Anda di halaman 1dari 14

EFUSI PLEURA

DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura visceralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat. Efusi pleura adalah istilah yang digunakan
bagi penumpukan cairan dalam rongga pleura (Price, 2005).
Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik
eksudat maupun transudat (Davey, 2005).
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa penderitanya.
Penyakit Pleuritis adalah peradangan dari lapisan sekeliling paru – paru
(pleura) disebabkan penumpukan cairan dalam rongga pleura, selain cairan dapat
pula terjadi karena penumpukan pus atau darah.pleuritis dapat juga disebut
sebagai komplikasi dari efusi pleura atau penyakit pada efusi pleura. Pleurisi
terjadi jika suatu penyebab (biasanya virus atau bakteri) mengiritasi pleura,
sehingga terjadi peradangan.
Jadi kesimpulannya adalah efusi pleura merupakan akumulasi cairan
abnormal atau penimbunan cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik
transudat maupun eksudat.

ETIOLOGI
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura
dan tumor primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-
kondisi :
 Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
 Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
 Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
 Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
 Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
 Berkurangnya absorbsi limfatik

Penyebab terjadinya pleuritis:


1. Virus dan mikoplasma
Jenis virusnya adalah: ECHO virus, Coxsackie group, dan mikroplasma.
2. Virus piogenis
Bakteri yang sering ditemukan adalah aerob dan anaerob, bakteri-bakteri
aerob meliputi streptucocus, strestucocus miler, streptucocus aures,
hemofilus.
Spp,E.koli, klebsieda, psuedomonas spp. Bakteri-bakteri anaerob meliputi
bakterioides spp, peptostreptococus, fusobakterium.
3. Tuberkulosa
Selain konflikasi tuberkulosa, juga dapat disebabkan oleh robeknya rongga
pleura atau melalui getah bening.
4. Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi
fungi dari jaringan paru-paru. Jenis fungi yang menyebabkan pleuritis adalah
aktinomikosis, aspergillus, triptococus, histoplasmusis.
5. Parasit
Parasit yang mengipasi kedalam raga pleura hanyalah amoeba dalam bentuk
troposoit.

FAKTOR RISIKO
Menurut Ovi, 2003 faktor risiko efusi pleura adalah :
 Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura
 Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura.
 Sangat menurunnya tekanan osmotic kolora plasma, jadi juga memungkinkan
transudasi cairan yang berlebihan.
 Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membrane kapiler dan memungkinkan
pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.
KLASIFIKASI RHINITIS
Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C Smeltezer
dan Brenda G. Bare, 2002).
a. Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang
utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan
hidrostaltik atau ankotik. Transudasi menandakan kondisi seperti asites,
perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga
terjadi penumpukan cairan.
b. Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat
inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya
TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi pleura mungkin merupakan
komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma
nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis, hepatis, embolisme paru, infeksi
parasitik.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, etiologi effusi dibagi menjadi dua yaitu
 Unilateral
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya
 Bilateral
Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :
Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang,
salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi
tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi
pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama
efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita.
Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas
dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan
dan jenis biochemical dalam cairan pleura.
Karena merupakan tanda dari suatu penyakit maka dari segi data kasus tidak
ada angka pasti yang spesifik untuk kasus efusi pleura tetapi yang ada hanyalah
angka dari angka kejadian dari kasus-kasus tertentu seperti sekitar 20-25% efusi
pleura disebabkan karena tuberkulosis khususnya pada negara berkembang
termasuk Indonesia. Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab
yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-
52%. Namun dipihak lain ada yang mengatakan insidens terjadinya efusi pleura
karena pneumoni sekitar 36-57%. Distibusi seks untuk efusi pleura pada
umumnya wanita lebih banyak dari pria, sebaliknya yang disebabkan oleh
tuberkulosis paru pria lebih banyak dari wanita. Umur terbanyak untuk efusi
pleura karena TB adalah 21-30 tahun (30,26%)
PATHOFISIOLOGI
Penjelasan :
Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar 10-20 ml cairan yang
bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat
bernapas. Produksinya sekitar 0,01 mg/kgBB/jam hampir sama dengan kecepatan
penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein memasuki rongga
pleura. Cairan pleura tersebut mengandung kadar protein rendah (<1,5 g/dl) yang
dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. Cairan pleura difiltrasi di kompartemen
pleura parietalis dari kapiler sistemik menuju rongga pleura karena terdapat
sedikit perbedaan tekanan diantara keduanya. Rongga pleura bertekanan sub-
atmosfer dan mendukung inflasi paru. Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal
dan viseral selanjutnya akan diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikro pleura viseral. Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah
pembentukan dan pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura
tetap. produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan dan sebaliknya maka
akan terjadi akumulasi cairan melebihi volume normal, dimana hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di
paru atau organ luar paru.
Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
2. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
3. Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.
4. Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.
5. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening.
6. Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa
transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena
pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan
kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga
dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal.
Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan
akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah
bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.
Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan
dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi
karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis
disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka
jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit
gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada
akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai
kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau
tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara
produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini
dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H₂O dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10
cm H₂O. Cairan pleura terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih
besar dari absorbsi cairan pleura
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan
oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid
dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan
pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung).
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
1. Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma
2. Terjadi peningkatan:
 Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma)
 Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis
(kegagalan jantung kiri)
 Tekanan negatif intra pleura (atelektasis)
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan
drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan
tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga
menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3)
menurunnya tekanan osmotik koloid plasma yang menyebabkan transudasi cairan
yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara
cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan
sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas
minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi.
Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang
sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi
efusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut
tanda dan gejala:
 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas.
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi
didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk
garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
 Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic Efusi Pleura:
1. Pemeriksaan fisik: hanya mendeteksi efusi yang jumlahnya sangat besar
(gerak dad terbatas, menurun hingga tidak terdenganya bunyi nafas, pekak
pada perkusi).
2. Rontgen dada posteroanterior: untuk mendeteksi efusi
3. Foto Thorax: disini permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura
akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal
dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang
dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang
sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan
adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemerikaan foto dada
dengan posisi lateral dekubitus.
4. CT – SCAN : pada kasusnya Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi
adanya tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging
klinik yang meliputi : menentukan adanya tumor dan ukurannya
mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum
dan pembuluh darah besar mendeteksi adanya efusi pleura. CT Scan juga
dapat digunakan untuk menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration
(TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing
radiasi.
5. Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan
biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
6. Pemeriksaan penunjang lainnya:
a. Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses
paru.
b. Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru.
c. Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan
neoplasma atau TBC.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien efusi pleura terdiri dari penatalaksanaan medis /
farma koterapi dan penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaa medis / Farmakoterapi menurut Brunner dan sud darth.
Tujuannya adalah untuk mengurangi volume total yang bersirkulasi dan
untuk memperbaiki pertukaran pernapasan. Untuk mengurangi volume total
yang besirkulasi dapat di berikan pengobatan sebagai berikut :
a. Morfin IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea,
merupakan kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit
pulmorial kronis, atau sosok kardiogenik, siapkan selalu nalahson
hidroklosida (Narcan) untuk depresi pernapasan luas.
b. Diuretik : Furosemid (Clasix) IV untuk membuat efek diuretik cepat.
c. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi. Jantung : diberikan
dengan kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut.
d. Aminofilin : untuk mengi dan bronkospasure, driptu kontiun dalam dosis
sesuai berat badan.
2. Pentalaksanaan keperawatan
 Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila
kaki tersuntai di samping tempat tidak, untuk membantu arus balik vena ke
Jantung
 Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang
konkret
 Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur.
 Berikan inforamsi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terahdap
pengobatan.
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan efusi pleura menurut
Brunner dan suddarth (2002) adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan dan untuk menghilangkan ketidak
nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik di arahkan pada penyebab yang
merdasari.
a. Torasentesis di lakukan untuk membuang cairan mengumpulkan spesimen
untuk analisis dan menghilangkan dispnea.
b. Sedang dada dan drainase water- seal mungkin di akibat torasentesis
berulang).
c. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura
dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
d. Modalistas pengobatan lainnya. Radiasi dinding dada, oterasi, pleurketomi,
dan terapi diuretik keberadaan cairan di kuatkan dengan rontgen dada,
ultratound, pemeriksaan fisik dan torahosentesi. Cairan pleura dianalisis
dengan kultur bakteri, pewarnaan guam, basil tahan asama, analisis sitologi,
untuk sel-sel malingnan, dan PH Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.

PENCEGAHAN
Cara yang paling efektif untuk mencegah efusi pleura adalah dengan
menghindari atau segera melakukan perawatan sedini mungkin terhadap penyakit
yang dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura.

KOMPLIKASI
Komplikasi Klien dengan Efusi Pleura
 Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
 Atalektasis,
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
 Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
 Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru
DAFTAR PUSTAKA

Carl E. Speicher.2009. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif: Choosing


Effective Laboratory Tests.
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Gani. 2014. Efusi Pleura.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39684/4/Chapter
%20II.pdf . Diakses tanggal 22 Februari 2015. Pukul 18.05 WIB.
Guyton dan Hall. 1997. Gangguan pada Sistem Respirasi Hal. 623-624. Jakarta:
EGC.
Ovi, Permata. 2013. Faktor Resiko Efusi Pleura.
http://www.scribd.com/doc/190886683/Faktor-Resiko-Efusi-
Pleura#scribd. Diakses tanggal 23 Februari 2015 pukul 22.00 WIB.
Pudjo. Astowo. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Diakses (Online) :
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/pudjo.astowo/material/efusipleurae
pgdanempiema.pdf).
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Suzanne, Smeltzer c. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah ( Ed8. Vol.1).
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai