Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPRIBADIAN PERAWAT

FASE TODLER MENURUT ERIK ERIKSON

Dosen Pengampu : Kris Linggardini, S.kep., M.Kep.

Disususn Oleh : Kelompok 4

Nama Anggota :

Mega Agustin C (1611020060)

Fini Alfiani Cantigi RAM. (1611020088)

Indri Mulyani (1611020091)

Desy Rohmawati. (1611020094)

Imam Fajar S. (1611020097)

Gesty Wijiningtyas (1611020100)

Nur Fatikhatul J. (1611020103)

Bagus Kurniawan. (1611020109)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI KEPERAWATAN S1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2016/2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Teori epigenesist
erikeriksonbertitiktolakpadapemahamanbahwakepribadianindividuberkembangsecarabertahapunt
ukmencapaitingkatperkembanganpenuh. Denganmengacupadateoritersebut, terdapat 8
tahapperkembanganpsikososial yang dilaluiindividusejaklahirsampaimati.

Teoriepigenesismenganggapbahwaperkembanganidentitasdirimerupakantahapterpentingp
adaperkembangankepribadianindividu. Karenakepribadianmerupakankarakteristik model
prilakuindividudalamberadaptasi,
teoriepigenesissecaralangsungmembahasperkembanganperilaku.

Inovasiteoriiniterletakpadaparadigmanya, yaitumanusiaadalah zoon political


sehinggalingkungantempatanak di
besarkanberperandominanpadapertumbuhanbiologisdanperkembangankemapuanadaptasi.
Lingkunganadalahsumberakuisisikesadarandiri (siapadiriku) danidentitasdiri (apadiriku).

Karenakeluargamerupakanunsur yang paling dasardarisuatu system social,


teoriepigenesismembahasperkembangankepribadiandalamtekskeluargadankomunitas social
disekitarkeluarga. Denganbertititolakpadapemahamanini, teori epigenesist
membahastumbuhkembangpsikososial yang langsungdapa di aplikasikandalamkehidupan social.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa Tahap Perkembangan Hidup Manusia menurut Erik Erikson?


2. Apa saja macam-macam pertumbuhan dan perkembangan pada masa toddler?
3. Apa saja tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan pada masa toddler?

1.3 TUJUAN

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui tentang
pertumbuhan dan perkembangan pada usia toddler yaitu 1-3 tahun.
b. Tujuan Khusus

Tujuan dari penyusunan makalah ini, adalah sebagi berikut :

1. Mengetahui Perkembangan Hidup Manusia menurut Erik Erikson


2. Mengetahui macam-macam pertumbuhan dan perkembangan pada masa toddler
3. Keterlibatan Mengetahui batasan anak usia toddler
4. Meengerti dan memahani karakteristik atau cirri-ciri dari usia toddler
5. Dapat mengetahui permasalahan kesehatan yang lazim terjadi pada usia toddler
6. Mengerti cara mendeteksi dini anak usia toddler
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tahap Perkembangan Hidup Manusia


Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan
psiko-sosial. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam
beberapa tingkatan. Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif
dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang
mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi
pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik
dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam
perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan
sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu
pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh
manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak,
dewasa, maupun lansia
Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan
persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi
sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan
informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya
bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi
positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-proses
maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatan-kekuatan sosial
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini, teori Erikson
menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud.
Selain perbedaan ini, teori Erikson menekankan perubahan perkembangan psikologis di
sepanjang siklus kehidupan manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan masa
remaja. Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-
pengalaman usia dini terhadap masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi
dengan menyelidiki perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun
akhir kehidupan
Erikson memberi perhatian yang lebih kepada Ego daripada ID dan Superego. Pusat dari
teori Erikson mengenai perkembangan Ego adalah sebuah asumsi mengenai perkembangan
setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam
kehidupan setiap manusia. Erikson juga mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya
dengan tahap perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego berkembang
melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif
dan kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri menangani dunianya. Erikson masih
mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada tahap awal, namun hal itu
hanya bisa berkembang dan masak melalui pengalaman sosial dan lingkungan.
Menurutnya ego memiliki sifat adaptif, kreatif, dan otonom (adaptable, creative, dan
autonomy). Dia memandang lingkungan bukan semata-mata menghambat dan menghukum
(Freud), tetapi juga mendorong dan membantu individu. Ego menjadi mampu – terkadang
dengan sedikit bantuan dari terapis – menangani masalah secara efektif.
Proses yang terjadi dalam setiap tahap perkembangan yang telah disusun sangat
berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain,
Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan
prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata
yaitu :
(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari
tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca
untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih
luas.
(2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap
individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta
untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
2.2 Konsep 8 Tahap Perkembangan
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada
8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa
tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia
tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan
kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan
merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan
perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang
merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat
pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu.
Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Developmental Stage Basic Components


Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust

Early childhood (1-3 thn) Autonomy vs Shame, Doubt

Preschool age (4-5 thn) Initiative vs Guilt

School age (6-11 thn) Industry vs Inferiority

Adolescence (12-10 thn) Identity vs Identity Confusion

Young adulthood ( 21-40 thn) Intimacy vs Isolation

Adulthood (41-65 thn) Generativity vs Stagnation

Senescence (+65 thn) Ego Integrity vs Despair

2.3 Tahap Todler / Balita (18 bulan s/d 3 tahun)

Krisis psikososial : Autonomy vs Shame, Doubt.

Krisis utama pada tahap ini adalah kebebasan (Autonomy) menjalankan kehendak.Si anak ingin
berdiri dan berjalan sendiri, duduk, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya,
tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali
minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya. Bila tidak diberi kebebasan, anak tersebut akan
melawan dorongannya dan memulai memanipulasi dan diskriminasi. contoh : bila permintaan untuk
membeli bola di tolak ibunya, si anak akan beralih ke kakek untuk meminta bola. Selanjutnya, bila ia
pergi lagi ke supermarket, ia akan beralih dari ibu ke kakeknya untuk di gendong. Rasa malu mulai
berkembang dalam kesadaran diri si anak . ia tidak lagi meminta ke ibunya, tetapi ke kakeknya.
Sedangkan keraguan dimulai dari pengetahuan bahwa selalu terdapat dua sisi yang berlawanan,
misalnya depan-belakang, sebelum-sesudah dll. Contohnya,si anak boleh memainkan bola, tetapi ia
harus menghabiskan susu terlebih dahulu, begitu kita berjanji kepada anak tersebut, janji itu harus
ditepati dan kita harus konsisten. Jika janji tidak ditepati, keraguan yang tersisa menjadi titik tolak
perasaan curiga atau paranoid. Bila susu belum habis tetapi sianak di perbolehkan berain bola,
pengetahuan dua sisi tidak akan terbentuk. Anak menjadi orang yang tidak disiplin dan tidak mematuhi
peraturan. Autonomi yang berkembang merupakan titik tolak perkembangan kemandirian. Konsep dua
sisi menjadi titik tolak pengembangan disiplin hierarki dan rasa keadilan.
Pada tahap perkembangan ini, anak mengembangkan kemampuan autonomi ia menemukan
bahwa dirinya berbeda dengan pengasuh primer (ibu ayah keluarga) sebagai individu bebas. karena itu,
kebebasan pengasuh merupakan tujuan utama anak tersebut . anak “berkehendak” untuk bebas. Perilaku
autonomi tersebut adalah titik tolak pembentukan identitas yang khas untuk seorang individu. Rasa malu
dan keraguan akan timbul bila anak tidak diberi pilihan dalam batasan ‘dua sisi’ karena keinginan bebas
ini anak terpasung. Anak yang secara biolgis mengekspresikan kemauan yang keras dapat menimbulkan
konflik pada pengasuh yang memaksakan perilaku “patuh dan baik”. namun, bila tidak diberi batasan
anak akan tumbuh menjadi individu yang tidak berdisiplin dan tidak menghiraukan peraturan. Pola asuh
yang baik pada tingkat ini adalah memberi kebebasan dalam cakupan batasan dan pengasuh berperan
sebagai pendukung .
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa
balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan
pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang
baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh
anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu.
Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam
aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa
mandiri atau ketidaktergantungan.
Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui
masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang
berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri
sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan,
memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengorbankan keberanian anak dan
tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah
kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni
“tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini
anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu,
sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya
perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai
impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan
malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut
Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan
mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan
secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari
suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu. Orang tua harus sering
bicara dengan anak, menanyakan pendapat anak, menciptakan suasana yang berwarna warni,
mengarahkan dengan tidak langsung. Kalau anak berusaha mengikat tali sepatunya, pujilah, dan bila
terjadi kesalahan jangan dibenarkan dengan tujuan menunjukkan kesalahannya. Pada saat ini yang dia
pelajari bukanlah mengikat tali dengan benar tapi bahwa dia dihargai karena punya inisiatif untuk
melakukan sesuatu yang baru. Bila Kondisi yang tercipta setelah krisis pertama terlewati adalah
timbulnya Harapan, maka kondisi setelah krisis kedua ini berlalu adalah "citra diri" atau "Sense of
Identity". Anak-anak yg tidak mengembangkan citra diri, orang tua perlu terus menerus menggugah rasa
percaya anak bahwa mereka bisa dan boleh menentukan hidup mereka sendiri.

Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi
atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya
suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa
“kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.

Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan
legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat menilai
mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang disebut sebagai
sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan
memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada
pada pihak yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada
penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa
rasa belas kasih. Harapan idealnya, anak bisa belajar menyusuaikan diri dengan aturan-aturan social
tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah resolusi yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran dan volume yang bersifat irreversible
(tidak dapat kembali). Perkembangan adalah kematangan yang dilalui sepanjang rentang
kehidupan seseorang
Pertumbuhan dan perkembangan dapat di pengaruhi oleh faktor genetik dan faktor eksternal
Tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau
periode kehidupan tertentu dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi
sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan
perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Toddler adalah anak adalah anak anatara rentang usia 12 sampai 36 bulan. Toddler tersebut
ditandai dengan peningkatan kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas fisik dan
kognitif lebih besar.
Fisik : Rata-rata denyut jantung dan pernapasan lambat sampai rata-rata 110x/menit dan
pernapasan
25x/menit, Pertumbuhan dan Perkembangan Biologis : berat bertambah 2,3 kg /tahun,sedangkan
tinggi badan bertambah sekitar 6 – 7 cm / tahun, Perkembangan psikososial : dalam fase Anal.

3.2 SARAN
Hal–hal yang perlu diperhatikan Didalam melakukan didikan anak usia toddlerdengan
tujuan meningkatkan kecerdasan anak perlu diperhatikan perkembangandan pertumbuhannya
dalam aspek fisik dan pisikis yang didampingi denganperhatian pula pda gangguan – gangguan
yang dialami oleh anak dan carapenanggulangan serta cara mengatasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. 2008. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC

Kassanti Annia. 2008. Buku Pintar kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: Araska Piranti

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelititan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Notoatmodjo,S. 2007. Perilaku Dan Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Riyadi Sujono.2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Suratyo Nano. 2008. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas. Yogyakarta:
Bangun Tafan.

Anda mungkin juga menyukai