Anda di halaman 1dari 86

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu di indonesia masih cukup tinggi. salah satu
penyebab utama tinggi angka kematian ibu ini adalah pre-eklamsia /
eklampsia. Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan terutama pada
kehamilan pertama, kehamilan kembar dan wanita yang berusia diatas usia
35 tahun. Selama kehamilan, tanda-tanda pre-eklampsia ini harus dipantau
terlebih pada wanita yang berisiko terjadi pre-eklampsia pada
kehamilannya ini. Tanda khas pre-eklampsia ini adalah tekanan darah
tinggi, ditemukan protein dalam urine dan oedema. Adapun gejala-gejala
yang juga harus diketahui yaitu kenaikan BB berlebihan, nyeri kepala yang
hebat, muntah, gangguan penglihatan. Jika tanda-tanda tersebut terlambat
dideteksi maka akan semakin parah dan keadaan paling berat ini akan
kejang, pasien yang akan mengalami kehilangan kesadaran, bahkan
sampai pada kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal,
kegagalan hati dan pendarahan otak
Usia sebaga salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia
dapat menimbulkan kematian maternal. Wanita hamil diatas usia 35 tahun
mengakat 3 kali lipat terjadinya pre-eklampsia. Jika tidak terdeteksi secara
dini tentu kasus pre-eklampsia ini akan berubah menjadi eklampsia yang
harus mempunyai penanganan yang lebih khusus

Untuk mengatasi salah satu penyebab tingginya angka kematian


ibu ibi adalah pelayanan kesehatan prenatal yang baik dan tidak boleh
menganggap remeh jika menemukan salah satu tanda dari pre-eklampsia.

Jika kasus pre-eklampsia ini menjadi semakin berat dan tidak


segera ditangani lamanya akan berakibat buruk kondisi ibu dan janin,
bahkan akan berakibatkan kematian ibu dan janin.

1
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa mampu menguasai tentang konsep preeklamsi
secara menyeluruh
2. Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu menguasai tentang :
a. Pengertian Preeklamsi
b. Etiologi Preeklamsi
c. Klasifikasi Preeklamsi
d. Manifestasi Klinik Preeklamsi
e. Patofisiologi Preeklamsi
f. Pemeriksaan Penunjang Preeklamsi
g. Pencegahan Preeklamsi
h. Penatalaksanaan Preeklamsi
i. Diit Preeklamsi
j. Komplikasi Preeklamsi

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu
atau lebih. ( Rustam Muctar, 1998 ).
Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang
disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan
cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan. (Manuaba, 1998)
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. (Mansjoer, 2000).
Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh
hipertensi, edema, dan proteinuria. ( kamus saku kedokteran Dorland).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
preeklampsia ( toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul
ada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan
poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu
pertama setelah persalinan.

B. ETIOLOGI
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang
dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :
 Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.
 Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.

3
 Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
 Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan


tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain :
 Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
 Peran faktor imunologis.
 Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada pre-eklampsi/eklampsia.
 Peran faktor genetik /familial
 Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/
eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
 Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
 Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)

Faktor Predisposisi
 Molahidatidosa
 Diabetes melitus
 Kehamilan ganda
 Hidrops fetalis
 Obesitas
 Umur yang lebih dari 35 tahun

C. KLASIFIKASI
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

4
 Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
 Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg
atau lebih per minggu.
 Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream.

2. Preeklampsia Berat
 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
 Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
 Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
 Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
 Terdapat edema paru dan sianosis.

D. MANIFESTAI KLINIK
Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan : pertambahan
berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya
proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala
subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.
Gejala – gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

E. PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan

5
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus.
Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan
pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivasi /agregasi trombosit deposisi fibrin.
Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan
aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.
Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ
hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya
menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen
arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen
hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan
meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme
bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,
darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia
hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan

6
terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah
menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga
menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada
ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein
akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga
menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan
memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas
terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan
lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan
retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan
diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth
Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi
metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang
sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat

7
dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah,
lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-
45 u/ml )
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N=
<31 u/l )
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
2. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
b. Kardiotografi

8
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.

G. PENCEGAHAN
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau
ada factor-faktor predisposisi.
3. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan
tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penanganan adalah :
 Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia
 Hendaknya janin lahir hidup
 Trauma pada janin seminimal mungkin.

1. Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka
penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih
sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan
atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan
berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau
fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat
antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat,
bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala
masih menetap, penderita tetap dirawat inap. Monitor keadaan janin :
kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.
Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia
kehamilan minggu 37 ke atas.

9
2. Pre-eklamsia berat
 Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
a. Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru
dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah
sebagai berikut :
1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr
intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr
intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi)
2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai
criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi)
3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin
dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi
ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala
4) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan
terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain
tergantung keadaan
b. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan
diatas 37 minggu

 Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu


a. Penderita dirawat inap
1) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
2) Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
3) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di
bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri
4) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
5) Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis
100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan

10
harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10%
dalam ampul 10 cc
6) Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
b. Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2
kali ½ tablet sehari
c. Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum,
edema paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat
disuntikan 1 ampul intravena Lasix.
d. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai
oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes
e. Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi
ibu dilarang mengedan
f. Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan atonia uteri
g. Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi,
kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam
postpartum
h. Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.

H. DIIT
Tujuan Diit :
 Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
 Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
 Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air
 Mencapai keseimbangan nitrogen
 Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal
 Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit
baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan

11
1. Syarat Diet
a. Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan
diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien
menerima makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari
makanan atau diet sebelum hamil
b. Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam
atau air.Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah
1 Kg/minggu.
c. Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan)
d. Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan
lemak tdk jenuh ganda.
e. Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi
f. Mineral cukup terutama kalsium dan kalium
g. Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.
h. Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi
dan disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah,
keringat dan pernafasan

2. Macam Diet Preeklampsia


a. Diet Preeklampsia I
1) Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat
2) Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari
buah
3) Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan
kekurangannya diberikan secara parental
4) Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan
1 – 2 hari

b. Diet Preeklampsia II
1) Sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada
pasien preeklampsia yg penyakitnya tdk begitu besar

12
2) Makanan berbentuk saring atau lunak.
3) Diberikan sebagai diet rendah garam I
4) Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya

c. Diet Preeklampsia III


1) Sebagai makanan perpidahan dari diet preeklampsia II atau kepada
pasien dengan preeklampsia ringan.
2) Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam .
3) Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa .
4) Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg
boleh lebih dari 1 kg per bulan .

I. KOMPLIKASI
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi antara lain:
1. Pada Ibu
a. Eklapmsia
b. Solusio plasenta
c. Pendarahan subkapsula hepar
d. Kelainan pembekuan darah ( DIC )
e. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet
count )
f. Ablasio retina
g. Gagal jantung hingga syok dan kematian.
2. Pada Janin
a. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
b. Prematur
c. Asfiksia neonatorum
d. Kematian dalam uterus
e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PRE EKLAMSI

A. PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1. Data subyektif :
a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35
tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
f. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.

2. Data Obyektif :
a. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
b. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
c. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
d. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM ( jika refleks + )
e. Pemeriksaan penunjang :
 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 6 jam

14
 Laboratorium : protein urin dengan kateter atau midstream (
biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala
kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum
kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
 USG ; untuk mengetahui keadaan janin
 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung
2. Kerusakan pertukaran gas b/d penimbunan cairan pada paru : oedem paru.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
5. Nyeri b/d agen cedera biologis : penumpukan ion hydrogen dan
peningkatan HCL
6. Risiko cedera pada ibu b/d diplopia, peningkatan inta karnial : kejang

C. ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil
1 Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d  Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri dada
respon fisiologis effectiveness  Catat adanya disritmia jantung
otot  Circulation Status  Catat adanya tanda dan gejala
jantung,peningka  Vital Sign Status penurunan cardiac putput
tan frekuensi,  Tissue perfusion:  Monitor status pernafasan
dilatasi, perifer yang menandakan gagal
hipertropi atau Setelah dilakukan jantung

15
peningkatan isi asuhan  Monitor balance cairan
kuncup selama…penurunan  Monitor respon pasien
kardiak output klien terhadap efek pengobatan
teratasi dengan antiaritmia
kriteria hasil:  Atur periode latihan dan
 Tanda Vital dalam istirahat untuk menghindari
rentang normal kelelahan
(Tekanan darah,  Monitor toleransi aktivitas
Nadi, respirasi) pasien
 Dapat mentoleransi  Monitor adanya dyspneu,
aktivitas, tidak ada fatigue, tekipneu dan ortopneu
kelelahan  Anjurkan untuk menurunkan
 Tidak ada edema stress
paru, perifer, dan  Monitor TD, nadi, suhu, dan
tidak ada asites RR
 Tidak ada  Monitor VS saat pasien
penurunan berbaring, duduk, atau berdiri
kesadaran  Auskultasi TD pada kedua
 AGD dalam batas lengan dan bandingkan
normal  Monitor TD, nadi, RR,
 Tidak ada distensi sebelum, selama, dan setelah
vena leher aktivitas
 Warna kulit normal  Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer

16
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan
dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti
aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian
antikoagulan untuk mencegah
trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan

2 Kerusakan NOC: NIC :


pertukaran gas  Respiratory Status  Posisikan pasien untuk
b/d penimbunan : Gas exchange memaksimalkan ventilasi
cairan pada paru : Keseimbangan asam  Pasang mayo bila perlu
oedem paru Basa, Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika
Respiratory Status : perlu
ventilation  Keluarkan sekret dengan
Vital Sign Status batuk atau suction
Setelah dilakukan  Auskultasi suara nafas, catat
tindakan keperawatan adanya suara tambahan
selama …. Gangguan  Berikan bronkodilator

17
pertukaran pasien  Barikan pelembab udara
teratasi dengan  Atur intake untuk cairan
kriteria hasi: mengoptimalkn
 Mendemonstrasika keseimbangan.
n peningkatan  Monitor respirasi dan status
ventilasi dan O2
oksigenasi yang  Catat pergerakan dada,amati
adekuat kesimetrisan, penggunaan otot
 Memelihara tambahan, retraksi otot
kebersihan paru supraclavicular dan intercostal
paru dan bebas dari  Monitor suara nafas, seperti
tanda tanda distress dengkur
pernafasan  Monitor pola nafas :
 Mendemonstrasika bradipena, takipenia,
n batuk efektif dan kussmaul, hiperventilasi,
suara nafas yang cheyne stokes, biot
bersih, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan area penurunan / tidak adanya
dyspneu (mampu ventilasi dan suara tambahan
mengeluarkan  Monitor TTV, AGD, elektrolit
sputum, mampu dan ststus mental
bernafas dengan  Observasi sianosis khususnya
mudah, tidak ada membran mukosa
pursed lips)  Jelaskan pada pasien dan
 Tanda tanda vital keluarga tentang persiapan
dalam rentang tindakan dan tujuan
normal penggunaan alat tambahan
 AGD dalam batas (O2, Suction, Inhalasi)
normal  Auskultasi bunyi jantung,
 Status neurologis jumlah, irama dan denyut
dalam batas normal jantung

18
3 Intoleransi NOC : NIC :
aktifitas b/d  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan
kelemahan  Toleransi aktivitas klien dalam melakukan
 Konservasi eneergi aktivitas
Setelah dilakukan  ,,,,,,,,Kaji adanya faktor yang
tindakan keperawatan menyebabkan kelelahan
selama …. Pasien  ,,,,,,,,Monitor nutrisi dan
bertoleransi terhadap sumber energi yang adekuat
aktivitas dengan  ,,,,,,,,,Monitor pasien akan
Kriteria Hasil : adanya kelelahan fisik dan
 Berpartisipasi emosi secara berlebihan
dalam aktivitas  ,,,,,,,Monitor respon
fisik tanpa disertai kardivaskuler terhadap
peningkatan aktivitas (takikardi, disritmia,
tekanan darah, nadi sesak nafas, diaporesis, pucat,
dan RR perubahan hemodinamik)
 Mampu melakukan  ,,,,,,Monitor pola tidur dan
aktivitas sehari hari lamanya tidur/istirahat pasien
(ADLs) secara  Kolaborasikan dengan Tenaga
mandiriKeseimban Rehabilitasi Medik dalam
gan aktivitas dan merencanakan progran terapi
istirahat yang tepat.
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 ,,,,,,Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber

19
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
4 Ketidakseimbang NOC : NIC :
an nutrisi :  Nutritional Status : Weight Management
kurang dari food and Fluid  Diskusikan bersama pasien
kebutuhan Intake mengenai hubungan antara
berhubungan  Nutritional Status : intake makanan, latihan,
dengan intake nutrient Intake peningkatan BB dan
yang tidak  Weight control penurunan BB
adekuat Setelah dilakukan  Diskusikan bersama pasien
tindakan keperawatan mengani kondisi medis yang
selama …. Ketidak dapat mempengaruhi BB
seimbangan nutrisi  Diskusikan bersama pasien
lebih teratasi dengan mengenai kebiasaan, gaya

20
kriteria hasil: hidup dan factor herediter
 Mengerti factor yang dapat mempengaruhi BB
yang meningkatkan  Diskusikan bersama pasien
berat badan mengenai risiko yang
 Mengidentfifikasi berhubungan dengan BB
tingkah laku berlebih dan penurunan BB
dibawah kontrol  Dorong pasien untuk merubah
klien kebiasaan makan
 Memodifikasi diet  Perkirakan BB badan ideal
dalam waktu yang pasien
lama untuk
mengontrol berat Nutrition Management
badan  Kaji adanya alergi makanan
 Penurunan berat  Kolaborasi dengan ahli gizi
badan 1-2 untuk menentukan jumlah
pounds/mgg kalori dan nutrisi yang
 Menggunakan dibutuhkan pasien.
energy untuk  Anjurkan pasien untuk
aktivitas sehari hari meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
 Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana

21
membuat catatan makanan
harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Weight reduction Assistance


 Fasilitasi keinginan pasien
untuk menurunkan BB
 Perkirakan bersama pasien
mengenai penurunan BB
 Tentukan tujuan penurunan
BB
 Beri pujian/reward saat pasien
berhasil mencapai tujuan
 Ajarkan pemilihan makanan

5 Nyeri b/d agen NOC : NIC :


cedera biologis :  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
penumpukan ion  pain control, secara komprehensif termasuk
hydrogen dan  comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
peningkatan HCL kriteria Hasil: frekuensi, kualitas dan faktor
 Mampu presipitasi
mengontrol nyeri  Observasi reaksi nonverbal
(tahu penyebab dari ketidaknyamanan
nyeri, mampu  Bantu pasien dan keluarga
menggunakan untuk mencari dan

22
tehnik menemukan dukungan
nonfarmakologi  Kontrol lingkungan yang
untuk mengurangi dapat mempengaruhi nyeri
nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
bantuan) pencahayaan dan kebisingan
 Melaporkan bahwa  Kurangi faktor presipitasi
nyeri berkurang nyeri
dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri
menggunakan untuk menentukan intervensi
manajemen nyeri  Ajarkan tentang teknik non
 Mampu mengenali farmakologi: napas dala,
nyeri (skala, relaksasi, distraksi, kompres
intensitas, hangat/ dingin
frekuensi dan tanda  Berikan analgetik untuk
nyeri) mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
 Tanda vital dalam
rentang normal
 Tidak mengalami
gangguan tidur
6 Risiko cedera NOC : NIC :
pada ibu b/d  Risk Kontrol
Environmental Management
diplopia, kriterian Hasil:
safety
peningkatan inta  Klien terbebas dari
 Sediakan lingkungan yang
karnial : kejang cedera
aman untuk pasien
 Klien mampu
 Identifikasi kebutuhan
menjelaskan
keamanan pasien, sesuai
cara/metode
dengan kondisi fisik dan
untukmencegah

23
injury/cedera fungsi kognitif pasien dan
 Klien mampu riwayat penyakit terdahulu
menjelaskan factor pasien
risiko dari  Menghindarkan lingkungan
lingkungan/perilak yang berbahaya (misalnya
u personal memindahkan perabotan)
 Mampumemodifik  Memasang side rail tempat
asi gaya hidup tidur
untukmencegah  Menyediakan tempat tidur
injury yang nyaman dan bersih
 Menggunakan  Menempatkan saklar lampu
fasilitas kesehatan ditempat yang mudah
yang ada dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan yang
cukup
 Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.

24
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
Pre-eklampsia sering juga disebut toxemia atau keracunan, yaitu kondisi
ibu hamil yang ditandai dengan tekanan darah yang tiba-tiba meningkat
disertai kadar protein tinggi didalam urinnya. Terjadi pembengkakan akibat
timbunan cairan pada kaki, tungkai dan tangannya yang sulit hilang, wajahnya
sembab.
Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan: pertumbuhan
berat badan yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi, dan akirnya
proteinuria.
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini
dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh
darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga
berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
Proteinuria pre-eklampsia terdapat konsentrasi protein dalam air kencing
yg melebihi 0,3 g/liter dan air kencing 400 ml atau kurang dalam sehari.
Secara kasar artinya, tandanya air kencing ibu penderita sedikit banget dalam
sehari. Sampai saat ini belum diketemukan secara pasti penyebab dari pre-
eklampsia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Hardi Kusuma, Amin Huda Nurarif, 2012, Aplikasi Nanda NIC-NOC,

Yogyakarta ; Mediaction

http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/

http://yadikustiyadi.blogspot.com/2013/05/makalah-pre-eklampsia.html

26
KONSEP TRANFUSI

A. PENGERTIAN
Tranfusi adalah memindahkan atau memasukan darah seseorang (donor)
kepada orang lain (pasien yang memerlukannya) melalui vena.
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara
sukarela untuk disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi
darah
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang
sehat (donor) ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa
darah lengkap dan komponen darah.
Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti
kehilangan darah pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh
karena suatu penyakit. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah
dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus.

B. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


1. Indikasi
Transfusi darah diperlukan saat anda kehilangan banyak
darah,misalnya pada :
a. Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.
b. Penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis
dan berdarah.
c. Penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar,
misal anemia hemolitik atau trombositopenia.
d. Jika anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi
sel darah terganggu seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda
juga akan membutuhkan transfusi darah. Beberapa penyakit seperti
hemofilia yang menyebabkan gangguan produksi beberapa komponen
darah maka anda mungkin membutuhkan transfusi komponen darah
tersebut.

27
e. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan
f. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain
g. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen
h. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan
plasma subtitute atau larutan albumin
2. Kontra Indikasi
a. Pasien yang infeksi
b. Pasien yang golongan darah berbeda

C. MACAM TRANSFUSI DARAH


1. Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)
Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan aktif yang
kehilangan darah lebih dari 25 %.
2. Darah Komponen
a. Sel Darah Merah (SDM)
1) Sel Darah Merah Pekat
Diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu berat,
transfusi darah pra operatif atau anemia kronik dimana volume
plasmanya normal.
2) Sel Darah Merah Pekat Cuci
Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma.
3) Sel Darah Merah Miskin Leukosit
Untuk penderita yang tergantung pada transfusi darah.
4) Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci
Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel
darah merah yang menetap.
5) Sel Darah Merah Diradiasi
Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.
b. Leukossit/ Granulosit Konsentrat

28
Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi
yang tidak membaik/ berat yang tidak sembuh dengan pemberian
Antibiotik, kualitas Leukosit menurun.
c. Trombosit
Diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau
fungsi trombosit.
d. Plasma dan Produksi Plasma
Untuk mengganti faktor pembekuan, penggantian cairan yang hilang.
Contoh : Plasma Segar Beku untuk penderita Hemofili. Krio Presipitat
untuk penderita Hemofili dan Von Willebrand

D. PROSEDUR TRANSFUSI DARAH


1. Pengisian Formulir Donor Darah.
2. Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan
hemoglobin darah.
3. Pengambilan Darah : Apabila persyaratan pengambilan darah telah
dipenuhi barulah dilakukan pengambilan darah.
4. Pengelolahan Darah : Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh
PMI sebelum darah diberikan kepada penderita adalah penyaringan
terhadap penyakit di antaranya :
a. Penyakit Hepatitis B
b. Penyakit HIV/AIDS
c. Penyakit Hipatitis C
d. Penyakit Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
5. Penyimpanan Darah : Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26
derajat celcius. Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen
seperti : PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo precipitat.

E. REAKSI TRANSFUSI
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat dan lambat.

29
1. Reaksi akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24
jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi
ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi
ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat
ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya
warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot.
Reaksi ringan diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau
kortikosteroid, dan pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas
sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi
terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau
bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah,
nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri
punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot,
demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia
(naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok
septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
a. Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang
disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma
pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun
volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah
dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang
inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya
terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh

30
darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan
pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas
pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya
antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain
(selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti
sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang
dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau
perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya
tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak
awal transfusi dari setiap unit darah.
b. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal
ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan,
transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan
terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki
penyakit dasar kardiovaskular.
c. Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam
plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan
vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam
beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis
dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif
dengan antihistamin dan adrenalin.
d. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung
injury = TRALI)

31
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru
biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran
foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2. Reaksi lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan
gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi
hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal
ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan
sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
a. Purpura pasca transfuse
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang
tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau
trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan
antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada
wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak
terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan
dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi
pasien.
b. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan
transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten yang diberi
transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA:
human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah.
Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare,

32
hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi.
Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
c. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka
waktu panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan
hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan
besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk
meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum
feritin <2.000 mg/l.
d. Infeksi
Infeksi yang berisiko terjadi akibat transfusi adalah Hepatitis B dan
C, HIV, CMV, malaria, sifilis, bruselosis, tripanosomiasis)

33
DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.com

http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Handbook_EN.pdf

HTA. Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining. Jakarta, 2003.

http://mydocumentku.blogspot.com/2011/09/konsep-dasar-indikasi-dan

perawatan.html

Rahardjo E, Sunatrio, Mustafa I, Gatot D. Indikasi Transfusi Komponen Darah

dalam: Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining. HTAIndonesia:

2003, hal 21

34
KONSEP ICU (INTENSIVE CARE UNIT)

A. PENGERTIAN
ICU adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus ditujukan untuk observasi perawatan dan terapi pasien-pasien
penderita penyakit, cedera atau penyakit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis yang dubia.
ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampilan staff medik, perawat dan staff lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Ruang perawatan intensif (ICU) adalah unit perawatan khusus yang
dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit
yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga, kesehatan terlatih, serta
didukung denga kelengkapan peralatan khusus.

B. JENIS RUANG ICU


Ruang ICU di klasifikasikan menjadi 3 jenis,yaitu :
1. ICU Primer
Ruangan perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien
yang memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif
mampu melakukan resusitasi jantung dan paru dan memberikan ventilasi
bantu 24-28 jam. Kekhususan yang di miliki ICU primer adalah :
a. Ruangan trersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
darurat dan ruang rawat pasien lain.
b. Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
c. Memiliki seorang anestesiolgi sebagai kepala
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil

35
f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift.
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.

2. ICU sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi
tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah :
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setiap saat bila diperlukan
d. Memiliki seorang kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif
care atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan
hidup lanjut)
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan
minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama
3 tahun.
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama
dan dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invansif dan usaha-
usaha penunjang hidup
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan frosedur isolasi

36
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan
intensif, mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan
atau bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang
tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan
pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas.
Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah :
a. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan
c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap
saat bila diperlukan
d. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau
dokter ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif
baik invasif maupun non invasif
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan
perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian

C. KRITERIA PASIEN MASUK ICU


1. ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan
terapi yang intensif
a. Pasien prioritas satu.

37
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis tidak stabil yang
memerlukan terapi intensifdan tertitrasi, contoh :
1) pasien paska bedah cardiotorasik
2) pasien sepsis berat
3) pasien dengan gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
yang mengancam nyawa yang mana terapi pada priorotas 1 ini
tidak memiliki batasan
b. Pasien prioritas dua
Pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, contoh :
1) pasien gagal jantung dan paru
2) pasien gagal ginjal akut
3) pasien paska pembedahan mayor
c. Pasien Prioritas Tiga
Pasien golongan ini adalah psien sakit kritis yang tidak stabil status
kesehatannya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya
secara sendirian maupun kombinasi. Adapun kemungkinan sembuh
atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh :
1) pasien dengan keganasan metastatik dengan penyulit infeksi
2) pasien pericardial tamponady
3) pasien dengan sumbatan jalan napas
4) pasien dengan penyakit jantung stadium terminal
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan kepala ICU
indikasi masuk pada beberapa pasien bisa dikecualikan dengan catatan
bahwa pasien-pasien golongan demikian sewatu-waktu harus bisa
dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat
digunakan untuk pasien-pasien dengan prioritas 1,2,3, contoh:
1) pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi
tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “ perawatan yang
aman saja”

38
2) pasien dengan keadaan vegetatif permanen
3) pasien yang telah dipastikan mati batang otak

D. ALAT YANG ADA DI ICU

NO ALAT JUMLAH
1 Ventilasi mekanik 6 buah

 Alat hisap (suction) 15 buah (sentral suction)

2 Alat Ventilasi manual penunjang jalan Dewasa : 3 buah


napas
anak : 1 buah
3 Peralatan monitor non invasif yang meliputi :

a. tekanan darah
b. EKG
c. Suhu
d. Saturasi Oksigen
e. Respirasi
15 buah (bed side
monitor)
4 Defibrator 1 buah
5 Pompa infuse 18 buah
6 Pompa syrrnge 11 buah
7 Rontgen foto portable 1 buah
8 Light phototerapy 1 buah
9 Incubator bayi 1 buah
10 Bed 15 bed, terdiri dari :

Pasien dewasa : 12 bed

39
Bayi / anak-anak : 3 bed
11 Ruang Isolasi 1 Ruang

Kelas A Ruangan berpartisi (6


ruang)

Kelas B Ruangan tanpa partisi (6


ruang)

* Kelas A & B tidak ada perbedaan untuk ruang PICU & NICU (ICU untuk bayi
baru lahir & anak-anak)

E. INDIKASI PASIEN MASUK ICU


ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan
erapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi
pasien yang memerlukan terapi intensif (priorita 1) didahulukan rawat ICU
dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif dan pasien sakit
kritis atau terminal (prioritas 2) dengan prognosis buruk atau sukar untuk
sembuh (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya peanyakit dan prognosis
hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas pasien masuk ICU.

Prioritas masuk ICU sebagai berikut :


a. Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
perawatan intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi, monitoring dan obat-
obatan vasoaktif kontinyu dan lain-lain. Misalnya pasien bedah
kardiotoraksis, atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa
institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1
(satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari terapi yang dapat
diterimanya.

40
b. Pasien prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya
pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong, misalnya pada pasien penyakit dasar jantung,
paru atau ginjal akut dan berat atau yang lebih mengalami pembedahan
mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang di
terimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah.

c. Pasien prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik
masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh
pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatic disertai penyulit
infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan nafas, atau pasien
menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif
untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi dan resusitasi kardiopulmoner.

F. INDIKASI PASIEN KELUAR DARI ICU


Kriteria pasien keluar dari ICU mempunyai 3 prioritas yaitu :
a. Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa jangka
pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan.
Contoh : pasien dengan tiga atau lebih gagal system organ yang tidak
berespon terhadap pengelolaan agresif.

b. Pasien prioritas II

41
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukan bahwa
perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya
tidak diperlukan lagi.

c. Pasien prioritas III


Pasien prioritas III dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini
bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif
kontinyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil,
keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sngat sedikit. Contoh, pasien
dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau lever
terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain-lainnya) yang tidak
berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akut lainnya.

G. TINDAKAN YANG SERING DILAKUKAN DI ICU


1. Resusitasi jantung paru.
2. Pengelolaan jalan nafas
3. Terapi oksigen
4. Pemantauan EKG, pulse Oksimetri kontinyu
5. Pemberian nutrisi enteral dan parental
6. Pemeriksaan Laboratorium dengan cepat
7. Pelaksanaan terapi tertitrasi
8. Memberi tunjangan fungsi Vital selama transportasi
9. Melakukan fisioterapi.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Ernesater, A. et all (2009). Telenurses Experience of Working with

Computerized

2. Decision Support : Supporting, Inhibiting, and Quality Improving. Journal of

Advance Nursing, 65, 1074-1083.

3. Feied, C.F. et all (2004). Impact of Informatic and New Technologies on

emergency Care Environment. Topics in Emergency Medicine, 26, 119-127.

4. Goran, S.F. (2010). A Second Set Of Eyes : An Introduction to Tele-ICU.

Critical Care Nurse, 30, 46-55.

5. Jones, C.R. et all (2008). Networking Learning a Relational Approach Weak

and Strong Ties. Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.

http://dwaney.wordpress.com/2011/05/09/konsep-dasar-icu/

http://droenska.com/rawat-inap/ruang-icu-iccu-picu-nicu

43
LAMPIRAN

REFERENSI

44
REFERENSI KONSEP PRE EKLAMSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PREEKLAMSIA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (
Rustam Muctar, 1998 ). Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba ( 1998)
mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah
tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema
(penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir
minggu pertama setelah persalinan. Selain itu, Mansjoer ( 2000 ) mendefinisikan
bahwa preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
(Mansjoer, 2000).Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah
toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan
proteinuria.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


preeklampsia ( toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul
ada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan
poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan.

2. Etiologi / Faktor Penyebab

45
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang
dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :

 Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,


hidramnion, dan mola hidatidosa.
 Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.

 Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin


dalam uterus.
 Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-
teori tersebut antara lain :

 Peran Prostasiklin dan Tromboksan .


 Peran faktor imunologis.
 Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada pre-eklampsi/eklampsia.
 Peran faktor genetik /familial
 Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/
eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
 Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
 Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)

3. Faktor Predisposisi

 Molahidatidosa
 Diabetes melitus

46
 Kehamilan ganda
 Hidrops fetalis
 Obesitas
 Umur yang lebih dari 35 tahun

4. Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :

v Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

 Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
 Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau
lebih per minggu.
 Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream.

v Preeklampsia Berat

 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.


 Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
 Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
 Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
 Terdapat edema paru dan sianosis.

5. Patofisiologi

47
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan
iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat
hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan
terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.Tromboplastin
yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi
trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun
dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan
faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.
Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati
dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit.Lumen arteriol
yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah
merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan
menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.

Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel
darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan
menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan

48
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan
sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi
pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron,
terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal
akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan
meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh
tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan
terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa
keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang
meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus
dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko
cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.

Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan
meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas.Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi

49
dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan
intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang
terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

( Pathway terlampir )

6. Manifestasi Klinik

Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat


badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada
preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif.Pada pre eklampsia
berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri
di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan
pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia
akan timbul.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Ø Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin


untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )

Ø Urinalisis

Ditemukan protein dalam urine.

Ø Pemeriksaan Fungsi hati

50
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45
u/ml )
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l
)
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

Ø Tes kimia darah

Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

b. Radiologi

Ø Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.Pernafasan intrauterus


lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

Ø Kardiotografi

Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.

8. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

 Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,


hipertensi, dan timbul proteinuria
 Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium;
gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
 Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang

51
 Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium

9. Pencegahan

- Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali


tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang
cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau


ada factor-faktor predisposisi.

- Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta


pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

10. Penatalaksanaan

Tujuan utama penanganan adalah :

- Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia

- Hendaknya janin lahir hidup

- Trauma pada janin seminimal mungkin.

a) Pre-eklamsi ringan

Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat
dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali
seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan
istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium
tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1
sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak

52
begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat.
Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin :
kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila
keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan
minggu 37 ke atas.

b) Pre-eklamsia berat

 Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu

Ø Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji


kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :

- Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler


kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap
(selama tidak ada kontraindikasi)

- Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus


dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi
ringan (kecuali ada kontraindikasi)

- Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor,


serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala

- Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi


kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan

Ø Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,


maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu

 Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu

Ø Penderita dirawat inap

53
- Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi

- Berikan diit rendah garam dan tinggi protein

- Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di


bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri

- Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

- Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100


cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc

- Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat

Ø Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari

Ø Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix.

Ø Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus


dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau
sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes

Ø Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan

Ø Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang


disebabkan atonia uteri

Ø Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian


diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum

Ø Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.

54
11. Diet

v Tujuan Diet

 Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal


 Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
 Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air
 Mencapai keseimbangan nitrogen
 Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal
 Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit
baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan

v Syarat Diet

Ø Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan
secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan .
Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan atau diet sebelum
hamil

Ø Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau
air.Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1
Kg/minggu.

Ø Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan)

Ø Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak
tdk jenuh ganda.

Ø Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi

Ø Mineral cukup terutama kalsium dan kalium

55
Ø Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.

Ø Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan
disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan
pernafasan

v Macam Diet Preeklampsia

Ø Diet Preeklampsia I

 Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat


 Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari buah
 Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan
kekurangannya diberikan secara parental
 Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan 1 – 2
hari

Ø Diet Preeklampsia II

 Sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada pasien


preeklampsia yg penyakitnya tdk begitu besar
 Makanan berbentuk saring atau lunak.
 Diberikan sebagai diet rendah garam I
 Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya

Ø Diet Preeklampsia III

 Sebagai makanan perpidahan dari diet preeklampsia II atau kepada pasien


dengan preeklampsia ringan.
 Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam .
 Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa .
 Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg boleh lebih
dari 1 kg per bulan .

56
12. Komplikasi

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk


komplikasi antara lain:

v Pada Ibu

 Eklapmsia
 Solusio plasenta
 Pendarahan subkapsula hepar
 Kelainan pembekuan darah ( DIC )
 Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet
count )
 Ablasio retina
 Gagal jantung hingga syok dan kematian.

v Pada Janin

 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus


 Prematur
 Asfiksia neonatorum
 Kematian dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :

a. Data subyektif :

- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau >
35 tahun

57
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur

- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,


vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM

- Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,


hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya

- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok


maupun selingan

- Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan


kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.

b. Data Obyektif :

- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema

- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal


distress

- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian


SM ( jika refleks + )

- Pemeriksaan penunjang :

 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam

58
 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
 USG ; untuk mengetahui keadaan janin
 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

1. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d penurunan cardiac output


skunder terhadap vasopasme pembuluh darah.

b. Kerusakan pertukaran gas b/d penimbunan cairan pada paru: oedem


paru.

c. Penurunan curah jantung b/d penurunan aliran balik vena, payah


jantung.

d. Kelebihan volume cairan b/d kerusakan fungsi glomerolus skunder


terhadap penurunan cardiac output.

e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.

f. Gangguan eliminasi urin b/d gangguan filtrasi glomerulus : anuri dan


oligouri.

g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat.

h. Nyeri b/d agen cedera biologis: penumpukkan ion Hidrogen dan


peningkatan HCl.

59
i. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan
suplay O2 dan nutrisi ke jaringan plasenta skunder terhadap penurunan
cardiac output.

j. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia, peningkatan


intra kranial:kejang.

k. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan


b/d misinterpretasi informasi.

http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/

60
REFERENSI KONSEP TRANFUSI

Konsep Dasar Transfusi Darah


A. Latar Belakang
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia
berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan
parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang
mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh
pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana
mestinya.
Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani
kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada
anemia berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat mengalami
gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang
diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk
menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan
tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan
ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.
Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim
dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara
secara relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga
sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan
sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang
yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang tercatat
sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk (Daradjatun,
2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi
kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah
Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah
yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa
kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari

61
donor darah masih rendah dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia
untuk menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman masyarakat
tentang masalah transfuse darah, persepsi akan bahaya bila seseorang memberikan
darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh
keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188
unit tranfusi darah (UTD). Mengingat jumlah kota/kabupaten di Indonesia
mencapai sekitar 440.

B. Definisi
1. Tranfusi adalah memindahkan atau memasukan darah seseorang (donor)
kepada orang lain (pasien yang memerlukannya) melalui vena
2. Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela
untuk disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah
3. Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat
(donor) ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah
lengkap dan komponen darah.
4. Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti
kehilangan darah pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh
karena suatu penyakit. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah
dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus.

C. Jenis Donor Darah


Ada dua macam donor darah yaitu :
1. Donor keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien
dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.
2. Donor Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen
darah lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau
bentuk pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu
penerima darah yang tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima sesuatu
keuntungan.

62
D. Tujuan Transfusi Darah
1. Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
2. Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap
bermanfaat.
3. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran
darah (stabilitas peredaran darah).
4. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
5. Meningkatkan oksigenasi jaringan.
6. Memperbaiki fungsi Hemostatis.
7. Tindakan terapi kasus tertentu.

E. Macam Transfusi Darah


3. Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)
Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan aktif yang kehilangan
darah lebih dari 25 %.
4. Darah Komponen
e. Sel Darah Merah (SDM)
6) Sel Darah Merah Pekat
Diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu berat,
transfusi darah pra operatif atau anemia kronik dimana volume
plasmanya normal.
7) Sel Darah Merah Pekat Cuci
Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma.
8) Sel Darah Merah Miskin Leukosit
Untuk penderita yang tergantung pada transfusi darah.
9) Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci
Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel
darah merah yang menetap.
10) Sel Darah Merah Diradiasi
Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.

63
f. Leukossit/ Granulosit Konsentrat
Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi
yang tidak membaik/ berat yang tidak sembuh dengan pemberian
Antibiotik, kualitas Leukosit menurun.
g. Trombosit
Diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi
trombosit.
h. Plasma dan Produksi Plasma
Untuk mengganti faktor pembekuan, penggantian cairan yang hilang.
Contoh : Plasma Segar Beku untuk penderita Hemofili. Krio Presipitat
untuk penderita Hemofili dan Von Willebrand

II.INDIKASI
A. Indikasi dan kontra indikasi
Indikasi Transfusi darah diperlukan saat anda kehilangan banyak
darah,misalnya pada :
1. Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.
2. Penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan
berdarah.
3. Penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal
anemia hemolitik atau trombositopenia.
4. Jika anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi sel darah
terganggu seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda juga akan
membutuhkan transfusi darah. Beberapa penyakit seperti hemofilia yang
menyebabkan gangguan produksi beberapa komponen darah maka anda
mungkin membutuhkan transfusi komponen darah tersebut.
5. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan
cairan
6. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain
7. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen

64
8. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma
subtitute atau larutan albumin
Kontra Indikasi :
1. Pasien yang infeksi
2. Pasien yang golongan darah berbeda

B. Syarat menjadi pendonor


1. Umur 17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis
dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan
darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
2. Berat badan minimum 45 kg
3. Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
4. Tekanan darah baik ,yaitu:
a. Sistole = 110 - 160 mm Hg
b. Diastole = 70 - 100 mm Hg
5. Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
6. Hemoglobin
a. Wanita minimal = 12 gr %
b. Pria minimal = 12,5 gr %
7. Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak
penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan
keadaan umum donor.

C. Orang yang tidak boleh menjadi pendonor


1. Pernah menderita hepatitis B.
2. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
3. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
4. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
5. Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
6. Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.

65
7. Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
8. Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera,
tetanus dipteria atau profilaksis.
9. Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis
epidemica, measles, tetanus toxin.
10. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies
therapeutic.
11. Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
12. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
13. Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
14. Sedang menyusui.
15. Ketergantungan obat.
16. Alkoholisme akut dan kronik.
17. Sifilis.
18. Menderita tuberkulosa secara klinis.
19. Menderita epilepsi dan sering kejang.
20. Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
21.Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya,
defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
22. Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko
tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti
pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril).
23. Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.

D. Manfaat Donor Darah


1. Bagi Pendonor
a. Dapat memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi,
Lab Uji Saring (HIV, Hepatitis B, C, Sifilis dan Malaria).
b. Mendapatkan piagam penghargaan sesuai dengan jumlah menyumbang
darahnya antara lain 10, 25, 50, 75, 100 kali.

66
c. Donor darah 100 kali mendapat penghargaan Satya Lencana Kebaktian
Sosial dari Pemerintah.
d. Merupakan bagian dari ibadah.
e. Sarana amal kemanusiaan bagi yang sakit, kecelakaan, operasi dll (setetes
darah merupakan nyawa bagi mereka)
f. Pendonor yang secara teratur Mendonorkan Darah (setiap 3 Bulan) akan
menurunkan Resiko Terkena penyakit Jantung sebesar 30 % (British
Journal Heart) seperti serangan jantung Koroner dan Stroke.
g. Pemeriksaan ringan secara triwulanan meliputi Tensi darah, kebugaran
(Hb), gangguan kesehatan (hepatitis, gangguan dalam darah dll)
h. Mencegah stroke (Pria lebih rentan terkena stroke dibanding wanita karena
wanita keluar darah rutin lewat menstruasi kalau pria sarana terbaik lewat
donor darah aktif)
2. Bagi Resipen
Sekantong darah yang didonorkan seringkali dapat menyelamatkan nyawa
seseorang. Darah adalah komponen tubuh yang berperan membawa nutrisi dan
oksigen ke semua organ tubuh, termasuk organ-organ vital seperti otak,
jantung, paru-paru, ginjal, dan hati. Jika darah yang beredar di dalam tubuh
sangat sedikit oleh karena berbagai hal, maka organ-organ tersebut akan
kekurangan nutrisi dan oksigen.
Akibatnya, dalam waktu singkat terjadi kerusakan jaringan dan kegagalan
fungsi organ, yang berujung pada kematian. Untuk mencegah hal itu,
dibutuhkan pasokan darah dari luar tubuh. Jika darah dalam tubuh jumlahnya
sudah memadai, maka kematian dapat dihindari.

E. Reaksi transfusi
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat dan lambat.
1. Reaksi akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-
berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan

67
timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh
hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala
gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria,
demam, takikardia, kaku otot. Reaksi ringan diatasi dengan pemberian
antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid, dan pemberian transfusi dengan
tetesan diperlambat.
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat,
demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada,
nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri
kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah,
hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%),
hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh
hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan,
anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
a. Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan
sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya
sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak
volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke
tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan
darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti
sistem Idd, Kell atau Duffy.

68
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika
pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak
terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi.
Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
b. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat
terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau
penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan
anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
c. Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma
merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien
tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat
berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA.
Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok
(kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif dengan antihistamin
dan adrenalin.
d. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury =
TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang
melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam
sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak
ada terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2. Reaksi lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan
tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang
berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi.
Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah

69
dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi
tersebut.
a. Purpura pasca transfuse
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan
adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien.
Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah
perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang
biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat
dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan
trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.
b. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi
pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum
tulang; dan pasien imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang
memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya
yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan
deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah
transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
c. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang
akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya
ditandai dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis
untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin,
diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum
feritin <2.000 mg/l.
d. Infeksi
Infeksi yang berisiko terjadi akibat transfusi adalah Hepatitis B dan C, HIV,
CMV, malaria, sifilis, bruselosis, tripanosomiasis)

70
III. Perawatan Transfusi
A. Prosedur transfusi darah
1. Pengisian Formulir Donor Darah.
2. Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin
darah.
3. Pengambilan Darah : Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi
barulah dilakukan pengambilan darah.
4. Pengelolahan Darah : Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI
sebelum darah diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap
penyakit di antaranya :
a. Penyakit Hepatitis B
b. Penyakit HIV/AIDS
c. Penyakit Hipatitis C
d. Penyakit Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
5. Penyimpanan Darah : Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat
celcius. Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti :
PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo precipitat.
B. Pengambilan darah
1. Oleh petugas yang berwenang.
2. Menggunakan peralatan sekali pakai.
3. 250-350 ml, tergantung berat badan.
4. Mengikuti Prosedur Kerja Standar.
5. Informed Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat
Transfusi Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis).

DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Handbook_EN.pdf
HTA. Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining. Jakarta, 2003.

71
Rahardjo E, Sunatrio, Mustafa I, Gatot D. Indikasi Transfusi Komponen Darah
dalam: Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining. HTA Indonesia: 2003,
hal 21
http://mydocumentku.blogspot.com/2011/09/konsep-dasar-indikasi-dan-
perawatan.html

72
REFERENSI KONSEP ICU

73
74
75
76
77
78
79
80
81
ICU (INTENSIVE CARE UNIT)

Adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri (instalasi dibwah
direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus
ditujukan untuk observasi perawatan dan terapi pasien-pasien penderita penyakit,
cedera atau penyakit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis yang dubia.

ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staff medik,
perawat dan staff lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut.

Pasien dalam keadaan bagaimana yang masuk ICU ?

ICU mampu menggabungkan tekhnologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang
kedokteran dan keperawatan gawat darurat. Pelayanan ICU diperuntukkan dan
ditentukan oleh kebutuhan pasien dengan sakit kritis. Tujuan dari pelayanan ICU
adalah memberikan pelayanan medik teritrasi dan berkelanjutan serta mencegah
fragmentasi pengelolaan pasien-pasien kritis meliputi :

 pasien yang secara fisiologis tidak stabil memerlukan dokter, perawat,


professional lain yang terkait secara koordinasi dan berkelanjutan. Serta
memelukan perhatian yang teliti agar dapat dilakukan pengawasan ketat
dan terus menerus serta terapi titrasi

 pasien-pasien dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga


memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan
intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan

KRITERIA PASIEN MASUK ICU :

1. ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan


terapi yang intensif
a. Pasien prioritas satu.

82
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis tidak stabil yang
memerlukan terapi intensifdan tertitrasi, contoh :

i. pasien paska bedah cardiotorasik

ii. pasien sepsis berat

iii. pasien dengan gangguan keseimbangan asam basa dan


elektrolit yang mengancam nyawa yang mana terapi pada
priorotas 1 ini tidak memiliki batasan

b. Pasien priorotas dua

Pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU sebab


sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,
contoh :

i. pasien gagal jantung dan paru

ii. pasien gagal ginjal akut

iii. pasien paska pembedahan mayor

c. Pasien Prioritas Tiga

Pasien golongan ini adalah psien sakit kritis yang tidak stabil status
kesehatannya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya
secara sendirian maupun kombinasi. Adapun kemungkinan sembuh
atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil.

Contoh :

i. pasien dengan keganasan metastatik dengan penyulit


infeksi

ii. pasien pericardial tamponady

iii. pasien dengan sumbatan jalan napas

iv. pasien dengan penyakit jantung stadium terminal

83
d. Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan kepala ICU


indikasi masuk pada beberapa pasien bisa dikecualikan dengan
catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewatu-waktu
harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas
tersebut dapat digunakan untuk pasien-pasien dengan prioritas
1,2,3, contoh:

- pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi


tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “ perawatan yang
aman saja”

- pasien dengan keadaan vegetatif permanen

- pasien yang telah dipastikan mati batang otak

KRITERIA PASIEN KELUAR ICU

Pasien-pasien diprioritaskan keluar dari ICU dalam keadaan yang sudah stabil
berdasarkan pertimbangan media oleh tim medis ICU.

KLASIFIKASI PELAYANAN ICU Di Rumah Sakit

Rumah Sakit Dr.OEN Surakarta termasuk dalam pelayanan ICU sekunder (pada
Rumah Sakit kelas B)

KETENAGAAN ICU

1. Kepala ICU : dokter intensivis full timer yang telah mendalami pelayanan
ICU
2. Tim Medis : dokter spesialis (yang dapat memberikan pelayanan setiap
diperlukan), dokter jaga 24 jam dengan kemapuan ACLS dan FCCS
3. Perawat : 75 % dari jumlah seluruh perawat ICU merupakan perawat
terlatih dan bersertifikasi ICU
4. Tenaga Non Kesehatan : tenaga administrasi, tenaga kebersihan dan
pekarya

84
FASILITAS PERALATAN ICU

1. Ventilasi mekanik jumlah : 6 buah

a. Alat hisap (suction) jumlah : 15 buah


(sentral suction)

2. Alat Ventilasi manual penunjang jalan napas dewasa : 3 buah


anak : 1 buah

3. Peralatan monitor non invasif yang meliputi :


a. tekanan darah
b. EKG
c. Suhu
d. Saturasi Oksigen
e. Respirasi jumlah 15 buah (bed
side monitor)

4. Defibrator jumlah : 1 buah

5. Pompa infus jumlah : 18 buah

6. Pompa syrrnge jumlah : 11 buah

7. Rontgen foto portable jumlah : 1 buah

8. Light phototerapy jumlah : 1 buah

9. Incubator bayi jumlah : 1 buah

Jumlah Bed : 15 bed, terdiri dari :

- 12 bed pasien dewasa

- 3 bed untuk bayi / anak-anak

Ruang Isolasi di ICU : 1 Ruang

Kelas A : Ruangan berpartisi (6 ruang)

85
Kelas B : Ruangan tanpa partisi (6 ruang)

* Kelas A & B tidak ada perbedaan untuk ruang PICU & NICU (ICU untuk bayi
baru lahir & anak-anak)

DAFTAR PUSTAKA
1. Ernesater, A. et all (2009). Telenurses Experience of Working with
Computerized
2. Decision Support : Supporting, Inhibiting, and Quality Improving. Journal of
Advance Nursing, 65, 1074-1083.
3. Feied, C.F. et all (2004). Impact of Informatic and New Technologies on
emergency Care Environment. Topics in Emergency Medicine, 26, 119-127.
4. Goran, S.F. (2010). A Second Set Of Eyes : An Introduction to Tele-ICU.
Critical Care Nurse, 30, 46-55.
5. Jones, C.R. et all (2008). Networking Learning a Relational Approach Weak
and Strong Ties. Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.

http://dwaney.wordpress.com/2011/05/09/konsep-dasar-icu/

http://droenska.com/rawat-inap/ruang-icu-iccu-picu-nicu

86

Anda mungkin juga menyukai