Tonsilitis merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Penderita perempuan usia 11 tahun datang dengan keluhan rasa ada yang mengganjal di tenggorokan sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan makin memberat sejak 1 minggu terakhir. Bila nyeri timbul, penderita merasakan badannya mulai demam. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri saat menelan semakin dirasakan. Pasien juga mengeluh susah menelan, baik makanan biasa, makanan lunak, ataupun minuman. Tidak ada keluhan sulit membuka mulut. Demam ada, demam hilang timbul tanpa disertai menggigil. Tidak ada batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil T3-T3, kripta melebar dan tidak ada detritus. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut dan proses peradangan berulang. Tonsilitis kronik dapat dikaitkan dengan rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil T3-T3, kripta melebar dan tidak ada detritus. Berdasarkan teori ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil. Proses radang berulang yang timbul menyebabkan terjadinya pengikisan epitel mukosa dan juga jaringan limfoid, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga menyebabkan
35 36
terjadinya pelebaran kripti. Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi sehingga timbul gangguan menelan dan obstruksi napas yang ditandai oleh mengorok saat tidur. Prinsip terapi tonsillitis kronis meliputi medikamentosa dan operatif.. Pasien mengalami radang kronis yang menetap, hipertrofi tonsil, dan gangguan menelan yang memenuhi indikasi tonsilektomi yang dapat diterima pada anak- anak. Terapi yang diberikan pada kasus ini berupa terapi medikamentosa yaitu pemberian antibiotik dan pemberian antipiretik serta rencana tindakan operasi tonsilektomi. Pemberian terapi pada kasus diatas sesuai dengan teori yang mengatakan tonsilitis kronik harus diterapi secara adekuat. Pemberian antibiotik bertujuan untuk eradikasi bakteri penyebab dan pemberian antipiretik bertujuan untuk mengurangi nyeri dan mencegah peningkatan suhu akibat proses inflamasi di tonsil. Rencana tindakan operasi tonsilektomi juga sudah sesuai dengan teori, dimana indikasi relatif tonsilektomi pada kasus ini adalah serangan tonsillitis berulang lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat, tanda sumbatan jalan napas berupa sleep apnea, gangguan menelan, dan hipertrofi tonsil.