Anda di halaman 1dari 7

Material

STUDI PENAMBAHAN ABU BATUBARA SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN


BERASPAL
(186M)

Syaiful1, Setiana Mulyawan2

1
Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor
syaiful@ft.uika-bogor.ac.id
2
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor

ABSTRAK
Bahan bakar batu bara digunakan pada pembangkit listrik dan industri termasuk pada unit Asphalt
Mixing Plant (AMP) menyisakan limbah abu batu bara yang sangat banyak dan menjadi masalah
bagi lingkungan. Pemanfaatan limbah batu bara dilakukan dalam berbagai macam keperluan
termasuk untuk konstruksi yaitu sebagai filler pada campuran aspal. Penelitian menunjukkan nilai
stabilitas semua campuran memenuhi syarat spesifikasi, yaitu minimal 800 kg, hanya pada
campuran variasi 1,0% Filler dengan kadar aspal 4,5% nilai stabilitasnya minim yaitu 890 kg,
diperkirakan karena kurangnya kadar aspal. Nilai stabilitas yang paling tinggi didapat dari campuran
varian 1 , agregat dari coldbin tanpa filler, dengan kadar aspal 6,0%. Nilai stabilitas didukung oleh
gradasi agregat, bentuk dan tekstur agregat dan kadar aspal campuran. Penambahan prosentase filler
menurunkan stabilitas pada campuran dengan kadar aspal minim, tetapi menambah nilai stabilitas
pada campuran dengan kadar aspal yang tinggi dan optimum. Semua variasi campuran menunjukkan
nilai stabilitas tertinggi pada kadar aspal 6,0%. Nilai stabilitas tertinggi pada variasi campuran dari
coldbin murni tanpa filler dimungkinkan karena gradasi agregat yang ada sudah sangat baik. Variasi
campuran 6 yang merupakan campuran dengan material dari hotbin dimana materialnya dipengaruhi
oleh abu batubara dari pembakaran/agregat pada pengering (driyer), menunjukkan nilai stabilitas
yang tinggi.
Kata kunci : Stabilitas campuran, hot bin, filler, cold bin.

1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar batu bara pada pembangkit listrik dan industri termasuk pada unit Asphalt Mixing Plant
(AMP) menyisakan limbah abu batu bara yang sangat banyak dan menjadi masalah bagi lingkungan. Upaya
pemanfaatan limbah ini telah dilakukan untuk berbagai macam keperluan termasuk untuk konstruksi. Abu batu bara
yang berupa abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) dapat digunakan sebagai mineral filler untuk pengisi
voids dan memberikan contact point antar agregat pada campuran asphalt concrete. (Prijatama, Herry, Eko TS,
1996)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai Marshall (kekuatan, rongga antar agregat (VMA), rongga
dalam campuran (VIM), kelelahan (flow) dan hasil bagi marshall (MQ) akibat pengaruh penggunaan abu batubara
sebagai substitusi filler pada campuran beraspal, beton aspal lapis aus (asphalt concrete-wearing course/AC-WC).
(Sukirman, Silvia, 1992).

2. METODOLOGI
2.1 Tinjauan Struktur Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah suatu struktur perkerasan diletakkan di atas tanah dasar yang berfungsi untuk menampung
beban lalu-lintas yang melewatinya. Secara struktural lapisan perkerasan jalan harus dapat menerima dan
menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri
Fungsi utama perkerasan jalan adalah :
1. Menyediakan lahan untuk pergerakan barang dan manusia dengan rasa aman, nyaman dan sesuai dengan
kebutuhan serta irit.
2. Melindungi subgrade dengan lapisan kedap air untuk mencegah air permukaan menginfiltrasi ke dalam
subgrade dan melemahkannya.
3. Menahan tegangan regangan yang disebabkan oleh beban lalu lintas dan cuaca dan memindahkannya pada
subgrade dengan batas-batas tertentu, dengan kata lain perkerasan melindungi bagian dibawahnya dari
distribusi beban lalu lintas yang terkonsentrasi sehingga terhindar dari tegangan yang berlebih.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 145
Material

Memenuhi tuntutan di atas dalam upaya mendukung beban lalu lintas, konstruksi perkerasan jalan harus mempunyai
kekuatan yang cukup pada setiap lapisan, dengan kekuatan makin ke atas daya dukungnya akan makin besar.
(Kurniaji, 2002).
2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Jalan
Kriteria konstruksi perkerasan jalan bersifat lentur yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemakai
jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu syarat
keamanan dan kenyamanan dan syarat kekuatan/struktural.
1. Syarat-syarat keamanan dan kenyamanan.
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1) Permukaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
2) Permukaan cukup fleksibel, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.
3) Permukaan cukup kesat, sehingga dapat memberikan gaya gesekan yang baik antara ban dan permukaan
jalan sehingga tidak mudah selip.
4) Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar, baik sinar matahari maupun sinar lainnya.
2. Syarat-syarat kekuatan/struktural.
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi ketahanan dan kemampuan memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas, harus memenuhi syarat-syarat :
1) Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.
2) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan
perlemahan.
3) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan.
4) Perkerasan mampu memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. (Prijatama,
Herry, Eko TS, 1996)
2.3 Abu Batubara
Secara umum abu batubara dapat didefinisikan sebagai materi sisa atau pengotor dari batu bara (lempung, kuarsa,
feldspar) yang tidak habis terbakar dan berfusi dalam proses pembakaran karbon, hidrogen, sulfur, oksigen dan
penguapan air yang terkandung dalam batubara. Terdapat dua macam abu batubara, yaitu abu terbang (fly ash) dan
abu dasar (bottom ash). Abu dasar hanya merupakan 10-20% dari total abu batubara dan biasanya terkumpul di
dasar atau sekitar tungku pembakar karena terlalu berat untuk dibawa oleh gas buang. Abu dasar biasanya berwarna
gelap dan ukuran butirnya bervariasi dari ukuran pasir hingga kerikil (pebble). Komposisi kimia abu dasar
didominasi SiO2 dan Al2O3 dan kadar CaO. Dibandingkan dengan abu terbang, abu dasar umumnya mengandung
kadar sisa karbon yang lebih tinggi.
Abu terbang merupakan bagian terbesar (80% atau lebih)) dari abu batubara. Abu tersebut mempunyai ukuran butir
yang lebih halus (lebih kecil dari 200 mm) dan berwarna lebih terang (keabu-abuan) bila dibandingkan dengan abu
dasar. Abu terbang ditangkap dengan menggunakan presipitator elektrostatik, filter atau siklon. Efisiensi dari
penyaringan abu terbang bisa mencapai 99,9% (dengan presipitator elektrostatik) dan sisanya, berupa butiran yang
sangat halus, terbang ke udara. Seperti halnya abu dasar abu terbang juga didominasi oleh alumina dan silica
(aluminosilikat), sedangkan unsur lain yang juga berperan adalah oksida besi dan kalsium. Pada dasarnya abu
terbang mempunyai komposisi kimia yang menyerupai aluminosilikat lainnya, seperti lempung. Berat jenisnya
berkisar antara 1,95 – 2,95 g/cm3 dan komposisi mineraloginya terutama terdiri dari fasa gelas. Sebagai filler untuk
aspal telah banyak digunakan di beberapa Negara Eropa dengan komposisi agregat kasar/halus, filler (abu batubara)
dan aspal, tetapi hal ini belum dilakukan di Indonesia. Sedangkan sebagai fondasi jalan beberapa penelitian telah
dilakukan oleh LIPI dan Departemen Pekerjaan Umum. Puslitbang Geoteknologi telah melakukan penelitian untuk
membuat fondasi jalan yang stabil dengan campuran abu terbang dan lempung di daerah Purwodadi, dengan hasil
sementara cukup baik. (Prijatama, Herry, Eko TS, 1996)
2.4 Pemeriksaan Dengan Alat Marshall
Pengujian dengan alat Marshall konvensional. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)
terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan
bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500
kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas
campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan untuk mengukur kelelehan plastis (flow).

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 146 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

2.5 Pembuatan Benda Uji


Benda uji berbentuk silinder (briket) dengan diameter 4” atau 10,16 cm dan tinggi 6,35 cm, dibuat dengan cetakan
dan ditumbuk mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inchi (45,7
cm).
Berikut ditampilkan alat uji Marshall dan jarum uji Marshall pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Alat uji Marshall Gambar 2. Jarum uji

Metode pemadatan dengan Marshall konvensional atau normal yang dirancang dengan jumlah tumbukan normal
tertentu dianggap belum cukup untuk menjamin kinerja campuran beraspal yang digunakan untuk lalu lintas berat
dan padat dengan temperatur tinggi. Untuk mengevaluasi kerusakan perkerasan jalan beraspal berbentuk retak dan
deformasi plastis berupa alur dikontrol dengan uji kepadatan sampai kondisi membal. Kepadatan membal adalah
masa per satuan volume termasuk rongga contoh uji yang dipadatkan sampai membal. (Ditjen Bina Marga, 1999).
2.6 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Penyediaan bahan material meliputi,
a. Material agregat, skrining dan abu batu dari colbin.
b. Material Agregat : Coarse dan Fine Agregat dari hotbin.
c. Filler Abu Batubara dari Suplayer.
d. Aspal Pen 60/70 ex. Pertamina.
2. Pemeriksaan berat jenis dan gradasi agregat.
3. Penggabungan agregat dan pemeriksaan berat jenis serta gradasi agregat gabungan.
4. Analisis campuran.
5. Penyiapan benda uji, dibuat bentuk briket ukuran diameter 10,6 cm tinggi 7,62 cm, dengan variasi dan proporsi
campuran berbeda.
6. Pemeriksaan berat jenis benda uji dan pengujian dengan alat Marshall.
7. Perhitungan hasil uji Marshall dengan program Excel dan penggambaran grafik stabilitas, density, flow, rongga
udara, rongga terisi aspal, kadar aspal dan penentuan kadar aspal optimum.
8. Hasil dan pembahasan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengujian Agregat
Pengujian agregat berupa pemeriksaan berat jenis dan analisa saringan atau analisis gradasi yang dilakukan terhadap
material yang akan digunakan untuk percobaan campuran yaitu dari coldbin dan hotbin, diperoleh hasil
sebagaimana disajikan berturut-turut pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Berat jenis dan absorbsi material agregat dari cold bin.
coldbin-2 coldbin-3
No. Uraian
(Skrining) (Abu batu)
1. Berat Jenis Bulk g/cm3 2,571 2,554
2. Berat Jenis Kering Jenuh SSD g/cm3 2,663 2,618
3. Berat Jenis Semu g/cm3 2,741 2,729
4. Absorbsi % 2,413 2,508

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 147
Material

Tabel 2. Berat jenis dan absorsi material agregat dari hotbin.


hotbin-2 hotbin-3 hotbin-4
No. Uraian
(6-14 mm) (3-5 mm) (0-3 mm)
1. Berat Jenis Bulk g/cm3 2,548 2,539 2,527
2. Berat Jenis Kering Jenuh g/cm3 2,607 2,602 2,580
SSD
3. Berat Jenis Semu g/cm3 2,707 2,712 2,669
4. Absorsi % 2,302 2,517 2,114

Gambar 3. Benda uji

Berdasarkan hasil analisis saringan atau analisis gradasi masing-masing material agregat, dilakukan analisis
penggabungan agregat dengan cara coba-coba (triall and error) dan diperoleh variasi dan proporsi campuran
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Variasi dan proporsi campuran


No. Asal Perbandingan Campuran ( % )
Varian Material Coldbin2 Coldbin3 Hotbin2 Hotbin 3 Hotbin 4 Filler
1 Coldbin 44 56 - - - 0,0
2 Coldbin 44 55,5 - - - 0,5
3 Coldbin 44 55 - - - 1,0
4 Coldbin 44 54,5 - - - 1,5
5 Coldbin 44 54 - - - 2,0
6 Hotbin - - 39 20 41 0,0

Hasil analisis gradasi agregat gabungan dimana semua variasi campuran memenuhi batasan spesifikasi dan
mempunyai nilai yang hampir sama, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisa gradasi gabungan


Ukuran
Persen lolos saringan (%)
saringan
dia (mm) Var.1 Var.2 Var.3 Var.4 Var.5 Var.6 Spesifikasi.
19,1 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100
12,7 95,87 95,87 95,87 95,97 95,87 97,31 90 – 100
9,52 86,90 88,90 88,90 89,16 88,90 86,44 72 – 90
4,78 62,38 62,38 62,38 63,23 62,39 60,93 54 – 69
2,38 43,13 43,25 43,38 44,23 43,63 41,60 39,1 – 53
1,19 32,62 32,83 33,05 33,81 33,48 32,91 31,6 – 40
0,595 23,70 23,99 24,28 24,97 24,87 25,97 23,1 – 30
0,297 20,00 20,33 20,65 21,30 21,29 17,42 15,5 – 22
0,149 12,53 12,83 13,12 13,61 13,71 11,99 9 – 15
0,074 9,25 9,27 9,30 9,46 9,35 7,55 4 – 10

3.2 Hasil Pengujian Campuran


Hasil pengujian campuran dengan metode pengujian Marshall yang dilakukan pada semua variasi benda uji
diperoleh nilai-nilai stabilitas, rongga diantara agregat (VMA), pelelehan (flow) dan hasil bagi marshall (MQ)
memenuhi persyaratan spesifikasi. Sedangkan rongga dalam campuran (VIM) pada semua variasi dengan kadar
aspal 4.5% - 5.0% dan 5.5% mempunyai nilai diatas 5.0% dan pada kadar aspal 7.0% dan sebagian variasi pada

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 148 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

kadar aspal 6.5% nilai VIM dibawah 3.5%, sehingga tidak memenuhi syarat spesifikasi yaitu minimal 3.5% dan
maksimal 5.0%. Rongga terisi aspal (VFA) pada semua variasi dengan kadar aspal 4.5% dan 5.0% tidak memenuhi
syarat spesifikasi karena mempunyai nilai dibawah minimal 65%. Dengan demikian semua variasi campuran dengan
kadar aspal 4.5%, 5.0%, 5.5% dan 7.0% tidak memenuhi nilai yang disyaratkan.
Hasil pengujian Marshall cara biasa (konvensional) dan cara kepadatan membal (precentag revusel density, PRD)
yang memenuhi syarat sesuai spesifikasi beberapa variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7 dan
Tabel 8.
Tabel 5. Nilai stabilitas (Kg)
Presentase Kadar aspal dalam campuran
No. Asal
Penambahan Uji Marshall Biasa Uji Marshall-PRD
Var. Material
Filler (%) 5,5% 6,0% 6,5% 5,5% 6,0% 6,5%
1 Cold Bin 0,0 1.274 1.298 1.196 1.375 1.461 1.492
2 Cold Bin 0,5 1.236 1.246 1.156 1.369 1.464 1.504
3 Cold Bin 1,0 1.242 1.252 1.198 1.376 1.473 1.498
4 Cold Bin 1,5 1.191 1.259 1.195 1.399 1.452 1.464
5 Cold Bin 2,0 1.208 1.288 1.245 1.278 1.372 1.414
6 Hot Bin 0,0 1.214 1.212 1.155 1.372 1.463 1.492
- Spesifikasi Umum 2010 Minimum 800 -

Tabel 6. Nilai Rongga Dalam Campuran ( VIM), (%).


Presentase Kadar aspal dalam campuran
No. Asal
Penambahan Uji Marshall Biasa Uji Marshall-PRD
Var. Material
Filler (%) 5,5% 6,0% 6,5% 5,5% 6,0% 6,5%
1 Cold Bin 0,0 5,10 4,10 3,56 3,51 2,80 2,50
2 Cold Bin 0,5 4,68 3,72 3,16 3,51 2,73 2,45
3 Cold Bin 1,0 5,53 4,52 3,85 3,60 2,70 2,52
4 Cold Bin 1,5 5,39 4,37 3,72 4,00 3,07 2,54
5 Cold Bin 2,0 5,02 4,01 3,28 3,55 2,78 2,57
6 Hot Bin 0,0 5,01 4,08 3,46 3,46 2,72 2,47
- Spesifikasi Umum 2010 3,5 - 5,0 Min 2,5

Tabel 7. Nilai rongga terisi aspal (VFA), (%).


Presentase Kadar aspal dalam campuran
No. Asal
Penambahan Uji Marshall Biasa Uji Marshall-PRD
Var. Material
Filler (%) 5,5% 6,0% 6,5% 5,5% 6,0% 6,5%
1 Cold Bin 0,0 69,48 75,92 79,85 76,93 82,06 84,76
2 Cold Bin 0,5 71,43 77,76 81,80 76,98 82,48 85,01
3 Cold Bin 1,0 67,57 73,84 78,47 76,74 82,78 84,76
4 Cold Bin 1,5 68,03 74,41 78,98 74,60 80,75 84,62
5 Cold Bin 2,0 70,01 76,37 81,28 77,16 82,54 84,66
6 Hot Bin 0,0 68,31 74,80 79,37 75,90 81,53 84,11
- Spesifikasi Umum 2010 Minimum 65 -

Tabel 8. Kelelehan (Flow), (mm).


Presentase Kadar Aspal Dalam Campuran
No. Asal
Penambahan Uji Marshall Biasa Uji Marshall-PRD
Var. Material
Filler (%) 5,5% 6,0% 6,5% 5,5% 6,0% 6,5%
1 Cold Bin 0,0 3,55 3,67 3,70 3,57 3,70 3,80
2 Cold Bin 0,5 3,53 3,63 3,70 3,57 3,67 3,83
3 Cold Bin 1,0 4,00 3,78 3,83 3,58 3,70 3,80
4 Cold Bin 1,5 3,62 3,53 3,63 3,50 3,53 3,70
5 Cold Bin 2,0 3,40 3,53 3,63 3,48 3,61 3,68
6 Hot Bin 0,0 3,53 3,63 3,70 3,57 3,70 3,80
- Spesifikasi Umum 2010 Minimum 3 -

Berdasarkan hasil pengujian marshall tersebut diperoleh nilai kadar aspal optimum semua variasi campuran yang
dihitung secara grafis, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 9.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 149
Material

Tabel 9. Kadar aspal optimum (%).

Presentase
Kadar Aspal
No. Variant Asal Material Penambahan Filler
Optimum
(%)

1 Cold Bin 0,0 5,9


2 Cold Bin 0,5 5,9
3 Cold Bin 1,0 6
4 Cold Bin 1,5 6
5 Cold Bin 2,0 6
6 Hot Bin 0,0 5,9

3.3 Pembahasan Hasil Pengujian Campuran


Pembahasan hasil pengujian campuran dalam penelitian menunjukkan nilai stabilitas semua campuran memenuhi
syarat spesifikasi, yaitu minimal 800 kg, hanya pada campuran variasi 1.0% Filler dengan kadar aspal 4.5% nilai
stabilitasnya minim yaitu 890 kg, diperkirakan karena kurangnya kadar aspal. Nilai stabilitas yang paling tinggi
didapat dari campuran varian 1, agregat dari coldbin tanpa filler, dengan kadar aspal 6.0%. Nilai stabilitas didukung
oleh gradasi agregat, bentuk dan tekstur agregat dan kadar aspal campuran. Penambahan prosentase filler
menurunkan stabilitas pada campuran dengan kadar aspal minim, tetapi menambah nilai stabilitas pada campuran
dengan kadar aspal yang tingi dan optimum. Semua variasi campuran menunjukkan nilai stabilitas tertinggi pada
kadar aspal 6.0%. Nilai stabilitas tertinggi pada variasi campuran dari coldbin murni tanpa filler dimungkinkan
karena gradasi agregat yang ada sudah sangat baik.
Variasi campuran 6 yang merupakan campuran dengan material dari hotbin dimana materialnya dipengaruhi oleh
abu batubara dari pembakaran/agregat pada pengering (driyer), menunjukkan nilai stabilitas yang tinggi, hal tersebut
dimungkinkan karena:
1. Batubara yang dipakai merupakan bahan batubara yang berkalori tingi sehingga menghasilkan panas yang
tinggi.
2. Batubara dihancurkan menjadi sangat halus sehingga dapat terbakar habis.
3. Driyer dilengkapi dengan burner yang memiliki pasokan bahan bakar solar untuk membantu menyempurnakan
pembakaran.
4. Jumlah blower ditambah untuk menyempurnakan pembakaran,dimana blower pertama berfungsi mendorong
batubara yang sudah membara dan yang kedua membuat turbulensi udara terhadap api yang dihasilkan sampai
sejauh mungkin sehingga menghasilkan panas yang cukup tinggi di dalam driyer.
5. Material halus/ debu dan abu terbang dikeluarkan melalui bukaan exaust yang cukup, sehingga material filler
yang di pasok ke hotbin tidak berlebihan atau sesuai keperluan.
Nilai rongga dalam campuran (Va) atau (voids in mix/VIM) yang kecil membuat lapisan menjadi kedap air, tetapi
dengan nilai kadar aspal yang tinggi lapisan perkerasan akan menjadi bleeding.
Berdasarkan uraian diatas, hasil pengujian campuran semua variasi menunjukkan nilai paling tinggi atau optimum
untuk campuran beraspal lapis aus (asphalt concrete-wearing course/AC-WC) adalah dengan kadar aspal 6.0%.
Sebagai gambaran perbandingan antara variasi campuran pada kadar aspal 6.0% ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil uji Marshall pada kadar aspal 6.0%.

Rongga
Rongga diantara Rongga terisi
No. Stabilitas dalam Kelelehan Hasil bagi
Agregat (VMA) Aspal (VFA)
Var. (Kg) Campuran (mm) Marshall
(%) (%)
(VIM) (%)

1 1.298 17,03 4,10 75,92 3,67 354


2 1.246 16,73 3,72 77,76 3,63 343
3 1.252 17,28 4,52 73,84 3,78 331
4 1.259 17,08 4,37 74,41 3,53 356
5 1.288 16,97 4,01 76,37 3,53 365
6 1.212 16,19 4,08 74,80 3,63 334
Spc.. min. 800 min. 15 3,5 – 5,0 min. 65 min.3 min. 250

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 150 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan abu batubara sebagai filler pada campuran beraspal,beton aspal lapis aus (asphalt concrete-
wearing course/AC-WC) dalam batas tertentu dapat dilakukan sehingga mencapai gradasi agregat yang
dikehendaki.
2. Variasi campuran dengan penambahan 1.5% filler abu batubara, mempunyai nilai stabilitas lebih tinggi, nilai
VIM ideal, rongga dalam campuran pada kepadatan membal mempunyai nilai terbesar, menunjukkan
durabilitas cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Bina Marga. (1999). Tata Cara Penentuan Kepadatan Mutlak, Jakarta, Departemen Pekerjaan Umum.
Kurniaji. (2002). Perkerasan dan Kinerja Jalan Secara Umum. Bandung, Departemen Pekerjaan Umum, Balai
Bahan dan Perkerasan Jalan.
Prijatama, Herry, Eko TS.(1996). Mengubah Limbah Menjadi Rupiah Pemanfaatan Limbah Abu Batubara.
Bandung, LIPI, Puslitbang Geoteknologi.
Sukirman, Silvia. (1992). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 151

Anda mungkin juga menyukai