Anda di halaman 1dari 5

Pembuatan Bioetanol dari bahan Baku Bonggol Jagung

Secara umum produksi bioetanol biasanya melalui 3 proses penting yaitu :

 Pretreatment (Delignifikasi)
 Produksi Gula (Sakarifikasi/ Hidrolisis)
 Produksi Etanol (Proses Fermentasi)

Alat dan Bahan yang digunakan :

Alat yang digunakan adalah talang, baskom plastik besar, neraca analitik (Adventure ohaus),
blender (panasonic), ayakan 60 mesh, kertas saring, pH meter digital, injector, sakarometer,
alkoholmeter, autoclave (hiclave HTV 50), dan alat-alat gelas (pyrex)

Bahan yang digunakan adalah limbah jagung berupa tongkol jagung, asam sulfat, natrium
hidroksida, ragi roti, aquadests, alginat dan kalsium klorida.

Tahapan Kerja :

Persiapan Bahan Baku (Preparasi Bahan):

Perlakuan awal terhadap tongkol jagung meliputi pencucian, pengeringan, dan pengayakan.
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan bahan-bahan yang terikut dalam tongkol seperti
tanah, cangkang dan kotoran lain pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari
langsung. Pengeringan dilakukan untuk memudahkan dalam proses penggilingan serat tongkol
jagung, karena pada keadaan lembab tongkol jagung sukar untuk dihancurkan. Tahap
penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran tongkol jagung. Alat yang digunakan adalah
blender. Tongkol yang sudah dihancurkan kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Pretreatment (Delignifikasi)

Menimbang serbuk tongkol jagung sebanyak 10gram, kemudian dimasukkan ke dalam wadah
berupa gelas/baskom kaca. Larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi 10%. Sebanyak 100
mL NaOH ditambahkan ke dalam gelas kimia yang berisi serbuk tongkol jagung, kemudian
diaduk dengan rata sampai merendam serbuk tongkol jagung. Perendaman dilakukan selama
28 jam. Setelah itu, disaring dengan menggunakan kain saring. Endapan dicuci dengan air
sampai pH 7 selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri (wadah yang bersih), dikeringkan
pada suhu ruang.

Fungsi Delignifikasi ini adalah untuk melepas lignin dari selulosa dengan merusak struktur lignin
sehingga membebaskan selulosa tanpa merusak karbohidrat. Dapat digunakan NaOH, NaOCl,
atau juga NH4OH. Namun yang paling optimum digunakan sesuai literatur yang diperoleh adalah
larutan NaOH 10 %.

Produksi Gula (Sakarifikasi/ Hidrolisis)


Perlakuan hasil delignifikasi waktu dan konsentrasi terbaik dilakukan pada proses hidrolisis.
Menimbang serbuk tongkol jagung yang telah didelignifikasi sebanyak 5 gram, dimasukkan ke
dalam wadah erlenmeyer. Ditambahkan larutan asam sulfat 10% sebanyak 75 mL. Proses
hidrolisis dilakukan pada suhu 1000C selama 210 menit. Produk hasil hidrolisis disaring
dan ditambahkan dengan natrium hidroksida sampai pH 4,5. Selanjutnya ditambahkan larutan
kalsium klorida jenuh untuk menghilangkan sulfat pada hidrolisat. Parameter yang diamati
adalah kadar glukosa. Pengukuran kadar glukosa dengan menggunakan sakarometer. Setelah
dilakukan proses hidrolisis selanjutnya akan dilakukan proses netralisasi menggunakan
natrium hidroksida untuk mempertahankan pH optimum, yaitu pH 4,5-5. Selanjutnya,
larutan hasil netralisasi ditambahkan kalsium klorida untuk menghilangkan sisa sulfat yang
ada pada larutan.

Produksi Bioetanol

Tahapan Kerja produksi bioetanol dengan menggunakan sel amobil, diawali dengan tahapan
kerja imobilisasi sel. Sel amobil yang dibuat selanjutnya digunakan untuk produksi bioetanol.

1. Imobilisasi Sel

Sel yang digunakan dalam imobilisasi adalah sel khamir Sacharomises cereviceae,
sedangkan bahan pengimobilsasi digunakan larutan alginate 2%. Pembuatan natrium alginate 2
% adalah natrium alginat 2 gram ditambahkan 100 ml akuades dan dipanaskan hingga
alginat larut. Campuran ditutup dengan kapas dan disterilkan selama 15 menit. Larutan
alginat yang telah dingin, dicampur dengan suspensi ragi roti (10 gram ragi ditambahkan
akuades 30 ml, diaduk hingga membentuk larutan suspensi). Campuran dimasukkan ke
dalam injektor, kemudian diteteskan ke dalam larutan kalsium klorida 1M sambil diaduk.
Setelah itu amobil telah siap untuk digunakan pada proses fermentasi (Mappiratu,dkk. 1993
dalam Fitriani,dkk.2013).

2. Proses Fermentasi

Hasil hidrolisis kemudian di tambahkan sel khamir yang telah di imobilisasi dan dibiarkan
selama ± 1 hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi :

1. Konsentrasi Gula : Apabila dipergunakan konsentrasi gula terlalu tinggi hal ini akan
dapat menurukan pertumbuhan ragi sehingga waktu fermentasi akan lebih lama.
2. Bahan nutrien : Bahan nutrien yang bisa ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi
adalah zat-zat yang mengandung fosfor dan nitrogen, seperti super fosfat, amonium
sulfat, ammonium fosfat, urea dll (Prescott dan Dunn, 1959 dalam Astuti, Puji dkk, 2013)
3. pH Fermentasi : Pada keasaman dibawah pH 0,3 proses fermentasi akan berkurang
kecepatannya, pH optimum pada pH 4,5-5,0. Bila medium fermentasi mempunyai
kapasitas buffer yang tinggi, hasil fermentasi terbaik tercapai bila pH awal pada pH 4,5-
4,7 sedangkan pada medium berkapasitas buffer rendah, nilai pH awal yang paling baik
pH 5,5. Pemberian asam sulfat dan pemanasan dapat digunakan untuk mengurangi
kontaminan akan mengendapkan garam-garam yang tidak dikehendaki, sehingga
mempertinggi kemurnian alkohol.
4. Temperatur : Temperatur berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu
secara langsung mempengaruhi aktivitas enzim khamir dan secara tidak langsung
mempengaruhi hasil alkohol karena penguapan.
5. Pemurnian

Pemurnian merupakan proses terakhir yang bisa dilakukan untuk pemurnia alkohol (bioetanol)
hasil fermentasi. Untuk pemurnian dapat dilakukan dengan destilasi yang merupakan metode
pemisahan yang didasarkan atas perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil
alkohol dari hasil fermentasi pada suhu ±78-800C.
Gambar Bagan Alir Proses Produksi Bioetanol Secara Umum

Berdasarkan studi literatur di peroleh bahwa ada beberapa industri bioetanol yang telah
dikembangkan di Indonesia, namun kebanyakan produksi bietanol tersebut dari tebu, pepaya,
sagu, nira,dan aren dan produksi nya dalam skala home industri bukan merupakan industri skala
besar. Hanya ada satu industri bioetanol yang penulis ketahui dengan berbahan dasar bonggol
jagung yaitu Pabrik Bioetanol di Tuban provinsi jawa timur. Tetapi karena lokasi yang jauh dan
tidak adanya informasi lebih dari internet maupun literatur lainnya mengenai proses produksi
Pabrik Bioetanol Bonggol Jagung di Tuban Jawa Timur tersebut penulis tidak bisa melakukan
miniriset secara langsung. Sosialisasi pemanfaatan Bioetanol dari bonggol jagung juga belum
maksimal, khususnya di Sumatera Utara, padahal Sumatera Utara masuk kedalam 5 besar
penghasil komoditas jagung terbesar di Indonesia. Masyarakat di Sumatera Utara hanya
membuang, membakar bonggol jagung untuk pupuk atau dibuat sebagai pakan ternak seperti
yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Karo mereka membuang bonggol jagung disekitaran
lahan pertanian dengan harapan dapat menyuburkan lahan pertanian. Akan tetapi saat ini peneliti
dari mahasiswa bahkan sainstist lainnya telah banyak melakukan penelitian mengenai produksi
bioetanol dari bonggol jagung. Salah satu literatur menerangkan bahwa energi bioetanol yang
dihasilkan dari bonggol jagung memiliki nilai energi sebesar 122 MJ/kg. Dengan banyaknya
mahasiswa yang mengetahui mengenai potensi bonggol jagung sebagai bahan bakar alternatif
berupa bioetanol akan berdamapak positif bagi lingkungan masyarakat disekitaran kampus.
Mahasiswa/i dapat membagikan informasi dan sosialisasi bahkan mengabdi untuk
mengembangkan potensi ini melalui pembuatan PKM-Pengabdian disuatu daerah penghasil
komoditas jagung terbesar di berbagai kawasan Indonesia.

Hal ini sangatlah penting karena pengunaan Bioetanol sebagai bahan bakar baik sebagai
campuran bahan bakar bensin atau solar atau sebagai pengganti bensin telah dahulu dilakukan
dibeberapa negara seperti Australia, dan Brazil dan mendapatkan posisi baik sebagai alternatif
kurangnya pasokan minyak fosil.Dan hingga saat ini di Indonesia belum bisa memanfaatan
bonggol jagung sebagai bahan bakar alternatif. Pemerintah sepertinya perlu memperhatikan
petani jagung dan kualitas produksi komoditas jagung di Indonesia dengan kawasan yang
terintegritas sehingga persediaanya tetap meningkat dengan biaya produksi stabil. Serta membuat
suatu kebijakan dalam penanganan limbah bonggol jagung agar bernilai ekonomis dalam proses
pengadaan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Dengan adanya
perhatian dari pemerintah dan sosialisasi yang maksimal tentang proses produksi bioetanol dari
bongggol jagung kepada masyarakat dapat dipastikan permasalahan akan kurangnya bahan bakar
minyak (BBM) dapat diatasi dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti bioetanol dari bonggol
jagung.

Anda mungkin juga menyukai