Studi Penambahan Abu Batubara Sebagai Filler Pada Campuran Beraspal
Studi Penambahan Abu Batubara Sebagai Filler Pada Campuran Beraspal
1
Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor
syaiful@ft.uika-bogor.ac.id
2
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor
ABSTRAK
Bahan bakar batu bara digunakan pada pembangkit listrik dan industri termasuk pada unit Asphalt
Mixing Plant (AMP) menyisakan limbah abu batu bara yang sangat banyak dan menjadi masalah
bagi lingkungan. Pemanfaatan limbah batu bara dilakukan dalam berbagai macam keperluan
termasuk untuk konstruksi yaitu sebagai filler pada campuran aspal. Penelitian menunjukkan nilai
stabilitas semua campuran memenuhi syarat spesifikasi, yaitu minimal 800 kg, hanya pada
campuran variasi 1,0% Filler dengan kadar aspal 4,5% nilai stabilitasnya minim yaitu 890 kg,
diperkirakan karena kurangnya kadar aspal. Nilai stabilitas yang paling tinggi didapat dari campuran
varian 1 , agregat dari coldbin tanpa filler, dengan kadar aspal 6,0%. Nilai stabilitas didukung oleh
gradasi agregat, bentuk dan tekstur agregat dan kadar aspal campuran. Penambahan prosentase filler
menurunkan stabilitas pada campuran dengan kadar aspal minim, tetapi menambah nilai stabilitas
pada campuran dengan kadar aspal yang tinggi dan optimum. Semua variasi campuran menunjukkan
nilai stabilitas tertinggi pada kadar aspal 6,0%. Nilai stabilitas tertinggi pada variasi campuran dari
coldbin murni tanpa filler dimungkinkan karena gradasi agregat yang ada sudah sangat baik. Variasi
campuran 6 yang merupakan campuran dengan material dari hotbin dimana materialnya dipengaruhi
oleh abu batubara dari pembakaran/agregat pada pengering (driyer), menunjukkan nilai stabilitas
yang tinggi.
Kata kunci : Stabilitas campuran, hot bin, filler, cold bin.
1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar batu bara pada pembangkit listrik dan industri termasuk pada unit Asphalt Mixing Plant
(AMP) menyisakan limbah abu batu bara yang sangat banyak dan menjadi masalah bagi lingkungan. Upaya
pemanfaatan limbah ini telah dilakukan untuk berbagai macam keperluan termasuk untuk konstruksi. Abu batu bara
yang berupa abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) dapat digunakan sebagai mineral filler untuk pengisi
voids dan memberikan contact point antar agregat pada campuran asphalt concrete. (Prijatama, Herry, Eko TS,
1996)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai Marshall (kekuatan, rongga antar agregat (VMA), rongga
dalam campuran (VIM), kelelahan (flow) dan hasil bagi marshall (MQ) akibat pengaruh penggunaan abu batubara
sebagai substitusi filler pada campuran beraspal, beton aspal lapis aus (asphalt concrete-wearing course/AC-WC).
(Sukirman, Silvia, 1992).
2. METODOLOGI
2.1 Tinjauan Struktur Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah suatu struktur perkerasan diletakkan di atas tanah dasar yang berfungsi untuk menampung
beban lalu-lintas yang melewatinya. Secara struktural lapisan perkerasan jalan harus dapat menerima dan
menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri
Fungsi utama perkerasan jalan adalah :
1. Menyediakan lahan untuk pergerakan barang dan manusia dengan rasa aman, nyaman dan sesuai dengan
kebutuhan serta irit.
2. Melindungi subgrade dengan lapisan kedap air untuk mencegah air permukaan menginfiltrasi ke dalam
subgrade dan melemahkannya.
3. Menahan tegangan regangan yang disebabkan oleh beban lalu lintas dan cuaca dan memindahkannya pada
subgrade dengan batas-batas tertentu, dengan kata lain perkerasan melindungi bagian dibawahnya dari
distribusi beban lalu lintas yang terkonsentrasi sehingga terhindar dari tegangan yang berlebih.
Memenuhi tuntutan di atas dalam upaya mendukung beban lalu lintas, konstruksi perkerasan jalan harus mempunyai
kekuatan yang cukup pada setiap lapisan, dengan kekuatan makin ke atas daya dukungnya akan makin besar.
(Kurniaji, 2002).
2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Jalan
Kriteria konstruksi perkerasan jalan bersifat lentur yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemakai
jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu syarat
keamanan dan kenyamanan dan syarat kekuatan/struktural.
1. Syarat-syarat keamanan dan kenyamanan.
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1) Permukaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
2) Permukaan cukup fleksibel, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.
3) Permukaan cukup kesat, sehingga dapat memberikan gaya gesekan yang baik antara ban dan permukaan
jalan sehingga tidak mudah selip.
4) Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar, baik sinar matahari maupun sinar lainnya.
2. Syarat-syarat kekuatan/struktural.
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi ketahanan dan kemampuan memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas, harus memenuhi syarat-syarat :
1) Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.
2) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan
perlemahan.
3) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan.
4) Perkerasan mampu memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. (Prijatama,
Herry, Eko TS, 1996)
2.3 Abu Batubara
Secara umum abu batubara dapat didefinisikan sebagai materi sisa atau pengotor dari batu bara (lempung, kuarsa,
feldspar) yang tidak habis terbakar dan berfusi dalam proses pembakaran karbon, hidrogen, sulfur, oksigen dan
penguapan air yang terkandung dalam batubara. Terdapat dua macam abu batubara, yaitu abu terbang (fly ash) dan
abu dasar (bottom ash). Abu dasar hanya merupakan 10-20% dari total abu batubara dan biasanya terkumpul di
dasar atau sekitar tungku pembakar karena terlalu berat untuk dibawa oleh gas buang. Abu dasar biasanya berwarna
gelap dan ukuran butirnya bervariasi dari ukuran pasir hingga kerikil (pebble). Komposisi kimia abu dasar
didominasi SiO2 dan Al2O3 dan kadar CaO. Dibandingkan dengan abu terbang, abu dasar umumnya mengandung
kadar sisa karbon yang lebih tinggi.
Abu terbang merupakan bagian terbesar (80% atau lebih)) dari abu batubara. Abu tersebut mempunyai ukuran butir
yang lebih halus (lebih kecil dari 200 mm) dan berwarna lebih terang (keabu-abuan) bila dibandingkan dengan abu
dasar. Abu terbang ditangkap dengan menggunakan presipitator elektrostatik, filter atau siklon. Efisiensi dari
penyaringan abu terbang bisa mencapai 99,9% (dengan presipitator elektrostatik) dan sisanya, berupa butiran yang
sangat halus, terbang ke udara. Seperti halnya abu dasar abu terbang juga didominasi oleh alumina dan silica
(aluminosilikat), sedangkan unsur lain yang juga berperan adalah oksida besi dan kalsium. Pada dasarnya abu
terbang mempunyai komposisi kimia yang menyerupai aluminosilikat lainnya, seperti lempung. Berat jenisnya
berkisar antara 1,95 – 2,95 g/cm3 dan komposisi mineraloginya terutama terdiri dari fasa gelas. Sebagai filler untuk
aspal telah banyak digunakan di beberapa Negara Eropa dengan komposisi agregat kasar/halus, filler (abu batubara)
dan aspal, tetapi hal ini belum dilakukan di Indonesia. Sedangkan sebagai fondasi jalan beberapa penelitian telah
dilakukan oleh LIPI dan Departemen Pekerjaan Umum. Puslitbang Geoteknologi telah melakukan penelitian untuk
membuat fondasi jalan yang stabil dengan campuran abu terbang dan lempung di daerah Purwodadi, dengan hasil
sementara cukup baik. (Prijatama, Herry, Eko TS, 1996)
2.4 Pemeriksaan Dengan Alat Marshall
Pengujian dengan alat Marshall konvensional. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)
terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan
bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500
kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas
campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan untuk mengukur kelelehan plastis (flow).
Metode pemadatan dengan Marshall konvensional atau normal yang dirancang dengan jumlah tumbukan normal
tertentu dianggap belum cukup untuk menjamin kinerja campuran beraspal yang digunakan untuk lalu lintas berat
dan padat dengan temperatur tinggi. Untuk mengevaluasi kerusakan perkerasan jalan beraspal berbentuk retak dan
deformasi plastis berupa alur dikontrol dengan uji kepadatan sampai kondisi membal. Kepadatan membal adalah
masa per satuan volume termasuk rongga contoh uji yang dipadatkan sampai membal. (Ditjen Bina Marga, 1999).
2.6 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Penyediaan bahan material meliputi,
a. Material agregat, skrining dan abu batu dari colbin.
b. Material Agregat : Coarse dan Fine Agregat dari hotbin.
c. Filler Abu Batubara dari Suplayer.
d. Aspal Pen 60/70 ex. Pertamina.
2. Pemeriksaan berat jenis dan gradasi agregat.
3. Penggabungan agregat dan pemeriksaan berat jenis serta gradasi agregat gabungan.
4. Analisis campuran.
5. Penyiapan benda uji, dibuat bentuk briket ukuran diameter 10,6 cm tinggi 7,62 cm, dengan variasi dan proporsi
campuran berbeda.
6. Pemeriksaan berat jenis benda uji dan pengujian dengan alat Marshall.
7. Perhitungan hasil uji Marshall dengan program Excel dan penggambaran grafik stabilitas, density, flow, rongga
udara, rongga terisi aspal, kadar aspal dan penentuan kadar aspal optimum.
8. Hasil dan pembahasan.
Tabel 1. Berat jenis dan absorbsi material agregat dari cold bin.
coldbin-2 coldbin-3
No. Uraian
(Skrining) (Abu batu)
1. Berat Jenis Bulk g/cm3 2,571 2,554
2. Berat Jenis Kering Jenuh SSD g/cm3 2,663 2,618
3. Berat Jenis Semu g/cm3 2,741 2,729
4. Absorbsi % 2,413 2,508
Berdasarkan hasil analisis saringan atau analisis gradasi masing-masing material agregat, dilakukan analisis
penggabungan agregat dengan cara coba-coba (triall and error) dan diperoleh variasi dan proporsi campuran
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
Hasil analisis gradasi agregat gabungan dimana semua variasi campuran memenuhi batasan spesifikasi dan
mempunyai nilai yang hampir sama, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.
kadar aspal 6.5% nilai VIM dibawah 3.5%, sehingga tidak memenuhi syarat spesifikasi yaitu minimal 3.5% dan
maksimal 5.0%. Rongga terisi aspal (VFA) pada semua variasi dengan kadar aspal 4.5% dan 5.0% tidak memenuhi
syarat spesifikasi karena mempunyai nilai dibawah minimal 65%. Dengan demikian semua variasi campuran dengan
kadar aspal 4.5%, 5.0%, 5.5% dan 7.0% tidak memenuhi nilai yang disyaratkan.
Hasil pengujian Marshall cara biasa (konvensional) dan cara kepadatan membal (precentag revusel density, PRD)
yang memenuhi syarat sesuai spesifikasi beberapa variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7 dan
Tabel 8.
Tabel 5. Nilai stabilitas (Kg)
Presentase Kadar aspal dalam campuran
No. Asal
Penambahan Uji Marshall Biasa Uji Marshall-PRD
Var. Material
Filler (%) 5,5% 6,0% 6,5% 5,5% 6,0% 6,5%
1 Cold Bin 0,0 1.274 1.298 1.196 1.375 1.461 1.492
2 Cold Bin 0,5 1.236 1.246 1.156 1.369 1.464 1.504
3 Cold Bin 1,0 1.242 1.252 1.198 1.376 1.473 1.498
4 Cold Bin 1,5 1.191 1.259 1.195 1.399 1.452 1.464
5 Cold Bin 2,0 1.208 1.288 1.245 1.278 1.372 1.414
6 Hot Bin 0,0 1.214 1.212 1.155 1.372 1.463 1.492
- Spesifikasi Umum 2010 Minimum 800 -
Berdasarkan hasil pengujian marshall tersebut diperoleh nilai kadar aspal optimum semua variasi campuran yang
dihitung secara grafis, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 9.
Presentase
Kadar Aspal
No. Variant Asal Material Penambahan Filler
Optimum
(%)
Rongga
Rongga diantara Rongga terisi
No. Stabilitas dalam Kelelehan Hasil bagi
Agregat (VMA) Aspal (VFA)
Var. (Kg) Campuran (mm) Marshall
(%) (%)
(VIM) (%)
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan abu batubara sebagai filler pada campuran beraspal,beton aspal lapis aus (asphalt concrete-
wearing course/AC-WC) dalam batas tertentu dapat dilakukan sehingga mencapai gradasi agregat yang
dikehendaki.
2. Variasi campuran dengan penambahan 1.5% filler abu batubara, mempunyai nilai stabilitas lebih tinggi, nilai
VIM ideal, rongga dalam campuran pada kepadatan membal mempunyai nilai terbesar, menunjukkan
durabilitas cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Bina Marga. (1999). Tata Cara Penentuan Kepadatan Mutlak, Jakarta, Departemen Pekerjaan Umum.
Kurniaji. (2002). Perkerasan dan Kinerja Jalan Secara Umum. Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Balai
Bahan dan Perkerasan Jalan.
Prijatama, Herry, Eko TS.(1996). Mengubah Limbah Menjadi Rupiah Pemanfaatan Limbah Abu Batubara.
Bandung, LIPI, Puslitbang Geoteknologi.
Sukirman, Silvia. (1992). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.