BAB II
Telah banyak perubahan pada condenser yang dilakukan oleh para Penelitian
terdahulu untuk heat exchenger dari segi bentuk design dan metode penelitian sesuai
dengan kebutuhan yang ada. Namun ini merupakan salah satu objek yang bisa
dijadikan referensi untuk penelitian pada saat ini dan menambah teori dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Selain sebagai acuan, peneliti terdahuu juga sebagai
perbandingan dalam sebuah tulisan melakukan penjiplakan atau tidak. Beberapa
penelitian diangkat sebagai referensi untuk menambah teori. Berikut ini beberapa
penelitian berupa jurnal terkait dengan peneitian ini :
Tabel 2.1 tinjauan pustaka
Penulis dan
no judul Defenisi dan Metodelogi hasil
tahun
Sebuah perusahaan dibidang industri telah
mengembangkan heat exchenger dengan kinerja
tinggi dengan bentuk tabung bergelombang atau
penukar panas shell, yang memberikan peningkatan
Corrugated aliran turbulance & pada gilirannya koefisien
Omega
Tube Heat perpindahan panas yang lebih tinggi bahkan pada
1 processeng
Exchangers bilangan Reynolds yang rendah.
(1987)
Dalam tabung bergelombang atau penukar panas
shell turbulance yang lebih tinggi dicapai karena
deformasi terprogram (yaitu kerutuhan) tabung atau
shell, yang menginduksi aliran cairan spiral
dibandingkan dengan aliran plug dalam tabung halus /
6
media training AC central berpendingin udara. Dalam segi desain modeling condenser
pipa bergelombang (zigzag) akan disesuaikan dengan ukuran kapsitas kondensor yang
sudah ada pada media treaning ac central dengan ukuran panjang pipa laju fluida 30
cm dan 28 buah dari baris pipa
Istilah modeling suatu istilah umum yang menunjukkan terjadinya sebuah proses
belajar melalui pengamatan dari orang lain atau karya orang lain dan perubahan yang
terjadi karenanya melalui peniruan. teknik menirukan atau meragakan atau berbagai
macam proses, atau fasilitas yang yg ada didunia nyata, dengan membuat asumsi”
bagaimana kegiatan , failitas dan proses tersebut bekerja
Gambar 2.1 modeling kondensor dari pipa horizontal ke pipa bergelombang (zigzag)
(Sumber:http://linasundaritermodinamika.blogspot.com/2015/04/kondensorberpendin
gin-udara.html)
Di dalam Fisika, perpindahan panas merupakan salah satu dari displin ilmu teknik
termal yang mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah
panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik. Perpindahan panas adalah
perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bertemperatur tinggi
ke benda atau material yang bertemperatur rendah, hingga tercapainya kesetimbangan
panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari sumber panas sama dengan jumlah
panas benda yang dipanaskan dengan panas yang disebarkan oleh benda tersebut ke
medium sekitarnya. Perpindahan panas diklasifikasikan menjadi konduktivitas termal,
konveksi termal, radiasi termal. Ilustrasi perpindahan panas dapat dilihat pada
Gambar 2.2
dalam berbagai arah sebanding dengan gradien temperatur dan luas yang tegaklurus
terhadap arah aliran dan dalam arah gradient negatif. Konstanta kesebandingan
diperoleh dalam hubungan yang dikenal sebagai konduktivitas termal, k, dari material.
Ilustrasi perpindahan panas dapat dilihat pada Gambar 2.3
Untuk bentuk sederhana dan kondisi steady (tunak) satu arah dengan nilai
konstanta konduktivitas termal dalam hukum ini menghasilkan persamaan laju seperti
dibawah: Konduksi, Dinding Bidang. Intergrasi pada persamaan diatas untuk dinding
bidang dengan ketebalan, L antara dua permukaan pada T1 dan T2 dibawah kondisi
steady (tunak) menjadi persamaan dibawah ini
𝑻𝟏 −𝑻𝟐
𝑸= 𝑳 (2.2)
( )
𝑲𝑨
Perpidahan kalor secara konveksi ialah perpindahan kalor yang disertai dengan
perpindahan molekul-molekul zat perantaranya. Umumnya peristiwa perpindahan
18
kalor secara konveksi terjadi pada zat cair atau fluida dan gas. Ada dua jenis
konveksi yaitu konveksi paksa dan konveksi alami. Konveksi paksa ialah proses
perpindahan kalor yang langsung di arahkan ke tujuan. Konveksi paksa menggunakan
pompa atau blower. Peristiwa konveksi paksa terjadi pada radiator mobil dan proses
pertukaran udara pada lemari pendingin. Sedangkan konveksi alami ialah perpindahan
kalor yang terjadi secara alami akibat perbedaan massa jenis antara dua benda.
Molekul zat yang menerima kalor akan memuai dan massanya jenisnya menjadi lebih
ringan sehingga akan bergerak ke atas dan akan digantikan oleh molekul zat yang ada
diatasnya. peristiwa konveksi alami terjadi pada saat merebus air. Air yang letaknya
dekat dengan api akan mendapat panas sehingga molekul air akan saling bertumbukan
dan massa jenisnya lebih ringan, kemudian air akan bergerak ke atas dan digantikan
oleh air yang ada di atasnya. Perpindahan kalor secara konveksi juga mengakibatkan
terjadinya angin darat dan angin laut. Ilustrasi perpindahan panas konveksi dapat
dilihat pada Gambar 2.4
𝑸
𝑯= = 𝒉. 𝑨. ∆𝒕 (2.3)
𝒕
Q : kalor (Joule)
t : selang waktu yang diperlukan (s)
H : koefisien konvekssi
A : luas penampang(m2)
ΔT : perbedaan temperatur (K)
19
Perpindahan kalor secara radiasi adalah perpindahan kalor yang tidak memerlukan
perantara apapun. Contohnya: ketika kita duduk dan mengelilingi api unggun,
kita merasakan hangat walaupun kita tidak bersentukan dengan apinya secara
langsung. Dalam kedua peristiwa di atas, terjadi perpindahan panas yang dipancarkan
oleh asal panas tersebut sehingga disebut dengan Radiasi.
Contoh lainnya yaitu ketika kita mendekatkan tangan kita pada bola lampu
yang sedang menyala. Rasa panas lampu akan memengaruhi tangan kita sehingga
tangan kita terasa panas. Hal ini menunjukkan bahwa rasa panas dari lampu
dipindahkan secara radiasi atau pancaran. Ilustrasi perpindahan panas radiasi dapat
dilihat pada Gambar 2.5
Keterangan :
H : laju aliran kalor tiap satuan waktu (J/s atau watt)
Q : kalor yang dialirkan (J)
t : waktu (s)
A : luas (m2)
20
T : suhu (K)
𝝈 : konstanta stefan boltzmann (5,67 x 10- 8)
e : emisivitas benda (tanpa satuan).
(e bernilai 1 untuk benda hitam sempurna, dan bernilai 0 untuk benda tidak hitam
samasekali. Pengertian benda hitam sempurna disini adalahbenda yang memiliki
kemampuan menyerap semua kalor yang tiba padanya, atau mampu memancarkan
seluruh energi yang dimilikinya).
Dalam ilmu termodinamika ada beberapa istilah yang sering digunakan yaitu
temperatur kritis, tekanan kritis dan entalpi. Istilah-istilah ini wajib kita pahami
sebelum kita mempelajari masalah sistem pendingin (refrigrasi). Hal ini karena
temperatur kritis, tekanan kritis dan entalpi ini berkaitan dengan siklus refrigrasi
kompresi uap yang akan digunakan oleh AC Central.
Temperatur kritis adalah temperatur paling tinggi dari suatu zat dimana zat tersebut
masih berbentuk cair (likuid), tergantung pada tekanan yang diberikan kepadanya.
Temperatur kondensasi dari freont harus dijaga dibawah temperatur kritisnya. Jika
tidak, maka alat pendingin tersebut tidak akan beroperasi. Misalnya saja pada karbon
dioksisida (R-744) yang mempuyai temperatur kritis pada 87,8oF (31oC). Freon ini
tidak boleh digunakan pada sistm kompresi uap dengan pendinginan udara. Hal ini
dikarenakan temperatur kondensasi biasanya akan berada di atas temperatur kritisnya,
sehingga proses kondensasi tidak akan terjadi
Tekanan kritis adalah tekanan minimum dari suatu zat yang diperlukan untuk
mengkondensasikan zat tersebut pada temperatur kritisnya. Jika tekanan yang
diberikan pada zat tersebut kurang dari tekanan kritisnya maka zat tersebut tidak akan
21
mengalami kondensasi. Tekanan kritis dan temperatur kritis ini memiliki peranan
yang penting dalam menjaga bekerjanya siklus refrigrasi uap.
2.5.3 Entalpi
Entalpi adalah ukuran kandungan energi panas pada suatu zat. Besar dari entalpi dari
suatu zat ditentukan oleh temperatur dan tekanan dari suatu zat tersebut. Entalpi
menunjukan jumlah panas yang dimiliki oleh satu satuan masa (kilogram) suatu zat
yang dihitung dari temperatur referensi 32oF (0oC). Temperatur referensi ini dapat
digunakan untuk perhitungan entalpi air dan uap air. Untuk perhingan freont
digunakan temperatur referensi yaitu 40oF. Untuk menghitung entalpi dari suatu zat
dapat digunakan rumus:
H = cp x ∆T (2.5)
Dimana:
H : Entalpi (kJ/kg)
cp : Panas spesifik dari suatu zat (kJ/kg.K)
∆T : Perubahan temperatur yang terjadi (K)
Coefficient of Performance atau COP dari suatu pompa kalor dan mesin pendingin
merupakan rasio antara panas yang digunakan atau pendinginan yang diberikan pada
suatu sistem dengan kerja yang dibutuhkan. Semakin besar nilai COP-nya maka
semakin rendah biaya operasinya. Nilai COP biasanya lebih dari satu, terutama pada
pompa kalor, karena bukan hanya mengkonversi kerja menjadi panas, pompa tersebut
memompa panas tambahan dari sumber panas ke tempat diperlukan. Untuk sistem
yang lengkap, perhitungan COP harus mencakup konsumsi energi dari semua bahan
pembantu yang mengkonsumsi listrik. COP sangat tergantung pada kondisi operasi,
terutama temperatur absolut dan temperatur relatif antara heatsink dan sistem. COP
adalah ukuran dari kalor yang digunakan (Q) dibandingkan dengan kerja yang
dibutuhkannya (W).
22
𝑸
COP = 𝑾 (2.6)
COP tidak memiliki dimensi karena kalor yang digunakan dengan kerja yang
diberikan memiliki unit yang sama yaitu watt atau J/s. Dari persamaan 2.1 di ats dapat
dilihat bahwa semakin besar kalor yang digunakan untuk kerja yang sama, maka
semakin besar pula nilai COP-nya. Dan semakin kecil kerja yang diperlukan untuk
jumlah kalor yang sama maka semakin besar pula nilai COP-nya.
Siklus refrigrasi kompresi uap adalah yang paling umum digunakan di antara semua
siklus refrigrasi. Sesuai dengan namanya, siklus ini termasuk dalam kelas umum
siklus uap, dimana fluida kerja (freon) mengalami perubahan fasa setidaknya satu kali
dalam satu proses. Dalam siklus refrigerasi kompresi uap, pendinginan terjadi pada
saat fluida pendingin menguap pada temperatur rendah. Input energi ke siklus berupa
energi mekanis yang digunakan untuk menjalankan kompresor. Oleh karena itu siklus
ini juga disebut sebagai siklus refrigrasi mekanis.
23
Siklus pendinginan Carnot adalah siklus reversible, oleh karena itu digunakan sebagai
model untuk menyempurnakan siklus pendinginan antara panas yang masuk dan
panas yang keluar. Siklus Carnot ini digunakan sebagai acuan untuk membandingkan
siklus nyata dengan kondisi idealnya. Gambar 2.5 (a) dan (b) menunjukan skematik
sistem pendinginan kompresi uap Carnot dan siklus operasi pada diagram T-s.
24
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5 (a), sistem pendinginan Carnot dasar
untuk uap murni terdiri dari empat komponen yaitu kompresor, kondensor, turbin dan
evaporator. Efek pendinginan (q4-1 = qe) diperoleh pada evaporator saat freon
mengalami proses penguapan (proses 4-1) dan mengekstrak panas laten dari sumber
panas dengan temperatur rendah. Uap dengan temperatur rendah dan tekanan rendah
kemudian mengalami proses kompresi isentropis pada kompresor ke temperatur
heatsink Tc. Tekanan freon meningkat dari Pe ke Pc selama proses kompresi (proses
1-2) dan uap menjadi jenuh.
Jadi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 (b), siklus tersebut melibatkan
dua proses perpindahan panas isotermal (proses 4-1 dan 2-3) dan dua proses transfer
kerja isentropik (proses 1-2 dan 3-4). Panas diekstraksi secara isotermal pada
temperatur evaporator Te selama proses 4-1, panas dilepas secara isotermal pada
temperatur kondensor Tc selama proses 2-3. Kerja diberikan ke kompresor selama
kompresi isentropik (1-2) uap freon dari tekanan evaporator Pe ke tekanan kondensor
Pc, dan kerja dihasilkan oleh sistem karena cairan freon mengalami ekspansi secara
isentropis pada turbin dari tekanan kondensor Pc sampai tekanan
(a) (b)
Gambar 2.6 (a) Siklus refrigrasi Carnot (b) Diagram T-s Siklus refrigrasi
Carnot
(Sumber: Vapour Compression Refrigration Sistems, IIT Kharagpur)
Pada praktiknya, sulit untuk membangun dan mengoperasikan sistem refrigrasi Carnot
karena kesulitan berikut ini:
Selama proses kompresi (1-2), campuran yang terdiri dari cairan dan uap harus
dikompresi secara isentropik pada kompresor. Kompresi semacam itu dikenal sebagai
kompresi basah karena adanya cairan pada fluida kerjanya. Dalam prakteknya,
kompresi basah sangat sulit terutama dengan kompresor reciprocating. Masalah ini
sangat parah bila terjadi pada kompresor reciprocating berkecepatan tinggi, karena
dapat mengakibatkan kerusakan karena adanya tetesan cairan dalam
1. uap. Meskipun beberapa jenis kompresor dapat mentolerir adanya uap air yang
masih basah, namun proses kompresi kering (kompresi uap saja) tetap lebih dipilih
daripada kompresi basah.
2. Kesulitan praktis kedua dengan siklus Carnot adalah penggunaan turbin dan
ektraksi kerja dari sistem selama ekspansi isentropik freon cair tidak layak secara
ekonomi, terutama dalam kasus sistem kapasitas kecil. Hal ini disebabkan oleh
fakta bahwa output pekerjaan spesifik (per kilogram freon) dari turbin diberikan
oleh:
𝑷𝒄
W3-4 = ∫𝑷𝒆 𝒗. 𝒅𝑷 (2.9)
Karena volume spesifik cairan jauh lebih kecil dibandingkan volume spesifik uap /
gas, output kerja dari turbin untuk fluida kerja fasa cair menjadi kecil. Selain itu,
26
Sistem refrigrasi kompresi uap standar merupakan sistem refrigrasi yang paling umum
dipakai dalam aplikasi peralatan pendingin. Gambar 2.6 menunjukkan skematik
sistem pendinginan kompresi uap standar untuk single stage dan siklus operasi pada
diagram T-s.
menganggap COP siklus standar secara teoritis menjadi lebih kecil daripada sistem
Carnot untuk temperatur sumber panas dan temperatur pelepasan panas yang sama.
Karena irreversibilities ini, efek pendinginan berkurang dan input kerja meningkat,
sehingga mengurangi COP sistem. Hal ini dapat dijelaskan dengan mudah dengan
bantuan diagram siklus pada grafik T-s. Gambar 2.7 menunjukkan perbandingan
antara Carnot dan VCR standar.
Proses ekstraksi panas (evaporasi) untuk siklus Carnot dan siklus refrigrasi
kompresi uap standar sama-sama reversibel. Dengan demikian ada pengurangan efek
pendinginan saat proses ekspansi isentropik siklus Carnot digantikan oleh proses
throttling isenthalpic pada siklus siklus refrigrasi kompresi uap standar, reduksi ini
sama dengan area d-4-4'-cd (area A2) dan dikenal sebagai throttling losses. Mudah
untuk menunjukkan bahwa efek losses pendinginan meningkat saat temperatur
evaporator turun dan / atau temperatur kondensor meningkat. Konsekuensi praktis
dari hal ini adalah diharuskannya meningkatkan laju aliran massa fluida pendingin
untuk menutupi losses pendinginan di perangkat ekspansi.
Pada gambar 2.7 juga ditunjukan bahwa proses pelepasan panas pada sistem
refrigrasi kompresi uap standar lebih tinggi daripada sistem refrigrasi Carnot.
Kenaikan tingkat pelepasan panas siklus refrigrasi kompresi uap standar dibandingkan
dengan siklus Carnot sama dengan area 2''-2-2' (area A1). Daerah ini dikenal sebagai
superheat horn, dan disebabkan oleh penggantian proses pelepasan panas isotermal
dari siklus Carnot oleh pelepasan panas isobarik dengan sistem refrigrasi kompresi
28
uap standar. Karena pelepasan panas meningkat dan efek pendinginan berkurang saat
siklus Carnot dimodifikasi menjadi siklus sistem refrigrasi kompresi uap standar,
maka masukan kerja bersih ke sistem refrigrasi kompresi uap standar meningkat
dibandingkan dengan siklus Carnot.
Analisis sederhana terhadap sistem refrigerasi kompresi uap standar dapat dilakukan
dengan mengasumsikan a) Steady flow; b) perubahan energi kinetik dan potensial
yang diabaikan di setiap komponen, dan c) perpindahan panas pada pipa penghubung
diabaikan. Persamaan energi kondisi steady flow diterapkan pada masing-masing
komponen. Untuk evaporator, kecepatan perpindahan panas pada kapasitas evaporator
atau refrigerasi, Qe diberikan oleh:
dimana h2 dan h1 adalah spesifik enthalpi (kJ / kg) pada outlet dan inlet
kompresor. (h2-h1) dikenal sebagai kerja spesifik kompresi, yang sama dengan input
kerja ke kompresor per kilogram freont.
dimana h3 dan h adalah spesifik enthalpi (kJ / kg) pada outlet dan inlet kondensor.
Tekanan kondensor Pc adalah tekanan saturasi yang sesuai dengan temperatur
kondensor Tc, yaitu:
h3=h4 (2.15)
Kondisi outlet dari perangkat ekspansi terletak pada daerah dua fasa
(campuran), sehingga dengan menerapkan persamaan kualitas uap (atau fraksi
kekeringan), kita dapat menulis:
30
dimana x4 adalah kualitas freon pada titik 4. hf,e, hg,e, hfg adalah entalpi cairan
jenuh, entalpi uap jenuh dan panas laten penguapan pada tekanan evaporator.
Pada setiap titik dalam siklus, laju alir massa zat pendingin dapat ditulis dalam
bentuk laju alir volumetrik dan volume spesifik pada titik itu, yaitu:
𝑉
𝑚𝑟 = (2.18)
𝜗
𝑉1
𝑚𝑟 = (2.19)
𝜗1
dimana V1 adalah laju alir volumetrik pada inlet kompresor dan 𝜗1 adalah
volume spesifik pada inlet kompresor. Pada kecepatan kompresor yang diberikan, V1
merupakan indikasi ukuran kompresor. Kita juga bisa menulis, kapasitas pendinginan
dalam hal laju alir volumetrik sebagai:
ℎ1 −ℎ4
𝑄𝑒 = 𝑚𝑟 (ℎ1 − ℎ4 ) = 𝑉1 (2.20)
𝜗1
Kualitas freon pada inlet ke evaporator (x4) dapat diperoleh dari nilai h3, hf e
dan hg,e.
Setelah semua titik fasa diketahui, maka dari kapasitas pendinginan yang
dibutuhkan dan berbagai enthalpi kita dapat memperoleh laju alir massa freon yang
dibutuhkan, laju alir volumetrik pada saluran masuk kompresor, COP, efisiensi siklus,
dll. Penggunaan diagram tekanan-entalpi (P-h) pada skilus refrigrasi uap ditunjukan
seperti pada gambar 2.8.
2.10 KONDENSOR
kondensor adalah sebuah komponen sistem utama dari sistem pendingin. Ini juga
merupakan kontak tidak langsung penukar panas di mana total panas yang ditolak dari
refrigeran dihilangkan dengan pendinginan sedang, biasanya udara atau air.
Akibatnya, pendingin gas didinginkan dan dikondensasi menjadi cair pada tekanan
kondensasi. Refrigeran cair sering disubkontrakkan sampai suhu 15 ° F (8.3 ° C) di
bawah suhu jenuh pada tekanan kondensasi untuk menghemat energi Berdasarkan
media pendingin yang digunakan.
kondensor yang digunakan dalam sistem pendingin dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga kategori berikut:
1. Pendingin air-cooled
2. Kondensor berpendingin udara
3. Kondensor evaporatif
33
Ketika uap jenuh bersentuhan dengan permukaan yang memiliki suhu di bawah
saturasi suhu, kondensasi terjadi di permukaan. Ada dua jenis kondensasi:
Cairan kental, sering disebut kondensat, membasahi permukaan dan membentuk
lapisan seluruh permukaan. Jenis kondensasi ini disebut kondensasi ( film wise
condensation)
Permukaan tidak sepenuhnya dibasahi oleh uap jenuh, dan kondensat membentuk
tetesan cair yang jatuh dari permukaan. Jenis kondensasi ini disebut kondensasi
tetesan. (dropwise condensation)
Dibandingkan dengan kondensasi (film wise condensation) kondensasi tetesan
(dropwise condensation) memiliki perpindahan panas permukaan yang lebih besar
koefisien karena memiliki luas permukaan yang lebih besar terkena uap jenuh. Namun
dalam prakteknya, seluruh permukaan tabung kondensor menjadi basah selama
kondensasi refrigeran. film wise condensation jatuh dalam tetesan dan sering
mengganggu film wise condensation dalam bundel tabung. (San K kawang,2000)
Proses transfer panas dalam kondensor pendingin terjadi dalam tiga tahap:
1. Desuperheating dari gas panas
2. Pengembunan gas ke keadaan cair dan pelepasan panas laten
3. Sub pendinginan pendingin cair
Meskipun koefisien perpindahan panas permukaan lebih rendah pada sisi gas panas
selama desuperheating ada perbedaan suhu yang lebih besar antara refrigeran gas
panas dan media pendingin selama desuperheating. Subcooling hanya menempati
sebagian kecil dari luas permukaan kondensor.Oleh karena itu,
untuk penyederhanaan, koefisien transfer panas rata-rata digunakan untuk seluruh
kondensor luas permukaan, dan kondensasi refrigeran diasumsikan terjadi pada suhu
kondensasi
Kapasitas kondensor dinilai berdasarkan total penolakan panas Qrej, Btu / h (W).
Panas total Penolakan Qrej didefinisikan sebagai total panas yang dikeluarkan dari
34
Subcooled dapat terjadi karena antara lain lingkungan kondensor yang menjadi
dingin (adanya hujan misalnya),
Untuk mencairkan uap refrigeran bertekanan dan bertemperatur tinggi yang keluar
dari kompresor diperlikan usaha melepaskan kalor sebanyak kalor laten
pengembunan. Dengan cara mendinginkan uap refrigeran itu jumlah kalor yang
dilepaskan uap refrigeran kepada udara pendingin didalam kondensor sama dengan
selisih entalpi uap refrigeran pada seksi masuk dan pada seksei keluar kondensor
jumlah kalor yang dilepaskan didalam kondensor sama dengan jumlah kalor yang
diserap refrigeran didalam evaporator dan kalor ekivalen dengan energi yang
diperlukan untuk melakukan kinerja kompresor dalam kompresor.
Maka untuk mengitung banyak kalor pengembunan terlebih harus dihitung
kapasitas refrigran tersebut (kcal/jam)dan daya kompresi (KW) berdasarkan
temperatur penguapan dan temperatur pengembunan yang ditetapkan dengan
menggunakan data sertifikasi kompresor yang ada maka :
𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑗𝑎𝑚
Kalor pengembunan (kcal/jam) = 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑜𝑟 𝑘𝑤 𝑥 860 (2,25)
𝑘𝑤
Laju aliran udara pendingin atau udara pendingin untuk proses pengembunan uap
refrigeran yang keluar dari kompresor dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
Jumlah udara pendingin (m3 /jam) = (2,26)
𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑗𝑎𝑚)
𝑘𝑐𝑎𝑙
1 𝑥( 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 °𝑐 − 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 ℃)
𝑚3°𝑐
(sumber : penyegaran udara. Wiranto. Hal 144)
Dimana :
μ = Viskositas dimanik (kg/ms)
= Viskositas dimanik dinding (kg/ms)
L = Panjang tube (m)
q = ho . Ao . ( to – tos )
q = hi . Ai . ( tis – ti ) (Wilbert. F. S; 222)
Dimana :
q = Laju perpindahan kalor, W.
ho = Koefisien perpindahan kalor di luar pipa, W/m2.oK.
38
q = Uo . Ao . ( to – ti ) (2.29)
q = Ui . Ai . ( to – ti ) (Wilbert. F. S ;222)
Dimana :
Uo = Koefisien perpindahan kalor total berdasar pada luas permukaan luar,
W/m2.oK.
Ui = Koefisien perpindahan kalor total berdasar pada luas permukaan dalam
W/m2.oK.
f. Koefisien Perpindahan Kalor Bagi Fluida Yang Mengalir Di Dalam Pipa
Kondensor
𝒉𝐷
= 𝑁𝑢 = 𝐶. 𝑅𝑒 𝑛 . Pr 𝑚 (2.30)
𝒌
ℎ𝐷 𝑉𝐷𝑝 𝐶𝑝𝜇 0.4
= 0.023 . ( ) 0.8 ( ) (Wilbert. F. S ;222)
𝑘 𝜇 𝑘
Dimana :
H = Koefisian konveksi, W/m2.oK.
D = Diameter dalam (DD) pipa, m.
K = Daya hantar termal fluida, W/m.oK.
V = Kecepatan rata –rata fluida, m/s.
𝜌 = Rapat massa fluida, kg/m3.
𝜇 = Viskositas fluida, Pa.det.
Cp = Kalor spesifik fluida, J/kg.oK
39
Selain komponen utama, masih ada terdapat komponen kontrol dan komponen
mekanik pendukuk yang akan menjaga dan melindungi sistem refrigerasi dan tata
udara sehingga dapat bekerja dengan menghasilkan effisiensi tinggi. Dalam sistem
kompresi uap sederhana berikut, komponen pendukung dapat diklasifikasikan
menjadi 4 bagian :
b. katup ekspansi
Katup ekspansi yang digunakan pada alat peraga AC Sentral media trainer adalah
katup Ekspansi Termostatik (Termostatik Expansion Valve). TXV merupakan alat
pengatur aliran refrigeran yang paling banyak dipakai untuk sistem refrigerasi dan tata
udara. Katup ekspansi termostatik tidak mengatur tekanan dan temperatur dalam
40
c. Evaporator
Evaporator berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau dalam ruangan
sehingga refrigeran mengalami perubahan fasa dari cair ke uap. Penguapan ini
bertujuan untuk mengambil panas dari kabin atau dalam ruangan yang akan
dikondisikan temperaturnya. Pemilihan jenis evaporator tergantung dari media
yang akan didinginkan dan lokasi penginstalan evaporator tersebut.
d. Refrigeran
Refrigeran adalah suatu zat yang berfungsi sebagai media pendingin dengan cara
menyerap panas dari zat lain yang mempunyai temperatur lebih tinggi. Bahan
pendingin (refrigeran) mudah berubah wujudnya menjadi cair dan dari cair dapat
berubah menjadi gas, digunakan untuk menyerap kalor di evaporatornya dan
melepas kalor di kondensor. Syarat-syarat refrigeran yang baik adalah :
1. Tidak beracun.
2. Tidak berwarna dan tidak berbau dalam semua keadaan.
3. Tidak dapat terbakar atau meledak sendiri, juga bercampur dengan udara,
minyak pelumas dan sebagainya.
41
4. Tidak bersifat korosif terhadap logam yang banyak dipakai dalam sistem
refrigerasi dan tata udara.
5. Dapat bercampur dengan minyak pelumas kompresor, tetapi tidak
mempengaruhi atau merusak minyak pelumas.
6. Mempunyai titik didih yang rendah, harus lebih rendah dari evaporator yang
direncanakan.
7. Mempunyai tekanan kondensasi yang rendah.
8. Mempunyai tekanan penguapan yang sedikit lebih tinggi dari atmosfer,
sehingga apabila terjadi kebocoran udara luar tidak dapat masuk kedalam
system
a. Termostatik mekani
Kegunaan alat ini adalah untuk mengatur temperatur dalam suatu ruangan agar dapat
dipertahankan pada temperatur yang konstan pada batas temperatur yang telah
ditentukan. Alat tersebut otomatis dapat memutuskan dan menghubungkan kembali
arus listrik dari saklar magnetik ke motor listrik, pemanas listrik (heater). Diferensial
dari saklar kontrol temperatur adalah perbedaan antara membuka dan menutupnya
kontrol listrik.
b. Pressure gauge
Pressure gauge (manifold gauge) adalah alat bantu mekanik yang berfungsi sebagai
penunjuk tekanan kerja pada sistem, namun tekanan yang diukur bukan tekanan
absolute melainkan adalah tekanan gauge. Manifold gauge ini terdiri dari 2 jenis,
yaitu high pressure gauge, dan low pressure gauge.
42
Katup satu arah digunakan untuk mengalirkan aliran refrigeran gas atau cair
dengan perbedaan tekanan yang kecil ke satu arah saja. Apabila aliran arahnya
terbalik, penutup akan didorong rapat menutup lubang katup. Katup satu arah
dapat mencegah refrigeran mengalir balik kembali atau mengalir ke arah yang
salah.
MCB adalah suatu alat yang digunakan untuk pengaman terhadap beban lebih atau
arus hubung singkat. Jika terjadi arus beban lebih atau hubung singkat, MCB ini
akan bekerja memutuskan rangkaian dari sumber tegangan.
b. Volt Meter
Alat ini berfungsi untuk mengukur besarnya tegangan listrik yang dipakai pada
sistem. Dalam hal ini besaran listrik biasanya yang terjadi ± 220 voltt.
c. Ampere Meter
Amper meter berfungsi untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir pada
sisitem. Semakin tinggi perbedaan tekanan pada sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan
rendah pada sistem, arus yang terjadi akan bertambah besar juga dan bisa digunakan
untuk mengamati refrigeran yang masuk ke kompresor.
43
d. Relay
Relay adalah komponen listrik yang berfungsi untuk melewatkan arus menuju ke
komponen yang dituju dengan menggunakan saklar on-off sebagai prinsip kerjanya.
Sedangkan kerja kontaktor ini didasarkan pada suatu kumparan yang dialiri arus,
yang mana saklar NO atau NC akan membuka atau menutup sesuai dengan ada atau
tidaknya arus yang masuk didalamnya.
e. Pilot Lamp
Pilot lamp digunakan sebagai indikator bahwa sistem atau komponen yang
dihubungkan pararel dengannya sudah bekerja.
f. Line Up Terminal
Line up terminal pada dasarnya hanya berfungsi sebagai penghantar arus listrik
dari dan menuju alat-alat kontrol. Alat ini memudahkan kita untuk
menghubungkan kabel yang terlalau banyak jumlahnya.
a. Solenoid Valve
sehingga menyebabkan plunger tersebut akan turun karena beratnya sendiri dan
menyebabkan katup akan menutup sehingga aliran refrigeran tidak dapat berjalan.
Kategori lain yang baru-baru ini muncul adalah freon campuran, atau biasa disebut
dengan azeotropic dan zeotropic. Penggunaan freon campuran meningkat di pasaran
akihr-akhir ini. Campuran azeotropic tidak merubah atau memisahkan komposisi
freon ketika digunakan dalam sistem refrigrasi. Zeotropic freon juga dapat dicampur
dengan beberapa jenis freon. Ketika digunakan dalam sistem refrigrasi, komposisi
volumetrik dan temperatur saturasinya juga berubah.
R-22 termasuk kedalam freon jenis HCFC. R-22 merupakan sintetik (dibuat oleh
manusia, tidak ditemukan di alam) freon yang dikembagkan untuk aplikasi yang
memerlukan temperatur evaporasi yang rendah. R-22 dengan nama kimia
monochlorodifluoromethane atau biasa disebut chlorodifluoromethane memiliki
46
karakteristik berbeda pada tiap kondisi. Karakteristik ini ditunjukan pada tabel
properti cair dan uap jenuh dari R-22 seperti pada Tabel 2.3 di bawah.
Tabel 2.5 Properti cair dan uap jenuh dari freon R-22
(Sumber: Modern Refrigration and Air Conditioner by D. Althouse, Andrew, dkk.)
R-22 telah sukses digunakan diberbagai jenis air conditioner dan juga kulkas-
kulkas rumah tangga. R-22 juga digunakan pada heat pump dan positive displacement
chiller pada ranah non-industri. Salah satu aplikasi R-22 adalah pada fast freezing unit
yang menjaga temperatur pada -20ᵒF sampai -40ᵒF (-29ᵒC sanpai -40ᵒC). Untuk
mendapatkan temperatur rendah ini, R-22 ridak perlu berada pada tekananan di bawah
tekanan atmosfir. R-22 digunakan untuk kompressor jenis reciprocating dan
centrifugal.
R-22 merupakan freon yang stabil dan tidak beracun, tidak korosi, tidak iritasi,
dan tidak mudah terbakar. Titik uap R-22 pada tekanan atmosfir adalah -41ᵒF (-41ᵒC).
Tekanan head normal pada 86ᵒF (30ᵒC) adalah 173 psia (1194 kPa). Tekanan
evaporasi dari R-22 adalah 43psia (297 kPa) pada 5ᵒF (-15ᵒC). Panas laten merupakan
selisih antara dua kolom terakhir pada Tabel 2.2.
47
Air lebih siap bercampur dengan R-22 daripada dengan R-12 dengan rasio 3:1,
atau 19,5 ppm (parts per million) berdasarkan beratnya. Air harus dijaga pada
seminimal mungkin. Filter drier harus digunakan untuk menghilangkan air dan karena
kemampuan R-22 untuk bercampur dengan air, maka filter drier yang lebih besar
dibutuhkan untuk R-22.
R-22 memiliki kelarutan yang baik dalam minyak. Kelarutan ini tetap tinggi
hingga temperatur 16ᵒF (-9ᵒC). Minyak akan tetap berada pada fasa cair untuk
mengalir ke suction line pada temperatur -40ᵒF (-40ᵒC). Namun pada temperatur
dibawah temperatur tersebut, minyak milai terpisah dari freon. Karena minyak lebih
ringan dari freon, minyak akan berkumpul pada permukaan freon cair. Kebocoran R-
22 dapat dideteksi dengan menggunakan larutan sabun, halide torch, atau dengan
perangkat eletronik pendeteksi kebocoran.
MUSICOOL MC-22 merupakan freon jenis hidrokarbon yang diproduksi oleh PT.
PERTAMINA (Persero) sebagai pengganti dari freon R-22. Freon MC-22 ini
memiliki nilai ODP dan GWP yang sangat kecil sehingga aman bagi lingkungan,
tidak seperti freon R-22. MUSICOOL MC-22 ini dapat digunakan pada berbagai
mesin pendingin, seperti AC, chiller, kulkas, dll. Gambar 2.9 menunjukan diagram P-
h dari freon MC-22.
48
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bila mengkonversi Freon R-22 ke MC-
22 yaitu freon MC-22 bersifat mudah terbakar (flammable), maka tidak cocok untuk
sistem pendingin yang masih menggunakan selang dan seal karet seperti pada mobil,
karena sumber panas pada mobil sangat besar bila terjadi kebocoran, dan akibatnya
bisa fatal. Jadi Freon ini cocok untuk sistem pendinginan yang pipa dan seal-nya
menggunakan logam, baik tembaga atau aluminium.
Kemudian freon jenis hydrocarbon ini terdapat unsur hidrogen-nya, maka pada
saat melakukan vacuum, harus benar-benar sempurna, jangan sampai ada oksigen
yang masuk, atau senyawa lain yang mengandung oksigen. Karena oksigen ini
merupakan unsur penyumbang terjadinya ledakan. Selain itu bila konsentrasi oksigen
ini masuk dalam jumlah kecil, maka bisa bersenyawa dengan hydrogen untuk
membentuk H2O (air). Air ini tidak boleh masuk ke dalam sistem, karena bisa
membeku dan bisa menyumbat aliran freon.
1. Siklus pendinginan dimulai dari evaporator, dimana R-22 akan mengalami proses
evaporasi sehingga fasanya berubah dari cair menjadi uap. Dalam prosesnya R-22
akan mengambil panas dari udara luar sehingga fasa nya berubah menjadi uap.
Karena panas dari udara ini sudah diserap oleh refrigerant, maka udara tersebut
akan menjadi dingin. Evaporator pada alat yang kita bikin ini kita tempatkan di
dalam ducting. Udara dingin ini akan dialirkan melalui ducting ke ruangan dengan
bantuan fan, sehingga ruangan menjadi dingin. Pada AC Central umumnya
memakai system indirect cooling, evaporator digunakan untuk mendinginkan air
(water chilled) yang terdapat pada chiller. Air dingin ini kemudian di alirkan ke
50
AHU (Air Handling Unit). Pada AHU dimasukkan udara segar yang memiliki
temperature udara lingkungan. Air dingin digunakan untuk menyerap panas dari
udara tersebut. Udara dingin disalurkan ke ruangan menggunakan ducting. Namun
pada alat yang kita buat tidak menggunakan chiller. Sehingga evaporator langsung
dimasukkan kedalam AHU (direct cooling).
2. Setelah dari evaporator, uap R-22 akan bergerak menuju ke kompresor. Di
kompresor uap freon ini akan mengalami proses kompresi. Tekanan freon yang
awalnya rendah akan naik secara drastis di kompresor. Biasanya karena proses
kompresi, temperatur freon juga ikut naik. Selanjutnya uap R-22 yang betekanan
dan bertemperatur tinggi akan dipompakan oleh kompresor untuk bergerak menuju
ke kondensor.
3. Freon R-22 bergerak menuju ke air cooled condenser untuk mengalami proses
kondensasi. Di kondensor udara dialirkan ke coil kondensor dengan menggunakan
axial fan. Udara ini digunakan untuk mengambil panas dari R-22 agar R-22
mengalami proses kondensi sehingga fasanya berubah dari uap menjadi cair.
Cairan freon yang keluar dari kondensor masih memiliki takanan yang tinggi.
4. Selanjutnya R-22 akan bergerak menuju ke filter drier untuk dilakukan
penyaringan jika ada kotoran atau benda asing yang terdapat pada freon.
5. Setelah mengalami penyaringan, R-22 akan bergerak menuju ke expansion valve.
Di expansion valve, freon akan mengalami proses ekspansi, dimana tekanan freon
akan turun secara drastis.
Kompresor digunakan untuk mengkopresi uap freon R-22 yang keluar dari
evaporator. Kompresor ini menggunakan sistem piston dan silinder untuk
menghasilkan kompresi. Kompresor hermetic dipakai karena kompresor jenis ini
51
memiliki efisiensi yang tinggi dan cocok dipakai untuk mesin berkapasitas kecil
sampai menengah.
b. Kondensor
Kondensor berfungsi untuk menurunkan temperatur uap freon R-22 dan merubah
fasanya menjadi cair (likuid). Sesuai dengan namanya, kondensor ini menggunakan
udara sebagai media pendinginan freon. Udara di alirkan ke pipa dan fin (sirip)
kondensor dengan menggunakan axial fan, sehingga terjadi perpindaahan panas
secara konveksi paksa. Panas dari freon akan diambil oleh udara sehingga
temperaturnya turun dan fasanya berubah.
Thermostatic expansion valve berfungsi untuk mengatur aliran freon R-22 cair yang
akan menuju ke evaporator dan juga untuk menjaga tekanan evaporasi dari evaporator
ini. Thermostatic expansion valve terdiri dari katup yang dapat diatur dengan sensor
temperator pada keluaran evaporator dan juga sebuah orifice untuk menurunkann
tekanan dari freon.
d. Evaporator
Evaporator berfungsi untuk menyerap panas dari udara sehingga refrigerant yang ada
didalam evaporator menguap dan berubah fasa dari cair menjadi uap. Karena panas
dari udara telah diserap oleh refrigerant, maka udara menjadi dingin yang akan
digunakan untuk mendinginkan ruangan. Evaporator ini ditempatkan di dalam Air
Handling Unit (AHU) yang terhubung langsung ke Ducting.
e. Filter
terjadi penyumbatan pada aliran freon dan termal properti dari refrigerant tidak
berubah.
53
f. Sight glass
Sight glass digunakan untuk melihat aliran freon R-22 saat sistem sedang berjalan.
Dengan sight galss ini kita dapat melihat apakah freon yang mengalir dalam bentuk
uap ataupun cair. Hal ini dapat terlihat dari penunjukan warna pada sight galss, yang
nantinya disesuaikan dengan indikator warna tersebut.
g. Gate valve
Gate valve dipasang agar kita dapat mengatur laju aliran freon R-22 pada saat sistem
sedang berjalan. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan simulasi aliran fluida pada
sistem AC Central untuk melihat pengaruh dari aliran freon R-22 pada proses
pendinginan.
dialirkan menuju ke evaporator (AHU) untuk melakukan siklus pendinginan.
h. Ducting
Ducting berfungsi untuk mengalirkan udara dingin kedalam ruangan. Udara dingin
yang dihasilkan oleh AHU dihembuskan menggunakan blower dan di alirkan
menggunakan ducting kedalam ruangan. Ducting pada AC Central harus memiliki
isolator yang baik. Namun dalam pembuatan alat ini kami tidak menggunakan
isolator. Ducting dibuat dari akrilik dengan tujuan agar semua komponen yang ada
di dalam system bias langsung dilihat.
AC Central yang kami buat dilengkapi dengan perangkat kontrol dan instrumentasi
sebagai safety dan kontrol terhadap kinerja dari AC Central tersebut. Dengan adanya
sistem kontrol dan instrumentasi ini memudahkan kita untuk mengamati dan
menganalisis proses pendinginan yang terjadi di AC Central.
54
Sitem kontrol dari AC Central terdari dari fuse, relay, dan thermostat timer.
Sistem kerja dari kontrol tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ketika saklar toggle close, maka arus akan mengalir dari power supply ke fuse,
thermostat terminal control pada output evaporator, dan kontak pemagnetan relay.
2. Ketika kontak pemagnetan relay teraliri arus listrik, maka kontak utama relay akan
close, menyebabkan arus dari sumber listrik AC akan mengalir ke kompresor untuk
menyalakan kompresor.
3. Thermostat terminal control pada output evaporator berperan sebagai saklar on-off
otomatis pada AC Central. Pada saat sensor temperatur membaca temperatur freon
keluar evaporator melebihi temperatur set point-nya maka kontak terminal pada
thermostat akan membuka dan arus berhenti mengalir ke kontak pemagnetan relay,
sehingga kontak utama relay terbuka dan kompresor menjadi mati.
4. Ketika sensor temperatur membaca temperatur freon keluar evaporator kurang atau
sama dengan temperatur set point-nya maka kontak terminal pada thermostat akan
menutup dan arus mengalir ke kontak pemagnetan relay, sehingga kontak utama
relay menutup dan kompresor menyala kembali.
Untuk perangkat instrumentasi yang digunkan pada AC Central ini terdiri dari
alat ukur temperatur dan tekanan. Untuk mengukur temperatur digunakan thermostat
timer (thermostat timer digunakan sebagai perangkat kontrol dan instrumentasi),
sedangkan untuk mengukur tekanan digunakan pressure gauge khusus untuk freon R-
22.