Menurut Websterns monitoring atau pemantauan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
mengecek penampilan dan aktifitas yang dikerjakan .1
Sasaran di dalam kegiatan monitoring ini lebih dipusatkan pada pemantauan terhadap
kelancaran proses pelaksanaan kurikulum serta sarana yang diperlukan di dalam kegiatan
pelaksanaan tersebut. Segi hasil belajar murid tidak menjaadi sasaran utama di dalam kegiatan
monitoring ini.
a. Pemantaun Langsung
2. Menggali informasi pada orang-orang penting yang memegang posisi dalam pelaksanaan
kurikulum tersebut.
3. Melakukan pemantauan langsung ke lapangan dan petugas monitoring dapat mencatat informasi
yang diperlukan sesuai dengan kehendaknya (sesuai dengan tujuan monitoring).
Contoh daftar isi ;
b. Relevansi
Data yang dikumpulakan adalah data yang relative lebih akurat karena data
dikumpulkan sendiri oleh petugas monitoring dan merupakan data primer.
Dengan cara langsung ini petugas bukan saja mengumpulan data tetapi juga dapat
memberikan saran-saran bila tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkan kelemahan dari cara monitoring langsung ini antara kain dapat disebutkan ;
Memerlukan biaya yang relative besar karena bukan saja factor jarak (tranformasi) tetapi juga
untuk mengirim petugas monitoring ke lokasi.
Memerlukan ketelitian yang lebih, sebab dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya tidak
sesuai bila petugas monitoring tidak pandai-pandai mengali data yang baikdan benar.
Cara ini menghendaki petugas monitoring tidak perlu terjun langsung ke lokasi; tetapi
penggalian data dilakukan dengan cara mengirim seperangkat daftar isian untuk diisi oleh orang
lain di lokasi penelitian. Cara tidak langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan
data melalui laporan-laporan yang dibuat pimpinan pemantau.3
Seperti halnya pemantauan langsung, cara ini pun penurut pemakalah masih terdapat
kelebihhan dan kekurangannya, kelebihan dari cara ini yaitu ;
Responden tidak perlu ragu-ragu atau malu dalam mengisi daftar isian. Dan juga bila terdapat
kritik atau saran maka dapat dituliskan secara bebas.
Pelaksanaannya relative mudah bil daftar isiantersebut dilengkapi dengan cara pengisian.
Data yang dikumpulkan dapat sebanyak mungkin; sesuai yang dikehendaki tanpa ada hambatan
biaya yang berarti.
Masalah muncul bila daftar isian jatuh pada responden yang serius mengisi daftar isian.
4. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan, Direktorat Pembinaan Akademik dan
Kemahasiswaan,(2003). Buku II –Kurikulum Program Studi.
b. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out-
comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur
untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan
strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar
sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini
definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari
suatu institusi pendidikan.5
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian
efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses
penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat
keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut
(outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic
evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering
dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah
mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap
suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti
evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang
kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut.7
7. Posner, G.J., (2004). Analyzing The Curriculum. Mc Graw Hill. United States.
Evaluasi pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh penerapan kurikulum
berstandar nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di
daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan dianalisa oleh peserta didik. Evaluasi dilakukan pada setiap tahapan
pelaksanaan pengembangan kurikulum sebagai upaya untuk mengkaji ulang pelaksanaan
kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.
Evaluasi proses mencakup penilaian terhadap strategi pelaksanaan kurikulum mencakup proses
belajar mengajar, bimbingan penyuluhan, administrasi supervise, sarana intruksional, penilaian
hasil belajar.
Evaluasi output/ outcome adalah penilaian terhadap lulusan pendidikan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, sesuai dengan program yang di tempuhnya.
Evaluasi dampak kurikulum, artinya penilaian terhadap kemampuan lulusan dalam melaksakan
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya sesuai dengan profesi yang
disandangnya. Lebih jauh dari itu menilai kompetensi lulusan dari sudut pribadi, profesi dan
sebagai anggota masyarakat.8
Ada beberapa evaluasi kurikulum yang kami dapat dalam buku pengembangan kurikulum bahan
belajar I, karangan Prof. Drs. Soedarminto, dkk yaitu ;
2. Evaluasi rencana merupakan jenis evaluasi yang banyak dilakukan orang terutama setelah
banyak inovasi yang diperkenalkan dalam pengembangan kurikulum dan setelah
teknologi pengembangan kurikulum sebagai rencana menghasilkan format-format
tertentu.
3. Evaluasi proses merupakan jenis evaluasi yang digunakan sebagai proses untuk
memperkuat pengertian kurikulum sebagai proses yang terjadi di sekolah.
4. Evaluasi hasil merupakan jenis evaluasi kurikulum yang paling tua yaitu evaluasi yang
digunakan untuk mengetahui kadar hasil belajar siswa dalam pengertian pengetahuan.9
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan pada dasarnya menentukan apa dan bagaimana penilaian harus
dilakukan. Artinya, perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan penilaian termasuk alat dan
sarana yang diperlukan. Ada beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam tahap persiapan ini,
yakni;
Klasifikasi, artinya mengadakan penelaahan perangkat evaluasi seperti tujuan yang ingin
dicapai, isi penilaian, strategi yang digunakan, sumber data, instrument dan jadwal
penilaian.
Ujicoba penilaian ( Try-out), yakni melaksanakan teknik dan prosedur penilaian di luar
sample penilaian. Tujuan utama adalah untuk melihat keterandalan alat-alat penilaian dan
melatih tenaga penilai termasuk logistiknya, agar kualitas data yang kelak diperoleh lebih
meyakinkan
2) Tahap Pelaksanaan
Setelah uji coba dilaksanakan dan perbaikan /penyempurnaan prosedur, teknik serta
instrumen penelitian, langkah berikutnya adalah melaksanakan penilaian. Beberapa kegiatan
yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini antara lain;
Menyusun dan mengolah data hasil penilaian baik data yang dihasilkan berdasarkan
persepsi pelaksana kurikulum dan kelompok sasaran kurikulum maupun data berdasarkan
hasil amatan dan monitoring penilai.
Menyusun deskripsi kurikulum tersebut, berdasarkan data informasi yang diperoleh dari
hasil penilaian.
Pembahasan dan pengukuhan hasil- hasil penilaian dalam satu pertemuan khusus yang
melibatkan tim penilai dengan pelaksana kurikulum, pengambilan keputusan dan
mungkin dari unsur lain yang relevan, sangat diperlukan, sebelum hasil –hasil tersebut
dimanfaatkan.
H. Rumusan Masalah.
Menyimak seluruh pembahasan pemantauan evaluasi kurikulum, mulai dari pengertian, tujuan,
ruang lingkup, jenis dan langkah dalam memantau & mengevaluasi kurikulum, pemakalah
mengindentifikasi masalah seputar pemantauan & evaluasi kurikulum sebagai berikut ;
1) Apakah pemantauan & evaluasi kurikulum di sekolah selama ini berjalan dengan baik?
2) Apakah pemerintah memperhatikan dampak positif dan negative dari KTSP yang telah
dijalankan di sekolah-sekolah?
6) Apakah dari KTSP ini menghasilkan OUTPUT yang berkualitas dan bermutu?
I. Analisis Swot
Seperti yang sudah disinggung, bahwa sekolah mempunyai wewenang dalam menyusun
kurikulumnya. Hasilnya pun tak berimbang di tiap sekolah. Penyebab ketidakberimbangan ini,
terjadi karena beragamnya persepsi mengenai tujuan kurikulum sekolah secara makro. ”Arahnya
sudah mulai diletakkan tetapi petanya masih belum jelas. Sekolah diarahkan menuju Building
Future Education tapi untuk menuju orang yang lulus berkualitas di masa depan kemudian
berjiwa wirausaha itu langkahnya seperti apa? Kompetensi gurunya harus seperti apa? Kultur
Pendidikan Sekolah seperti apa?,” kami juga menganggap belum ada sosialisasi ke arah sana.
Nampaknya, evaluasi kurikulum tersebut hanya politik belaka. Tak ada evaluasi kurikulum lebih
lanjut perihal keefektifitasan KTSP ini. Pihak daerah terkesan melepas sekolah tanpa
memberikan arah tujuan yang jelas.
c) Peluang; Memperoleh Data Yang Akurat Untuk Mengambil Langkah Yang Tepat.
Seperti yang telah disinggung diatas, bahwa dalam memperoleh data terhadap kurikulum
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara langsung dan tidak langsung. Kedua cara tersebut
dilakukan dengan seperangkat kegiatan monitoring yang sama yaitu kegiatan ang berkaitan
dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan suatu proyek; kemudian
dituangkan dalam suatu laporan monitoring.
Peluang yang akan diperoleh evaluator adalah mendapatkan informasi atau data yang
relevan, dan akurat. Namun tentu saja ini harus dengan kerja keras evaluator dalam menggali,
memproleh dan mengolah data yang telah di dapat. Semua ini tidak lepas dari tantangan yang
akan dihadapi oleh evaluator, dan akan kami paparkan tentang tantangan yang akan dihadapi
evaluator.
Merujuk pada implementasi KTSP paling tidak evaluator menghadapi tiga tantangan
besar, yaitu tantangan pada bidang pengumpulan, pencatatan dan pengolahan data. Implementasi
KTSP berimplikasi serangkaian tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang evaluator dalam
menjalan tugas keprofesionalannya. Tugas profesional seorang evaluator antara lain harus
mampu: menganalisis, menguasai dan menggali informasi kurikulum dalam bentuk teori dan
praktek; menguasai materi yang akan di evaluasi; membuat rencana evaluasi. memilih dan
mengembangkan materi evalusi kurikulum dengan memperluas dan memperdalam dasar-dasar
kurikulum yang lebih kuat dan mendasar; memilih dan menggunakan metode evaluasi yang
tepat. Berinteraksi (berkomunikasi) secara efisien dan efektif; menjalin kerja sama dengan
instansi lain yang terkait dengan pembelajaran yang akan dievaluasi; mengembangkan media
pembelajaran; memilih dan menggunakan sumber informasi; memanfaatkan sarana dan
lingkungan; memilih dan menetapkan materi kontekstual dengan kebutuhan lapangan kerja;
menerapkan strategi evaluasi yang lebih menekankan pada kebermaknaan hasil belajar;
mengelola informasi(information management); melaksanakan praktek dengan menghubungkan
dan menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja; mengembangkan alat dan
melaksanakan evaluasi hasil belajar, secara menyeluruh yang mencakup aspek kognitif, afektif,
psychomotorik serta intelektual skill; memberi layanan bimbingan kepada guru; dapat membagi
perhatian terhadap proses dan hasil belajar secara profesional; membaca hasil penelitian dan
publikasi lain yang bermanfaat bagi pengembangan diri dan profesinya; melakukan penelitian
sederhana (action research); serta memiliki wawasan global.
Tantangan yang paling mendasar dalam mengevaluasi kurikulum adalah perolehan data
yang tidak sesuai dengan situasi dan data yang sebenarnya, evaluator cendrung mendapatkan
informasi global disbanding dengan informasi sfesifik dan mendetail, sehingga informasi yang
sempit tersebut menyulitkan evaluator dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan
yang tepat terhadap kurikulum yang dijalankan sekolah tertentu.
Pada realitanya, evaluasi yang dilaksanakan disekolah selama ini cendrung sudah
diketahui pihak sekolah sebelum evaluator datang ke sekolah tersebut, sehingga dari pihak
sekolah sudah memperbaiki keadaan, situasi, proses pembelajaran sampai SBM (system belajar
mengajar). Sehingga ketika evaluator melakukan evaluasi informasi yang didapat cendrung baik
dan tanpa perbaikan. Tantangan inilah yang seharusnya dapat ditanggulangi oleh pihak evaluator
guna memproleh, mengunakan dan mengelola data yang relevan untuk peningkatan mutu dan
perbaikan kurikulum. Maka kami memberikan solusi mengenai segala kendala dan tantangan
evaluator yang dihadapi.
J. Solusi .
Setelah mengamati berbagai masalah yang telah kami paparkan, terdapat beberapa solusi
untuk pemecahan masalah tersebut, diantaranya;
Netral ;
Artinya, pemantau dan evaluator dilarang untuk berpihak pada pihak sekolah, baik kepala
sekolah maupun guru yang mengajar dan melaksanakan kurikulum tersebut, isi, tujuan dan
metode serta seluruh komponen yang berkaitan dengan kurikulum harus dievaluasi secara
maksimal. Ciri netral ini terutama harus tercermin dengan jelas dalam kinerja pemantau dan
evaluator yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan kurikulum pemantauan
kurikulum.
Profesional dalam hal ini bukanlah berarti memiliki tujuan ‘profit’ dengan menetapkan‘tarif’
bagi pekerjaan pemantauan. Profesional dalam hal ini berarti bahwa seluruh pemantauan
mulai dari perrencanaan sampai pelaporan dilaksanakan sesuai dengan tata cara pemantauan
kurikulum yang berlaku universal serta taat terhadap peraturan berlaku yang berkaitan
dengan kegiatan pemantauan kurikulum.
Efisien.
Kesimpulan
Cara pelaksanaan pemantauan (monitoring) terhadap kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu cara langsung dan tidak langsung.
evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan
efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.
Evaluasi pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh penerapan kurikulum
berstandar nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di
daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan dianalisa oleh peserta didik.
Jenis Evaluasi Kurikulum ; Evaluasi reflektif, Evaluasi rencana, Evaluasi proses, Evaluasi hasil.
Dalam pemantauan dan evaluasi setidaknya harus; Netral, Akuntabel dan transparan, Profesional,
Efisien, Inklusif dan kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Posner, G.J., (2004). Analyzing The Curriculum. Mc Graw Hill. United States. from: <
http://www.socialresearchmethods.net/kb/intreval.php>
Prof. Drs. Soedarminto, dkk, Pengembangan Kurikulum Bahan Belajar, Universitar Terbuka,
Depdikbud, Jakarta; 1999.
Soetopo Hendyat, & Soemanto Wasty, Drs,. Pembinaan dan pengembangan Kurikulum, PT
Bumi Aksara, Jakarta; 1993.
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Pengertian evaluasi
Guba dan Lincoln (1985), menekankan devenisi evaluasi sebagai “a process for describing an
evaluand and judging its merit and worth”. Berdasarka beberapa pengerian diatas dapat
disimpulakan bahwa evaluasi adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan
mutu terhadap suatu sistem, berdasarkan pertimbangan dan criteria tertentu sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan dalam rangka membuat suatu keputusan.[1]
Dalam evaluasi, pengukuran tidak lagi merupakan bagian integral atapun suatu langkah
yang harus ditempuh. Pengukuran hanya merupakan salah satu langkah yang mungkin
dipergunakan dalam kegiatan evaluasi, sedangkan penilaian dan evaluasi memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaanya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan
nilai sesuatu, sedangkan perbedaannya adalah terletak pada ruang lingkup dan pelaksanaannya.
Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen
atau satu aspek saja, seperti prestasi belajar siswa. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan
secara internal, yakni orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam suatu
kegiatan seperti guru menilai prestasi belajar peserta didik dalam suatu mata pelajaran.
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes
merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran menggambarkan hal-hal yang
bersifat kuantitatif, sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Evaluasi dan
penilaian pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.
Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran. Tetapi dapat pula didasarkan
pada hasil pengamatan dan wawancara. Dalam konteks sistem kurikulum, istilah yang tepat
digunakan adalah evaluasi yaitu evaluasi kurikulum.
Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan penilaian, penjaminan
dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk
akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum,
senagkan penilaian hasil belajar adalah suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penafsiran
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan pertimbanagn dan kriteria
tertentu untuk membuat suatu keputusan.
Kurikulum adalah suatu program, Cirri suatu program adalah sistematik, sistemik dan terencana.
Sistematik artinya keteraturan, yaitu kurikulum harus dilakukan dengan urutan langkah-langkah
tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sistemik menunjukan suatu sistem.
Artinya, didalam kurikulum terdapat berbagai komponen antara lain, tujuan, isi/materi, metode,
media, sumber belajar, evaluasi, peserta didik, lingkungan dan guru yang slaing berhubungan
dan ketergantungan satu sama lain serta berlangsung secara terencana, rasional, objektif. Suatu
program terdiri atas serangkaian tindakan atau kejadian yang telah direncanakan dan disusun
melalui proses pemikiran yang matang. Perencanaan kurikulum merupakan langkah pertama
yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, kemudian dilaksanakan dalm situasi
nyata. Untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan dan perencanaan kurikulum, maka harus
dilakukan evaluasi.
Evaluasi banayk digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan. Setiap bidang dan kegiatan
mempunyai tujuan evaluasi yeng berbeda. Dalam kegiatan bimbingan misalnya, tujuan evaluasi
adalah untuk memperoleh informasi secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik
sehingga dapat diberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya. Begitu juga dengan kegiatan
supervise, tujuan evaluasi adalah untuk menentukan keadaan situasi pendidikan atau
pembelajaran sehingga dapat diusahakabn langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah. dlam kegiatan seleksi, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai dari tes untuk jenis pekerjaan atau jabatan
tertentu.
Fungsi evaluasi
Menurut Scriven, fungsi evaluasi dapat dilihat dari jenis evaluasi itu sendiri, yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfungsi untuk perbaikan dan pengembangan
bagian tertentu atau sebagian besar bagian kurikulum yang sedang dikembangkan, sedangkan
fungsi sumatif dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem keseluruhan.
Fungsi baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan suatu kurikulum telah dianggap selesai.
Menurut Zainal Arifin (2009) fungsi evaluasi dapat dilihat dari kebutuhan peserta didik dan guru
yaitu:
1. Secara psikologis, peserta dididk selalu butuh untuk mengetahui hingga mana kegiatan
yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Mereka masih
mempunyai sikap dan moral yang heteronom, membutuhkan pendapat orang dewasa
sebagai pedoman baginya untuk mengadakan orientasi pada situasi tertentu.
2. Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserat didik sudah cukup
mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti bahwa peserta didik dapat
berkomunikasi dan beradaptasi terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan segala
karakteristiknya, bahkan peseta didik diharapkan dapat membina dan mengembangkan
semua potensi yang ada dalam masyarakat.
3. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan
peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya
masing-masing serta membantu guru dakam usaha memperbaiki kurikulum.
4. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui status peserta didik diantara teman-temannya
apakah ia termasuk anak yang pandai sedang atau kurang pandai.
5. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh
program pendidikannya. Jika peserta didik sudah dianggap siap (fisik dan non-fisik),
maka program pendidikan dapat dilakukan.
6. Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik
dalam rrangka menentukan jenis pendidikan, jurusan, maupun kenaikan kelas.
7. Secara administrative, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan
peserta didik kepada orang tua, pejabat pemerintah yang berwenang, kepala sekolah,
guru-guru dan peserta didik itu sendiri.
8. D. Objek evaluasi kurikulum
Objek evaluasi harus berhubungan dengan kegiatan nyata dan telah terjadi karena tidak mungkin
orang melakukan evaluasi terhadap sesuatu yang masih dlam pikiran teoritis, kecuali orang
tersebut melakukan penelitian. Objek evaluasi harus bertitik tolak dari tujuan evaluasi itu sendiri.
Hal ini dimaksudkan agar apa yang dievaluasi relevan dengan apa yang diharapkan. Objek
evaluasi kurikulum dapat dilihat dari berbagai segi: (a) dimensi-dimensi kurikulum, mencakup
dimensi rencana, dimensi kegiatan dan dimensi hasil, (b) komponen-komponen kurikulum,
mencakup tujuan, isi, proses (metode, media, sumber lingkungan) dan evaluasi (formatif dan
sumatif) dan (c) tahap-tahap pengembangan kurikulum, mencakup tahap perencanaan (silabus
dan RPP), pelaksanaan (sekolah dan di luar sekolah), monitoring dan evaluasi.
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka evaluasi kurikulum harus
memperhatikan prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
1. Kontinuitas artinya evaluasi tidak boleh dilakukan secara incidental, karena kurikulum itu
sendiri adalah suatu proses yang kontinu.
2. Komprehensif, artinya objek evaluasi harus diambil secara menyeluruh sebagai bahan
evaluasi. Misalnya: jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek
kepribasian peserta didik itu harus dievaluasi.
3. Adil dan objektif, artinya proses evaluasi dan pengambilan keputusan hasil evaluasi harus
dilakukan secara adil, yaitu keseimbangan antara teori dan praktik, keseimbangan proses
dan hasil, dan keseimbangan dimensi-dimensi kurikulum itu sendiri.
4. Kooperatif, artinya kegiatan evaluasi harus dilakukan atas kerja sama dengan semua
pihak, seperti orang tua, guru, kepala sekolah, pengawas termasuk dengan peserta didik
itu sendiri.
hasil evaluasi ini sangat diperlukan untuk mendesain kurikulum. Sasaran utamanya adalah
memberikan tahap awal dalam penyusunan kurikulum. Persoalan yang disoroti menyangkut
tentang kelayakan dan kurikulum. Hasil evaluasi ini dapat meramalkan kemungkinan
implementasi kurikulum serta keberhasilannya. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sebelum
kurikulum disusun dan dikembangkan.
1. Evaluasi monitoring
Evaluasi ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah kurikulum mencapai sasaran secara efektif,
dan apakah kurikulum terlaksana sebagaimana mestinya.
1. Evaluasi dampak
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu kurikulum.
Dampak ini dapat diukur berdasarkan criteria keberhasilan sebagai indicator ketercapaian tujuan
kurikulum.
1. Evaluasi efisiensi-ekonomis
Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai tingkat efisiensi kurikulum. Untuk itu diperlukan
perbandingan antara jumlah biaya, tenaga dan waktu yang diperlukan dalam kurikulum dengan
kurikulum lainnya yang memiliki tujuan yang sama.
1. Evaluasi program kompehensif
Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai kurikulum secara menyeluruh mulai ari perencanaan,
pengembangan, implementasi, dampak serta tingkat keefekfan dan efisiensi.
1. Pengumpulan informasi:
1. Organisasi informasi
1. Analisa informasi
1. Laporan informasi
1) Menentukan penerima laporan
Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secara tegas, hal ini disebabkan beberapa faktor:
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang
berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang menyatakan
keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pihak yang memandang ada hubungan,
hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh
pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan
kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya
berlangsung secara evolusioner. Pandangan lama yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman,
secara berangsur-angsur diganti dengan pandangan baru yang lebih sesuai.
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus-menerus untuk mengetahui proses
dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi
juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat sangat informal sampai dengan
yang sangat formal. Pada tingkat informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau
pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program sekolah. pada tingkat
yang lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan
pada tingkat yang formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan kearah tujuan yang
telah ditentukan.
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum
bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain
dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan
siswa, sarana, fasilitas dan sumber-sumber belajar dan lain-lain.
Apa yang dikemukaakan diatas merupakan konsep evaluasi kurikulum yang sangat luas yang
mencakup seluruh komponen dan kegiatan pendidikan. Evaluasi kurikulum sering juga dibatasi
secara sempit yaitu hanya ditekankan pada hasil-hasil yang dicapai murid.
Luas atau sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya.
Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk menilai kesuluruhan sistem kurikulum atau hanya
komponen-komponen tertentu dalam sistem kurikulum tersebut. Apakah mengevaluasi
keseluruhan sistem atau komponen-komponen tertentu saja, diperlukan persyaratan tertentu.
Doll 1976 mengemukakan syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum yaitu ”acknowledge
presence of values and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostic
worth and validity and integration. Suatu evaluasi kurikulum harus memiliki nilai dan penilaian,
punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus-menerus, berfungsi
diagnostik dan terintegrasi.
1. G. Konsep Kurikulum
Kurikulum merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Banyak teori tentang kurikulum.
Beberapa teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, dasar-dasar filosofis dan pada
konsep-konsep yang diambil dari ilmu perilaku manusia. Ini menunjukkan betapa luasnya teori
tentang kurikulum. Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori yang lebih
menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum.
Penekanan pada kurikulum. Strategi pengembangan yang menekankan isi, merupakan yang
paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga terus mendapat penyempurnaan atau pembaharuan.
Sebab-sebab ini yang mendorong pembaharuan bermacam-macam. Pertama, karena didorong
oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya dari masyarakat. Kedua,
karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan. Ketiga, karena adanya tuntutan
bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.
Faktor tidak timbul dari atau tidak ada hubungannya dengan sistem institusi persekolahan, tetapi
snagat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Pengaruhnya terhadap pengembangan
kurikulum umpamanya, penguatan kembali nilai-nilai moral dan budaya akan meminta perhatian
yang lebih besar pada kumpulan ilmu pengetahuan masa lalu, orientasi kepada pekerjaan akan
lebih banyak melihat ke masa depan, sedangkan titik tolak pada pandangan filosofis akan lebih
menekankan pada disiplin-disiplin keilmuan.
Penekanan pada situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah dimana
(Where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan lingkungannya. Tipe ini
akan menghasilkan kurikulum berdasarkan situasi-situasi lingkungan, seperti lingkungan
pedesaan, kurikulum kelompok masyarakat nelayan, kurikulum daerah pesisir, pegunungan dan
sebagainya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan
dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang menekankan situasi pendidikan akan
sangat beraneka, dibandingkan dengan kurikulum yang menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan
mencari kesesuaian antara kurrikulum dengan situasi dimana pendidikan berlangsung.
Sifat lain tipe ini adalah kurang atau tidak menekankan pada spesifikasi isi dan organisasi, lebih
menunjukkan fleksibilitas dalam interpretasi dan pelaksanaannya. Pengetahuan dianggap bersifat
relatif terhadap situasi-situasi yang khusus sesuai dengan kondisi setempat. Kurikulum ini ruang
lingkupnya sempit, masa pengembangannya juga relatif lebih singkat daripada desimisinya.
Penekanan pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar-
mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan disana sini ada pertentangan, umpamanya
antara konsep sistem konstruksional (pengajaran berprogram, pengajaran modul, pengajaran
dengan bantuan komputer) dengan konsep pengajaran (perkembangan) dari Bruner dan Jean
Piaget, keduanya sangat mempengaruhi perkembangan kurikulum tipe ini.
Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan organisasi dengan menekankan
isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada si pelajar. Dalam
pembelajaran model sistem instruksional aktivitas murid sangat ditekankan, tetapi aktivitas ini
merupakan aktivitas yang sudah dirancang secara ketat. Siswa tidak mungkin melakukan hal-hal
atau kegiatan diluar yang telah diprogramkan. Dalam konsep belajar dari Bruner juga peranan
aktif dari siswa sangat ditekankan, tetapi aktivitas ini bukanlah yang telah diprogramkan secara
ketat. Siswa mempunyai kesempatan dan dorongan untuk berinovasi, menyatakan kreatifitasnya.
Dalam belajar aktif tersebut penguasaan bahasa serta proses mental dari si pelajar sangat
menekan memegang peranan utama. Anak menurut Bruner merupakan hasil yang sangat
kompleks dari sejarah, biologi dan sosial harus berpartisipasi secara aktif dalam lingkunagn
belajar, menguasai bahasa dan menguasai kemampuan-kemampuan kognitif.
Evaluasi ini dapat dilaksanakan oleh organisasi atau administrator tingkat pelaksana. Prosedur
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang sekarang sedang
disampaikan;
2. Menetapkan program yang dibutuhkan;
3. Menilai (assess) data setempat berdasarkan tes buku, tes intelegensi, dan tes sikap yang
ada;
4. Menilai riset yang ada, baik setempat maupun riset tingkat nasional yang sama atau
berhubungan;
5. Menetapkan feasibility pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada(
manusiawi dan materiil);
6. Mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan;dan
7. Menentukan bagaimana proyek akan dikembangkan guna berkonstribusi pada system
sekolah atau skolah setempat.
8. b. Evaluasi masukan ( input)
Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan, dan ahli mata pelajaran yang dapat
merumuskan pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini harus diihat dalam hubungannya
dengan hambatan ( misalnya penerimaan pemecahan masalah tersebut) dan biaya ekonomi(
kaitan antara biaya pemecahan masalah dengan hasil yang diharapkan).[3]
Jadi, evaluasi masukan menuju kearah pengembangan berbagai strategi dan prosedur, yang
dalam pembuatan keputusannya sangat dibutuhkan informasi yang akurat. Selain itu, masukan
juga mengenali daerah permasalahan tersebut agar dapat diawasi selama berlangsungnya
implementasi.
1. c. Evaluasi Proses
Evaluasi proses adalah system pengelolaan informasi dalam upaya membuat keputusan yang
berkenaan dengan ekspansi, kontraksi, modifikasi dan klarifikasi strategi pemecahan atau
penyelesaian masalah. Dalam hal ini, staf perpustakaan memainkan peran yang sangat penting,
karena mereka secara langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan
program, serta memberikan informasi tentang kegiata-kegiatan program.
1. d. Evaluasi Produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program dalam kaitannya dengan
tercapainya tujuan. Berbagai variabel yang diuji bergantung pada tujuan, perubahan sikap,
perbaikan kemampuan dan perbaikan tingkat kehadiran.
Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen evaluasi tersebut. Namun,
seringkali dengan karena keadaan yang tidak memungkinkan, tidak semua komponen mendapat
perhatian sepenuhnya. Administrator program harus pandai memilih aspek yang paling penting
mendapatkan perhatian intensif. Berdasarkan evaluasi tersebut, akan diperolah data dan
informasi yang cukup valid serta dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan
program perbaikan.
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi yang berbeda pula. Salah
satu contoh model yang sering digunakan adalah desain tujuan. Evaluasi ini terdiri atas langkah-
langkah sebagai berikut:
Dalam program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang apakah ahli yang
melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang ilmu tersebut. Banyak peneliti yang
berpendapat bahwa jika ahli tersebut menpunyai kekurangan dalam teknik evaluasi kurikulum,
mungkin akan dihasilkan hal-hal yang bias. Oleh karena itu, kurikulum dan ahli disiplin ilmu
harus melakukan evaluasi bersama secara kooperatif. Meskipun demikian, ada pula ahli yang
mengemukakan empat langkah evaluasi kurikulum yang berfokuspada tujuan, yaitu evaluasi
awal, evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi jangka panjang.
Dari dua macam pendapat tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dikategorikan secara
personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan eksternal. Evaluasi internal dilaksanakan oleh
pengembang kurikulum dan berhubungan dengan model desain kurikulum yang bertujuan untuk
memperbaiki proses pengembangan kurikulum. Tugasnya, terutama untuk menegaskan apakah
tujuan awal telah tercapai atau belum. Adapun evaluasi eksternal dilaksanakan oleh pihak selain
pengembang kurikulum, dengan cara tes dan observasi.
Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan
sumatif. Evaluasi formatif adalah proses ketika pengembang kurikulum memperoleh data untuk
memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih efektif. Evaluasi dituntut dilaksanakan
sejak awal dan sepanjang proses pengembangan kurikulum. Adapun evaluasi sumatif bertujuan
untuk memeriksa kurikulum, dan diadakan setelah pelaksanaan kurikulum untuk memerikasa
efisiensi secara keseluruhan. Evaluasi sumatif menggunakan teknik secara numeric dan
menghasilkan kesimpulan berupa data yang diperlikan guru dan administrasi pendidikan.
Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian besar pada analisis pengetahuan
baru yang ada, konsep situasi menuntut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar dan
konsep organisasi memberi perhatian besar kepada struktur dan sekuens belajar. Perbedaan-
perbedaan dalam rancangan tersebut mempengaruhi langkah selanjutnya.
Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum. Perbedaan konsep dan strategi pengembangan
dan penyebaran kurikulum, juga menimbulkan perbedaan dalam rancangan evaluasi. Model
evaluasi yang bersifat komparatif menekankan pada objektif sangat sesuai bagi kurikulum yang
bersifat rasional dan menekankan isi. Dalam kurikulum yang menekankan situasi sukar disusun
evaluasi yang bersifat komparatif, karena konteksnya bukan terhadap guru atau satutujuan, tetapi
terdapat banyak tujuan.
Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi dan hasil
kurikulum bukan hal yang utama, yang utamanya adalah aktivitas dan kemampuan siswa. Salah
satu pemecahan bagi masalah ini adalah dengan pendekatan yang bersifat eklektik seperti dalam
proyek kurikulum Humaniti dari CARE. Dalam proyek itu dicariperbandingan materi antara
proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak terlatih , dalam evaluasinya juga
diteliti pengaruh umum dari proyek, dengan cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus
dari sekolah-sekolah proyek. Meskipun pendekatan perbandingan banyak memberikan hasil yang
berharga, tetapi meminta waktu terlalu banyak dari para evaluator. Dalam perkembangan
selanjutnya ternyata, bahan-bahan dari hasil studi kasus memberikan hasil yang lebih berharga
bagi evaluasi kurikulum.
Teori kurikulum dan teori evaluasi. Model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan dengan
konsep kurikulum yang digunakan, seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh
kurikulum yang menekankan isi. Evaluasi kurikulum yang bebas tujuan dalam kebanyakan
kurikulum bukan merupakan slah satu alternatif evaluasi tetapi merupakan satu-satunya prosedur
evaluasi yang paling memungkinkan.
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial. Proyek
evaluasi yang dikembangkan di Inggris umpamanya, juga di Negara lain, merupakan institusi
sosial mempunyai asal-usul, sejarah, struktur serta interest sendiri. Beberaoa karakteristik dari
proyek-proyek kurikulum yang telah dikembangkan di Inggris, umpamanya 1. Lebih berkenaan
dengan inovasi daripada kurikulum yang ada 2. Lebih berskala nasional daripada local 3.
Dibiayai oleh Grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggapan tertap 4. Lebih
banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada oleh kebiasaan
lama yang berupa penelitian sosial.
Evaluasi sebagai Moral Judgement. Konsep utama dalam evaluasi adalah nilai. Hasil dari suatu
evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung
dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut objek
evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat criteria praktis berdasarkan criteria-
kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
Evaluasi bukan merupakan suatu proses tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, pertama
mengumpulkan informasi dan kedua menentukan keputusan. Kegiatan yang pertama mungkin
juga mengandung segi-segi nilai(terutama dalam memilih sumber informasi dan jenis informasi
yang akan dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua
yaitu menentukan keputusan menunjukkan evaluasi, dasar pertimbangan digunakan adalah suatu
perangkat nilai-nilai.
Dalam evaluasi kurikulum salah satu hal yang sering menjadi inti perdebatan antara para ahli
adalah pemisahan antara pengumpulan dan penyusunan informasi dengan penentuan keputusan.
lain halnya dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia mengambil keputusan bagi
kepentingan seseorang. Demikian juga lingkup keputusan yang diambil oleh kepala sekolah,
inspektur, pengembang kurikulum dsb berbeda-beda. Jadi tiap pengambil keputusan dalam
proses evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya.
Evaluasi dan konsesnsus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan
evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat dalam
kegiatan penilaian atau evaluasi.
Secara historis konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tes mental serta
eksperimen. konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian, yang dipusatkan pada tujuan
khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistik dari
pre test dan post test dll. Model penelitian diatas merupakan suatu social engineering dalam
pendidikan. Dalam model penelitian tersebut keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam
suatu flow chart yang merumuskan secara operasional input (pre test) cara-cara serta output (post
test).
Model diatas mendapatkan beberapa kritik, tetapi kritik atau kesulitan tersebut yang paling
utama adalah dalam merumuskan tujuan khusus yang dapat diterima oleh seluruh partisipan
evaluasi kurikulum serta perencanaan kurikulum. Jadi diantara partisipan harus ada persetujuan
tentang tujuan-tujuan mana yang paling penting.
Selain harus terdapat konsensus tentang tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dalam penggunaan
model diatas juga harus ada konsensus tentang siapa diantara partisipan tersebut yang terlibat
secar langsung. Tanpa adanya persetujuan tentang hal-hal tersebut maka sukar untuk dapat
menyusun flow chart yang definitif. Model sistem approach atau model social engineering
bersifat goal based evaluation, karena bertitik tolak dari tujuan-tujuan khusus. Karena model ini
mempunyai beberapa keberatan, maka berkembang model evaluasi lain yang lebih bersifat goal
free evaluation.
Sejak diperkenalkannya sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika Serikat dan Negara-
negara lain, pengukuran yang berbentuk umum (publik) tersebut merupakan salah satu satu
model evaluasi dalam pendidikan. Menguji adalah mengevaluasi kemampuan diri. Dengan
adanya ujian-ujian tersebut, maka jenis-jenis kemampuaann tertentu dipandang m
enunjukkan status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan skolastik umpamanya sering
dipandang memiliki status lebih tinggi daripada penguasaan kemampuan yang lainnya.
Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemapuan secara sosial, tetapi juga telah
merupakan peraturan dari sekolah. dalam dua dekade pertama dari abad 20 sejumlah ahli
psikologi dikumpulkan dalam satu komisi untuk menyusun tes kecerdasan. Hasilnya digunakan
untuk menyeleksi anak-anak yang masuk ke sekolah yang tidak mampu membayar uang
sekolah. kemudian tes tersebut juga digunakan sebagai alat bagi penentuan kenaikan kelas serta
sebagai saringan masuk. Pelaksanaan ujian-ujian tersebut sejalan dengan anggapan masyarakat
pada waktu itu, bahwa hanya sebagian dari penduduk yang memepunyai kemampun untuk
menguasai pengetahuan pada suatu jenis sekolah atau pada jenjang sekolah tertentu. Sistem ujian
yang mempunyai nilai historis ini juga digunakan untuk mengontrol efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan sekolah. apakah sistem ini dipandang baik atau jelek bergantung pada pandangan
yang menggunakannya.
Sistem ujian yang dilaksanakan diatas, lebih banyak digunakan untuk mengukur atau menguji
kemampuan individu. Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang
keadaan murid, guru, kerikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman sekolah,
penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah diperlukan sistem pengumpulan data serta
penilaian yang lain. Untuk mengukur kemampuan siswa digunakan istilah examination atau
assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih tepat
digunakan istilah evaluation.
Barry Mc Donald (1975) membedakan tipe evaluasi dalam pendidikan dan kurikulum:
Evaluasi Birokratik: merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional terhadap lembaga-
lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang kontrol terbesar dalam alokasi sumber-sumber
pendidikan. Evaluator menerima kebijaksanaan dari pemegang jabatab, dengan menggunakan
berbagai informasi yang diperoleh akan membantu mereka mencapai tujuan dari kebijaksanaan
yang telah digariskan. Evaluator tidak mempunyai kekuasaan tersendiri, atau kontrol sendiri
terhadap penggunaan informasi yang diperoleh.
Evaluasi otokratik: merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga pemerintah yang mempunyai
wewenang control cukup besar dalam mengalokasikan sumber-sumber pendidikan. Tugas para
evaluator adalah membantu pelaksanaan kebijaksanaan, ketentuan hokum dan moral dari
birokrasi. Peranan evaluator tidak dicampuri oleh pihak yang dilayaninya, dan ia mempunyai
wewenang penuh dalam bidangnya.
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode
tes psikologis serta eksperimen lapangan.
Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi
yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur
perilaku skolastik.
Comparative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan
eksperiman lapangan adalah mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak,
umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Kelompok pertama belajar
membaca dengan metode global dan kelompok lain menggunakan metode unsur. Kelompok
mana yang lebih baik atau lebih berhasil? Apakah keberhasilan metode tersebut dapat ditransfer
ke metode yang lain? Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat
teliti dan rinci. Besarnya sampel, variabel yang terkontrol, hipotesis, treatment, tes hasil belajar
dan sebagainya perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut. Pertama, kesulitan
administrative, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen. kedua,
masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok
yang diuji. Ketiga, sukar untuk mencampurkan guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen
dengan kelompok control, pengaruh guru-guru tersebut sulit dikontrol. Keempat, ada
keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.
Evaluasi model ini berasal dari Amerika Serikat. Perbedaan model objektif dengan model
komparatif adalalah dalam dua hal. Pertama dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian
yang sangat pentingdari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai
peranan menghimpun pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan.
Evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum, kegiatan penilaian ini sering disebut
evaluasi sumatif. Dalam hal-hal tertentu sering evaluator bekerja sebagai bagian dari tim
pengembang. Informasi yang diperoleh dari hasil penilaiannya digunakan untuk penyempurnaan
inovasi yang sedang berjalan. Evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif. Kedua, kurikulum
tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tapi dukur dengan seperangkat objektif. Keberhasilan
pelaksanaan kurikulum dukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut. Para
pengembang kurikulum yang menggunakan yang menggunakan sistem instruksional
menggunakan standar pencapaian tujuan–tujuan tersebut. Tujuan dari comparative approach
adalah menilai apakah kegiatan yang dilakukan kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelompok kontrol.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif:
Tes untuk mengukur prestasi belajar anak merupakan bagian integral dari kurikulum. Tiap butir
tes berkenaan dengan ketrampilan, unit atau tingkat tertentu dari tujuan khusus. Untuk mengikuti
program pendidikan siswa harus mengambil dulu tes penempatan, untuk menentukan dimana
mereka harus memulai belajar. Kemajuan siswa dimonitor oleh guru dengan memberikan tes
yang mengukur tingkat penguasaan tujuan khusus melalui pre test dan post test.
Evaluasi campuran multivariasi yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsure-unsur dari kedua
pendekatan tersebut. Strategi ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu kurikulum dan
secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan kriteria khusus dari masing-
masing kurikulum.
Penulis setuju dengan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum dapat
menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi kurikulum tersebut
terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat
berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi
perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi
kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area – area kelemahan
kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju yang lebih baik.
Evaluasi ini dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses
berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut
masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi sumatif. 5
Bab III
Kesimpulan
Guba dan Lincoln (1985), menekankan devenisi evaluasi sebagai “a process for describing an
evaluand and judging its merit and worth”. Berdasarka beberapa pengerian diatas dapat
disimpulakan bahwa evaluasi adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan
mutu terhadap suatu sistem, berdasarkan pertimbangan dan criteria tertentu sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan dalam rangka membuat suatu keputusan.
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes
merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Dalam kegiatan bimbingan misalnya, tujuan
evaluasi adalah untuk memperoleh informasi secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta
didik sehingga dapat diberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya.
Objek evaluasi kurikulum dapat dilihat dari berbagai segi: (a) dimensi-dimensi kurikulum,
mencakup dimensi rencana, dimensi kegiatan dan dimensi hasil, (b) komponen-komponen
kurikulum, mencakup tujuan, isi, proses (metode, media, sumber lingkungan) dan evaluasi
(formatif dan sumatif) dan (c) tahap-tahap pengembangan kurikulum.
Masih banyak lagi yang bisa kita simpulkan dari uraian diatas bagaimana imlpementasinya
kurikulum,seberapa pentingnya evaluasi kurikulum itu, model-model dari evaluasi
kurikulum dan lain-lain. bagaiman telah dijelaskan panjang lebar pada uraian diatas.
[1]. Zainal arifin, konsep dan model pengembangan kurikulum (Bandung: PT remaja rosdakarya,
2011) hal. 265.
[2] Zainal arifin, konsep dan model pengembangan kurikulum (Bandung: PT remaja rosdakarya,
2011)hal 263-276
Bagikan ini: