perkembangan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja
dengan implikasinya pada perubahan struktur ekonomi.

Dalam pembahasan ini dasar teori yang kami gunakan adalah


menggunakan dasar teori dari Dumairy, yang ia menyatakan bahwa struktur
ekonomi dapat dilihat dari empat tijauan yaitu7:

a. Tinjauan Makro Sektoral

Berdaasarkan tinjauan makro sektoral sebuah perekonomin dapat berstruktur,


agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektro produksi apa atau mana yang
menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan.

b. Tinjauan Keruangan

Berdasarkan tinjauan keruangan (spasial) suatu perekonomian dapat


dinyatakan berstruktur kedesaan atau tradisional dan berstruktur kekotaan atau
moderen. Hal intu bergntung pada apakah wilaah pedesaan dengan teknologinya
yag tradisional yang mewarnai perekonomian itu ataukan wilayah perkotaan
dengan teknologinya yang sudah relatif moderen yang mewarnainya.

c. Tnjauan Penyelenggaraan

Dari tinjauan ini orang dapat pula melihatnya menjdi perekonomian yang
berstruktur etatis, egaliter atau borjuis. Predikat struktur ni tergantung pada siapa
atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dengan perekonomian yang
bersangkutan. Apakah pemerintah ataua negara, ataukah rakyat kebanyakan,
ataukah kalangan pemodal dan usahawan (kapitalis).

d. Tinjauan Birokrasi

7
Dumairy.1996.”Perekonomian Indonesa”.Jakarta:Erlangga

9
Dengan sudut tinjauan in, dapat dibedakan antara struktur ekonomi yg
sentralistis dan desentralistis.

4. Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Lama (1945-1966)


Pada masa orde lama perekonomian Indonesia masih dalam keadaan
terpuruk dikarenakan Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya
sehingga kondisi perekonomiannya masih mewarisi masalah-masalah ekonomi
dari peninggalan penjajahan. Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia
masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal seperti pertambangan,
distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil yang memiliki kontribusi
lebih besar daripada sector informal terhadap output nasional atau PDB
didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing kebanyakan berorientasi ekspor.
Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha
asing tersebut relatif lebih padat capital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi
yang didominasi oleh pengusaha pribumi dan perusahaan-perusahaan asing
tersebut beralokasi di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya.
Disamping itu,kondisi politik keamanan yang belum mantap,menyebabkan
tingkat perkembangan ekonomi menjadi terhambat. Inilah yang menjadikan
kondisi perekonomian Indonesia pada pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai
suatu masa suram.
Tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukkan
kemunduran semenjak tahun 1950.Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966
lebih rendah dari pada tahun 1938. Sektor industri yang menyumbangkan hanya
10 %dari GDPdihadapkan padamasalah pengangguran kapasitas yang serius. Pada
masa ini defisit anggaran belanja negara mencapai 50 % dari pengeluaran total
negara, ditambah lagi dengan penerimaan ekspor yang sangat menurun serta
hiperinflasi periode 1964-1966, menjadikan Indonesia mengalami kelumpuhan
perekonomian.
Selain tu, selama periode orde lama, kegiatan paroduksi di sektor pertanian
dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena
keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun

10
nonfisik seperti pendanaan dari bank. Akibat rendahnya volume produksi dari sisi
suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di
masyarakat mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai lebih
dari 300% menjelang akhir periode orde lama.8
4.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral
Dilihat dari tinjauan makro sektoral berdasarkan konstribusi sektor-sektor
produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto
Indonesia.Pada saat orde lama perekonomian Indonesia bercorak pertanian hal
tersebut dapat dilihat dari peran nilai rata-rata yang diberikan sektor petanian
terhadap PDB Indonesia pada tahun 1939 adalah sebesar 61% sedangkan
peran atau kontribusi ketiga sektor lainnya (industri, perdagangan dan jasa)
hanya berperan sebanyak 39%.
4.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan
Dilihat dari kacamata keruangan, perekonomian Indonesia memiliki
struktur kedesaan atau tradisional, dikarenakan pada masa orde lama
perekonomian Indonesia masih berada pada sistem agraris yang masih terbawa
masa-masa kolonialisme.
Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Penyelenggaraan
Dilihat dari tinjauan penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia
pada tahun 1945-1966, perekonomian Indonesia masih berstruktur etatis, dimana
pemerintah yang berperan dominan sebagai pelaku utama perekonomian.
Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Birokrasi
Berdsarkan tinjauan birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur
sentralis.Dalam struktur ekonomi yang sentralistis pembuatan keputusannya lebih
banyak ditetapkan oleh pemrintah pusat atau kalangan atas pemerintahan.
Pemerintah daerah atau kalangan pemerintahan dibawah, beserta masyarakat dan
mereka yang tidak memiliki akses ke pemrintahan pusat, cenderungnya mereka
hanya menjadi pelaksana saja, dan dalam pembuatan perencanaan hanya sekedar
sebagai pendengar.

8
Universitas Sumatra Utara dalam Handuot peran pertanian di Indonesia

11
5. Struktur Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998)
Menjelang tahun 1977 perekonomian Indonesia telah mengalami
perubahan struktural yang cukup menyolok,sebagai akibat kebijaksanaan
pemerintah yang ditunjang oleh naiknya harga minyak bumi.Selama dasawarsa
setelah tahun 1965,bagian GDP atau PDB yang berasal dari sektor pertanian turun
dari 52 % menjadi 35 %, sedangkan bagian GDP yang berasal dari sektor
pertambangan telah melonjak dari 3,7 % menjadi 12 %.
Selanjutnya dalam sektor pertambangan, sampai dengan tahun 1985
masih memegang peran yang penting dalam pemasukan PDB bagi negara,
meskipun sudah mulai mengalami penurunan. Memudarnya oil boom di pasaran
dunia ini, oleh karenanya harus dicara kompensasinya dari sektor lain, baik
industri dan jasa-jasa. Dan memang kedua sektor terakhir ini menunjukkan
kemajuan yang progresif, dalam arti tidak pernah mengalami penurunan
sedikitpun.
Sektor industri disini diartikan sebagai industri pengolahan (manufaktur
ringan, manufaktur padat pemrosesan dan manufaktur padat engineering) dan
industri pertanian, yang dibedakan dengan industri pertambangan. Meskipun
industrialisasi di Indonesia bisa dikatakan baru mulai (dibandingkan negara
berkembang lainnya seperti India dan Cina), namun telah memperlihatkan
kemajuan yang menggembirakan.
Jika tolok ukur proses industrialisasi adalah sumbangan sektor
manufaktur terhadap PDB, maka Indonesia baru memasuki industrialisasi tahap
kedua pada akhir Repelita I (1974-1978).

Peran Per Sektor Terhadap PDB


Th. 1969-1988 (%)
100

0
1969 1973 1976 1979 1981 1984 1987 1988
Pertanian Industri Jasa

Grafik 5 Peran Per Sektor Terhadap PDB Th. 1969-1988 (%)

12
5.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral
Dilihat dari makro sektoral berdasarkan konstribusi sektor-sektor
produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto
Indonesia.Pada saat orde baru perekonomian Indonesia bercorak pertanian hal
tersebut dapat dilihat dari sumbangan nilai rata-rata yang diberikan sektor
petanian sebesar 12.725 milyar atau 26% terhadap PDB Indonesia. Hal ini di
tunjang oleh kebijakan pemerintah yaitu tertuang dalam Repelita I (1969-
1974)mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974.
Repelita I ini merupakan landasan awal pembangunan pertanian di orde
baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun
dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan
prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh
adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kemudian dalam Repelita II (1974-1979)mulai dilaksanakan sejak tanggal
1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar
7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar
untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar
tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Repelita II
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun.
Repelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan.
Repelita IV (1984-1989)mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 –
31 Maret 1989. Repelita IV adalah peningkatan dari Repelita III. Peningkatan
usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian
pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja.
Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun

13
1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasilnya
Indonesia berhasil swasembada beras.
Proses perubahan struktur perekonomian ditandai dengan: (1) merosotnya
pangsa sektor primer (pertanian), (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder
(industri), dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) kurang lebih konstan, namun
kontribusinya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.9
Memasuki masa pembangunan Lima Tahun II, secara perlahan mulai
terlihat ada perubahan cara pemerintah menangani sistem ketenagakerjaan.
Ada beberapa hal yang menonjol seperti:
a. Kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah orde baru juga
mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional
sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya sejak
awal Pelita III (1979-1983). menggunakan sarana yang diistilahkan
dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila)
b. Serikat pekerja ditunggalkan dalam SPSI. Kendati Indonesia telah
menerbitkan Undang-undang No.18 tahun 1956 tentang Ratifikasi
Konvensi ILO No.98 tahun 1949 mengenai Pelaksaaan prinsip-prinsip
dari Hak untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama seta Peraturan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan ko[erasi No.8/EDRN/1974
dan No.1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di
Perusahaan Swasta dan Pendaftaran Organisasi Buruh, kebebasan
berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pada saat itu.
Peran militer dalam praktiknya sangat bear, misalnya dalam
penyelesaian perselisihan perburuhan.

Tabel 5.1. Perkembangan Masing-Masing Sektor Terhadap PDB


Sektor
Tahun
Pertanian (P) Industri (I) Jasa (J) Pola
1995 16.09 41.83 42.08 J–I–P

9
Tri Pambudi. Andi. 2009. Pergeseran Struktur Perekonomian Atas Dasar Penyerapan Tenaga
Kerja Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi UNDIP

14
1996 15.38 42.86 41.76 J–I–P
1997 14.79 43.18 42.03 J–I–P
1998 16.90 42.71 40.35 J–I–P
Rataan 16.15 43.03 40.82 J–I–P
r (% th) -0.29 0.72 -0.76

Berdasarkan harga konstan 1993, pada tahun 1995 sektor jasa mampu
memberikan kontribusi yang paling besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 42,08 persen, disusul oleh sektor
industri sebesar 41,83 persen dan yang relatif paling kecil adalah sektor pertanian
(Tabel 1). Sehingga pada tahun ini pola struktur produksi terhadap PDB dilihat
dari aspek kontribusi menurut sektor adalah J – I – P dimana J adalah jasa, I
adalah industri, dan P adalah pertanian.
Mulai tahun 1996, kontrubusi terhadap PDB terbesar telah beralih dari sektor
jasa ke sektor industri, sementara itu sektor pertanian masih tetap berada pada
urutan ketiga, sehingga mulai tahun 1996 struktur PDB telah berubah menjadi
pola I-J-P. Pada Tabel 1 tampak juga bahwa selama tahun 1995-1998 rata-rata
kontribusi sektor industri, jasa dan pertanian berturut-turut 43,03 persen; 40,82
persen; dan 16,15 persen.
Pada periode yang sama, pangsa sektor pertanian dan industri masing-masing
cenderung meningkat 0,29 persen dan 0,72 persen, sebaliknya pangsa sektor jasa
justru mengalami penurunan sebesar 0,76 persen. Walaupun pangsa sektor
pertanian cenderung mengalami peningkatan terutama selama krisis ekonomi,
akan tetapi dapat diduga bahwa sektor ini sangat sulit untuk memperbaiki
posisinya, mengingat pangsanya yang relatif kecil dibandingkan dua sektor
lainnya.

Tabel 5.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Masing-masing Sektor


Sektor (%)
Tahun
Pertanian (P) Industri (I) Jasa (J) Pola
1995 47.0 18.1 34.9 P-J-I

15
1996 52.3 19.8 27.9 P-J-I
1997 50.6 20.0 29.4 P-J-I
1998 52.3 16.1 31.6 P-J-I
Rataan 49.3 18.0 32.7 P-J-I
R (% th) -0.95 -0.09 2.35
Sumber : BPS 1997, 2001 (diolah)

Dari aspek kesempatan tenagakerja, selama periode 1995-2001 terlihat bahwa


sektor pertanian menampung hampir separuhnya (49,3%) dari total jumlah pekerja
Indonesia, disusul oleh sektor jasa sekitar 33 persen, sedangkan sektor industri
baru hanya sekitar 18 persen (Tabel 2.2). Selama periode 1995-1998, yang cukup
menarik bahwa disamping daya tampungnya yang relatif paling rendah, pangsa
penyerapan sektor industri terhadap tenagakerja juga cenderung menurun sekitar
0,09 persen terutama terjadi pada awal-awal krisis ekonomi. Demikian juga
pangsa penyerapan tenagakerja dari sektor pertanian cenderung menurun sekitar
0,95 persen, sebaliknya pangsa penyerapan tenagakerja dari sektor jasa justru
mengalami peningkatan sebesar 2,35 persen. Informasi ini juga menunjukkan
bahwa nampaknya tidak terjadi perubahan pola struktur penyerapan tenagakerja
terutama periode 1995-1998.
Berubahnya struktur pangsa masing-masing sektor terhadap PDB yang
tidak dibarengi dengan adanya perubahan struktur penyerapan tenagakerja,
tentunya akan berdampak terhadap rasio dari dua aspek tersebut, seperti disajikan
pada Tabel 2.3. Selama periode 1995-1998 rata-rata rasio penyerapan tenagakerja
dengan pangsa terhadap PDB dari sektor pertanian sebesar 3,06 dengan kisaran
2,71 – 3,42, dan untuk sektor industri rata-rata 0,42 dengan kisaran 0,38– 0,46,
sementara untuk sektor jasa rata-rata 0,80 dengan kisaran 0,67 – 0,96.
Tabel 5.3. Rasio Antara Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Pangsa
dengan PDB pada Masing-Masing Sektor
Sektor
Tahun
Pertanian (P) Industri (I) Jasa (J) Pola
1995 2.92 0.43 0.83 P–J–I

16
1996 3.40 0.46 0.67 P–J–I
1997 3.42 0.46 0.70 P–J–I
1998 3.09 0.38 0.78 P–J–I
Rataan 3.06 0.42 0.80 P–J–I

Dari tabel di atas terlihat bahwa selama periode 1995-1998 sektor


pertanian “dipaksa” menyerap tenagakerja yaitu tiga kali lipat dari
kemampuannya dalam berkontribusi terhadap PDB, sebaliknya sektor industri
hanya mampu menyerap tenagakerja sekitar 42 persen dari kontribusi terhadap
PDB, sementara itu sektor jasa hanya mampu menyerap tenagakerja baru sekitar
80 persen.
Dari infromasi di atas menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan
struktur pangsa produksi (PDB) yang tidak diikuti oleh terjadi perubahan struktur
pangsa penyerapan tenagakerja secara proporsional dan bahkan cenderung
struktur pangsa penyerapan tenagakerja tidak berubah akan menyebabkan terjadi
penumpukan tenagakerja pada satu sektor. Sehingga fenomena ini akan
menyebabkan semakin timpangnya produktivitas yang dihasilkan yang lebih
lanjut berdampak pada semakin timpangnya juga pendapatan antara pekerja di
sektor pertanian dan industri.10
5.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan
Dilihat dari kacamata keruangan, perekonomian Indonesia telah bergeser
dari semula berstruktur kedesaan atau tradisional perlahan mulai beralih pada
struktur kekotaan atau modern.
5.3 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Penyelenggaraan
Dilihat dari tinjauan penyelenggaraan, sejak awal perekonomian indonesia
pada masa orde baru hingga pertengahan dasawarsa 1988- perekonomian
Indonesia masih berstruktur borjuis, belum mengarah ke struktur perekonomian
yang egaliter, karena baru kalangan pemodal dan usahawanlah yang dapat cepat

10
Kariyasa, Ketut. 2003. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta Kualitas
Sumberdaya Manusia Di Indonesia. Pusat analisis sosial ekonomi dan kebikan pertanian: Bogor

17
menanggapi undangan pemerintah untuk berperan lebih besar dalam
perekonomian nasional.

5.4 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Birokrasi


Berdsarkan tinjauan birokrasi perekonomian Indonesia berstruktur etatis,
yaitu pemerintah atau negarra merupakan pelaku utama ekonomi.pengambilan
keputusannya,struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka
panjang tahap pertama sentralis. Pembuatan keputusan lebih banyak ditetapkan
oleh pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Namun sejak awal era
pembangunan jangka panjang tahap ke dua struktur ekonomi sentralis mulai
berkurang kadarnya. Keinginan untuk desentralisasi dan demokrasi ekonomi kian
besar.

6. Struktur Ekonomi Indonesia Masa Reformasi sampai SBY (1998-2013)

Pada masa reformasi pemerintahan Indonesia dibawah kendali persiden


BJ. Habibie, dan pada masa pemerintah B.J. Habibie Indonesia berhasil mengatasi
permasalah ekonomi yang disebabkan karena krisis ekonomi dunia yang berimbas
pula pada perekonomian Indonesia.

Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh presiden Abdurahman Wahid


yang tidak lama diturunkan dari kursi jabatannya yang kemudian digantikan oleh
Megawati Soekarno Putri, ia merupakan presiden pertama wanita Indonesia.

Dan kemudian dilanjutkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. SBY nama


panggikan akrabnya, memerintah Indonesia selama 10 tahun, perekonomian
Indonesia dibawah kepemimpinan SBY dan berada pada masa keemasannya.
Terbukti dengan saat terjadi krisis dunia pada tahun 2008 perekonomian Indonesia
tetap tangguh, gemilangnya perekonomian Indonesia ini menyebabkan investor
asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

6.1 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral


Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat
berstruktur agraris, industri, atau jasa. Hal ini tergantung pada sektor apa yang

18
dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkutan. Dilihat
secara makro sektoral dalam bentuk produk domestik bruto pada tahun 1991
struktur perekonomian Indonesia bercorak industri dan pada tahun ini steruktur
ekonomia industri Indonesia sudah mulai stabil. Hal ini diperkuat dengan
kebijakan pemerintahan B.J Habibie yang memprioritaskan pengembangan
industri berkeunggulan kompetitif dalam rangka memulihkan perekonomian yang
pada tahun 1997 terkena krisis. Perubahan struktur ekonomi Indonesia dapat
dilihat pada graik dibawah ini.

Peran Per Sektor Terhadap PDB


Th. 1998-2013 (%)
30
20
10
0

Pertanian Industri Jasa

Grafik 6.1. Peran Per Sektor Terhadap PDB Th. 1998-2013 (%)

Dari grafik diatas dapat dianalisis bahwa pada periode 1998-2013 PDB
Indonesia masih dominan disumbang oleh sektor industri, pada periode ini sektor
industri sangat stabil dalam memberikan kontribusinya terhadap PDB Indonesia,
namun pada tahun 2000 ada sedikit penurunan kontribusi sektor industri terhadap
PDB Indonesia. Kemudian pada tahun tahun 2006 sumbangan sektor pertanian
terhadap PDB hanya tinggal sekitar 12,9%. Sedangkan sumbangan output dari
indurtri pengolahan (manufaktur) terhadap pembentukan PDB pada tahun 2006
tercatat sekitar 28%, jadi sudah lebih besar dari pada pertanian, dan ini jelas
mencerminkan bahwa ekonomi nasional telah mengalami suatu perubahan secara
struktural dalam 3 dekade belakangan ini. Sedangkan pada tahun 2008 hingga
2010 PDB Indonesia mengalami penurunan dari sektor pertanian peternakan

19
kehutanan perikanan hanya 4,8%, 4,1%, dan 2,9%. Sedangakan tahun 2011 dan
2012 mengalami peningkatan 3,0% dan 3,97%.
Pada sektor pertambangan dan penggalian tahun 2008 hanya 0,5% dan
meningkat kembali pada tahun 2009 yakni 4,4%. Kemudian pada triwulan II 2010
menunjukkan bahwa struktur PDB Indonesia masih didomonasi oleh sektor
industri manufaktur, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran,
dimana masing-masing memberikan kontribusi sebesar 24,9%, 15,9% dan 13,7
dan 2011 dengan nilai 3,5% dan 1,4 %. Sementara tahun 2012 meningkat kembali
yakni 1,49%.krisis.
Struktur perekonomian Indonesia yang industrialisasi pada saat ini
sesungguhnya belum mutlak, tetapi masih sangat dini. Industrialisasi di Indonesia
barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam membentuk PDB atau pendapatan
nasional. Industrialisasi yang ada belum didukung dengan kontribusi sektoral
dalam penerapan tenaga dan angkatan kerja. Apabila kontribusi sektoral dalam
menyumbang pendapatan dan dalam penerapan tenaga kerja diperbandingkan,
maka struktur ekonomi Indonesia ternyata masih dualisme.
Boeke seoang ekonom Belanda mengatakan bahwa perekonomian Indonesia
masih berstruktur dualistis. Sebab dari segi penyerapan tenaga kerja dan sumber
kehidupan rakyat (53,69%) masih diserap oleh sektro pertanian, sedangkan sektor
industri pengolahan hanya menyerap 10,51% tenaga kerja.
Hal ini diperkuat dengan data sebagai berikut:

6.2 Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan


Pergeseran sturktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan
pergeserannya dengan keruangan, ditinjau dari sudut pandang keruangan, struktur
perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan.
Hal ini dapat kita lihat dan kita rasakan sejak Pelita III hingga era reformasi
sekarang ini. Kemajuan perekonomian di kota-kota jauh lebih besar dibandingkan
dengan di pedesaan, hal ini disebabkan pembangunan industri-industri pengolahan
di daerah perkotaan dan juga makin berkembangnya sarana dan prasarana
transportasi dan komunikasi.

20
Dengan demikian jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pedesaan
menjadi lebih sedikit, hal ini bukan semata-mata karena perpindahan penduduk
dari pedesaan ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik tetapi juga karena mekar dan
berkembangnya kota-kota khusunya di pulau Jawa sehingga terjadi penumpukan
penduduk disini. Disamping itu juga kehidupan masyarakat sehari-hari semakin
modern yang tercermin dari perilaku konsumtif masyarakat dan juga penerapan
teknologi modern untuk proses produksi oleh perusahaan-perusahaan.

6.3 Struktur Ekonomi dari Tinjauan Penyelenggaraan Kenegaraan

Struktur ekonomi dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggraan


kenegaraan. Ditinjau dari sini maka struktur perekonomian dapat dibedakan
menjadi struktur etatis, egaliter dan borjuis. Etatis ialah struktur ekonomi dimana
pemerintah yang berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian. Egaliter
ialah struktur perekonomian dimana rakyatlah yang berperan lebih banyak dalam
suatu perekonomian. Borjuis ialah dimana kalangan pemodal dan usahawan yang
berperan lebih banyak dalam suatu perekonomian. Predikat ini bergantung pada
siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeranm utama dalam perekonomian
yang berangkutan, yaitu bisa pemerintah/negara, bisa rakyat kebanyakan atau
kalangan pemodal dan usahawan.
Struktur ekonomi Indonesia sejak awal Orde Baru hingga pertengahan
dasawarsa 1980-an berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan
BUMN dan BUMD sebagai kepanjangan tangannya, merupakan pelaku utama
perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasawarsa 1990-an peran
pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah
secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang kalangan
swasta untuk berperan lebih besar dlam perekonomian nasional.
Struktur ekonomi ini arahnya untuk sementara adalah ke perekonomian
yang berstruktur borjuis, dan belum mengarah ke struktur perekonomian yang
egaliter, karena baru kalangan pemodal dan usahawan kuatlah yang dapat dengan
cepat menanggapi undangan dari pemerintah tersebut. Maka akibatnya terjadi
ekonomi konglomerasi dimana hanya beberapa orang pemodal kuat yang

21
mengendalikan sektor-sektor ekonomi di Indonesia, yang dampaknya kita rasakan
sekarang yaitu ambruknya perekonomian Indonesia karena tidak terkendalinya
investasi-investasi yang dananya berupa pinjaman dari luar negeri.
Pada era reformasi ini struktur ekonomi Indonesia diarahkana pada struktur
ekonomi egaliter dimana seluruh penggerak roda perekonomian dilibatkan dalam
membangun perekonomian Indonesia. Misalnya dengan memperkuat peran usaha-
usaha koperasi, pengusaha mikro, kecil dan menengah karena mereka dianggap
pelaku-pelaku ekonomi yang tahan menghadapai krisis ekonomi, dan dianggap
sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang mampu menjadi penyangga perekonomian
Indonesia.

Struktur Ekonomi dari Tinjauan Birokrasi Pengambilan Keputusan


Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi
pengambila keputusan. Dilihat dari sudut tinjauan ini, struktur ekonomi dapat
dibedakan menjadi struktur ekonomi yang terpusat (sentralisasi) dan
desentralisasi.
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, dapat dikatakan
bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang
tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistis
pembuatan keputusannya lebih banyak ditetapkan oleh pemrintah pusat atau
kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau kalangan pemerintahan
dibawah, beserta masyarakat dan mereka yang tidak memiliki akses ke
pemrintahan pusat, cenderungnya mereka hanya menjadi pelaksana saja, dan
dalam pembuatan perencanaan hanya sekedar sebagai pendengar.
Struktur birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara
rapi selama pemerintahan orde baru, hal ini disebabkan oleh budaya atau kultur
masyarakat Indonesia yang paternalistik. Walaupun Indonesia sudah merdeka
stengah abad dan menuju era globalisasi namun budaya ini masih sulit untuk
ditngalkan, dan bahkan cenderung dipertahankan.
Struktur perekonomian yang etatis dan sentralistis berkaitan erat.
Pemerintah Pusat menganggap bahwa Pemerintah Daerah belum cukup mampu

22
untuk diserahi tugas untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Argumentasi
yang sering dijadikan legitimasi adalah karena sebagai negara sedang berkembang
yang barau mulai melakukan proses pembangunan. Sehingga dalam kondisi yang
demikian diperlukan peran sekaligus dukungan pemerintah sebagai agen
pembangunan, sehingga menjadikannya etatis, dan sekaligus dibutuhkan
pemerintahan yang kuat. Namun demikian sejak awal pembangunan jangka
panjang tahap kedua (PJP II) struktur perekonomian yang etatis dan sentralistis
tersebut secara berangsur mulai berkurang kadarnya.
Keinginan untuk melakukan desentralisasi dan demokratisasi ekonomi
makin besar. Perubahan rezim pemerintahan dari orde baru ke rezim pemerintahan
era reformasi telah membawa angin segar bagi pemerintahan di daerah untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi. Hal ini seiring dengan mulai
diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan telah diubah menjadi UU Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan struktur
perekonomian yang etatis menjadi egaliter, yang tadinya sentralistis menjadi
desentralistis.
Struktur ekonomi yang sedang kita hadapi saat ini sesungguhnya merupakan
suatu struktur yang tradisional. Kita sedang beralih dari struktur yang agraris ke
industrial, dari struktur yang etatis ke borjuis, dari struktur yang kedesaan atau
tradisional ke kekotaan atau modern. Sementara dalam hal birokrasi dan
pengambilan keputusan mulai desentalistis.

Dampak positif dan negatif perubahan struktur ekonomi

1. Peningkatan produksi pertanian yang dirangsang oleh perubahan sistem


pertanian ke sistem pertanian modern.
2. Penyerapan tenaga kerja di perkotaan pada industri-industri baru.
3. Percepatan arus uang dan barang yang merangsang percepatan pendapatan
perkapita masyarakat pada gilirannya memperbaiki kesejahteraan
masyarakat.

Dampak negatif

23
1. Hilangnya lahan pertanian mengakibatkan para petani dan buruh
penggarap kehilangan mata pencahariaannya.
2. Munculnya pengangguran struktural yang mungkin tidak tertampung oeleh
sektro industri dan jasa
3. Tingginya laju urbanisasi yang menjadikan beban kota semakin berat serta
menimbulkan masalah sosial lainnya.

24
7. Saran
Struktur ekonomi Indonesia dari masa orde lama hingga kini secara garis
besar mengalami peralihan dimana dampaknya terkadang positif dan negatif. Dan
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah,
yang sebenarnya apabila dalam pengelolaannya dapat dioptimalkan, kita dapat
unggul baik di sektor pertanian maupun industri.

Indonesia saat ini, lebih menekankan pada perkembangan sektor Industri


tanpa sadar sebenarnya meninggalkan sektor pertanian yang berakibat krisis
pangan yang juga berdampak serius pada perekonomian. Untuk itu meski sektor
industri kita kembangkan, sebagai negara yang berlimpah sumber daya,
pemerintah dan para stakholder sudah sepatutnya memajukan sektor pertanian.

25
vi

Anda mungkin juga menyukai