sebenarnya ga banyak kenangan dengan pekak yang saya ingat, pas itu saya masih duduk di SD ketika pekak meninggal. Tapi saya ingat betul waktu pekak, papa, mama, saya dan Gek ayu ke jakarta (tidak ingat tahunnya), kemanapun kami bepergian selama disana pekak selalu membawa tas tenteng warna biru dongker yang ukurannya menurut saya cukup besar. Ketika saya tanya apa isi tasnya, ternyata berisi semua barang-barang kepunyaan mbah seperti: foto, handuk, baju, kain bahkan minyak cem-ceman untuk rambut yang biasa mbah oleskan sehabis keramas. Dari sana saya tahu betapa sayangnya pekak terhadap mbah, dibalik sosoknya yang tegas dan kuat ternyata ada sosok yang sangat lembut kepada istinya (dan saya yakin juga kepada anak dan cucunya).
Sifat yang perlu tidak patut kita tiru dari pekak …
Semua orang pasti punya kelemahan/kekurangannya masing-masing, buat saya salah satu kekurangan pekak adalah emosinya. Pekak bisa dibilang sangat keras dalam mendidik anak-anaaknya. Mungkin mendidik anak dengan kekerasan adalah “hal yang biasa” pada waktu itu. Tetapi, walaupun merupakan hal yang biasa bukan berarti hal tersebut benar, jadi lebih baik mendidik dengan cara yang benar bukan dengan cara “ikut-kutan” seperti yang biasa dilakukan orang.