Anda di halaman 1dari 22

Kajian stereokimia senyawa insektisida Minthostachys tomentosa

Abstrak
Senyawa (-)-(1S,2R,3R,4S)-1,2-epoksi-1-metil-4-(1-metiletil)-3-sikloheksil asetat sebelumnya
telah diidentifikasi sebagai senyawa aktif dari Minthostachys tomentosa yang berperan dalam
aktifitas insektisida terhadap Oncopeltus fasciatus. Strukturnya dielusidasi dari data spectra.
Stereoselektifitas sintesis enansiomernya yaitu (+)-(1R,2S,3S,4R)-1,2-epoksi-1-metil-4-(1-
metiletil)-3-sikloheksil asetat dengan bahan dasar (starting material) (R)-(-)-piperitone. Produk
alamnya berupa senyawa dekstro, sedangkan produk sintesisnya berupa senyawa levo. Pengukuran
aktifitas insektisida dari stereoisomer yang berbeda menunjukkan hanya produk alam (senyawa
dekstro) yang aktif.

Kata kunci : stereokimia, enansiomer, stereoselektifitas, Minthostachys tomentosa


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Penggunaan pestisida di lingkungan kehutanan khususnya untuk


mengendalikan hama yang menyerang tanaman di persemaian dan tanaman muda
saat ini masih menimbulkan dilema. Penggunaan pestisida khususnya pestisida
sintetis/ kimia memberikan keuntungan secara ekonomis, namun dapat
mendatangkan kerugian diantaranya adalah residu yang tertinggal tidak hanya
pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara dan penggunaan terus-menerus akan
mengakibatkan efek resistensi dari berbagai jenis hama (Djafaruddin, 2001).
Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis
hama dan 72 % agens pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti,
yaitu pestisida yang ramah lingkungan. Satu alternatif pilihan adalah penggunaan
pestisida hayati yang berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati adalah salah satu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan mempunyai
bahan aktif yang berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap
pengganggunya. Bahan pestisida yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi
lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan hewan,
manusia atau serangga yang bukan sasaran (Sastrodihardjo, 1999).
Menurut Angel Cantin (2001), beberapa jenis tumbuhan penghasil pestisida yang telah diteliti
dan efektif dalam pengendalian hama atau insektisida adalah Minthostachys Griseb yang
digunakan sebagai insektisida alami oleh petani lokal Los Andes dari Venezuela Argentina.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis melakuakan penelitian mengenai isolasi dari (-)-
(1S, 2R, 3R, 4S)-1,2-epoksi-1-metil-4-(1-metiletil)-sikloheksil-3-asetat(-)-1 dari Minthostachys
tamentosa. Insektisida alami tersebut pada awalnya diberi nama 1,2-epoksiasilasetat yang diisolasi
dari mentha rotundifolia.
Pada penelitian ini juga diselidiki mengenai sifat stereokimianya. Dimana berdasarkan sintesis
enantioselektif independen dari enantiomernya adalah (+)-(1R, 2S, 3S, 4R)-1,2-epoksi-1-metil-4-
(1-metiletil)-sikloheksil-3-asetat. Produk insektisida alami (-)-(1S, 2R, 3R, 4S)-1,2-epoksi-1-
metil-4-(1-metiletil)-sikloheksil-3-asetat(-)-1 tersebut menunjukkan aktivitas insektisida terhadap
Oncopeltus fasciatus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengisolasi Minthostachys tamentosa ?
2. Bagaimana menjelaskan produk rasemik hasil isolasi dari tanaman Minthostachys
tamentosa secara stereokimia?
3. Bagaimana sifat toksisitas produk rasemik hasil isolasi dari tanaman Minthostachys
tamentosa secara stereokimia
1.3 Tujuan
1. Untuk mengisolasi tanaman Minthostachys tamentosa sehingga dihasilkan produk (-)-
(1S, 2R, 3R, 4S)-1,2-epoksi-1-metil-4-(1-metiletil)-sikloheksil-3-asetat(-)-1
2. Untuk menjelaskan produk rasemik hasil isolasi tanaman Minthostachys tamentosa
secara stereokimia
3. Untuk mengetahui sifat toksisitas produk rasemik hasil isolasi dari tanaman
Minthostachys tamentosa secara stereokimia
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai suatu alternatif pemanfaatan zat
ekstraktif Minthostachys tamentosa sebagai bahan insektisida alami untuk mengendalikan
Oncopeltus fasciatus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reaksi Substitusi Nukleofilik
Reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi terjadinya penyerangan oleh nukleofil yang kaya
elektron ke muatan positif dari sebuah atom C pada rantai karbon yang mengikat gugus oergi
(leaving group) sehingga nukleofil akan menggantikan posisi gugus pergi (Fessenden, R. J dan
J.S. Fessenden, 1992).

2.1.1 Pelarut dan Reaktifitas Reaksi SN1


Reaksi SN1 akan berlangsung baik jika menggunakan pelarut protik.
Reaksi substrat R-X yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika R merupakan
struktur tersier dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan kestabilan ion
karbonium atau karbokation yaitu 3o > 2o >> 1o

> > >

3o > 2o > 1o > Metil


(Solomon et al., 2014)

2.1.2 Mekanisme Reaksi SN1


Reaksi SN1 adalah reaksi substitusi nukleofilik yang berlangsung 2 tahap.
Reaksi SN1:

+ H2O + + HBr

(S)-3-Bromo-3-metilheksan (S)-3-metil-3-heksanol (R)-3-metil-3-heksanol


(50% retensi) (50% inversi)

Mekanisme SN1:
Tahap pertama, ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus. Gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron dan terbentuklah ion karbonium atau karbokation.
Tahap 1
+

Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium atau karbokation diserang nukleofil dari
dua sisi yaitu dari depan dan dari belakang dengan peluang yang sama sehingga menghasilkan
produk campuran rasemik (inversi dan retensi). Campuran rasemik adalah suatu campuran yang
mengandung sepasang enantiomer dalam jumlah yang sama. Sepasang enantiomer itu adalah
enantiomer R dan enantiomer S

Tahap 2

Campuran Rasemik
Tahap 3

50% Inversi

50% Retensi

Produk adalah campuran rasemik

(Solomon et al., 2014)

2.2 Isomer
Isomer adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi rumus
strukturnya berbeda. Terdapat berbagai jenis isomer yang telah diketahui terkait jumlah ikatan
rangkap, posisi rantai, gugus fungsi, dan posisi atom secara 3D (stereokimia). Isomerisasi akibat
perbedaan posisi atom secara 3D pada molekul disebut stereoisomer. Enantiomer adalah atom-
atom C kiral dari struktur merupakan bayangan cermin dan apabila dihimpitkan tidak dapat
berhimpit.

2.3 Konfigurasi Absolut


2.3.1 Konfigurasi D dan L
Konfigurasi D dan L hanya berlaku pada senyawa-senyawa dari golongan karbohigrat dan
senyawa amino saja. Konfigurasi D apabila gugus terjauh dari hidroksil terletak di kanan pada C
kiral. Sedangkan konfigurasi L apabila gugus terjauh dari hidroksil terletak di kiri pada C kiral.
D-glukosa L-glukosa

2.3.2 Konfigurasi R dan S


Cara menentukan konformasi R atau S suatu molekul yaitu dengan melihat nomer atom
subtituen yang mengelilingi atom C kiral. Atom yang memiliki nomer atom yang paling tinggi
merupakan prioritas pertama. Sedangkan atom yang memiliki nomer atom paling rendah
merupakan prioritas terakhir atau prioritas ke empat. Dan konformasi ini bergerak dari subtituen
prioritas paling tinggi ke prioritas paling rendah. Sedangkan menentukan konformasi R atau S
dilihat perputaran panah yang bergerak dari prioritas paling tinggi ke prioritas paling rendah.
Konformasi R, apabila atom dengan prioritas paling tinggi bergerak ke atom dengan
prioritas paling rendah dan putaran tersebut searah jarum jam. Konformasi S, apabila atom dengan
prioritas paling tinggi bergerak ke atom dengan prioritas paling rendah dan putaran tersebut
berlawanan arah jarum jam. Dapat dilihat pada gambar 2.3
Contoh menentukan konformasi R dan S dapat dilihat pada gambar 2.4 yaitu pada asam
laktat.

Konformasi R Konformasi S
(McMurry, 2008)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Elusidasi Struktur


Hasil data spektra produk isolasi konstituen volatile dari M. Tomentosa telah dianalisa
13
menggunakan HRMS, CNMR, 1HNMR, dan DEPT, menunjukan adanya rantai diterpen
dengan 2 gugus teroksigenasi. Hasil analisa dengan HRMS menunujan konstituen molekul (1)
dengan rumus formula C12H20O3 (M+, m/z 212.1418). Hal tersebut diperkuat dengan eleminasi
gugus asetat sehingga terbentuk fragmen baru dengan m/z 152.1199 (C10H16O).
13
Kehadiran gugus ester dideteksi menggunakan spektra IR dan CNMR, dengan posisi
pita masing-masing v = 1757 cm- dan 𝛿 = 171,0 ppm. Ikatan karbon – oksigen juga dideteksi
oleh 13CNMR pada posisi pita 𝛿 = 68.6, 58.7 dan 58.6 ppm dan diperkuat dengan spektra DEPT
yang menunjukan 2 spektra sekunder (2o) mengikat O dan sisanya tersier (3o). Menggunakan
spectrum 1HNMR, menunjukan adanya 2 spesi metin terdishilding pada posisi 𝛿 =5.1 dan 3.3
ppm. Data spectrum juga menunjukan adanya 3 ikatan rangkap 2 yang mngidentifikasi gugus
epoksida dalam struktur hasil. 2 spektra duplet pada 𝛿 =0.9 dan 0.8 ppm menunjukan gugus
isopropyl dalam struktur produk (Gambar 1).

Gambar 1. Analisa Struktur (1)


4.2 Ulasan Retrosintesis, Mekanisme Reaksi dan Stereokimia

Produk 5 dan 6 merupakan senyawa ester yang didapat dari reaksi berikut:

Analisis Retrosintesis Senyawa ester no.5 (3S,4R):


Sintesis :

Keterangan : DMAP = Dimethylaminopyridine; Ac2O = asetat anhidrat

Pembuatan ester diatas menggunakan reagen DMAP sebagai katalis basa dalam reaksi esterifikasi

Mekanisme Reaksi :

Tahap 1 : Reduksi karbonil dengan LiAlH4


Tahap 2 : Reaksi Esterifikasi dengan DMAP sebagai katalis basa:
Analisis Retrosintesis Senyawa ester no.6 (3R,4R):

Sintesis :
Mekanisme reaksi :

Tahap 1 : Reduksi karbonil dengan LiAlH4 menjadi alcohol

Tahap 2 : Reaksi esterifikasi dengan DMAP (katalis basa) dan Anhidrida Asetat :

Tinjauan Mekanisme reaksi dan Stereokimia :

1) Dalam tahapan reduksi R(-)Piperitone menjadi menggunakan LiAlH4 menghasilkan


campuran rasemat 2 senyawa yang merupakan enansiomer sebagai berikut :
Hal tersebut terjadi karena hidrida sebagai nukleofil pada LiAlH4 dapat menyerang C-karbonil dari
2 arah baik dari bawah bidang maupun atas bidang, sehingga dapat membentuk campuran rasemat
dengan bentuk (3R,4R)-Piperitol 48% dan (3S,4R)-Piperitol 43%.
Terlihat bahwa Senyawa (3R,4R)-Piperitol yang dihasilkan mempunyai %yield(rendemen) lebih
besar daripada senyawa (3S,4R)-Piperitol. Hal ini kemungkinan terjadi karena secara strukturnya,
struktur senyawa (3R,4R)-Piperitol lebih stabil daripada struktur senyawa (3S,4R)-Piperitol.

Pada mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan DMAP sebagai katalis basa, terdapat 2
atom Nitrogen pada DMAP, namun hanya berasal dari pasangan electron bebas Nitrogen pada
cincin piridin yang bersifat basa yang akan menyerang C-Karbonil pada asam asetat anhidrat. Hal
ini terjadi karena pasangan electron bebas pada cincin piridin tidak mengalami resonansi menuju
system cincin aromatis, sehingga bersifat basa, hal ini dapat kita amati dari struktur DMAP berikut:

Dengan resonansi sebagai berikut :


Kemudian, produk akhir senyawa ester 5 dan 6 dipisahkan dengan kromatografi kolom karena
akibat sifat adsorbsi 2 produk tersebut terhadap fasa diam kolom yang berbeda

Selanjutnya, setelah kedua senyawa tersebut dipisahkan, masing-masing produk ester


tersebut direaksikan dengan MCPA (Meta-chloro Perbenzoic Acid) untuk disintesis epoksidanya.

2) Pembuatan senyawa epoksida dengan MCPA (Meta-chloro Perbenzoic Acid)

Senyawa epoksida, dilihat dari tinjauan sudut ikatnya epoksida mempunyai sudut ikatan
60°, padahal untuk senyawa C-sp3 umumnya mempunyai sudut ikatan sebesar 109°28’. Sehingga,
ikatannya sangat rapuh dan tidak dapat kita lakukan isolasi langsung dari alam namun untuk
mendapat senyawa epoksida kita perlu untuk mensintesis senyawa tersebut, salah satu metode
sintesis epoksida yang lazim digunakan adalah dengan mencampurkan senyawa alkena dengan
Asam peroksida organic (Per-asam organic). Metode ini digunakan pada jurnal ini untuk
mensintesis senyawa epoksida dimana menggunakan MCPA (Meta-kloro asam perbenzoat)
sebagai Per-asam organiknya:
Keterangan : MCPA = Meta-Chloro Perbenzoic Acid

Mekanisme reaksi :
Salah satu produk sisntesis epoksidasi senyawa 5 saat dianalisa menggunakan GC,
memiliki waktu retensi dan data spectra yang sama terhadap hasil isolasi M. Tomentosa.

4.3 Stereoselektivitas
Untuk meyakinkan elusidasi data terkait stereokimia struktur produk yang diperoleh,
dilakukan sintesis stereoselektivitas melalui jalur yang berbeda. Dilakukan reduksi terhadap
senyawa 3 dan 4 menggunakan agen reduktor bulky LiAl(t -BuO)4 untuk memastikan apakah
terjadi perubahan stereo struktur produk, namun hasil tidak menunjukan perbedaan
dibandingkan dengan menggunakan LiAlH4. Dalam mekanisme perubahan 3-10 atau 4-11,
menunjukan bahwa stereokimia epoksidasi bergantung pada stereokimia gugus hidroksida.
Tahap selanjutnya adalah asetilasi yang tidak merubah konfigurasi apapun karena atom oksigen
dalam gugus hidroksi berperan sebagai nukleofil.
Elusidasi produk akhir yang dihasilkan sama persis dengan cara sebelumnya (menggunakan
LiAlH4), namun dengan jalur mekanisme yang berbeda ternyata tetap dihasilkan produk dengan
13
stereo yang sama. Hasil spectra C dan 1H NMR senyawa 1 sama persis dengan spectra hasil
isolasi tanaman M. Tomentosa. Sintesis produk (+)1 dengan metode kontak terbukti aktif dalam
melawan O. fasciatus dan toksik terhadap serangga, sedangkan produk (-)1 bersifat enantiospesifik
terhadap toksisitas serangga
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Penelitian ini menggunakan peralatan antara lain kromatografi kolom silika gel,
vakum, TLC (Thin Layer Chromatography), spektrofotometri UV, spektrometri massa,
spektrofotometri IR, dan spektrometri NMR.
3.1.2 Bahan
Penelitian ini menggunakan bahan berupa larutan CH2Cl2, Na2SO4, AcOEt, dietil
eter, NaOH, HCl, NaHCO3, dan H2O.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Bahan Alam
Sebanyak 320 gram daun kering tanaman M. tomentosa yang dikumpulkan dari
Huaraz (Peru) dihidrodestilasi dengan peralatan Likens-Nikerson selama 4 jam dengan
CH2Cl2 sebagai pelarut. Ekstrak yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan Na2SO4.
Kemudian, ekstrak tersebut disaring dan diuapkan dalam vacum. Minyak esensial hasil
proses ekstraksi kemudian dipisahkan dengan kromatograsi kolom pada silika gel (1:60 w/w)
dimana eluen yang digunakan merupakan campuran CH2Cl2 dan AcOEt. Dari proses
ekstraksi dengan kromatografi kolom, didapatkan enam fraksi. Setelah dilakukan uji
aktivitas biologis pada serangga, fraksi nomor 3 yang mampu mematikan 100% serangga
setelah 72 jam dengan dosis 50 μm (25×1,0 cm). Setelah itu, lakukan karakterisasi pada fraksi
nomor 3 dengan spektrofotometri UV. Dilakukan pula karakterisasi senyawa dengan
spektrofotometri IR. Dilakukan pula karakterisasi dengan spektrometri massa.
3.2.2 Reduksi dan Karakterisasi Senyawa Bahan Alam
Senyawa hasil isolasi sebanyak 4 gram dilarutkan pada 40 mL dietil eter. Lakukan
proses penambahan dietil eter setetes demi setetes hingga bercampur. Kemudian, direfluks
sambil diaduk. Hasil refluks kemudian dianalisa TLC. Setelah itu, ditambahkan 2,3 mL H2O;
2,3 mL larutan NaOH 15% dan 6,8 mL H2O. Kemudian, diaduk pada suhu kamar selama 30
menit. Setelah itu, dilakukan penyaringan. Filtrat hasil penyaringan dicuci dengan air garam.
Kemudian, dikeringkan dan dipadatkan. Residu hasil penyaringan diuji kromatografi kolom
silika gel dengan campuran heksana:dietil eter (9:1) sebagai eluen. Setelah itu, lakukan
karakterisasi senyawa pada residu dengan spekrometri NMR. Dilakukan pula karakterisasi
senyawa dengan spektrometri massa.
3.2.3 Asetilasi dan Karakterisasi Senyawa Bahan Alam
Senyawa hasil isolasi sebanyak 4 gram ditambahkan dengan 5,4 mmol trietilamina
dan 5,4 mmol asetat anhidrat. Kemudian, campuran diaduk selama 4,5 jam. Setelah itu,
ditambahkan H2O dan diaduk selama 30 menit. Campuran itu kemudian diekstrak dengan
CH2Cl2. Ekstrak krmudian dicuci dengan HCl 5% dan air garam. Kemudian, dikeringkan
dengan Na2SO4 dan dipekatkan dalam vakum. Residu yang dihasilkan kemudian dilakukan
kromatografi silika gel dimana eluen adalah asetat. Setelah itu, lakukan karakterisasi
senyawa pada residu dengan spekrometri NMR. Dilakukan pula karakterisasi senyawa
dengan spektrometri massa.
3.2.4 Epoksida Senyawa Hasil Asetilasi dengan asam m-kloroperbenzoat
Sebanyak 0,52 mmol asam m-kloroperbenzoat dalam 13 mL CH2Cl2 didingikan
hingga suhu 0°C. Senyawa hasil etilasi sebanyak 0,42 mmol dalam 5 mL CH2Cl2
dikeringkan. Kemudian, campuran diaduk selama 6 jam. Setelah itu, ditambahkan NaHCO3
10% dan diekstrak dengan CH2Cl2. Kemudian, hasil ektraksi dikeringkan dengan Na2SO4
dan dikonsentrasikan dalam vakum. Residu kemudian di kromatografi silika gel dengan
eluen isomer epoksiasetat. Setelah itu, lakukan karakterisasi senyawa pada residu dengan
spekrometri NMR. Dilakukan pula karakterisasi senyawa dengan spektrometri massa.

Anda mungkin juga menyukai