Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode artritis akut dan
berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya endapan kristal monosodium urat
dalam sendi. Keadaan yang mendasarinya adalah tingginya kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia). Keadaan hiperurisemia terjadi akibat ekskresi asam urat menurun atau
sintesis asam urat meningkat. Keadaan asam urat yang menurun terdapat pada pasien-pasien
dengan penyakit ginjal, penyakit jantung, terapi obat-obatan seperti diuretik dan penurunan
fungsi ginjal karena usia, sedangkan keadaan sintesis asam urat meningkat terdapat pada
pasien-pasien dengan presisposisi genetik, diet tinggi purin dan konsumsi alkohol.
Artritis gout disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal
monosodium urat monohidrat. Tidak semua individu yang mengalami hiperurisemia
bermanifestasi sebagai athritis gout, akan tetapi resiko terbentuknya kristal urat bertambah
seiring dengan naiknya kadar asam urat darah. Manifestasi klinik deposisi asam urat meliputi
arthritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam
urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati).
Asam urat merupakan hasil metabolisme di dalam tubuh, yang kadarnya tidak boleh
berlebih, kelebihan asam urat akan dibuang melalui urin dan feses. Setiap orang memiliki
asam urat di dalam tubuh, karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat.
Sedangkan pemicunya adalah makanan dan senyawa lain yang banyak mengandung purin.
Sebetulnya, tubuh menyediakan 85 persen senyawa purin untuk kebutuhan setiap hari. Ini
berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15 persen.
Mengingat semakin meningkatnya insiden dan prevalansi artritis gout yang terjadi
Indonesia serta pentingnya pengobatan yang tepat dan rasional dari penyakit artritis gout ini,
maka tinjauan pustaka ini menyajikan tentang kriteria diagnosis dan penatalaksanaan dari
artritis gout.

BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pirai atau gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan
mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya
endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat
dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia).
Gout adalah penyakit yang disebabkan penimbunan kristal monosodium urat
monohidrat di jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat. Gout ditandai
dengan peningkatan kadar urat dalam serum, serangan artritis gout akut,
terbentuknya tofus, nefropati gout dan batu asam urat. Masalah akan timbul jika
terbentuk kristal – kristal monosodium urat monohidrat pada sendi – sendi dan
jaringan sekitarnya. Kristal – kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan
reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering
menyertai serangan gout.
Tofus adalah nodul berbentuk padat yang terdiri dari deposit kristal asam urat
yang keras, tidak nyeri dan terdapat pada sendi atau jaringan. Tofus merupakan
komplikasi kronis dari hiperurisemia akibat kemampuan eliminasi urat tidak
secepat produksinya. Tofus dapat muncul di banyak tempat, diantaranya kartilago,
membrana sinovial, tendon, jaringan lunak dan lain-lain.

2.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi artritis gout sangat dipengaruhi oleh kondisi
geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Artritis gout merupakan penyebab
tersering dari inflamasi sendi pada laki-laki. Prevalensi penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan penderita perempuan dengan proporsi puncaknya pada usia
lima puluhan. Artritis gout jarang terjadi pada laki-laki muda atau wanita yang
belum menopause. Dalam populasi umum, insidensi athritis gout adalah 0,2-0,35
per 1000 jiwa, dan prevalensi keseluruhan adalah 2,6-13,5 per 1000 jiwa. Di
Amerika Serikat prevalensi artritis gout keseluruhan adalah 13,6 per 1000 jiwa

2
untuk laki-laki dan 6,4 per 1000 jiwa untuk wanita. Secara keseluruhan artritis
gout diderita oleh 1% dari seluruh populasi di Amerika Serikat. Di Indonesia
terbanyak di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Penelitian di Bandungan Jawa
Tengah pada 4683 pria berusia di atas 18 tahun memperlihatkan 0,8% di antaranya
menderita athritis gout. Dan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 2-7 : 1.
Serangan athritis gout umumnya terjadi pada laki-laki usia 40-50 tahun serta pada
wanita pascamenopause.
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan,
puncaknya pada dekade ke-5. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia yang
lebih muda, sekitar 32% pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada wanita,
kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause.
Prevalensi arthritis gout di Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok
usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita 0,05%. Di Minahasa
(2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik tertentu di
Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun atau
lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.

2.3 Etiologi
Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia
primer dan sekunder. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan
gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia primer terdiri
dari kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya
kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia kelainan molekular yang belum jelas
terbanyak didapatkan yaitu 99% terdiri dari hiperurisemia karena underexcretion
(80 – 90%) dan overproduction (10-20%). Underexcretion kemungkinan
disebabkan karena faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam
urat dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat sehingga menyebabkan
hiperurisemia. Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik diperkirakan
hanya 1%, yaitu karena peningkatan aktivitas dari enzim phoribosylpyro-
hosphatase (PRPP) synthetae.

3
Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout yang
disebabkan oleh penyakit lain atau penyebab lain, seperti penyakit glycogen
storage disease tipe I, menyebabkan hiperurisemia yang bersifat automal resesif,
glycogen storage disease tipe III, V, VI akan terjadi hiperurisemia miogenik.
Hiperurisemia sekunder tipe overproduction disebabkan penyakit akut yang berat
seperti pada infark miokard, status epileptikus.
Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan gout bergantung pada
faktor penyebab terjadinya hiperurisemia.

2.4 Klasifikasi
a. Gout primer (90% dari semua kasus):
Merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang
berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Pada kelompok ini 99 %
penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Tetapi umumnya berkaitan dengan
faktor genetik atau hormonal. Gout Primer, memiliki pewarisan yang
multifaktorial dan berkaitan dengan produksi berlebih asam urat dengan ekskresi
asam urat yang normal atau meningkat atau produksi asam urat yang normal
dengan ekskresi yang kurang; penggunaan alkohol dan obesitas merupakan
faktor predisposisi. Kasus primer dengan persentase yang kecil berkaitan dengan
defek enzim tertentu (misalnya defisiensi parsial enzim HGPRT (hypoxanthine-
guanine phosphoribosyltransferase) yang berkaitan dengan kromosom X.
Pada faktor genetik, penyakit asam urat berkaitan dengan kelainan enzim.
Sedangkan pada faktor hormonal, penyakit ini bekaitan dengan hormon
Estrogen. Dalam hal ini hormon Estrogen berperan dengan membantu
pengeluaran asam urat melalui urin. Hal ini menyebabkan pria umumnya
beresiko terkena asam urat lebih besar karena kadar Estrogennya jauh lebih
sedikit daripada wanita. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan wanita juga
dapat menderita asam urat, terutama setelah menopause.

b. Gout sekunder :

4
Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal,
metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:

Metabolisme Purin
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan
(salvage pathway).

1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah
melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat,
asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian
mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat
reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan
amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme
inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya
untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa
purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini
tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas
(adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk
prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua
enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin
fosforibosiltransferase (APRT).

5
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil
asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan
melalui urin.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme
(pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang
meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek
enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar
asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya
sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat
paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal monosodium urat.
Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui dengan jelas.

Patofisiologi Gout8
Adanya kristal monosodium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa
cara:

6
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a.
Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan
(sendi dan membran sinovium). Fositosis terhadap kristal memicu pengeluaran
radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil
menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.

2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan
melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator
proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan
memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium dan
sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan
cedera jaringan.

Proses terbentuknya kristal asam urat.


Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan
terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di
tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi
peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal)
dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing.
Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi
tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk
di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam
urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

2.5 Diagnosis
1. Gambaran Klinis

7
 Hiperurisemia Asimptomatik
Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1±1,0 mg/dl, dan pada
perempuan adalah 4,0±1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl
pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-
gejala selain peningkatan asam urat serum dan hanya sekitar 20% dari pasien
hiperurisemia asimptomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.
 Stadium Artritis Gout Akut
Radang sendi akut yang timbul cepat dan dalam waktu singkat. Pada saat
bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat
monoartikuler dengan keluhan utama berupa pembengkakan dan nyeri yang luar
biasa pada sendi ibu jari kaki dan metatarsophalangeal, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Serangan
akut yang digambarkan oleh Sydenham: sembuh beberapa hari sampai beberapa
minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval antar serangan singkat
dan dapat mengenai beberapa sendi. Pada serangan akut yang tidak berat,
keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau beberapa hari. Pada
serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
 Stadium Interkritikal
Merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang
akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal monosodium urat. Hal ini
menunjukkan proses peradangan tetap berlanjut walaupun tanpa keluhan.
Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10
tahun tanpa serangan akut.
 Stadium Artritis Gout Kronik
Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati dirinya sendiri (self
medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur ke dokter.
Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat
poliartikular. Tofi ini sering pecah dam sulit sembuh dengan obat, kadang-
kadang dapt timbul infeksi sekunder. Lokasi yang paling sering pada cuping

8
telinga. MTP-1, olekranon, tendon Achilles, dan jari tangan. Pada stasdium ini
kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
Menurut Kriteria ACR (American Collage of Rheumatology) diagnosis dapat
ditegakkan jika:
1. Menemukan monosodium urat dalam cairan sinovial atau
2. Ditemukan tofus yang mengandung kristal MSU atau
3. Ditemukan 6 dari 12 kriteria dibawah ini:
a. Lebih dari satu serangan artritis akut
b. inflamasi maksimal hari pertama
c. arthritis monoartikuler
d. kulit diatas sendi kemerahan
e. bengkak + nyeri pada MTP1
f. MTP1 unilateral
g. Sendi tarsal unilateral
h. dicurigai tofi
i. hiperurisemia
j. pembengkakan sebuah sendi asimetrik pada foto roentgen
k. kista subkortikal tanpa erosi pada foto roentgen
l. kultur cairan sendi selama serangan inflamasi negative

2. Pemeriksaan Laboratorium
 Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan
ekskresi. Kadar asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda. Kadar
asam urat normal pada pria berkisar 3,5 – 7 mg/dl dan pada perempuan
2,6 – 6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut hiperurisemia.

 Angka leukosit

9
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama
serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas
normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
 Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di
persendian.
 Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi
dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam
asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam
urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan
gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.
Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu
toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal
direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada
waktu itu diindikasikan.
 Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material
aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam.

3. Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan
tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit
berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang
berada di bawah sinavial sendi.
a. Foto Polos
Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan
umumnya baru muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak terkontrol.
Bone scanning juga dapat digunakan untuk memeriksa gout, temuan kunci pada
scan tulang adalah konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi yang terkena
dampak.

10
Pada fase awal temuan yang khas pada gout adalah
asimetris pembengkakan di sekitar sendi yang terkena
dan edema jaringan lunak sekitar sendi. Pada pasien
yang memiliki beberapa episode yang menyebabkan
arthritis gout pada sendi yang sama, daerah berawan
dari opacity meningkat dapat dilihat pada foto polos.

Foto polos gout


Pada tahap berikutnya, perubahan tulang yang paling
awal muncul. Perubahan tulang awalnya muncul pada
daerah sendi pertama metatarsophalangeal (MTP).
Perubahan ini awal umumnya terlihat di luar sendi
atau di daerah juxta-artikularis. Temuan ini antara-
fase sering digambarkan sebagai lesi menekan-out,
yang dapat berkembang menjadi sklerotik karena
peningkatan ukuran.
Gambaran sklerotik Gout

Pada gout kronis, temuan tanda yang tophi interoseus


banyak. Perubahan lain terlihat pada radiografi polos-
film pada penyakit stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi pada jaringan
lunak.

Gout kronis

11
b. USG

Gambaran USG menunjukkan adanya


gout. (a) Double contour design: USG
transversal sendi lutut di anterior area
interkondilar. Double contour terlihat
sebagai garis anechoic yang sejajar kontur
tulang rawan femur. B-mode, tansduser
linear dengan frekuensi 9 MHz. C, Kondilus
lutut. (b) Gambaran hiperechoic USG
longitudinal dari aspek dorsal sendi MTP.
Area hiperchoic berawan menunukkan
adanya deposit monosodium urat dengan
penebalan membrane synovial (tanda panah).
B-mode, tansduser liner dengan frekuensi 9
MHz. MH, metatarsal head. (c) Sinyal
Power-Doppler longitudinal view, aspek
dorsal dari sendi MTP asimptomatis. Sinyal
Dopller mungkin terlihat meskipun di area
hiperechoic. Transduser dengan frekuensi 14
MHz pada skala abu-abu dan Doppler
berwarna dengan frekuensi 7,5 MHz.

USG

c. Computed Tomografi

Pada gambaran dapat ditemukan deposit topus yang ekstensif. CT scan 3 dimensi
volume-rendered pada pasien dengan kronik gout menunjukkan adanya deposit
topus yang terlihat sebagai warna merah – khususnya pada sendi MTP pertama
dan tendo Achilles.

12
d. MRI

A.Potongan axial – formasi dengan hyposignal – tophus (panah) - pada


metatarsalphalangeal pertama dengan erosi tulang (bintang). B. potongan axial
T2 – Nampak lesi dengan hypersignal (panah) dan erosi tulang (bintang) C.
potongan sagital – Nampak lesi (panah).

2.6 Diagnosis Banding.


1. Pseudogout
Pseudogout merupakan sinovitis mikrokristalin yang dipicu oleh penimbunan
Kristal calcium pyrophosphate dehidrogenase crystal (CPPD), dan dihubungkan
dengan kalsifikasi hialin serta fibrokartilago. Ditandai dengan gambaran radiologis
berupa kalsifikasi rawan sendi dimana sendi lutut dan sendi – sendi besar lainnya
merupakan predileksi untuk terkena radang.

Pseudogout nampak gambaran klasik kondrokalsinosis, sclerosis subchondral, dan


kista subkondral (panah merah). Pada tangan, kondrokalsinosis yang paling sering
ditemukan dalam fibrocartilage segitiga (panah kuning) dan antara os skafoid dan

13
bulan sabit (panah putih). Os skafoid-lunate kalsifikasi dapat menyebabkan
kelemahan sendi dan gangguan ligamen scapholunate dengan pelebaran interval
scapholunate (panah biru).

Pseudogout memberikan serangan akut, subakut, episodik, dan dapat


menyerupai penyakit gout, di mana inflamasi sinovium merupakan gejala yang
khas. Pseudogout saat serangan akut didapatkan adanya pembengkakan yang
sangat nyeri, kekakuan dan panas lokal sekitar sendi yang sakit dan disertai eritema.
Gambaran tersebut sangat menyerupai gout. Pada pemeriksaan darah tidak ada
yang spesifik, LED meningkat selama fase akut, sekitar 20% pasien dengan
timbnnan kristal CPPD ditemukan hiperurisemia dan 5% disertai Kristal MSU.

2. Osteoarthritis
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif kronis dari sendi-sendi. Pada
penyakit ini terjadi penurunan fungsi tulang rawan terutama yang menopang
sebagian dari berat badan dan seringkali pada persendian yang sering digunakan.
Sering dianggap juga sebagai konsekuensi dari perubahan-perubahan dalam tulang
dengan lanjutnya usia. Penyakit ini biasa terjadi pada umur 50 tahun ke atas dan
pada orang kegemukan (obesitas), tetapi bisa juga disebabkan oleh kecelakaan
persendian . Pada usia lanjut tampak dua hal yang khas, yaitu rasa sakit pada
persendian dan terasa kaku jika digerakkan. Oseteoartritis diklasifikasikan sebagai
tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya. Pertambahan usia
berhubungan secara langsung dengan proses degenerative dalam sendi, mengingat
kemampuan kartilago artikuler untuk bertahan terhadap mikrofraktur dengan beban
muatan rendah yang berulang-ulang menurun.

3. Artritis Rheumatoid
Merupakan bentuk arthritis yang serius, disebabkan oleh peradangan kronis
yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan
bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku,
dan lutut. Dalam keadaan yang parah dapat menyebabkan kerapuhan tulang
sehingga menyebabkan kelainan bentuk terutama pada tangan dan jari-jari. Tanda

14
lainnya yaitu persendian terasa kaku terutama pada pagi hari, rasa letih dan lemah,
otot-otot terasa kejang, persendian terasa panas dan kelihatan merah dan mungkin
mengandung cairan, sensasi rasa dingin pada kaki dan tangan yang disebabkan
gangguan sirkulasi darah.
Gejala ekstra-artikuler yang sering ditemui ialah demam, penurunan berat
badan, mudah lelah, anemia, pembesaran limfe dan jari-jari yang pucat. Penyakit ini
belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun diduga berhubungan dengan
penyakit autoimmunitas. Rheumatoid arthritis lebih sering menyerang wanita
daripada laki-laki. Walaupun dapat dapat meyerang segala jenis umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 30-50 tahun.

4. Artritis Infeksius
Septik atau arthritis infeksius adalah infeksi dari satu atau lebih sendi-sendi oleh
mikroorganisme-mikroorganisme. Paling umum, septik arthritis mempengaruhi
suatu sendi tunggal, namun adakalanya lebih banyak sendi-sendi yang dilibatkan.
Sendi-sendi yang terpengaruh sedikit banyak bervariasi tergantung pada mikroba
yang menyebabkan infeksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi orang yang
terpengaruh.infeksius arthritis juga biasa disebut septic arthritis. Septic arthritis
dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, dan jamur.
Penyebab-penyebab yang paling umum dari septic arthritis adalah bakteri-
bakteri, termasuk Staphylococcus aureus, Neisseria gonorrhoeae, Salmonella spp,
Mycobacterium tuberculosis, spirochete bacterium, dan Haemophilus influenzae.
Sedangkan virus-virus yang dapat menyebabkan septic arthritis termasuk hepatitis
A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus), HTLV-1,
adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola. Jamur yang dapat menyebabkan
septic arthritis termasuk histoplasma, coccidiomyces, dan blastomyces. Gejala-
gejala dari septic arthritis termasuk demam, kedinginan, begitu juga nyeri,
pembengkakan, kemerahan, kekakuan, dan kehangatan sendi. Sendi-sendi yang
paling umum dilibatkan adalah sendi-sendi besar, seperti lutut-lutut, pergelangan-
pergelangan kaki, pinggul-pinggul, dan siku-siku tangan.

15
2.7 Pencegahan
Makanan yang mengandung tinggi purin dan tinggi protein sudah lama
diketahui dapat menyebabkan dan meningkatkan risiko terkena gout. Untuk
menurunkan kadar asam urat dalam darah dapat dilakukan sebagai berikut :
o Kalori sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang
kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap
memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga
bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan
mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin.
o Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik
dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks ini
sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis
fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirop sebaiknya dihindari
karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
o Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat
dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah
yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan protein yang
dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar 50-70
gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan
adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju dan telur.

16
o Rendah lemak
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang
digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari.
Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori.
o Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui
urin. Karena itu, Anda disarankan untuk menghabiskan minum minimal
sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bisa berupa air putih
masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-
buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan
adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air.
Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi
karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang
sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai
kandungan lemak yang tinggi.
o Tanpa alcohol
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang
mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak
mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam
laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari
tubuh.

2.8 Komplikasi
1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)
Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul
di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan
faktor resiko timbulnya gout, namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia
dengan serangan gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada
keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak pasien
dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout.

17
Gejala klinis dari Gout bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia tak bergejala,
serangan akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang, gout
menahun disertai tofus.
Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat
yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan).
Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut
biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka
yang tidak diobati, serangan dapat berakhir setelah 7-10 hari. Serangan biasanya
berawal dari malam hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian.
Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus sehingga sangat
mengganggu.
Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah
merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan
bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh
dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas
bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada persendian yang menerima
beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke
sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air direabsobsi dari celah sendi dan
meninggalkan sejumlah MSU tofi pada kedua tangan.
Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan
waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama,
sekitar 78% mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien
yang tidak mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun.
Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan
dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi
merupakan komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa
nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom
penekanan saraf.

2. Komplikasi pada Ginjal

18
Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal
akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan
gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang
basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap
dan terbentuk batu.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah
buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang
berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang
terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat
menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada
ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik.
3. Deformitas pada persendian yang terserang
4. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih
5. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal

2.9 Tatalaksana Non Farmakologi


Bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri
terhadap hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi
purin dan memilih yang rendah purin.
Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin :
Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram
makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang,
sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam
kaleng.
Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram
makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-kerangan,
kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong,
daun pepaya, kangkung.
Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram
makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.

19
 Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl
dengan tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk
mengonsumsi bahan makanan golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi
lemak serta disarankan untuk banyak minum air putih.
 Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala peninggian asam
urat darah, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terdekat untuk penanganan
lebih lanjut.
 Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan
rutin memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan
asam urat akan terus berlanjut.

2.10 Tatalaksana Farmakologi


Gout tidak dapat disembuhkan, namun dapat diobati dan dikontrol. Gejala-gejala dalam
24 jam biasanya akan hilang setelah mulai pengobatan. Gout secara umum diobati dengan
obat anti inflamasi. Yang termasuk di dalamnya adalah :

Penatalaksanaan Gout.

a. Serangan akut

20
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya indometasin 200
mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam menangani
serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus
dihindari karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan asam urat dan dapat
memperparah serangan akut gout. Sebagai alternatif, merupakan terapi lini kedua,
adalah kolkisin (colchicine). Keputusan memilih NSAID atau kolkisin tergantung pada
keadaan pasien, misalnya adanya penyakit penyerta lain/komorbid, obat lain yang juga
diberikan pada pasien pada saat yang sama, dan fungsi ginjal. Tidak ada studi
terkontrol yang membandingkan kolkisin dengan NSAID untuk penanganan gout.
Kolkisin mrupakan obat pilihan jika pasien juga menderita penyakit kardiovaskuler,
termasuk hipertensi, pasien yang mendapat diuretik untuk gagal jantung dan pasien
yang mengalami toksisitas gastrointestinal, kecenderungan perdarahan atau gangguan
fungsi ginjal.
Obat yang menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan obat urikosurik
seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada serangan akut. Pasien
biasanya sudah mengalami hiperurisemia selama bertahun‐tahun sehingga tidak ada
perlunya memberikan terapi segera untuk hiperurisemianya. Lagipula, obat‐obat
tersebut dapat menyebabkan mobilisasi simpanan asam urat ketika kadar asam urat
dalam serum berkurang. Mobilisasi asam urat ini akan memeprpanjang durasi serangan
akut atau menyebabkan serangan artritis lainnya. Namun, jika pasien sudah
terstabilkan/ menggunakan allopurinol pada saat terjadi serangan akut, allopurinol
tetap terus diberikan.
Penggunaan NSAID, inhibitor cyclo oxigenase‐2 (COX‐2), kolkisin dan
kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut ini.

 NSAIDs
NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang mengalami
serangangout akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada
NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan.
NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 24‐48 jam pertama
atau sampai rasa nyeri hilang. Dosis yang lebih rendah harus diberikan sampai semua

21
gejalareda. NSAID biasanya memerlukan waktu 24‐48 jam untuk bekerja, walaupun
untuk menghilangkan secara sempurna semua gejala gout biasanya diperlukan 5 hari
terapi. Pasien gout sebaiknya selalu membawa persediaan NSAID untuk mengatasi
serangan akut. Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut artritis gout,
dengan dosis awal 75‐100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari
bersamaan dengan meredanya gejala serangan akut. Efek samping indometasin antara
lain pusing dan gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat
diturunkan.
Azapropazon adalah obat lain yang juga baik untuk mengatasi serangan akut.
NSAID ini menurunkan kadar urat serum, mekanisme pastinya belum diketahui dengan
jelas. Komite Keamana Obat (CSM) membatasi penggunaan azapropazon untuk gout
akut saja jika NSAID sudah dicoba tapi tidak berhasil. Penggunaannya
dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat ulkus peptik, padaganggunan fungsi
ginjal menengah sampai berat dan pada pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi
ginjal ringan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout akut
adalah:
 Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
 Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10‐ 20 mg/hari
 Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam, kemudian
50 mg dua kali/hari selama 8 hari.
 Indometasin
1. Pemberian oral
Dosis obat 150 – 200 mg/hari selama 2 – 3 hari dilanjutkan 75 – 100 mg / hari
sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri / peradangan berkurang. Dosis
initial 50 mg dan diulang setiap 6-8 jam tergantung beratnya serangan akut.
Dosis dikurangi 25 mg tiap 8 jam sesudah serangan akut menghilang. Efek
samping yang paling sering adalah gastric intolerance dan eksaserbasi ulkus
peptikum.

2. Pemakaian melalui rektal

22
Indometasin diabsorpsi baik melalui rektum. Tablet supositoria mengandung
100 mg indometasin. Cara ini dapat dipakai pada serangan gout akut yang
sedang maupun yang berat, biasanya pada penderita yang tidak dapat diberikan
secara oral.
 COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satu‐satunya COX‐2 inhibitor yang dilisensikan untuk
mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat
terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non‐
selektif. COX‐2 inhibitor mempunyai resiko efek samping gastrointestinal bagian atas
yang lebih rendah disbanding NSAID non‐selektif.
Banyak laporan mengenai keamanan kardiovaskular obat golongan ini, terutama
setelah penarikan rofecoxib dari peredaran. Review dari Eropa dan CSM mengenai
keamanan COX‐2 inhibitor mengkonfirmasi bahwa obat golongan ini memang
meningkatkan resiko thrombosis misalnya infark miokard dan stroke) lebih tinggi
dibanding NSAID non‐selektif dan plasebo. CSM menganjurkan untuk tidak
meresepkan COX‐2 inhibitor untuk pasien dengan penyakit iskemik, serebrovaskuler
atau gagal jantung menengah dan berat. Untuk semua pasien, resiko gastrointestinal
dan kardiovaskuler harus dipertimbangkan sebelum meresepkan golongan obat COX‐
2 inhibitor ini. CSM juga menyatakan bahwa ada keterkaitan antara etoricoxib dengan
efek pada tekanan darah yang lebih sering terjadi dan lebih parah dibanding COX‐2
inhibitor lain dan NSAID non‐selektif, terutama pada dosis tinggi. Oleh karena itu,
etoricoxib sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipertensinya belum terkontrol
dan jika pasien yang mendapat etoricoxib maka tekanan darah harus terus dimonitor.

 Colchicine
Sering juga digunakan untuk mengobati peradangan pada penyakit gout. Obat ini
memberi hasil cukup baik bila pemberiannya pada permulaan serangan. Sebaliknya
kurang memuaskan bila diberikan sesudah beberapa hari serangan pertama. Cara
pemberian colchicines:
1. Intravena

23
Cara ini diberikan untuk menghindari gangguan GTT. Dosis yang diberikan tunggal
3 mg, dosis kumulatif tidak boleh melebihi 4 mg dalam 24 jam.
2. Pemberian oral
Dosis yang biasa diberikan sebagai dosis initial adalah 1 mg kemudian diikuti
dengan dosis 0.5 – 0.6 mg setiap 2 jam sampai timbul gejala intioksikasi berupa
diare. Jumlah dosis colchicine maksimal biasanya antara 6-8 mg. untuk profilaksis
dapat diberikan dengan dosis 2 x 0.5 mg

 Kortikosteroid
Dapat diberikan pada orang yang tidak dapat menggunakan NSAIDs. Steroid
bekerja sebagai anti peradangan. Steroid dapat diberikan dengan suntikan langsung
pada sendi yang terkena atau diminum dalam bentuk tablet. Obat ini digunakan bila
terdapat kontraindikasi bagi pemberian colchicine dan indometasin.

b. Penatalaksanaan gout kronik


Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk mencegah
terjadinya serangan akut gout, gout tophaceous kronik, keterlibatan ginjal dan
pembentukan batu asam urat. Kapan mulai diberikan obat penurun kadar asam urat
masih kontroversi. Serangan awal gout biasanya jarang dan sembuh dengan sendirinya,
terapi jangka panjang seringkali tidak diindikasikan. Beberapa menganjurkan terapi
mulai diberikan hanya jika pasien mengalami lebih dari 4 kali serangan dalam setahun,
sedangkan ahli lainnya menganjurkan untuk memulai terapi pada pasien yang
mengalami serangan sekali dalam setahun. Pendapat para ahli mendukung pemberian
terapi hipourisemik jangka panjang pada pasien yang mengalami serangan gout lebih
dari dua kali dalam setahun. Para ahli juga menyarankan obat penurun asam urat
sebaiknya tidak diberikan selama serangan akut.
Pemberian obat jangka panjang juga tidak dianjurkan untuk hiperurisemia
asimptomatis, atau untuk melindungi fungsi ginjal atau resiko kardiovaskular pada
pasien asimptomatis. Ringkasan pilihan terapi untuk gout kronik dapat dilihat pada
Penggunaan allopurinol, urikourik dan feboxostat (sedang dalam pengembangan)
untuk terapi gout kronik dijelaskan berikut ini.

24
 Allopurinol
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol
gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam
urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60‐
70% obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu
paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12‐30 jam pada pasien dengan
fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan
allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua.
Dosis
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh
melebihi 300 mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100
mg/hari dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan umumnya 100‐=600
mg/hari dan dosis 300 mg/hari menurunkan urat serum menjadi normal pada 85%
pasien. Respon terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam
serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 7‐10 hari. Kadar urat
dalam serum harus dicek setelah 2‐3 minggu penggunaan allopurinol untuk
meyakinkan turunnya kadar urat. Allopurinol dapat memperpanjang durasi serangan
akut atau mengakibatkan serangan lain sehingga allopurinol hanya diberikan jika
serangan akut telah mereda terlebih dahulu. Resiko induksi serangan akut dapat
dikurangi dengan pemberian bersama NSAID atau kolkisin (1,5 mg/hari) untuk 3 bulan
pertama sebagai terapi kronik.
Efek samping
Efek samping dijumpai pada 3‐5% pasien sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas.
Sindrom toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal,
vaskulitis dan kematian. Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada pasien lanjut usia
dengan insufisiensi ginjal dan pada pasien yang juga menggunakan diuretik tiazid.
Erupsi kulit adalah efek samping yang paling sering, lainnya adalah hepatotoksik,
nefritis interstisial akut dan demam. Reaksi alergi ini akan reda jika obat dihentikan.
Jika terapi dilanjutkan, dapat terjadi dermatitis eksfoliatif berat, abnormalitas
hematologi, hepatomegali, jaundice, nekrosis hepatik dan kerusakan ginjal.

25
Banyak pasien dengan reaksi yang berat mengalami penurunan fungsi ginjal jika
dosis allopurinol terlalu tinggi. Sindrom biasanya muncul dalam 2 bulan pertama
terapi, tapi bias juga setelah itu. Pasien dengan hipersensitivitas minor dapat diberikan
terapi desensitisasi di mana dosis allopurinol ditingkatkan secarabertahap dalam 3‐4
minggu. Allopurinol biasanya ditoleransi dengan baik, Efek samping yang terjadi pada
2% pasien biasanya disebabkan karena dosis yang tida tepat terutama pada pasien
dengan kelainan fungsi ginjal. Fungsi ginjal harus dicek sebelum terapi allopurinol
mulai diberikan dan dosis disesuaikan.
Sitotoksisitas
Allopurinol meningkatkan toksisitas beberapa obat sitotoksik yang dimetabolisme
xantin oksidase. Dosis obat sitotoksis (misalnya azatioprin) harus diturunkan jika
digunakan bersama dengan allopurinol. Allopurinol juga meningkatkan toksisitas
siklofosfamid terhadap sumsum tulang.
 Urikosurik
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam urat
dapat diterapi dengan obat urikosurik. Urikosurik seperti probenesid (500 mg‐1g
2kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 3‐4 kali/hari) merupakan alternative allopurinol,
terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadapa allopurinol. Urikosurik harus
dihindari pada pasien dengan nefropati urat dan yang memproduksi asam urat
berlebihan. Obat ini tidak efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens
kreatinin <20‐30 mL/menit). Sekitar 5% pasien yang menggunakan probenesid jangka
lama mengalami munal, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam pruritis ringan,
demam dan gangguan ginjal juga dapat terjadi Salah satu kekurangan obat ini adalah
ketidakefektifannya yang disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat, penggunaan salisilat dosis rendah secara bersamaan atau
insufisiensi ginjal.

 Probenesid

26
Indikasi : Berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta
pembentukan tofi pada penyakit pirai, dan tidak efektif untuk serangan akut.
Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Probenesid
tidak berguna bila laju filtrasi glomerulus <30 ml/menit.
Farmakodinamik: Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid menghambat
eksresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS, sulfanomid, dan juga
berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan
bersamaan.
Dosis : 2x 250 mg/hari selama seminggu. dilanjutkan dengan 2x 500 mg/hari
Kontra Indikasi : Gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi alergi

 Sulfinpirazon
Indikasi : Berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta
pembentukan tofi pada penyakit pirai, dan tidak efektif untuk serangan akut.
Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder.
Farmakodinamik: Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid menghambat
eksresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS, sulfanomid, dan juga
berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan
bersamaan.
Dosis : 2x 250 mg/hari selama seminggu, dilanjutkan dengan 2x 500 mg/hari
Kontra Indikasi: Gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi alergi

2.11 Prognosis

BAB III
KESIMPULAN

27
Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Asam urat dikeluarkan
dalam tubuh melalui feses (kotoran) dan urin, tetapi karena ginjal tidak mampu
mengeluarkan asam urat maka kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat
meningkatkan kadar asam urat adalah terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada
persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri dan bengkak.

Untuk mengatasi penyakit ini harus dilakukan pengobatan hingga kadar asam urat
kembali normal. Prinsip diet yang harus dipatuhi oleh penderita gout artritis yaitu
membatasi asupan purin atau rendah purin, asupan energi sesuai dengan kebutuhan,
mengonsumsi lebih banyak karbohidrat, mengurangi konsumsi lemak, mengonsumsi
banyak cairan, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, dan mengonsumsi cukup vitamin
dan mineral.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Mc. Phee, J, Stephen. Papadakis, A, Maxine. Rabow, W, Michael. Current Medical
Diagnosis & Treatment. 2011. United States of America: Mc Graw Hill.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V

29

Anda mungkin juga menyukai