Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena


metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan.1,2 Keseimbangan cairan adalah esensial bagi
kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri,
tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal
(fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang
relatif konstan tapi dinamis.1
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal
dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Gangguan cairan dan elektrolit adalah hal yang sangat sering terjadi dalam
masa perioperatif maupun intraoperatif. Sejumlah besar cairan intravena sering
dibutuhkan untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan elektrolit serta
mengkompensasi hilangnya darah selama operasi. Oleh karena itu, ahli anestesi
harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi normal cairan dan
elektrolit serta gangguannya. Gangguan yang besar terhadap keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi
kardiovaskular, neurologis, dan neuromuscular. 4
Dengan alasan tersebut maka diharapkan referat ini dapat memberikan
informasi mengenai fisiologi normal caira, gangguan cairan dan terapi cairannya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Cairan Tubuh


1. Komposisi cairan tubuh
Cairan tubuh didistribusikan ke dalam 2 kompartemen utama,
yaitu kompartemen intraselular dan ekstraseluler serta 1 kompartemen
tambahan yaitu kompartemen transelular. Cairan dapat berpindah-pindah
secara bebas sampai terjadi keseimbangan sehingga konsentrasi zat-zat
terlarut dalam nilai osomalaritas di kedua kompartemen utama
dipertahankan sama.4
Jumlah cairan/air tubuh total atau Total Body Water (TWB)
adalah 60% x berat badan, terdiri dari cairan intrasel (ICF) 40% dan
cairan ekstrasel (ECF) 20%. Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstitial
(ICF) 15% dan cairan intravaskular (IVF) 5% x berat badan. Cairan
intravaskular (5%BB) adalah plasma sel darah merah 3%. Jadi terdapat
darah 8% BB atau kira-kira sama dengan 65-70 ml/kg berat badan pada
laki-laki dan 55-65 ml/kg pada wanita. Total cairan tubuh bervariasi
menurut umur, berat badan dan jenis kelamin.2,4,5,6,7
Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang
secara progresif dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-
laki lebih banyak daripada perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg
BB) lebih banyak daripada yang gemuk (300-400 ml/kg BB).7
Tabel 1 a : Tabel 1 b :
Perubahan Air Tubuh Total Perubahan kompartemen cairan berdasar
umur dan jenis kelamin
Umur Laki-laki Perempuan Kompartemen Laki-laki Perempuan
(ml/kg) (ml/kg)
1 bulan 76 76 CIS 450 400
1-12 bulan 65 65 CES 200 150
1-10 tahun 62 62 Interstisial 165 120
10-16 tahun 59 57 Darah
17-39 tahun 61 50 Neonatus 80 80
40-49 tahun 55 47 Dewasa 60-70 55-65
> 60 tahun 52 46 Plasma 35-40 30-35
Eritrosit 25-30 20-25

2
Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmosalitas,
distribusi Natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmosalitas
dikontrol oleh intake cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal.
Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu :
a. Elektrolit
Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan
listrik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan.
Tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit tersendiri
(tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama,
kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.

Tabel 2 :
Electrolyte Content of Various Body Fluids (mEq)

Nama Na K Mg Ca Cl HCO2 HPO2 SO4 Protein


Plasma 10
142 1 3 5 25 16
darah 3
Cairan 11
145 1 2 3 30 1
interstisial 5
Cairan
10 160 35 2 8 160 140 55
intraselular

b. Non elektrolit
Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi
partikel-partikel, terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.

3
Tabel 3
Zat-zat yang menimbulkan Tekanan Osmotik di dalam
Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Plasma Interstisial Intrasel


(mOsmol/L H2O) (mOsmol/L H2O) (mOsmol/L H2O)
Na+ 144 137 10
K+ 5 4,7 141
Ca+ 2,5 2,4 0
Mg++ 1,5 1,4 31
Cl 107 112,7 4
HCO3 27 28,3 10
HPO4, H2PO4 2 2 11
SO4 0,5 0,5 1
Fosfokreatin 45
Karnosin 14
Asam amino 2 2 8
Kreatin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin tripospat 5
Heksosa monopospat 3,7
Glukosa 5,6 5,6
Protein 1,2 0,2 4
Ureum 4 4 4
Total mOsmol 303,7 302,2 302,2
Kegiatan osmol yang 282,6 281,3 281,3
dikoreksi (mOSmol)
P Osmotik total pada t 5453 5430 5430
37°C (mmHg)

4
2. Mekanisme regulasi tubuh
Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu
pengaturan osmoler dan pengaturan volume non osmoler.8
a. Pengaturan osmoler
 Sistem osmoreseptor ADH
Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat,
mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor di
hipotalamus anterior yang merangsang pituitari posterior untuk
melepas ADH. Penurunan volume CES juga merangsang pusat
haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH
mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan
tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume CES.
Peningkatan volumen CES akan memberikan umpan balik ke
hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES
dipertahankan tetap.
 Sistem renin aldosteron
Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan
renin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan
converting enzim angiotensi I diubah menjadi angiotensin II
yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi kortek
adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan
reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
b. Pengaturan non osmoler
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek
kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan
pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak,
reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan
mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

5
3. Kebutuhan air dan elektrolit
Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah
sebagai berikut :2
 30-35 ml/kg. Kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%
Pada anak sesuai berat badan : 0-10 kg : 100 ml/kgBB
10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas
10 kg
< 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas
20 kg (UI)
 Elektrolit : Na+ : 1,5 – 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)
K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)
Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukkan
dalam tabel berikut :

Tabel 4 :
Fluid Balance – Daily Water Requitments
(Based on Caloric Consumption – After Darrow)

Caloric Needs Water Needs


Cal/kg Cal/Total MI/100cal MI/kg
Infants 125 1000-1200 120 125
Children 100 1500-2000 100-150 150
Adolecents 80 2200-3000 125 100
Adult
Bed rest 20-25 1600 90 25
Non sweating 30 2100 90-125 30
Sweating 35 3500 144 40-5
Work 45 3000-5000 125-150 60

6
Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air.2
Air masuk Air keluar
Minuman : 800-1700 ml Urine : 600-1600 ml
Makanan : 500-1000 ml Tinja : 50-200 ml
Hasil oksidasi : 200-300 ml IWL : 850-1200 ml

2.1.1 Total air dalam Tubuh

Air menyusun ± 50 – 60% dari total berat badan. Hubungan antara


berat badan total dan total air dalam tubuh relatif konstan pada tiap
individu dan merupakan refleksi dari lemak tubuh. Jaringan yang tidak
berlemak seperti otot dan organ – organ yang padat mempunyai kadar air
yang tinggi dibandingkan dengan lemak dan tulang. Sebagai contoh, laki –
laki muda yang kurus mempunyai kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orangtua atau orang yang gemuk. Rata – rata 60%
dari berat badan laki–laki dewasa muda terdiri atas air, sedangkan pada
pada wanita muda rata–rata 50%. Persentasi total air dalam tubuh yang
lebih rendah pada wanita berhubungan dengan persentase yang tinggi dari
jaringan adiposa dan persentase yang rendah dari massa otot yang dimiliki
oleh wanita. Total cairan tubuh diperkirakan menurun kira – kira 10 – 20
% pada individu yang gemuk dan meningkat 10 % pada individu yang
malnutrisi. Persentase total air dalam tubuh yang paling tinggi terdapat
pada bayi yang baru lahir, dengan rata – rata 80% dari berat badan totalnya
terdiri dari air. Kandungan air ini akan menurun kira–kira menjadi 65%
pada tahun pertama dan kemudian relatif konstan pada tahun–tahun
berikutnya.

2.1.2 Pembagian cairan Tubuh

Total air dalam tubuh dibagi menjadi 2 bagian : ekstraseluler dan


intraseluler. Cairan ekstraseluler menyusun ± 1/3 dari total air dalam tubuh
dan 2/3 sisanya merupakan cairan intraseluler. Cairan ekstraseluler

7
menyusun 20% dari berat badan total yang terdiri dari plasma ( 5% dari
berat badan ) dan cairan interstitial ( 15 % dari berat badan ). Jumlah
cairan intraseluler dihitung dengan cara mengurangi total air dalam tubuh
dengan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler terdiri dari 40% berat
badan total pada masing – masing individu dengan proporsi terbesar
terdapat pada otot rangka. ( 2 )

% berat badan total

Plasma 5%
Cairan interstitial 15%
Volume intraseluler 40%

2.1.3 Komposisi Cairan Tubuh

Komposisi kimia dari cairan tubuh :

Plasma

154 mEq/L 154mEq/L

KATION ANION

Na+ 142 Cl- 103

K+ 4 HCO3- 27

Ca++ 5 SO4– 3

Mg++ 3 PO4—

As. Organik 5

Protein 16

8
Cairan Interstitial

153 mEq/L 153 mEq/L

KATION ANION

Na+ 144 Cl- 114

K+ 4 HCO3- 30

Ca++ 3 SO4– 3

Mg++ 2 PO4—

As. Organik
5

Protein 1

Cairan Intraseluler

200 mEq/L 200 mEq/L

KATION ANION

K+ 150 HPO4—150

Mg++ 2 SO4– 150

Na+ 10 HCO3- 10

Protein 40

9
Cairan ekstraseluler seimbang antara kation utama yaitu natrium dan anion
utama yaitu klorida dan bikarbonat. Cairan intraseluler terdiri dari kation utama
yaitu kalium dan magnesium dan anion utam yaitu fosfat dan protein. Gradien
konsentrasi antara bagian–bagian cairan diatur oleh pompa ATP Na-K yang
terletak di antara membran sel. Komposisi dari plasma dan cairan interstitial agak
berbeda pada komposisi ion, dengan perbedaan yang utama dapat terlihat pada
komposisi protein yang lebih tinggi pada plasma. Osmolaritas plasma yang
ditambahkan dengan protein menyeimbangkan cairan yang melewati endotel
kapiler. Walaupun perpindahan ion dan protein antara cairan yang berbeda
terbatas, air dapat berdifusi dengan bebas. Air tersebar disemua cairan tubuh
sehingga pemberian sejumlah air dapat meningkatkan sedikit volume dari cairan.
Bagaimanapun, Natrium merupakan bagian dari cairan ekstraseluler dan karena
osmotiknya dan kemampuan elektriknya, sehingga dapat berikatan dengan air.
Oleh karena itu cairan yang mengandung natrium didistribusikan melalui cairan
ekstraseluler dan ditambahkan pada volume intravaskuler dan interstitial. Ketika
cairan yang mengandung natrium yang masuk akan mempengaruhi volume
intravaskuler, juga akan memperluas ruang interstitial kurang lebih tiga kali lipat
seperti plasma.

2.2 Fisiologi Cairan Tubuh


2.3 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh1,2
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Total air dalam tubuh merepresentasikan kurang-lebih 60% dari berat
badan pada usia dewasa secara umum. Persentase dari air dalam tubuh sangat
bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan adipositas karena otot
mengandung 75% air, sebaliknya jaringan adiposa hanya mengangandung
10% air. Persentase kandungan air pada fetus sangat tinggi pada masa awal,
namun menurun secara progresif selama masa gestasi akhir dan 3 sampai 5
tahun pertama kehidupan.
Air dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu
intraselular dan ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh
membran sel yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih

10
tinggi pada individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada
individu dengan usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar
antara 60 sampai 65 mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri
dan 85% pada sistem vena.
Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35
mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan
komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor,
keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal.

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh4

Gambar 1: Body water compartments. The ability of a solution to expand


the plasma volume is dependent on the volume of distribution of the solute, so
that while colloids are mainly distributed in the intravascular compartment,
dextrose containing solutions are distributed through the total body water and
hence have a limited and transient volume expanding capacity. Isotonic
sodium-containing crystalloids are distributed throughout the extracellular
space and in practice the efficiency of these solutions to expand the plasma
volume is only 20-25%, the remainder being sequestered in the interstitial
space.

11
Plasma merupakan komponen nonselular dari darah dan memiliki
kecenderungan untuk secara terus-menerus mencari keseimbangan dengan
cairan intestitial. Perbedaan utama antara plasma dibandingan dengan cairan
interstitial adalah konsentrasi proteinnya yang jauh lebih tinggi. Hal ini
menyebabkan plasma memiliki tekanan osmotik 20mmHg lebih tinggi dari
cairan interstitial serta cairan ekstraselular lainnya. Perbedaan ini berperan
dalam proses menjaga volume intravaskular. Cairan ekstraselular memiliki
konsentrasi natrium, klorida, dan bikarbonat yang lebih tinggi. Permibabilitas
terhadap ion dan protein sangat bervariasi pada masing-masing organ, dengan
otak sebagai organ dengan permiabilitas terendah sedangkan hepar sebagai
organ dengan permiabilitas tertinggi.

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh


Elektrolit Plasma (mEq/L) Cairan Interstitial Cairan Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
+
Na 142 145 10
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
Cl- 103 117 10
HCO3- 25 27 7

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med 7:462-465
2006.

2.4 Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh
melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif
tidak membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif
membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif.

12
Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.5,7,8
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung
secara:

 Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui
membrane semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih
rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama.
Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan
osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.5,7,8
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan
dengan tekananosmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%,
Dekstrosa 5%, Ringer laktat).Larutan dengan tekanan osmotik lebih
rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut
hipertonik.

 Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi
rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk
berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada
perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8

 Pompa Natrium Kalium


Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa
natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam
sel.5,7,

13
2.5 Klasifikasi Perubahan Cairan Tubuh
2.5.1 Perubahan Normal Cairan dan Elektrolit
Konsumsi air rata-rata pada orang normal kurang lebih 2000 ml, ±
75% dari pemasukan oral dan sisanya dari ekstraksi dari makanan padat.
Kehilangan air perhari terdiri dari 1 L melalui urin, 250 ml melalui feses
dan 600 ml melalui Insensible loss. Insensible loss dapat terjadi melalui
kulit 75% dan paru 25% berupa air murni. Insensible loss dapat meningkat
pada banyak faktor seperti demam, hipermetabolisme dan hiperventilasi.
Berkeringat, pada sisi lain merupakan proses aktif dan meliputi kehilangan
elektrolit (hipotonik) dan air. Untuk membersihkan sisa produk
metabolisme ginjal harus mengeksresi minimal 500-800 ml urin perhari
tanpa memperhatikan jumlah masukan peroral.
Individu normal juga mengkonsumsi 3–5 gr garam perhari, dan
diseimbangkan oleh ginjal pada hiponatremia, eksresi Na dapat diturunkan
sedikitnya sedikitnya 1 Meq/d atau maksimal sampai 500 Meq/d untuk
mencapai keseimbangan sebagai pengganti dari garam yang dieksresi oleh
ginjal.

2.5.2 Gangguan Keseimbangan Cairan

Defisit volume ekstraseluler adalah gangguan yang sering terjadi


pada pasien bedah dan dapat terjadi secara akut dan kronik. Defisit volume
akut berhubungan dengan kardiovaskuler dan tanda-tanda SSP, ketika
terlihat tanda-tanda defisit kronik jaringan seperti penurunan turgor kronik
dan mata yang cekung, sebagai tanda kelainan sistem kardiovaskuler dan
SSP. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan N urea darah
jika terjadi defisit berat sehingga menurunkan filtrasi glomerolus dan
hemokonsentrasi. Osmolaritas urin biasanya lebih tinggi daripada
osmolaritas serum, dan urin Na dapat menjadi rendah, bisa kurang dari 20
Meq/l. Konsentrasi Na tidak menunjukkan jumlah volume, dan oleh
karena itu dapat tinggi, normal atau rendah ketika terjadi defisit volume.
Etiologi yang paling sering dari defisit volume pada pasien bedah adalah

14
kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berasal dari Nasogastric
suction, muntah, diare atau fistula. Sebagai tambahan, kerusakan sukunder
pada cedera jaringan lunak, luka bakar, dan proses intraabdominal seperti
peritonitis, obstruksi, tindakan pembedahan yang lama juga dapat memicu
terjadinya defisit volume.

Kelebihan volume ekstraseluler dapat terjadi secara iatrogenik atau


sekunder melalui disfungsi renal, congestif heart failure, atau sirosis. Baik
volume plasma dan volume interstitial meningkat. Gejalanya secara jelas
terlihat pada pulmonal dan kardiovaskuler.

Tanda dan gejala dari gangguan ketidakseimbangan volume

Sistem Défisit volume Kelebihan volume


Secara umum Kehilangan BB Kenaikan BB

Jantung Penurunan turgor kulit Edema perifer

Ginjal Takikardi Peningkatan cardiac output

Gastrointestinal Ortostatis atau hipotensi Peningkatan tekanan vena central

Pulmonary Kolaps vena leher Pembengkakan vena leher

Oligouria Murmur

Azotemia Bowel edema

Ileus Pulmonary edema

15
Komposisi sekresi gastrointestinal

Tipe sekresi Volume Na K Cl HCO3

(mL/24 h) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)


Perut 1000-2000 60-90 10-30 100-130 0

Usus halus 2000-3000 120-140 5-10 90-120 30-40

Kolon 600-800 60 30 40 0

Pancreas 300-800 135-145 5-10 70-90 95-115

Kandung 135-145 5-10 90-110 30-40


empedu

2.5.3 Pengaturan Volume

Perubahan volume terjadi baik secara dengan osmoreseptor dan


baroreseptor. Osmoreseptor ádalah sensor khusus yang mendeteksi
perubahan kecil pada osmolalitas cairan melalui osmoreseptor yang
terlihat pada rasa haus dan diuresis melalui ginjal. Sebagai contoh,
osmolalitas plasma meningkat, rasa haus timbul dan konsumsi air
meningkat. Sebagai tambahan, hipotalamus terstimulasi untuk mensekresi
vasopresin, yang meningkatkan reabsorbsi air pada ginjal. Secara
bersamaan, dua mekanisme ini mengembalikan osmolalitas plasma
menjadi normal. Baroreseptor juga mengatur volume sebagai respon pada
perubahan tekanan dan sirkulasi volume melalui tekanan sensor yang
khusus yang terletak pada lengkung aorta dan sinus karotis. Respon
baroreseptor baik neural, melalui simpatis dan parasimpatis, dan hormonal
termasuk renin-angiotensin, aldosteron, atrial-natriuretic peptide,dan renal
prostaglandin. Hasil bersih dari perubahan jumlah Na ginjal dan reabsorbsi
air sebagai respon untuk memperbaiki volume menjadi normal.

16
2.5.4 Perubahan Konsentrasi

Perubahan serum Na merupakan kebalikan proporsi dari kadar


total air dalam tubuh. Oleh karena itu abnormalitas dari total air dalam
tubuh dapat terlihat dari abnormalitas serum Na.

 Hipoatremia

Kadar serum Na yang rendah terjadi ketika adanya kelebihan dari


air ekstraseluler yang berhubungan dengan Na. Volume ekstraseluler dapat
tinggi, normal atau rendah. Pada banyak kasus hiponatremia, konsentrasi
natrium menurun sebagai konsekuensi dari deplesi Na atau delusi.
Hiponatremia delusional sering kali terjadi akibat kelebihan air
ekstraseluler dan berhubungan dengan status volume ekstraseluler yang
tinggi. Baik intensional (pemasukan air yang banyak melalui oral) atau
iatrogenic (IV), air masuk yang berlebihan dapat menyebabkan
hiponatremia. Pasien post operasi terutama mudah untuk meningkatkan
sekresi dari hormon antidiuretik, yang dapat meningkat reabsorbsi air
bebas dari ginjal yang kemudian terjadi peningkatan volume dan
hiponatremia. Hal ini biasanya self limiting baik pada hiponatremia dan
peningkatan volume yang menurunkan sekresi hormon ADH. Sebagai
tambahan, sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan retensi air dan
kemudian terjadi hiponatremia, contohnya antipsikotik dan anti depresan
trisiklik sama halnya dengan inhibitor angiotensi-converting enzime. Pada
orang tua terutama rentan terhadap obat-obatan yang dapat menyebabkan
hiponatremia. Tanda-tanda fisik dari kelebihan volume biasanya tidak ada
dan pada pemeriksaan laboratorium dapat terlihat hemodelusi. Penyebab
deplesi pada hiponatremia dapat terjadi baik karena penurunan intake atau
peningkatan kehilangan Na yang termasuk juga cairan. Etiologi termasuk
penurunan masukan Na, seperti diet rendah Na atau intake enteral yang
rendah Na, kehilangan dari gastrointestinal (muntah, Penyedotan
nasogastrik yang lama, atau diare), kehilangan dari ginjal (diuretic atau

17
penyakit ginjal primer) hiponatremia deplesi sering kali bersamaan dengan
defisit volume ekstraseluler.

Hiponatremia dapat juga terlihat dari peningkat dari solute yang


berhubungan dengan air bebas, seperti hiperglikemia yang tidak diobati
atau intake manitol. Penggunaan glukosa pada osmosis bagian
ekstraseluler, dapat menyebabkan pergeseran air dari ruang intraseluler ke
ruang ekstraseluler yang kemudian terjadi hiponatremia delusional.
Hiponatremia dapat juga terlihat jika tekanan osmotik pada bagian
ektraseluler secara efektif normal atau bahkan meningkat. Jika
hiponatremia terjadi bersamaan dengan hiperglikemia, konsentrasi Na
dapat dihitung: Untuk setiap kenaikan 100-mg/dl glukosa plasma diatas
normal, Na plasma harus diturunkan 1,6 mEq/L. Peningkatan lipid plasma
dan lipid protein yang ekstrem dapat menyebabkan pseudo hiponatremia
jika tidak ada penurunan Na ekstraseluler yang nyata yang dihubungkan
dengan air. Tanda dan symptom dari hiponatremia tergantung dari derajat
hiponatremia dan kecepatan ketika hiponatremia terjadi. Manifestasi klinik
yang utama pada SSP dan berhubungan dengan intoksikasi air seluler dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.

Untuk membantu membedakan etiologi dari hiponatremia telah


dilakukan ulasan yang sistematik dari penyebab-penyebab hiponatremia.
Pertama, yang tidak termasuk penyebab hiperosmolar (hiperglikemia atau
manitol) dan pseudohiponatremia. Selanjutnya, pertimbangan penyebab
deplesional dibandingkan delusional yang merupakan penyebab
hiponatremia. Penyebab deplesional biasanya berhubungan dengan
dehidrasi. Jika terjadi kehilangan Na ekstrarenal seperti dari
gastrointestinal loses, kadar Na urin biasanya rendah (<20 mEq/L), dimana
ginjal yang menyebabkan kehilangan Na, kadar Na urin biasanya tinggi
(20 mEq/L). Penyebab delusional dari hiponatremia biasanya berhubungan
dengan sirkulasi volume efektif yang tinggi. Status volume yang normal
pada kasus hiponatremia dapat dianjurkan untk memeriksa sindrom of
inappropriate secretion of antidiuretic hormone.

18
 Hipernatremia

Hipernatremia dapat terjadi baik dari kehilangan air bebas atau


kelebihan Na. Seperti hiponatermia, hipernatremia dapat berhubungan
dengan peningkatan, normal, atau penurunan volume ekstraseluler.
Hipernatremia hipervolemi biasanya disebabkan oleh masuknya iatrogenic
dari cairan yang mengandung Na (termasuk Na bikarbonat) atau
mineralokortikoid atau kelebihan mineralokortikoid yang dapat terlihat
pada hiperaldosteronism, cushing sindrom, dan hyperplasia adrenal
congenital. Na urin biasanya lebih dari 20 mEq/L dan osmolalitas urin
biasanya lebih dari 300 mOsm/L. Hipernatremia normovolemik dapat
berhubungan dengan ginjal (diabetes insipidus, diuretic, penyakit ginjal)
atau bukan ginjal (gastrointestinal atau kulit) yang dapat menyebabkan
kehilangan air.

Hipernatremia

Volume status

High normal
low

↓ ↓

Pemasukan Na iatrogenik Kehilangan air nonrenal Kehilangan air


nonrenal

Kelebihan mineralkortikoid Kulit


Kulit

19
Aldosteronism Gastrointestinal
Gastrointestinal

Penyakit Cushing Kehilangan air ginjal


Kehilangan air ginjal

Hyperplasia adrenal kongenital Penyakit ginjal Penyakit


renal tubular

Diuretik Diuretik osmotik

Diabetes Insipidus Diabetes Insipidus

Adrenal failure

Terakhir, hipernatremia hipovolemik dapat terjadi baik karena kehilangan


air baik renal maupun non renal. Yang disebabkan oleh ginjal termasuk diabetes
insipidus, diuretic osmotic, gagal ginjal, dan penyakit tubulus ginjal. Konsentrasi
Na urin kurang dari 20 mEq/L dan osmolalitas urin kurang dari 300-400 mOsm/L.
Kehilangan air non renal dapat terjadi secara sekunder karena kehilangan cairan
gastrointestinal seperti diare, atau kehilangan cairan dari kulit seperti demam atau
trakeostomi. Sebagai tambahan tirotoksikosis dapat menyebabkan kehilangan air
seperti pada penggunaan cairan glukosa hipertonik untuk dialysis peritoneal. Pada
kehilangan air non renal Konsentrasi Na urin kurang dari 15 mEq/L dan
osmolalitas urin lebih dari 300-400 mOsm/L.

Hipernatremia simptomatik biasanya hanya terjadi pada pasien dengan


gangguan rasa haus atau masukan cairan yang terbatas, rasa haus dapat terlihat
pada intake air. Gejala-gejala jarang terlihat sampai konsntrasi Na serum melebihi
160 mEq/L tetapi, sekali terjadi, berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hiperosmolaritas, efek
terhadap system saraf pusat menonjol. Air berpindah dari ruang intraseluler ke
ruang ekstraseluler sebagai respon terhadap hiperosmolar ruang ekstraseluler,
yang dapat terlihat pada dehidrasi seluler. Hal ini dapat menyebabkan pembuluh
darah serebral tertarik dan menyebabkan perdarahan subarakhnoid. Gejala-gejala
20
pada Sistem saraf pusat dapat terlihat gelisah dan kejang, koma dan kematian.
Gejala klasik pada hipernatremia hipovolemik (takikardi, ortostatik, dan
hipotensi) dapat terjadi.

Manifestasi Klinis Dari Abnormalitas Serum Natrium

Sistem tubuh Hiponatremia


Sistem Saraf Pusat Sakit kepala, confusion,hiper atau hipoaktif refleks
tendon dalam, kejang, koma, peningkatan tekanan
Muskuloskeletal
intrakranial.

Gastrointestinal
Weakness, fatigue, muscle cramps/twitching

Cardiovascular
Anoreksia, nausea, vomiting, diare cair

Jaringan
Hipertensi dan bradikardia secara signifikan
meningkatkan tekanan intrakranial
Ginjal

Lakrimasi, salivasi

Oligouria
Sistem tubuh Hipernatremia
Sistem Saraf Pusat Restlesness, letargi, ataksia, iritabilitas, spasme tonik,
delirium, kejang, koma
Muskuloskeletal
Weakness
Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, diare cair
Cardiovascular
Takikardi, hipotensi, sinkop
Jaringan
Dry sticky mucous membrane, red swollen tongue,
Ginjal
berkurangnya saliva dan air mata

Metabolik
Oligouria

21
Demam

PERUBAHAN KOMPOSISI DIAGNOSIS DAN ETIOLOGI

ABNORMALITAS KALIUM ( K )

Rata-rata intake diet K kira-kira 50-100 mEq/d, yang mana kekurangan dari
hipokalemia dieksresi melalui urine. K ekstrasel dipertahankan dalam batas yang
sempit , prinsipnya dengan eksresi K oleh ginjal, yang mana dapat bergeser dari
10 sampai 700 mEq/d, walaupun hanya 2% dari total K tubuh (4,5 mEq/L x 14 L
= 63 mEq) lokasinya dalam bagian dari cairan ekstrasel, jumlah yang sedikit ini
sangat kritis untuk jantung dan fungsi neuromuskular. Jadi meskipun perubahan
kecil namun dapat menyebabkan efek yang besar pada aktifitas jantung. Distribusi
K intrasel dan ekstrasel dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk stress pada
pembedahan, asidosis dan katabolisme jaringan.

HIPERKALEMIA

Hiperkalemia didefinisikan sebagai konsentrasi serum K diatas nilai normal antara


3,5-5,0 mEq/L. Ini disebabkan oleh karena kelebihan intake K, meningkatnya
pelepasan K dari sel, atau gangguan eksresi oleh ginjal.

Etiologi Abnormalitas Kalium

Hiperkalemia

 Peningkatan intake

Suplementasi kalium

Transfusi darah

22
Beban endogen / destruksi : hemolisis, rhabdomyolisis, crush injury, perdarahan
gastrointestinal,

 Peningakatan pelepasan

Asidosis

Peningkatan cepat dari osmolalitas ( hiperglikemia atau manitol )

 Ekskresi yang terganggu

Diuretik kalium

Insufisiensi renal

Meningkatnya intake dapat sama baik dari oral maupun suplement intravena,
begitupun juga dari transfusi darah. Kerusakan sel dapat menyebabkan pelepasan
K yang berhubungan dengan hemolisis, Rhabdomiolisis, Crush injury, dan
perdarahan saluran cerna. Asidosis dan peningkatan secara cepat dari osmolalitas
ekstrasel (hiperglikemia atau manitol) dapat meningkatkan kadar serum K dengan
membuat perubahan dari ion K ke bagian ekstraseluler. Mayoritas dari total K
tubuh terdapat di intraseluler, bahkan perubahan kecil dari K intrasel yang keluar
dari cairan intraseluler dapat mempunyai peranan penting untuk meningkatkan K
ekstraseluler.

Beberpa pengobatan dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama sekali


padarinsufisiensi ginjal, termasuk diuretik hemat kalium, inhibitor angiotensin-
converting enzim dan Non Steroid Antiinflamation Drugs. Sejak aldosteron
memainkan peranan penting dalam menstimulasi sekresi K dari ductus koledokus,
banyak obat (seperti Spironolakton dan inhibitor Angiotensin-converting enzym),
mengganggu aktifitas aldosteron untuk menghambat sekresi K, akibatnya eksresi
K juga dapat terjadi pada insufisiensi ginjal dan gagal ginjal.

Gejala dari hiperkalemia terutama adalah gejala gastrointestinal, neuromuskular


dan kardiovaskular. Gejala gastrointestinal termasuk mual, muntah, kolik usus dan

23
diare. Gejala neuromuskular bervariasi dari lemah sampai ascending paralisis
sampai gagal nafas. Sedangkan menifestasi pada sistem kardiovaskuler berupa
berubahnya gambaran EKG menjadi Cardiac arithmia dan henti jantung.

Perubahan pada hiperkalemia dapat dilihat termasuk :

- Puncak gelombang T (perubahan awal)

- Pendataran gelombang T

- Pemanjangan interval PR (blok derajat 1)

- Pelebaran komplek QRS

- Formasi gelombang sinus

- Fibrilasi ventrikel

HIPOKALEMIA

Hipokalemia lebih sering terjadi pada pasien dengan pembedahan. Ini mungkin
disebabkan oleh intake yang tidak adekuat (diet K bebas cairan intravena atau
total nutrisi parenteral dengan penggantian K yang tidak adekuat). Kelebihan
eksresi ginjal (hiperaldosteron, pengobatan contohnya diuretik yang
meningkatkan sekresi K atau obat seperti Penicillin yang menyebabkan tubulus
ginjal kehilangan K ). Kehilangan pada sekresi gastrointestinal (kehilangan
langsung dari K dalam feses atau kehilangan K ginjal dari muntah atau
pengeluaran melalui nasogastric yang cepat) atau perubahan inrasel (seperti
terlihat pada alkalosis metabolik atau terapi insulin).

Etiologi Hipokalemia

 Intake inadekuat

Dietary, kalium bebas dalam cairan intravena, nutrisi perenteral total kalium
defisiensi

24
 Kelebihan ekskresi kalium

Hiperaldosteronism

Medikasi

 Kehilangan melalui gastrointestinal

Kehilangan kalium langsung dari cairan gastrointestinal ( diare )

Kehilangan kaliun melalui ginjal ( cairan gaster, seperti muntah atau output
nasogastric yang tinggi )

Perubahan kadar K berhubungan dengan alkalosis dapat dihitung dengan rumus


berikut :

Penurunan K 0,3 mEq/L untuk setiap 0,1 peningkatan pada pH diatas normal

Obat – obatan seperti amfoterisin, aminoglikosid, foscarnet, cisplatin dasn


ifosfamid yang menginduksi depelesi Mg dapat menyebabkan K di ginjal habis.
Contohnya adalah dimana defisiensi K berhubungan dengan deplesi Mg.
Kelebihan K sangat sulit terjadi, kecuali jika keadaan hipomagnesium sudah
dikoreksi terlebih dahulu.

Gejala dari hipokalemia sama seperti hiperkalemia, terutama berhubungan dengan


gastrointestinal, neuromuskular dan jantung, termasuk ileus, konstipasi, lemah,
lelah, reflex tendon menurun, paralisis dan henti jantung (tidak ada aktifitas
pulsus atau asistole). Kemungkinan perubahan EKG pada hipokalemia termasuk :

- Gelombang U

- Pendataran gelombang T

- Perubahan segmen ST

- Aritmia (terutama pada pasien yang menggunakan digitalis)

25
ABNORMALITAS MAGNESIUM ( Mg )

Magnesium adalah mineral ke empat terbanyak dalam tubuh dan terutama


terdapat di intraseluler. Sama seperti K, fraksi dari Mg dapat ditemukan dalam
ruang ekstrasel, terbanyak mengandung Mg satu-tiga hádala tulang sampai serum
albumin. Untuk itu kadar plasma Mg dapat menjadi indikator dari total
penyimpanan tubuh terhadap hipoalbuminemia. Mg seharusnya diganti sampai
kadarnya diatas batas normal. Intake normalnya Kira-kira 20 mEq (240 mg)
zaherí dan dieksresi melalui urine dan feses. Ginjal mempunyai kemampuan
untuk menghemat pengeluaran Mg sama seperti pada Na.

HIPERMAGNESEMIA

Hipermagnesemia jarang terjadi, dapat dilihat dengan adanya kerusakan fungís


ginjal dan intake berlebih dari total nutrisi parenteral atau Mg-contains laxatives
dan antacids. Gejala (tabel 2-5) mungkin gastrointestinal (mual-muntah),
neuromuskular (lemah, letargi dan reflex menurun) atau kardiovaskuler (hipotensi
dan gagal jantung). Perubahan EKG hampir sama dengan hiperkalemia termasuk :

- Pelebaran interval PR

- Pemanjangan kompleks QRS

- Elevasi gelombang T

HIPOMAGNESEMIA

Deplesi Mg merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, terutama yang dirawat di ICU. Ginjal terutama bertanggung jawab
untuk homeostasis Mg melalui regulasi dengan Ca atau Mg receptor pada sel
tubulus ginjal. Hipomagnesemia hádala hasil dari variasi etiologi, mulai dari
rendahnya intake (kelaparan, alkoholisme, terlalu lama menggunakan cairan
intravena dan total nutrisi parenteral dengan suplemen Mg yang tidak adekuat),
meningkatkan eksresi ginjal (alcohol, diuretik, amfoterisin B), gastrointestinal

26
(diare), malabsorbsi, pancreatitis akut, diabetes ketoasidosis, dan terutama
aldosteronism.

Deplesi Mg ditandai dengan gejala neuromuskular dan hiperaktivitas sistem saraf


pusat dan gejalanya sama seperti defisiensi Ca, termasuk hiperaktifitas reflex,
tremor otot dan tetani dengan Chovstek’s sign positif.

Defisiensi yang berat dapat menyebabkan delirium dan kejang, beberapa


perubahan EKG dapat terjadi, termasuk :

- Perpanjangan interval QT dan PR

- Depresi segmen ST

- Pendataran atau inversi gelombang P

- Torsades de pointes

- Aritmia

Hipomagnesemia sangat penting, tidak hanya sebagai efek langsung pada sistem
saraf, tapi juga karena Mg dapat mebuat hipokalsemia dan persisten hiperkalemia.
Ketika hipokalemia atau hipocalsemia bersama dengan hipomagnesemi, Mg harus
lebih agresif diganti untuk membantu mengendalikan homeostasis K atau Ca.

ABNORMALITAS KALSIUM

Mayoritas kalsium tubuh tersimpan dalam matrix tulang dengan hanya kurang
dari 1% ditemukan dalam cairan ekstrasel. Ca serum didistribusikan dalam tiga
bentuk :

- Protein tulang (40%)

- Kompleks fosfat dan anion lain (10%)

- Ion (50%)

27
Fraksi ion ini bertanggung jawab untuk stabilitas dan keteraturan neuromuskular
secara langsung. Ketika mengatur kadar serum total, konsentrasi albumin harus
dipertimbangkan :

Menyesuaikan kalsium serum total dibawah 0,8 mg/dl

Untuk setiap 1 g/dl diturunkan dalam albumin.

Perubahan yang tidak sama pada albumin, perubahan dalam pH dapat


mempengaruhi konsentrasi ion Ca. Asidosis menurunkan ikatan protein, dengan
demikian meningkatkan fraksi ion Ca.

HIPERKALSEMIA

Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar serum kalsium diatas normal antara


8.5-10.5 mEq/L atau peningkatan kadar ionisasi Ca diatas 4.2-4.8 mg/dl.
Terutama pada pasien hiperparatiroid dan keganasan (berhubungan dengan
metastase ke tulang atau sekresi dari hormon paratiroid) di rumah sakit pasien
pada pemeriksaan kebanyakan kasus mengalami hipokalsemia simptomatik.
Gejala hiperkalsemia dimana bervariasi sesuai dengan derajat penyakit, termasuk
neurologic (depresi, bingung, stupor atau koma), muskuloskeletal (kelemahan dan
nyeri punggung dan ekstremitas), ginjal (poliuri dan polidipsi seperti ginjal
kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan) dan gastrointestinal
(anoreksia, mual, muntah, konstipasi, nyeri abdomen dan penurunan berat badan).
Gejala pada jantung juga ditemukan, termasuk hipertensi, cardiac aritmia dan
perburukan keracunan digitalis. Perubahan EKG pada hiperkalsemia termasuk :

- Pemendekan interval QT

- Pemanjangan PR dan interval QRS

- Peningkatan tegangan QRS

- Pendataran dan pelebaran gelombang T

28
- Blok AV (dapat merupakan proses menuju blok jantung sempurn,
kemudian henti jantung dengan hiperkalsemia berat)

HIPOKALSEMIA

Hipokalsemia didefinisikan sebagai kadar serum Ca dibawah nilai normal antara


8.5-10.5 mEq/L atau penurunan kadar ionisasi Ca dibawah normal antar 4.2-4.8
mg/dl. Etiologi dari hipokalsemia termasuk pankreatitis, infeksi jaringan lunak
masif, seperti necrotizing fasciitis, gagal ginjal, fistula pankreas dan usus halus,
hipoparatiroid, toxic shock sindrom, kadar Mg abnormal dan tumor lysis
syndrom. Tambahan, hipokalsemia sementara biasanya diikuti dengan adenoma
paratiroid seperti atropi hipofisis dan diikuti dengan pengambilan Ca tulang secara
berlebihan. Hungry Bone Syndrome dapat disebabkan postoperasi pada sekunder
atau tersier hiperparatiroid karena tulang mengalami remineralisasi secara cepat,
sehingga memerlukan suplemen Ca dosis tinggi. Sebagai tambahan keganasan
juga berhubungan dengan peningkatan aktifitas osteoclast seperti pada kanker
payudara dan prostat dapat menyebabkan hipokalsemia dari peningkatan
pembentukan tulang. Endapan Ca dengan anion organik dapat juga menyebabkan
hipokalsemia, seperti dapat dilihat pada hiperfosfatemia (Tumor Lysis Syndrome
atau Rhabdomiolisis), pancreatitis (chelat dengan asam lemak bebas) atau
transfusi darah masif (sitrat). Hipokalsemia jarang disebabkan oleh penurunan
intake karena rebsorpsi tulang dapat mempertahankan kadar normal untuk waktu
yang lama.

Hipokalsemia asimtomatik dapat terjadi bersamaan dengan hipoproteinemia


(ionisasi Ca normal) , tetapi gejalanya dapat menjadi alkalosis (penurunan ionisasi
Ca). Umumnya gejala tidak terjadi sampai fraksi ionisasi turun dibawah 2.5 mg/dl
dan pada mulanya neuromuskular dan jantung termasuk parestesis pada muka dan
ekstermitas, kejang otot, carpopedal spasme, stridor, tetani dan kejang. Pasien
akan memperlihatkan hiperrefleksia dan tanda Chovstek’s positif dan tanda
Trosseau’s (kejang hasil dari penekanan pada nervus dan pembuluh darah
extremitas atas, sama seperti ketika melakukan pengukuran tekanan darah).

29
Penurunan kontraksi jantung dan gagal jantung dapat juga menimbulkan
hipokalsemia, untuk pengawasan dapat dilihat dari perubahan EKG termasuk :

- Pemanjangan interval QT

- Inversi gelombang T

- Heart blok

- Fibrilasi ventrikel

GEJALA KLINIS ABNORMALITAS KALIUM, MAGNESIUM DAN


KALSIUM

Peningkatan kadar serum


Sistem Kalium Magnesium Kalsium
Gastrointestinal Nausea/vomiting, Nausea/vomiting Anoreksia,
kolik, diare nausea/vomiting,
Neuromuskular Weakness, letargi,
sakit perut
Weakness, paralisis, penurunan refleks
Cardiovaskuler
gagal napas Weakness,
Hipotensi, henti
confusion, koma,
Ginjal
Aritmia, henti jantung
nyeri tulang
jantung
Hipertensi, arritmia,
poliuria

Polidipsi
Penurunan kadar serum
Sistem Kalium Magnesium Kalsium
Gastrointestinal Ileus, konstipasi Hiperaktif refleks, Hiperaktif refleks,
tremor otot, tetani, parestesia,
Neuromuskular Penurunan refleks,
kejang carpopedal spasme,
lelah, lemah,
kejang
Cardiovaskuler
Aritmia

30
paralisis
Gagal jantung
Arrest

ABNORMALITAS FOSFOR

Fosfor adalah anion divalent intraseluler utama dan jumlahnya banyak pada
metabolisme sel aktif. Fosfor bertanggung jawab untuk mempertahankan produksi
energi dalam bentuk glikolisis atau produk fosfat energi tinggi seperti adenosine
triphosphat (ATP), dan kadarnya sangat dikontrol dengan eksresi ginjal.

HIPERFOSFATEMIA

Hiperfosfatemia dapat disebabkan oleh penurunan eksresi melalui urin atau


peningkatan intake atau produksi fosfat. Kebanyakan kasus pada hiperfosfatemia
dapat terlihat pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal. Hipoparatiroid atau
hipertiroid dapat juga menyebabkan penurunan eksresi fosfat melalui urin hingga
menyebabkan hiperfosfatemia. Peningkatan pelepasan dari fosfat endogen dapat
dilihat hubungannya dengan kerusakan sel, seperti pada rhabdomiolisis, Tumor
Lysis Syndrome, hemolisis, sepsis, hipotermia berat atau malignant hyperthermia.
Kelebihan pemberian fosfat (phosphorus-containing laxatives) dapat juga
menyebabkan peningkatan kadar fosfat. Kebanyakan kasus hiperfosfatemia adalah
asimptomatik, tapi signifikan hiperfosfatemia dapat merupakan tanda metastase
kompleks Calcium-fosfat jaringan lunak.

HIPOFOSFATEMIA

Hipofosfatemia dapat menjadi tanda penurunan intake fosfat, pada fosfat bagian
intraseluler, atau peningkatan eksresi fosfat. Penurunan intake dapat terjadi
bersamaan dengan malnutrisi atau jika terjadi penurunan absorpsi pada
gastrointestinal (malabsorpsi atau ikatan fosfat). Kebanyakan kasus yang terjadi
pada fosfat bagian intraseluler berhubungan dengan alkalosis respiratori, terapi
insulin, sindrom pemberian makan berulang, dan Hungry Bone Syndrome.
Manifestasi klinik dari hipofosfatemia biasanya tidak ada sampai terjadi

31
penurunan kadar secara signifikan. Umumnya gejala berhubungan dengan
penurunan fosfat energi-tinggi dan manifestasinya pada disfungsi jantung atau
kelemahan otot.

KESEIMBANGAN ASAM – BASA

HOMEOSTASIS ASAM – BASA

pH dari cairan tubuh dipelihara didalam batas sempit walaupun kemampuan ginjal
untuk mengeluarkan sejumlah besar HCO3- dan sejumlah besar asam yang normal
di produksi sebagai produk dari metabolisme.

Buffer yang penting meliputi :

- Protein dan fosfat intraselular

- Sistem asam karbonat-bikarbonat ektraselular

Kompensasi pada gangguan asam basa meliputi respiratory ( untuk gangguan


metabolik) atau metabolic ( untuk gangguan respiratory). Perubahan ventilasi
sebagai respon terhadap abnormalitas metabolik dicetuskan oleh hydrogen
sensitive kemoreseptor yang terdapat pada badan karotis dan batang otak.
Asidosis menstimulasi kemoreseptor untuk meningkatkan ventilasi dimana pada
alkalosis menurunkan aktifitas dari kemoreseptor dan juga menurunkan ventilasi.
Ginjal memberikan kompensasi masing-masing pada kelainan pernapasan asidosis
atau alkalosis. Tidak seperti perubahan ventilasi yang cepat yang terjadi dengan
kelainan metabolik, respon kompensasi ginjal pada kelainan respiratori lambat.
Kompensasi terjadi ± 6 jam dan berlangsung sampai beberapa hari. Karena respon
kompensasi yang lambat ini, gangguan respirasi asam basa diklsifikasikan sebagai
akut ( sebelum terjadi kompensasi ginjal ) atau kronik (setelah kompensasi ginjal).
Perubahan kompensasi yang diprediksi sebagai respon terhadap kegagalan
metabolik/respiratori dapat dilihat pada tabel 2-6. Jika perubahan pH yang
diharapkan terlalu tinggi, terjadi abnormalitas campuran asam-basa.

KEGAGALAN METABOLIK

32
ASIDOSIS METABOLIK

Asidosis metabolik terjadi karena peningkatan intake asam, peningkatan asam,


atau peningkatan kehilangan bikarbonat ( tabel 2-8). Respon tubuh dapat berupa :

 Memproduksi buffer (bikarbonat ektraseluler dan intraseluler dari tulang


dan otot)
 Peningkatan ventilasi (respirasi kussmaul)
 Peningkatan reabsorpsi ginjal dan turunan bikarbonat)

Ginjal juga meningkatkan sekresi hidrogen dan oleh sebab itu meningkatkan
eksresi NH4+ (H+ + NH3+ = NH4+) dalam urin. Dalam evaluasi pada pasien dengan
level serum bikarbonat yang rendah dan asidosis metabolik, ukuran pertama dari
perbedaan anion atau Anion Gap (AG), index dari anion yang tidak terukur.

AG = [ NA ] – [ CL + H CO3 ]

Normal perbedaan anion (AG) adalah < 12 mmol/L dan menunjuk terutama pada
albumin, jadi perkiraan perbedaan anion sesuai untuk albumin (hipoalbumin
menurunkan AG).

Koreksi AG = AG sesungguhnya – {2,5 (4,5 – albumin)}

Asidosis metabolik dengan adanya peningkatan AG dari asam exogenous proses


pencernaan lainnya (ethylen glycol, salisilat atau metanol) atau produksi asam
endogenous lain dari :

- β – hydroxybutyrate dan acetoacetae pada ketoasidosis

- Laktat dalam asidosis laktat

- Asam organik pada insufisiensi ginjal

Salah satu penyebab paling sering dari asidosis metabolik berat pada pasien bedah
dengan asidosis laktit. Dengan shock, laktat diproduksi dari produk perfusi
jaringan yang inadekuat. Terapi adalah untuk mengembalikan perfusi.

33
Asam laktat dimetabolisasi dan kadar pH kembali normal. Pemasukan bikarbonat
untuk terapi asidosis metabolik masih kontroversial karena tidak jelas bahwa
asidosis akan menghilang. Pemasukan bikarbonat yang berlebihan dapat
menyebabkan alkalosis metabolik, yang merubah kurva disosiasi oxyhemoglobin
ke kiri, bertentangan dengan keluarnya oksigen pada kadar jaringan, dan dapat
dihubungkan dengan aritmia yang sulit diobati. Kerugian lainnya adalah sodium
bicarbonat yang dapat mengeksaserbasi asidosis intraselular . Pemasukan
bikarbonat dapat dikombinasikan dengan ion hidrogen yang banyak untuk
membentuk asam karbonik , yang kemudian dikonversi menjadi CO2 dan air,
yang dapat meningkatkan PCO2. Hal ini merupakan keadaan yang merugikan dan
dapat menyebabkan ventilasi abnormal pada pasien dengan sindrom akut distres
respirasi. CO2 ini dapat masuk ke dalam sel, tapi bikarbonat tetap di ekstra seluler,
hal itu akan memperburuk keadaan asidosis intraseluler. Ada beberapa buffer
yang tidak meningkatkan produksi CO2 dan menghindari asidosis intraselular,
termasuk carbicarb dan tromethamine. Carbicarb adalah campuran eqimolar dari
sodium bikarbonat dan sodium karbonat. Campuran karbonat dengan ion
hidrogen, menghasilkan bikarbonat lebih dari CO2. Bagaimanapun, buffer ini
belum sesuai digunakan untuk manusi. Buffer alternatif yang juga tidak
menghasilkan CO2 dan sesuai untuk penggunaan klinis adalah Tris –
hydroxmethyl amino methane (THAM). THAM dieksresikan oleh ginjal dan biasa
digunakan pada pasien insufisiensi ginjal dengan hati-hati. Efek samping meliputi
hiperkalemia dan hipoglikemia.

Asidosis metabolik dengan AG normal dari pemasukan asam lain (HCL atau
NH4+) atau kehilangan bikarbonat yang bersumber dari gastrointestinal seperti
diare, fistula (enterik, pankreatitis atau biliary), ureterosigmoidostomy atau
kehilangan anion dari ginjal, kehilangan bikarbonat diimbangi dengan masuknya
klorid, yang menyebabkan perubahan AG. Untuk mengetahui bahwa kehilangan
bikarbonat disebabkan oleh renal, kadar [NH4+] dalam urin yang rendah
menunjukkan adanya asidosis hiperkloremik yang mengindikasikan adanya
kehilangan anion melalui ginjal dan evaluasi untuk asidosis renal tubular dapat
dilakukan. Asidosis tubular proksimal ginjal dihasilkan dari penurunan reabsorbsi
dari HCO3-, ketika asidosis renal tubular distal dihasilkan dari penurunan eksresi
34
asam. Inhibitor karbonik anhidrase asetazolamid juga dapat menyebabkan
kehilangan bikarbonat dari ginjal.

ALKALOSIS METABOLIK

Homeostasis asam basa normal menghindari terjadinya alkalosis metabolik


melalui peningkatan dari pembentukan bikarbonat dan melemahkan eksresi
bikarbinat dari ginjal. Mayoritas dari pasien juga akan mengalami hipokalemi.
(perubahan ion kalium ekstraseluler dengan ion hidrogen intraseluler,
menyebabkan ion hidrogen dapat menjadi buffer dari HCO3-). Masalah yang dapat
ditemui pada pasien bedah dengan obstruksi pyloric (dapat dilihat pada bayi
dengan stenosis pyloric atau dewasa penyakit duodenal ulcer) adalah
hipokloremik, hipokalemik, atau alkalosis metabolik. Menyebabkan alkalosis
hipokloremik dalam urin tinggi untuk mengkompensasi alkalosis. Reabsorpsi ion
hidrogen juga terjadi bersamaan dengan eksresi ion kalium. Ditambahkan juga,
pada respon terhadap defisit volume, aldosterone – mediated reabsorpsi natrium
bersamaan dengan eksresi kalium.

KEGAGALAN RESPIRATORI

Dalam keadaan normal PCO2 dijaga secara ketat oleh ventilasi alveolar, dan
dikontrol oleh pusat pernapasan pada pons dan medula oblongata.

ASIDOSIS RESPIRATORY

Keadaan ini berhubungan dengan retensi CO2 untuk meningkatkan ventilasi


alveolar. Penyebab utama dapat dilihat pada tabel 2-10. Sebagai kompensasi
utama adalah ginjal, yang merupakan respon yang lambat. Pengobatan ditujukan
untuk faktor penyebab dan pengukuran untuk menjamin ventilasi yang adekuat.
Tindakan ini memerlukan strategi ventilasi patient-initiated volume expansiun
atau non invasive ( bilevel positive airway pressure, BIPAP) atau invasiv (intubasi
endotrakeal).

ALKALOSIS RESPIRATORY

35
Pada banyak kasus alkalosis respiratori terjadi secara akut dan sekunder pada
hiperventiasi alveolar. Penyebabnya termasuk nyeri atau gelisah, kelainan
neurologi ( meningitis, trauma), obat-obatan ( seperti salisilat ), demam,
bakterimia gram – , thyrotoxicosis, atau hipoksemia. Hipokapnea akut dapat
menyebabkan pemasukan potassium dab fosfat kedalam sel dan meningkatkan
pengikatan calsium terhadap albumin, menyebabkan hipokalemia simptomatik,
hipofosfatemia, dan hypocalemia, yang kemudian dapat terjadi aritmia, parestesi,
kejang pada otot dan bangkitan. Pengobatan ditujukan untuk mengobati penyebab
penyakit, dan juga mengobati hiperventilasi yang terjadi.

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

LARUTAN PARENTERAL

Ada sejumlah larutan elektrolit komersial yang dapat digunakan untuk pemasukan
parenteral. Jenis cairan yang dimasukkan tergantung pada status volume pasien
dan tipe konsentrasi atau adanya komposisi abnormal. Baik ringer laktat dan
normal saline bersifat isotonik dan bermanfaat dalam menggantikan kehilangan
cairan gastrointestinal dan defisit volume ekstraseluler. Ringer laktat bersifat agak
hipotonik karena mengandung 130 mEq Natrium, yang diseimbangkan dengan
109 mEq klorida dan 28 mEq laktat. Laktat lebih sering digunakan dibandingkan
bikarbonat karena laktat bersifat lebih stabil sebagai cairan intravena selama
penyimpanan. Laktat diubah menjadi bikarbonat di hati mengikuti proses
pencairan, walaupun dihadapkan pada syok hemoragik. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa resusitasi menggunakan ringer laktat dapat menyebabkan
kerusakan karena RL mengaktivasi respon inflamasi dan menyebabkan terjadinya
apoptosis. Komponen yang terlibat adalah isomer D laktat, yang berbeda dengan
isomer D, bukan merupakan perantara yang normal pada metabolisme mamalia.
Biasanya larutan mengandung campuran 50:50 dari D dan isomer.

Penelitian in vitro menunjukkan bahwa hanya isomer D yang tidak mengaktivasi


neutrofil.

Larutan Elektrolit Parenteral

36
Larutan Komposisi elektrolit ( mEq/L )
Na Cl K HCO3- Ca Mg mOsm
Cairan ekstraseluler 142 103 4 27 5 3 280-310

Ringer Laktat 130 109 4 28 3 273

Natrium Klorida 0,9% 154 154 308

D5 0,45% natrium klorida 77 77 407

D5 W 513 513 253

Natrium Klorida 3% 1026

Natrium klorida bersifat sedikit hipertonik, mengandung 154 mEq Na yang


diseimbangkan dengan 154 mEq Cl. Konsentrasi klorida tertinggi mengakibatkan
beban Cl signifikan melewati ginjal dan dapat menyebabkan asidosis metabolic
hiperkloremi. NaCl merupakan larutan yang ideal, untuk koreksi deficit volume
yang berhubungan dengan hiponatremia, hipokloremia, dan asidosis metabolic.

Konsentrasi larutan Na yang rendah, misalnya 0,45%, bermanfaat untuk


menggantikan kehilangan cairan, melalui gastrointestinal, juga untuk memelihara
terapi cairan setelah periode postoperative. Larutan ini menyediakan air yang
cukup untuk kehilangan air yang bersifat insensible dan cukup Na untuk
membantu ginjal mengkoreksi kadar Na serum. Penambahan dekstrose 5% (50 gr
of dekstrose/L) mengandung 200 kkal/L dan D5% selalu ditambahkan pada
larutan yang mengandung NaCl < 0,45% untuk memelihara osmolaritas dan hal
tersebut berguna untuk mencegah terjadi lisis sel darah merah yang dapat trjadi
pada infus cairan hipertonik yang cepat. Penambahan K bermanfaat untuk
menjaga fungsi ginjal dan urin output yang kuat.

CAIRAN RESUSITASI ALTERNATIF

Sejumlah larutan alternative untuk ekspansi volume dan resusitasi telah tersedia
table 2-12 larutan salin hipertonik (3,5% dan 5% digunakan untuk mengatasi

37
deficit Na yang berat. Salin hipertonik (7,5% ) digunakan sebagai terapi pada
cedera kepala tertutup. Salin hipertonik meniungkatkan perfusi cerebral dan
menurunkan tekanan intracranial, hal tersebut akan meunurunkan edema otak.
Salin hipertonik dalamjumlah kecil, dibandingkan dengan salin isotonic dalam
jumlah besar, lebih efektif dalam meningkatkan volume pada shock hemoragik.
Bagaimanapun harus diperhatikan juga dalam meningkatkan darah, seperti salin
hipertonik sebagai vasodilator arteriola.

Koloid juga digunakan pada pasien bedah dan masih diperdebatkan sebagai
penambahan volume dibandingkan kristaloid isotonic. Melalui berat molekulnya
koloid tertahan di ruang intravascular. Bagaimanapun pada kondisi shock
hemoragik berat, permeabilitas membrane kapiler meningkat, menyebabkan
koloid dapat masuk ke ruang interstitial yang dapat memperburuk edema dan
merusak oksigenasi jaringan.

Ada empat tipe koloid yaitu :

- Albumin

- Dekstran

- Beta starch

- Gelatin

Larutan dengan ukuran partikel lebih kecil dan berat molekul lebih kecil
mempunyai efek onkotik yang lebih besar, tapi tertahan dalam sirkulasi pada
periode lebih singkat dibandingkan koloid dengan ukuran partikel lebih besar dan
berat molukul lebih besar.

Albumin (berat molekul 70000) merupakan derifat dari darah, oleh karena itu
dapat dihubungkan dengan reaksi alergi. Albumin dapat menginduksi gagal ginjal
dan merusak fungsi paru jika digunakan untuk resusitasi shock hemoragik.

38
Dextran adalah polimer glukosa yang dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri pada
media sukrosa dan tersedia dalam larutan dengan berat molekul 40.000 atau
70.000. Dextran menambah volume melalui efek osmotiknya. Dextran terutama
lebih banyak digunakan untuk menurunkan viskositas darah daripada penambahan
volume.

Larutan hydroxyethyl starch merupakan kelompok lain dari larutan pengganti


volume dan plasma. Kerusakan hemostatik menyebabkan menurunnya faktor
willebrand dan faktor VIII : c dan telah digunakan pada perdarahan postoperatif
jantung dan saraf. Heta starch juga menyebabkan disfungsi ginjal pada pasien
dengan shock septik dan pada resipien donor ginjal dari donor yang mati batang
otak. Heta Starch tidak berperan banyak pada resusitasi masif karena dapat
menyebabkan koagulopati dan asidosis hiperkloremik.

Gelatin merupakan kelompok ke empat dari koloid yang diproduksi dari kolagen
sapi. Ada dua jenis yaitu gelatin urea – linked dan succinylated gelatin
(gelofusine).

MENGATASI ELEKTROLIT ABNORMAL

NATRIUM

HIPERNATREMIA

Penatalaksanaan hipernatrmia selalu dihubungkan dengan terapi defisit air. Pada


pasien hipovolemik diatasi dengan normal saline. Defisit air digantikan dengan
menggunakan cairan hipotonik seperti dekstrose 5%, dekstrose 5% pada ¼ normal
saline atau air enteral.

Rumus untuk menghitung kebutuhan air untuk mengatasi hipernatremia :

Defisit air (L) = serum Na – 140 x TBW

140

Perkiraan TBW pada laki-laki 50%, wanita 40%


39
HIPONATREMIA

Banyak kasus hiponatremia dapat diatasi dengan restriksi air dan jika berat
ditambahkan Na. Pada pasien dengan fungsi renal normal hiponatremi tidak akan
terjadi jika serum Na ≥ 120 mEq/L. Jika terjadi gejala neurologik, maka normal
saline 3% digunakan untuk meningkatkan Na tidak lebih dari 1 mEq/L per jam
sampai kadar serum Na mencapai kadar 130 mEq/L atau gejala neurologik
teratasi. Koreksi dari hiponatremia yang asimptomatik dilakukan dengan
meningkatkan kadar Na tidak lebih dari 0,5 mEq/L sampai maksimum 12 mEq/L
per hari dan lebih rendah lagi pada hiponatremi kronik. Koreksi hiponatremi yang
cepat dapat menyebakan mielinolisis pons dengan kejang, lemah atau paresis,
gerakan akinetik dan unresponsif serta kerusakan otak permanen. MRI dapat
membantu menegakkan diagnosis.

KALIUM

HIPERKALEMIA

Terapi utama ditujukan untuk menurunkan K total tubuh, masuknya K dari


ekstraseluler ke intraseluler dan untuk memelihara sel dari efek meningkatnya K.

Terapi Hiperkalemia asimptomatik


 Pengeluaran kalium

Kayexalate

Oral : 15 – 30 g dalam 50 – 100 ml sorbitol 20%

Rectal : 50 g dalam 200 ml sorbitol 20%

Dialisis

 Pengantian kalium

1 ampul glukosa D50 dan insulin regular 5 – 10 unit IV

40
1 ampul bikarbonat IV

 Menetralkan efek kardio

Kalsium glukonat 5 – 10 ml dalam larutan 10%

HIPOKALEMIA

Terapi untuk hipokalemi adalah dengan pemberian kalium. Pemberian secara oral
efektif untuk hipokalemia ringan dan asimptomatik. Jika diperlukan pemberian
secara intravena, tidak boleh lebih dari 10-20 mEq/h.

MAGNESIUM

HIPERMAGNESEMIA

Terapi untuk hipermagnesemia adalah dengan tidak memberikan Mg eksogen,


mengkoreksi defisit volume dan asidosis jika terjadi.

HIPOMAGNESEMIA

Koreksi deplesi Mg dapat dilakukan secara oral jika ringan dan asimptomatik.
Pemberian Mg dapat dilakukan secara intravena jika berat dan menimbulkan
gejala.

CALCIUM

HIPERKALSEMIA

Terapi diberikan jika hiperkalsemia menimbulkan gejala simptomatik, yang


terjadi jika kadar serum mencapai 12 mg/dl.

HIPOKALSEMIA

Hipokalsemia asimptomatik dapat diatasi dengan pemberian Ca secara oral atau


intravena.

41
TERAPI CAIRAN PREOPERATIF

Pemeliharaan cairan harus dilakukan pada individu yang sehat sebelum operasi.

Rumus untuk menghitung cairan :

0-10 kg I = 100 ml/kgbb/hari

10-20 kg II = 50 ml/kgbb/hari

>20 kg III = 20 ml/kgbb/hari

Evaluasi preoperatif status volume pasien dan elektrolit abnormal yang ada
merupakan bagian yang penting pada penilaian dan perawatan preoperatif.

Jika telah terdiagnosa defisit volume harus dilakukan penggantian cairan secara
cepat, biasanya digunakan kristaloid isotonik. Pasien yang mengalami defisit
volume dengan gejala kardiovaskular harus diberikan 1-2L cairan isotonik infus.
Monitoring yang ketat selama periode ini sangat penting. Pasien yang gagal
teratasi defisit volumenya biasanya fungsi ginjalnya rusak, dan pada orang tua
harus dibawah monitoring yang ketat di ICU, untuk mengontrol tekanan vena
sentral atau kardiak output.

2.6 Penatalaksanaan Terapi Cairan


2.6.1 Terapi Cairan Intravena
Infus cairan intravena (intravenous fluids drip) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam
pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan
atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan
pemberian cairan infus adalah:
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah).

42
2.
Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah).
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur
(paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponendarah).
4. Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi (karena Heat stroke,
demam dan diare).
5. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan
cairan tubuh dan komponen darah).8,9

Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena


(Peripheral Venous Cannulation):
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam
jumlah terbatas.
3. Pemberian kantong darah dan produk darah.
4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya
pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus
intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan
pemberian obat).
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.

Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur


Pembuluh Darah Vena yaitu:
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan
infus;

43
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah);
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).8,9

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus yaitu:


1. Hematoma
Hematom adalah darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat
pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau
“tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar
(bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati
pembuluh darah;
3. Tromboflebitis
Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena
terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan
benar.
4. Emboli udara
Emboli udara adalah masuknya udara ke dalam sirkulasi darah,
terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke
dalam pembuluh darah.
5. Selain itu komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan
melalui infus rasa perih atau sakit dan reaksi alergi.8,9

2.6.2 Jenis-jenis Cairan Infus 8,9


 Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik”

44
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial
(dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.

 Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).

 Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin.

2.6.3 Pembagian Cairan

45
 Kristaloid
Kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah
volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu
yang singkat (relatif sebentar di intravaskuler), dan berguna pada pasien
yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan NaCl
0,9%.4,8
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan
mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak
menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan
dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali
cairan koloid) ternyat a sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid
untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.4
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam
jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga
timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter
NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut
memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian
sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru
berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati

46
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Tabel 3. Daftar Cairan Kristaloid


Laruta Tonisitas Na+ Cl- K+ Ca2+ Glukos Laktat
n (mosml/L (mEq/L (mEq/L (mEq/L (mEq/L a (mEq/L
) ) ) ) ) (mEq/L )
)
D5 Hipotonis - - - - 50 -
(253)
Norma Isotonis 154 154 - - - -
l (308)
Saline
D5 ¼ Isotonis 38,5 38,5 - - 50 -
NS (330)
D5 ½ Hipertoni 77 77 - - 50 -
NS s (407)
D5 NS Hipertoni 154 154 - - 50 -
s (561)
Ringer Isotonis 130 109 4 3 - 28
s (273)
Laktat
D5 RL Hipertoni 130 109 4 3 50 28
s (525)

 Koloid

47
Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar
sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada lama
dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik
cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid
sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Tabel 4. Daftar Cairan Koloid
Jenis Produksi Tipe BM Wakt Indikasi
Koloid rata- u
rata paruh
Plasma Human Serum consered 50.000 4-5 a. Pengganti
protein plasma human albumin hari volume
b. Hiponatremia
c. Hemodilusi
Dextran Leuconosto D 60/70 60.000 6 jam a. Hemodilusi
c – b. Gangguan
mesenteroid 70.000 mikrosirkula
B 512 si (stroke)
Gelatin Hidrolisis - Modifien 35.000 2-3 Substitusi
dari kolagen gelatin jam volume
binatang - Urea linked
- Oxylopigelati
n hydroxy
ethyl
Starch Hidrolisis Hydroxy ethyl 450.00 6 jam a. Substitusi
asam dan 0 volume

48
ethylen b. Hemodilusi
oxyde
treatment
dari kedelai
dan jagung
Polyvinyl Sintetik - Subtosan 50.000 Substitusi
pyrrolidon polimer - Periston 25.000 volume
e vinyl
pyrrolidone

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
 Koloid alami
Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia
( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan
dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein
plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.4

 Koloid sintesis
 Dextran8
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro

49
karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi
platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40)
dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang
dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih
dahulu.

 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal
akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64%
dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase (walau
jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.

 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu: modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell),
urea linked gelatin, oxypoly gelatin.Merupakan plasma expanders dan
banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat

50
menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea
linked gelatin.

2.6.4 Terapi Cairan Perioperatif


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan
hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-
faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.

 Faktor-faktor preoperatif: 9
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat
diperburuk oleh stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker
intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi
eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air
dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat
meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan
abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari
anestesi.

51
 Faktor Perioperatif: 9
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat
operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada
luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

 Faktor postoperatif: 5
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi


perioperatif adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis repiratorik

2.6.5 Dasar-dasar Terapi Cairan Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi
pegangan dalam pemberian cairan perioperatif, yaitu :9,10

 Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

52
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari
dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat
kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih
banyak dibandingkan elektrolit).

 Defisit cairan dan elektrolit pra bedah


Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada
penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal
yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare,
diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),
kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,
demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini
harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.

 Kehilangan cairan saat pembedahan


a. perdarahan9
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari:
1. Botol penampung darah yang disambung dengan pipa
penghisap darah (suction pump).
2. Kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.
Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ±
10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads)
dapat menyerap darah ± 10-100 ml.

Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya


bias ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak)
dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial).
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio

53
plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan
pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja
operasi dan lantai kamar bedah.

b. Kehilangan cairan lainnya


Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih
menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan
(evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan
yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal
istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat
berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan
cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah
cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran
cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan
dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen
ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang
ekstraseluler.

54

Anda mungkin juga menyukai