Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
mampu menyelesaikan penyusunan tugas mata kuliah Geologi Indonesia 2018 mengenai
Perbedaan Cekungan Sumatra Selatan dan Cekungan Salawati yang mencakup aspek evolusi
cekungan, stratigrafi cekungan, dan even geologi yang terjadi. Laporan ini menjadi salah satu
syarat penilaian dalam mata kuliah Geologi Indonesia program strata-1 pada Departemen
Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Penulis dalam menyelesaikan laporan ini membutuhkan bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Heru Hendrayana selaku Ketua Departemen Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada.
2. Orang tua penulis dari Danang Kurnia Ramdhani dan Ferdy Harry yang telah
memberi izin serta dukungan baik secara moril maupun materiil selama kuliah di
UGM.
3. Salahudin, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pengampu mata kuliah Geologi
Indonesia yang telah memberi ilmu, motivasi, dan nasehat selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
4. Danang Kurnia Ramdhani sebagai teman kelompok yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas laporan ini.

Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semoga
juga bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu, penulis meminta maaf apabila dalam
penulisan laporan masih terdapat ketidaksempurnaan, mengingat penulis masih memerlukan
bimbingan dari dosen. Harapan penulis, laporan inidapat menjadi sarana bagi penulis untuk
memacu semangatnya untuk terus belajar.

Yogyakarta, 12 Februari 2018


Penulis,

Ferdy Harry Danang Kurnia R.


15/385053/TK/43715
PEMBAHASAN

III.2. Proses Terbentuknya

Cekungan Salawati merupakan depresi lokal yang terbentuk pada Tersier akhir,
terletak di bagian paling barat dari Kepala Burung, Irian Jaya. Cekungan ini dibatasi ke utara
oleh Zona Sesar Sorong yang memisahkan lempeng Benua Australia ke selatan dari lempeng
Samudra Pasifik ke utara. Cekungan Salawati terpisah dari Cekungan Bintuni oleh tinggian
Mio-Pliosen Ayamaru, dimana paparan karbonat Miosen tumbuh. Ke arah selatan, cekungan
dibatasi oleh Geantiklin Misool-Onin. Keberlanjutan dari Zona Sesar Sorong membatasi
cekungan ke barat.

Cekungan Salawati terletak di bagian timur Indonesia yang terbentuk dari tektonisme
tumbukan tiga lempeng. Cekungan ini terpengaruh oleh struktural dan pembentukan
stratigrafi mulai berkembang di bagian utara dari Lempeng Australia selama Miosen.
Perkembangan struktur cekungan merupakan hasil interaksi kompleks dari ketiga lempeng
utama. Pergerakan sesar geser sinistral pada Sesar Sorong berperan utama dalam
pembentukan konfigurasi struktur pada cekungan hingga saat ini. Unsur struktural terdefinisi
dan terekam cukup baik pada permukaan dan secara seismik untuk bawah permukaan. Lipatan
berarah timur-barat dan kompleks sesar mendominasi pola tektonik lokal. Kebanyakan sesar
memiliki orientasi timur laut-barat daya dengan tren sesar turun di sekitar daerah cekungan.
Sesar tersebut umumnya menurun ke arah baratlaut melintasi cekungan hingga ke
pusat deposisi sedimen di bagian utara Pulau Salawati, sebagai hasil terjadinya pemisahan
akibat gaya transtensional yang diinduksi oleh pergerakan sepanjang Sesar Sorong selama
Miosen Akhir. Hal yang menonjol dari sesar tersebut ialah adanya suatu seri sesar yang
terdapt pada Selat Sele dan menyebrangi Pulau Salawati. Meskipun sesar tersebut memiliki
pergerakan sesar geser yang signifikan, efek utamanya sampai ke cekungan yang
memungkinkan deposisi terjadi secara cepat pada Formasi Klasaman saat Pliosen. Hal
tersebut dapat digambarkan pada penambahan ketebalan dari Formasi Klasaman saat Pliosen
ke arah barat. Semakin menuju depocenter (pusat deposisi terbanyak). Pergerakan tampaknya
dialihkan ke arah lateral yang lebih netral sebagai dampak perpindahan orientasi sesar lebih
ke arah timu-barat dan melintasi bagian selatan Pulau Salawati yang menunjukkan pergerakan
dimulai setelah Miosen-Awal Pliosen. Kecuali, beberapa wilayah dekat Sesar Sorong, seperti
bagian utara dari Blok Arar, terdapat sesar dengan bukti pergerakan sesar geser diduga
merupakan shear konjugat yang berhubungan dengan bagian lateral kiri dari Sesar Sorong.
Pergerakan terakhir dari Sesar Sorong selama Plio-Pleistosen menciptakan seri lipatan dengan
tren timurlaut-tenggara. Lipatan tersebut terletak di selatan Sesar Sorong di bagian utara
Pulau Salawati.
III.2. Stratigrafi

Secara umum, Cekungan Salawati dapat dikelompokkan kedalam empat rezim


sedimentasi, yaitu Pre-Carboniferous Basement, Permo-Carboniferous Sediments, Jurassic-
Cretaceous Sediments, dan Tertiary Stratigraphy.

III.2.1. Pre-Carboniferous Basement

Kemum Formation (Visser & Hennes, 1962) membentuk blok basemen di bagian
pusat dari Kepala Burung dimana dibatasi oleh Sesar Sorong ke utara dan Zona Sesar Ransiki
ke timur. Semakin ke selatan dan baratdaya, batuan berumur Paleozoikum akhir, Mesozoik,
dan Kenozoik, terletak di atas blok basemen secara angular unconformity. Formasi ini
memiliki ketebalan sekitar ribuan meter dan berumur sekitar 1250 mya untuk granodior yang
mengindikasikan sumber dari Precambrian. Formasi ini diintrusi oleh pluton pada
Carboniferous dan Perm-Triassic akhir dari Granit Anggi, dan dyke berkomposisi andesit-
basaltik berumur Pliosen. Penyusun utama formasi ini adalah batuan metamorf bersuhu
rendah tersisipi batuan pelitik dengan struktur mirip turbidit di zona distal. Batuan utamanya
adalah slate, slaty shale, argillite, dan metawacke.

III.2.2. Permo-Carboniferous Sediments

Aifam Group, di definisikan oleh Pigram dan Sukatnta (1982), memperbaharui dari
Visser dan Hermes (1962). Kelompok ini berada di Sungai Aifam, anak sungai dari Sungai
Aifat (Kamundan), di pusat Kepala Burung. Kelompok batuan ini berad di atas Granit
Melaiurna yang berumur Karbon awal. Pada pusat Kepala Burung, Aifam Group dibagi
menjadi tiga formasi. Paling bawah adalah Formasi Aimau yang tersusun atas konglomerat
merah, batupasir, shale dengan kayu tersilisifikasi, tertutupi oleh sekuen batupasir berlapis
dan greywacke sisipan shale, batulanau, dan batugamping abu-abu. Di atasnya terdapat
batulempung Aifat yang tersusun oleh batulempung hitam karbonatan dengan konkresi
melimpah, batugamping, dan batupasir kuarsa berlapis. Lalu, bagian paling atas ialah Formasi
Ainim yang tersusun oleh batulempung-lanauan-karbonatan, batupasir kuarsa, greywacke, dan
batulanau, dan lapisan batubara setebal 1 m. Kelompok Aifam berhubungan tidak selaras
dengan Formasi Kemum yang berumur Siluro-Devonian. Umur dari Formasi Aifam berkisar
antara Karbon Tengah hingga Permian akhir.
III.2.3. Jurassic-Cretaceous Sediments

Kembelangan Group, di definisikan oleh Visser dan Hermes (1982) lalu


dikembangkan oleh Pigram dan Sukanta (1982). Persebaran kelompok ini mencakup timur
dari Kepala Burung, Leher Burung, dan bagian pusat. Pada Kepala Burung, kelompok batuan
ini tersusun atas Formasi Jass (Pigram & Sukanta, 1982) yang tersusun oleh batulempung
coklat-hitam karbonatan, litik batupasir, batupasir lempungan, dan batugamping silisiklastik,
serta konglomerat polimik. Ketebalan formasi ini sekitar 400 m. Pada bagian Leher Burung,
kelompok batuan ini terekspos pada bagian inti antiklin dari sabuk Lipatan Lengguru. Pada
daerah barat, batuan tersusun oleh batupasir dan batulempung yang berubah menjadi batuan
metamorf jika ke timur. Lalu pada bagian pusat sekitar Danau Wissel, kelompok batuan
tersusun oleh pasir dan shale di selatan dan sebuah sekuen yang didominasi oleh batulempung
dan sebagaian termetamorfosa di bagian utara, terutama pada zona transisi antara samudra dan
benua. Pada bagian pusat terdapat Formasi Kopai yang tersusun atas batupasir kuarsa
lempungan, glaukonitan, dan karbonatan yang berlapisan dengan batulempung, konglomerat,
kalkarenit, kalsilutit, dan pasir hijau.

III.2.4. Tertiary Stratigraphy

Waripi Formation (Visser & Hermes, 1962) terdapat di bagian pegunungan barat
dari bagian pusat yang meluas ke barat hingga bagian selatan dari Leher Burung. Batuan
penyusunnya ialah kalkarenit-oolit-pasiran berlapis, batupasir kuarsa karbonatan, dan
biokalkarenit merah. Batugamping berkomposisi dolomit dan mengandung foraminifera.
Ketebalan formasi ini diperkirakan 700 m di bagian atas Sungai Baupo, dan tebal 380 m di
bagian barat (Visser & Hem, 1962). Formasi ini diperkirakan berumur Paleosen.

Faumai Limestone (Visser & Hermes, 1962) dapat dikenali dibagian timur dari
Kepala Burung. Formasi ini terbentang dari sisi timur Plato Ayamaru ke arah timur hingga
Pelabuhan Cenderawasih. Batugamping Faumai adalah batugamping arenaseus berlapis yang
tersusun atas kalkarenit lempungan. Tebal sekitar 250 m. Batuan banyak mengandung
foraminifera dan memilik umur Eosen Tengah-Oligosen.

Sirga Formation tersusun oleh batulanau dan batulempung dibagian barat serta
batupasir kuarsa di selatan dan konglomerat di utara dan timur. Memiliki ketebalan sekitar
200m pada Sungai Aifat. Adanya foraminifera besar dan kecil menunjukkan umur Miosen
Awal. Formasi ini kemungkinan terbentuk pada lingkungan transgresif dan terendapkan di
laut dangkal saat muka air laut naik setelah penurunan muka air laut global pada Oligosen
(Vail & Mitchem, 1979). Formasi Sirga berada di atas secara selaras dari Faumai Limestone
dan tidak selaras terhadap Aifam Group dekat dengan Plato Ayamaru. Formasi ini ditindih
secara selaras oleh Kais Limestone (Klamogun Limestone)

Kais Limestone, formasi ini terbentang dari Kepala Burung dari barat hingga timur.
Formasi tersusun oleh kalkarenit dan kalkarenit lempungan. Formasi ini mencirikan kompleks
terumbu dan fasies patch reef. Keberadaan patch reef terbatas pada Cekungan Salawati.
Umur dari formasi ini sekitar Miosen Awal-Miosen Tengah. Formasi ini berhubungan selaras
dengan Formasi Sirga dan tidak selaras terhadap Aifam Group.

Klasafet Formation (Visser & Hermes, 1962) terlampar tidak menerus di permukaan
melintasi Kepala Burung dari barat ke timur, dan menerus di bawah permukaan. Komposisi
batuan terdiri atas napal masif hingga berlapis, batulanau mika karbonatan dan sedikit
batugamping. Ketebalan formasi sekitar 1900 m. Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen
Tengah. Formasi ini berada di atas dan ekivalen dengan Klamogun Limestone. Formasi ini
merupakan batuan penutup dari oil-bearing patch reef pada Cekungan Salawati.

Klasaman Formation (Visser & Hermes, 1962) terlampar pada wilayah yang luas
pada Pulau Salawati di bagian Barat Kepala Burung dan sepanjang bagian selatan dari Plato
Ayamaru dan ke arah timur dari Sungai Kais. Formasi ini banyak di bor untuk eksplorasi
hidrokarbon. Batuan penyusun formasi ini ialah perselingan batupasir,sebagian batulempung
karbonatan, dan sebagian batupasir karbonatan. Pada bagian atas terdapat konglomerat dan
kehadiran lignit. Ketebalan maksimum seitar 4500 m. Umur dari formasi sekitar Miosen-
Pliosen. Secara stratigrafi, formasi ini berada di atas Formasi Klasafet secara selaras di bagian
selatan dan tidak selaras di bagian utara. Lalu, formasi ini tertindih tidak selaras oleh
Konglomerat Sele Kuarter. Pemboran pada formasi ini dilakukan karena batuannya
merupakan source rock yang belum matang.

Sele Conglomerate (Visser & Hermes, 1962) terlampar pada Pulau Salawati dan di
bagian barat dari Kepala Burung, serta timur Sorong. Penyusun utama ialah konglomerat
polimik dengan interkalasi batulempung dan batupasir. Sisa tumbuhan umum ditemukan pada
formasi. Ketebalan maksimum sekitar 120 m. Pada formasi tidak ditemukan keberadaan fosil,
tetapi diperkirakan berumur lebih muda dari Pliosen.
III.3. Fase Tektonik

Secara umum, fase tektonik yang terjadi pada Cekungan Salawati dapat diamati pada
sisi barat dan timur. Mula-mula pada Triassic Atas telah dimulai fase perpecahan dari
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Sehingga terjadilah
orogenesa yang dikenal sebagai Orogenesa Kimmerian. Pada Zaman Kretaseus Bawah yang
merupakan fase akhir dari perpecahan menghasilkan terbukanya Laut Banda. Selanjutnya
pada Akhir Kretaseus-Paleosen terjadi kolisi yang menghasilkan uplift. Kolisi terjadi antara
batas utara dari Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Lalu, pada Kala Oligosen terjadi
uplift yang menghasilkan perubahan dari pergerakan Lempeng Pasifik. Pergerakan tersebut
banyak menghasilkan carbonate platform untuk reservoar hidrokarbon. Kemudian, memasuki
Zaman Kuarter terjadi fase tektonik akhir dan pembentukan Sesar Sorong sebagai imbas dari
perubahan gerak lempeng.

Cekungan Salawati mengalami pembalikan tektonik selama Miosen-Pliosen sebagai


respon kedatangan dari Sesar Sorong Megashear. Selama periode ini, proses miringnya
cekungan berotasi searah jarum jam dari arah selatan, melalui arah baratdaya, dan akhirnya ke
arah utara. Perkembangan paparan Kais dan sedimentasi karbonat dikontrol sangat kuat oleh
perubahan kutub dari cekungan. Akibat perputaran arah kutub menyebabkan munculnya
sistem karbonat bermaca-macam yang berasal dari Paparan Kais, terutama diakibatkan oleh
miringnya cekungan ke arah selatan. Adapun jenis deformasi paparan menghasilkan sistem
hidrokarbon yang berbeda-beda, diantaranya ialah Paparan Kais Tersesarkan (Matoa play
type), pertumbuhan relief Paparan Kai rendahan (Southwesst “O” play type), dan Paparan
intra-Kais (Matoa-20 play type). Selain itu, pertumbuhan dari Sistem Kasim klasik terjadi
ketika substrat penyusun terumbu berkurang sedikit akibat dari perubahan kutub cekungan ke
arah baratdaya. Ketika cekungan dengan cepat miring ke arah utara, diimbangi oleh
pembentukan sesar dan menghasilkan paparan zona patahan pada sistem Matoa.
DAFTAR PUSTAKA

Djumhana, N., Syarief, A.M. 1990. Pliocene Carbonate Build-Ups A New Play in the
Salawati Basin. Bandung: IAGI.

Phoa, R.S.K., Samuel, L. 1986. Problem of Source Rock Identification In the Salawati Basin,
Irian Jaya. Indonesia: Prosiding-Indonesia Petroleum Association.

Pieters, P.E., Piagam, C.J., dkk. 1983. The Stratigraphy of Western Irian Jaya. Indonesia:
Prosiding- Indonesia Petroleum Association.

Satyana, Awang N. 2007. Tectonic and Depositional History of Salawati Basin, Papua-
Indonesia: Implications to the Occurences of Miocene Kais Carbonate Play Types.
Greece: AAPG and AAPG European Region-Energy Conference and Exhibition.

Anda mungkin juga menyukai