Anda di halaman 1dari 14

AKLIMATISASI LIMBAH KEPALA UDANG VANNAMEI

DAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) SEBAGAI ENERGI


ALTERNATIF TERBARUKAN DAN RAMAH LINGKUNGAN
Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
Festival Ilmiah Mahasiswa 2017 ( FILM 2017 ) Semar Paper Competition 2017

Affordable and Clean Energy


Mengupayakan energi alternatif yang terjangkau, ramah lingkungan, dan berkelanjutan

Diajukan Oleh :
Ketua : Siti Masita Q1B115 113
Anggota : Rahmawati Indra Q1B1 15 133

UNIVERSITAS HALU OLEO (UHO)


KENDARI
2017
AKLIMATISASI LIMBAH KEPALA UDANG VANNAMEI
DAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) SEBAGAI ENERGI
ALTERNATIF TERBARUKAN DAN RAMAH LINGKUNGAN
1 2
Siti Masita, Rahmawati Indra

Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRAK
Eucheuma cottonii merupakan jenis makroalga yang banyak dijumpai di perairan Indonesia.
Sejauh ini, E.cottonii banyak dibudidaya untuk diekspor. Namun tidak semua hasil panen E.cottonii
dapat diekspor, karena ada bagian yang tidak layak dalam kriteria sebagai bahan baku untuk diekspor
sehingga tidak termanfaatkan lagi. Sisa hasil panen (rejected) dapat digunakan sebagai substrat untuk
memproduksi biogas. Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan
bantuan bakteri degradasi [15]. Biomassa E. cottonii memiliki kandungan komponen karbohidrat yang
cukup tinggi di Indonesia yaitu sekitar 35.6-78.3% [2] dan lignin yang rendah oleh karena itu
Eucheuma cottonii memiliki potensi yang baik sebagai substrat dalam proses biodegradasi anaerob
untuk menghasilkan biogas. Proses biodegradasi anaerobik yaitu proses fermentasi dalam
menghasilkan biogas dari limbah. Namun nilai pH sangat mempengaruhi kualitas biogas yang
dihasilkan melalui proses biodigester anaerobik dengan metode batch. Proses inokulum, aklimatisasi
dan metode batch, pada pH stabil (6,5-7) akan lebih baik digunakan sebab lebih cepat untuk proses
inokulum dan produksi metana tinggi di banding pH rendah atau pH tinggi. Rasio C/N yang rendah
(kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat
menghalangi perkembangbiakan bakteri. 4 kg Eucheuma cottonii diketahui bahwa potensi biogas yang
diproduksi dari 1 kg Eucheuma cottonii sebesar 38,5 L dengan kandungan metana sebesar 12,8 L. 1
m3 biogas setara dengan 0,46 kg LPG, dan 0,62 L minyak tanah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
penerangan lampu 60–100 Watt selama 6 jam, memasak makanan untuk 5–6 orang atau dapat
menjalankan satu motor bertenaga kuda selama 2 jam.
Kata kunci : biogas, Eucheuma cottonii, dan Anaerobik Biodigester.

PENDAHULUAN sebesar 30-50% dari keseluruhan berat badan


Indonesia memiliki potensi perikanan [1]. Selain udang, Indonesia juga memiliki
yang melimpah salah satunya adalah udang. sumber daya rumput laut yang melimpah. Hal
Udang merupakan salah satu komoditas ini dipengaruhi oleh kondisi iklimnya yang
perikanan Indonesia yang diminati oleh dunia. tropis dan lautan yang luas sehingga memiliki
Produk olahan yang dihasilkan pada industri peluang besar untuk membudidayakan rumput
pembekuan udang, diantaranya dalam bentuk laut. Eucheuma cottonii merupakan jenis
head on (udang utuh), head less (udang tanpa makroalga yang banyak dijumpai di perairan
kepala) dan peeled (udang tanpa kepala dan Indonesia. Sejauh ini, E.cottonii banyak
kulit). Khusus produk head less dan peeled dibudidaya untuk diekspor. Namun tidak semua
dihasilkan limbah industri potensial berupa hasil panen E.cottonii dapat diekspor, karena
kepala dan kulit udang yang cukup besar, yakni ada bagian yang tidak masuk dalam kriteria
kelayakan sebagai bahan baku untuk diekspor lingkungan untuk mengganti penggunaan energi
(rejected) sehingga tidak termanfaatkan lagi. fosil adalah biogas hasil digester substrat limbah
Sisa hasil panen (rejected) dapat digunakan kepala udang vannamei dan substrat rumput laut
sebagai substrat untuk memproduksi biogas. (Eucheuma cottonii).
Biomassa E. cottonii memiliki
kandungan komponen karbohidrat yang cukup LANDASAN TEORI
tinggi di Indonesia yaitu sekitar 35.6-78.3% [2] Udang
dan lignin yang rendah oleh karena itu Udang merupakan hasil perikanan yang
Eucheuma cottonii memiliki potensi yang baik menjadi komoditas unggulan dalam peningkatan
sebagai substrat dalam proses biodegradasi ekonomi Indonesia [10]. Jumlah produksi udang
anaerob untuk menghasilkan biogas. Biogas dari di Indonesia baik hasil penangkapan maupun
E. cottonii dapat dihasilkan melalui proses budidaya mencapai 338.060 ton dengan jumlah
biodegradasi secara anaerobik. Seperti bakteri ekspor mencapai 285.000 ton sehingga jumlah
anaerobik atau hasil fermentasi dari limbah hasil udang sangat melimpah. Namun tidak
kepala udang vannamei . semua bagian udang dapat diekspor, salah
Proses biodegradasi anaerobik yaitu satunya bagian kepala udang, sehingga menjadi
proses biologis (fermentasi) dalam limbah. Limbah kepala udang tersebut dapat
menghasilkan biogas dari limbah yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan biogas. Sebab
terbiodegradasi oleh bakteri methan pada limbah kepala udang terdapat
(Methanobacterium) [3]atau kelompok bakteri mikroorganisme yang berperan dalam
dari gram negatif berbentuk basil [4] dan juga biodegradasi anaerobik. Mikroorganisme yang
bakteri gram positif [5].Proses biodegradasi terdapat pada udang, yaitu Aspergillus sp.
anaerobik berjalan dengan empat tahap yaitu merupakan jenis mikroorganisme yang dapat
hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan menciptakan suasana asam [11]. Udang juga
methanogenesis [6]. Biogas yang dihasilkan merupakan bahan padat protein yang menjadi
sebagian besar terdiri dari 50-70% metana sumber nutrisi bagi mikroorganisme hal itu
(CH4), 30-40% karbondioksida (CO2), dan gas mengakibatkan udang cepat mengalami
lainnya dalam jumlah kecil [7]. pembusukan karena adanya kontaminasi bakteri
Masyarakat saat ini mengalami [12].
ketergantungan terhadap energi fosil,seperti
minyak bumi, gas, dan batu bara. Disamping itu Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
penggunaan bahan bakar fosil yang telah Eucheuma cottonii merupakan rumput
berlangsung selama ini berdampak negatif laut dari kelompok alga merah, umumnya hidup
terhadap lingkungan. Berbagai pencemaran di daerah pasang surut, merekat pada substrat
lingkungan diakibatkan limbah dari berbagai didasar perairan berupa karang mati, karang
hidup atau cangkang mollusca. Ciri-ciri dari
kegiatan industri, rumah sakit, peternakan,
Eucheuma cottonii yaitu thallus berbentuk bulat,
transportasi, pasar maupun rumah tangga berwarna hijau, percabangannya tidak terartur
berdampak menghasilkan karbondioksida, dan memiliki duri yang lembut [13]. Eucheuma
metana, CO, dan Nitrous Oksida sehingga cottonii merupakan jenis makroalga yang
menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan banyak dijumpai di perairan Indonesia. Sejauh
global [8].Tingginya kebutuhan akan energi ini, Eucheuma cottonii banyak digunakan
tersebut mendorong eksplorasi sumberdaya sebagai pemanis, pengental, bahan dasar
karagenan, campuran sayur, bahan obat dalam
energi terbarukan yang aplikatif dan dapat industri farmasi dan diekspor [13]. Namun
digunakan langsung oleh masyarakat [9]. Salah belum dimanfaatkan sebagai penghasil biogas
satu bahan alami yang dapat diharapkan sebagai padahal Echeuma cottonii memiliki komponen
energi alternatif yang terbarukan dan ramah karbohidrat yang cukup tinggi di
Indonesia yaitu sekitar 35.6-78.3% [2]. Peralatan
Makroalga memilki kandungan lignin yang Alat yang digunakan meliputi Coolbox,
relatif rendah (1-5%) dibandingkan dengan Sekop, Derigen, Digester, Galon air 19 liter,
kandungan lignin pada tumbuhan yang ada
Timbangan, Manometer, Blender, Selang/pipa,
didarat [14]. Hal ini sangat cocok untuk
memproduksi biogas dari subsrat eucheuma Konektor T, Isolasi dan ban, Lem pipa, Pisau
cottonii melalui proses biodegradasi secara dan gunting, Amplas, Stop kran, Lem lilin, Glue
anaerobik. Proses biodegradasi anaerobik yaitu gunting, Mistar, Papan, Paku, Kompor gas,
proses biologis (fermentasi) dalam Anaerobik GasPak, Inkubator, Autoclaf, Petri
menghasilkan biogas dari limbah yang dapat disc, Pipet tetes, Tabung reaksi, Jarum ose,
terbiodegradasi oleh bakteri methan Lambu bunsen dan Mikroskop.
(Methanobacterium)[3] .

Sub Posedur 1
Biogas
Penyiapan Digester
Biogas merupakan sebuah proses
produksi gas bio dari material organik dengan Digester yang digunakan yaitu continous
load digester model displacement karena lebih
bantuan bakteri. Proses degradasi material
praktis dan penghasilan gas bisa terus
organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut
anaerobik digestion gas yang dihasilkan berlangsung. Dengan menggunakan
sebagian besar (lebih 50%) berupa metana. displacement digester, maka isian dapat
Material organik yang terkumpul pada digester dimasukkan secara terus menerus sehingga gas
yang dihasilkan dapat secara kontinyu.
(reaktor) akan diuraikan dengan bantuan bakteri
[15]. Aplikasi biogas anaerobik digestion telah
berhasil pada pengolahan limbah industri, Pembuatan Substrat Eucheuma cottonii
Tahap pertama mencuci substrat
limbah pertanian, limbah peternakan, perikanan,
dan Municipal Solid Waste (MSW). Hal ini Eucheuma cottonii (rejected) untuk
dapat mengurangi produksi biogas dari energi menghilangkan pasir dan lumpur kemudian
fosil dimana telah kita ketahui bahwa biogas dikeringkan untuk mengurangi kandungan
dari fosil bukan energi yang terbarukan. garam dalam biomassa [17]. Eucheuma cottonii
yang telah dibersihkan dan dikeringkan dengan
Akibatnya energi fosil jumlahnya akan
semakin sedikit atau langka dsebab kebutuhan cahaya matahari, direndam dengan akuades
manusia akan energi biogas yang tiap harinya selama 2 jam untuk mengembalikan bentuk
semakin menigkat. Tingginya kebutuhan akan awal. Eucheuma cottonii 4 kg seperti di laut.
energi tersebut mendorong eksplorasi sumber Eucheuma cottonii kemudian dicampur dengan
daya energi terbarukan yang aplikatif dan dapat akuades dengan perbandingan 1:2, setelah itu
digunakan langsung oleh masyarakat. Bioenergi
dihaluskan menggunakan blender hingga
menjadi sumber yang paling signifikan diminati
dan menawarkan nilai ekonomi dalam skala menjadi substrat yang dapat digunakan, baik
besar [16]. Eksplorasi aplikatif energi biogas dalam proses aklimatisasi maupun metode
yang bersifat terbarukan dari aklimatisasi batch.
limbah kepala udang vannamei dan rumput laut
Eucheuma cottonii. Pembuatan substrat limbah kepala udang
vannamei
METODE PENELITIAN Limbah kepala udang vannamei yang
Bahan telah di netralkan salinitasnya dengan cara
Bahan yang digunakan meliputi substrat perendaman selama 2 jam dengan menggunakan
rumput laut (Eucheuma cottonii), substrat air tawar, kemudian dihaluskan dengan cara
limbah kepala udang vannamei, aquades, air diblender dan disimpan diruang terbuka selama
tawar. 2 hari. Selanjutnya dilakukan pembuatan
starter, yaitu menyaring hasil campuran limbah limbah kepala udang vannamei dengan
kepala udang vannamei dan akuades (1:1). sebelumnya dinetralkan salinitasnya.
Sebanyak 12 L (volume kerja) starter
dimasukkan ke dalam digester yang berukuran Uji COD (Chemical Oxygen Demand)
30 L. Nilai Chemical Oxygen Demand (COD),
Pengukuran COD dilakukan setiap satu kali
Degradasi Anaerobik dalam seminggu. Analisis COD berdasarkan
Degradasi anaerobik dilakukan [19]. Dengan adanya pengeluaran slurry untuk
meggunakan sistem batch yaitu memasukan melakukan analisis COD. Nilai Chemical
substrat sekaligus pada awal proses dengan Oxygen Demand (COD) merupakan parameter
kondisi mesopilik yaitu pada suhu 20-45 °C. untuk menunjukkan jumlah kebutuhan oksigen
Substrat terlebih dahulu diaklimatisasi agar dalam mengoksidasi bahan organik yang
bakteri pengurai pada limbah kepala udang terkandung dalam substrat. Perubahan nilai
vannamei dapat beradaptasi dengan makroalga COD juga menunjukkan terjadinya biodegradasi
sampai inokulum siap untuk diproses. Untuk anaerobik pada substrat. Sehingga nilai
starter digunakan perbandingan berat sedimen perubahan COD juga bisa menentukan volume
dan rumput laut yang telah dihaluskan sebanyak gas metana yang dihasilkan dari biodegradsi
2 : 1. Apabila jumlah limbah kepala udang anaerobik.
vannamei sebannyak 12 liter, maka rumput laut
yang telah dihaluskan harus sebanyak 4 kg yang Uji Produksi dan Komposisi Biogas
kemudian dimasukkan kedalam digester dan Makroalga[9]
ditunggu selama 2 - 4 minggu untuk Produksi biogas harian diukur
menghasilkan gas metan. Selanjutnya untuk menggunakan flowmeter dengan melihat selisih
isian yaitu rumput laut yang telah dihaluskan 6 jumlah gas hari ini dan sebelumnya. Selain itu,
liter cukup ditambahkan secara bertahap dalam produksi biogas kumulatif merupakan jumlah
digester. total gas yang dihasilkan selama proses
degradasi anaerobik. Produk biogas dari kran
Sub prosedur 2 sebelum dan sesudah filtrasi dikumpulkan pada
Uji Proksimat kantong sampel gas. Selama 10-15 detik kran
Karakteristik kandungan atau proksimat dibuka sebelum dihubungkan langsung pada
yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kantong plastik untuk memastikan sampel
karbohidrat, protein, lemak, dan kadar serat merepresentasikan gas dalam digester [20].
yang dianalisis sesuai pengamatan [18].
Uji coba biogas pada kompor gas
Uji pH Aklimatisasi Dan Degradasi Uji coba gas dilakukan dengan
Anaerobik melewatkan biogas pada instalasi selang yang
Nilai pH substrat pada digester diukur diatur menggunakan kran. Selang biogas
setiap hari menggunakan pH meter. Kondisi pH disambungkan pada kompor gas 1 tungku . saat
aklimatisasi diukur saat pemasukan awal menyalakan kompor ini tidak dapat langsung
inokulum dan substrat makroalga secara mengeluarkan api namun harus dibantu dengan
bertahap untuk mengetahui kapan siklus batch pematik agar api bisa keluar dari biogas.
bisa dilakukan. Setelah pH stabil dan biogas
keluar dari digester baru dilakukan pemasukan HASIL DAN PEMBAHASAN
substrat sekaligus dan diukur pH nya setiap hari Proksimat Eucheuma cottonii [18]
sampai dengan akhir pengamatan, Untuk Analisis karakteristik dilakukan untuk
substrat sumber bakteri anaerobik diambil dari mengetahui kualitas makroalga sebagai substrat
dalam memproduksi biogas. Hasil analisis makroalga menyebabkan proses biodegradasi
proksimat E. cottonii dapat dilihat pada Tabel 1. dapat berjalan dengan mudah dan baik digunakan
sebagai bahan baku untuk memproduksi biogas
Tabel 1. Proksimat kimia E. cottonii karena hasil metana tinggi
[3]. Kadar lignin sebesar 15% sudah dapat
Karakteristik Kimia E. cottonii menghambat proses biodegradas [20]. Rasio
Kadar Air (%) 16.39±0.24 C/N pada Eucheuma cottonii. sebesar 23.13,
Kadar Abu (%) 14.09±1.35 masuk dalam kisaran yang optimum untuk
Kadar Lemak (%) 1.03±0.01 biodegradasi (20 – 30) [21]. Rasio C/N yang
Kadar Karbohidrat 63.17±1.60 rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan
(%)* meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai
Kadar Protein (%) 5.33±0.01 amonium yang dapat menghalangi
Lignin (%) 2.77±0.08 perkembangbiakan bakteri. Rasio C/N yang
TOC (Total Organik 26.14±0.10 tinggi (kandungan unsur N yang rendah) akan
Karbon) (%) menyebabkan proses degradasi berlangsung
Nitrogen (%) 1.13±0.014 lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor
C/N rasio 23.13 penghambat (growth-rate limiting factor) [22].
Substrat yang memiliki rasio C/N rendah
relatif mengandung konsentrasi amonia tinggi
Berdasarkan data analisis proksimat,
karena nitrogen akan dibebaskan dan
bahwa Eucheuma cottonii memilki kadar air
berakumulasi dalam bentuk amonia melebihi
sebesar 16.39%±0.24. Kondisi substrat yang
konsentrasi yang diperlukan untuk
memiliki kandungan air tinggi akan membantu
pertumbuhan mikroba dan dapat menghambat
aktivitas pertumbuhan dari mikroorganisme
degradasi anaerobik. C/N rasio terlalu tinggi
pendegradasi [7]. Lemak, karbohidrat, dan protein
dapat meningkatkan pertumbuhan populasi
pada makroalga merupakan kandungan organik
methanogen karena kebutuhan protein tercukupi
yang dapat dihidrolisis oleh mikroorganisme
sehingga tidak ada lagi reaksi dengan kandungan
untuk memproduksi metan. Eucheuma cottonii
karbon yang tersisa dari substrat
memiliki kandungan karbohidrat yang cukup
mengakibatkan rendahnya produksi gas [23].
tinggi (63.89%±1.160) dibandingkan dengan
Biogas yang dihasilkan dari 12 L. Eucheuma
lemak (1.03%±0.01) dan protein (5.33%±0.01).
cottonii substrat selama proses aklimatisasi
(43,90%) Kadar lemak berada dalam kisaran
sebesar 70,9 L dengan rentang pH 6,3–7,1. Waktu
sebagian besar rumput laut (1-3%) [13], [14]
yang diperlukan untuk proses aklimatisasi adalah
melaporkan bahwa tidak ada penghambatan untuk
38 hari. Hal ini karena selama 38 hari biogas
konsentrasi lemak sampai 18%, namun
terus dihasilkan oleh Eucheuma cottonii dan pH
penghambatan terjadi pada konsentrasi lemak
berada dalam kisaran normal selama proses
melebihi 30% pada degradasi anaerobik dalam
biodegradasi. pH merupakan pembatas laju
menghasilkan metana. Sedangkan kadar protein
reaksi keseluruhan dari proses degradasi
yang tinggi pada substrat tidak direkomendasikan
anaerobik [24]. Menurut [20], biodegradasi
karena tingginya resiko penghambatan oleh
anaerobik dapat berjalan
ammonia. Biomassa makroalga di Indonesia
khususnya E. cottonii memiliki kandungan dengan baik pada rentang pH 6–8.
karbohidrat sebesar 35.6-78.3% 10 [2]. Kadar Volume biogas kumulatif dan volume gas
lignin yang rendah pada Eucheuma cottonii metana kumulatif yang dihasilkan dari 4 kg
sebesar (2.77%±0.08). Lignin yang rendah (1-7%) Eucheuma cottonii masing-masing sebesar 153,9
pada L dan 51,1 L. Penelitian ini mendapatkan bahwa
biogas yang dihasilkan oleh Eucheuma
cottonii cukup tinggi. Menurut [25] biogas yang KESIMPULAN
dihasilkan Eucheuma cottonii lebih tinggi Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
dibandingkan tanaman darat karena Eucheuma disimpulkan bahwa, karakteristik kimia dari
cottonii memiliki kadar lignin yang rendah Eucheuma cottonii berupa karbohidrat yang
(4,57%). Selain itu kandungan karbohidrat tinggi, lignin yang rendah dan C/N ratio yang
utama pada spesies makroalga ini juga optimal sangat potensial untuk dijadikan
mempengaruhi biogas yang dihasilkan. E. substrat dalam menghasilkan biogas. Proses
cottonii merupakan makroalga merah memiliki inokulum, aklimatisasi dan metode batch pada
kandungan selulosa dan polisakarida berupa pH stabil (6,5-7) lebih baik digunakan dengan
floridean starch dan xylan [26] yang mudah waktu yang lebih cepat pada proses inokulum
terurai oleh bakteri [27]. dan produksi metana tinggi di banding pH
Berdasarkan hasil percobaan rendah atau pH tinggi.
menggunakan 4 kg Eucheuma cottonii diketahui
bahwa potensi biogas yang diproduksi dari 1 kg UCAPAN TERIMA KASIH
Eucheuma cottonii sebesar 38,5 L dengan Kami mengucapkan terima kasih yang
kandungan metana sebesar 12,8 L. 1 m3 biogas sedalam-dalamnya kepada dosen pembimbing
setara dengan 0,46 kg LPG, 0,62 L minyak dan rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak
tanah, 3,5 kg kayu bakar, dan 1,25 kWh energi membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah
listrik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai ini, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai
penerangan lampu 60–100 Watt selama 6 jam, tepat pada waktunya.
memasak 3 jenis makanan untuk 5–6 orang atau
dapat menjalankan satu motor bertenaga kuda
selama 2 jam. Biodegradasi anaerobik dapat DAFTAR PUSTAKA
dilihat dari adanya perubahan nilai COD [28]
Artikel jurnal:
Nilai Chemical Oxygen Demand (COD)
[1]. Manjang, Y. 1993. Analisa Ekstrak Berbagai Jenis Kulit
merupakan parameter untuk menunjukkan Udang Terhadap Mutu Khitosan. Journal Penelitian
jumlah kebutuhan oksigen dalam mengoksidasi Andalas 12 Hal 138-143.
[4]. Agustriani F. 2014. Karakterisasi bakteri penghasil gas
bahan organik yang terkandung dalam substrat.
metana pada rumput laut jenis Eucheuma cottonii.
Perubahan nilai COD juga menunjukkan Maspari J 4(1):103-109.
terjadinya biodegradasi anaerobik pada substrat. [10]. Dahuri, R. 2003. Perkembangan Pembangunan
Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan
Sehingga nilai perubahan COD juga bisa Perikanan. Hal 65.
menentukan volume gas metana yang dihasilkan [11]. Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi.
dari biodegradsi anaerobik. Dari 4 kg PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
[13]. Fatoni, 2012. Karakterisasi Bakteri Penghasil
Eucheuma cottonii dihasilkan metana 51,1 L. Gas Metanpada Rumput Laut Jenis Eucheuma
Penurunan nilai COD berkaitan dengan aktivitas cottonii Journal 04 2012 103-109.
bakteri dalam mengurai bahan-bahan organik [21]. Ristiati NP. 2014. Pengembangan Briket Jerami Padi
(Oryza sativa) yang Mengandung Isolat Bakteri
yang berasal dari substrat untuk menghasilkan Pendegradasi Minyak Bumi sebagai Upaya
produk akhir berupa gas CH4. Mengatasi Pencemaran di Perairan Laut. Jurnal Sains
dan Teknologi 3: 324–333
Konsentrasi metana tertinggi pada
penelitian ini adalah sebesar 54,7 %. Buku kompilasi makalah (edited book):
Konsentrasi metana yang dihasilkan dari [12]. Suksono, L. 1986. Pengantar Sanitasi Makanan : Untuk
Keluarga, Industri Makanan. Penerbit Alumni : Bandung
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
[15]. Igiet Poetra, 2014. Makalah Energi Biogas .Banda Aceh
[27], yaitu berkisar 50–75 %. Konsentrasi
minimal metana agar dapat menghasilkan nyala Skripsi/tesis/disertasi:
api adalah 45% [29]. [2]. Meinita MDN, Kang J-Y, Jeong G-T, Koo HM, Park SM,
Hong Y-K. 2012. Bioethanol production from the
acid hydroly sate of the carrageenophyte Kappaphycus biogas as a fuel for the spark ignition engine. Fuel, 77:
alvarezii (cottonii). J Appl Phycol. 24(4):857-862. 1793–1801.
[5]. Ariesyady HD, Ito T, Okabe S. 2007. Functional [28]. Nuradhisthana A, D Wirasanti & A Hadiyarto. 2012.
bacterial and archaeal community structures of major Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Mikrobiologi
trophic groups in a full-scale anaerobic sludge digester. Industri Menggunakan Lumpur Aktif Aerobik dan
Water Research. 41(7):1554-1568. Anaerobik. Jurnal Teknologi Kimia Dan
[6]. Madsen M, Holm-Nielsen JB, Esbensen KH. 2011. Industri, 1: 40–45.
Monitoring of anaerobic digestion processes:A review [29.] Ihsan A, S Bahri & M Musafira. 2013. Produksi biogas
perspective. Renew Sust Energ Rev. 15(6):3141-3155 menggunakan cairan isi rumen sapi dengan limbah cair
[7]. Sitompul J, Bayu A, Soerawidjaja T, Lee H. 2013. tempe. Online Journal of Natural Science FMIPA, 2:
Biodegradasi anaerobik biomassa tanaman laut dan 27–35.
produksi biogas dalam digester skala mini-pilot.
J Tek Kim Indones. 11(4):173-179.
[8]. Chotima S, 2010.Skiripsi Pembuatan Biogas Dari
Limbah Makanan Dengan Variasi Dan Suhu Substrat
Dalam Biodigester Anaerob. UNS.
[9]. Lestari D.F, 2016. Skiripsi Potensi Biomassa Dan
Karakteristik Makroalga Gracilaria Verrucos Sebagai
Sumber Energi Alternatif Biogas. IPB.
14]. Yaich H, Garna H, Besbes S, Paquot M, Blecker C, Attia
H. 2011. Chemical composition and functional
properties of Ulva lactuca seaweed collected in Tunisia.
Food Chem. 128(4):895-901
[16]. Hughes AD,Kelly MS, Black KD, Stanley MS. 2010.
Biogas from Macroalgae. Ist time to revisit the idea? .
Biotechnoloy for Biofuel, 5 (86):1-7
[17] Brune DE,2007. Anaerobic co-digestion of algal sludge
and waste paper to produce methane, Bioresource
Technology,98:130-134
18]. Rhojim Wahyudi, 2016. Skiripsi Produktivitas Makroalga
Eucheuma Cottonii Dalam Memproduksi Biogas Dengan
Metode Batch.IPB.
[19]. APHA. 1998. Standar Methods for the Examination of
Waterand Wastewater 20TH Edition Baltimore (USA):
Victor Graphics Inc..
[20]. Dioha I, Ikeme C, Nafi’u T, Soba N, Yusuf M. 2013.
Effect of carbon to nitrogen ratio on biogas production.
Int Res J Natur Sci. 1:1-10.
22]. Wang X, Lu X, Li F, Yang G. 2014. Effects of
Temperature and Carbon-Nitrogen (C/N) Ratio on
the Performance of Anaerobic Co-Digestion of
Dairy Manure,Chicken Manure and Rice Straw:
Focusing on Ammonia Inhibition. PloS ONE.
9(5):e97265.
[23]. Karimi K. 2008. Pretreatment of lignocellulosic
wastes to improve ethanol and biogas production: a
review. Int J molecul sci. 9(9):1621-1651
[24]. Igoni AH, Ayotamuno M, Eze C, Ogaji S, Probert S.
2008. Designs of anaerobic digesters for producing.
[25]. Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Muhammad
K. 2009. Nutrient content of tropical edible seaweeds,
Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and
Sargassum polycystum. J Appl Phycol. 21(1):75-80.
[26]. Cirne D, 2007. Anaerobic digestion of lipid-rich waste
—effects of lipid concentration. Renew Energi
32(6) :965-975.
[27]. Huang J & R Crookes. 1998. Assessment of simulated
BUKTI PEMBAYARAN

Anda mungkin juga menyukai