Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi Fisiologi
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di
sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan
kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

2. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas (kanker) yang berasal dari sel
epitel nasofaring, bagian atas tenggorokan belakang hidung dan dekat dengan dasar
tengkorak (NCNN, 2013).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001).

3. Etiologi
Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu
genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr (Martin Dunitz, 2003)
a. Genetik
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya
kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa
HLA (Human Leucocyte antigen) berperan penting dalam kejadian KNF. Teori
tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai angka kejadian dari
kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan
Tionghoa.
b. Virus
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya kanker
nasofaring dengan keberadaan virus Epstein-barr. Virus ini merupakan virus DNA
yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah diyakini
sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis infeksiosa, penyakit
Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus ini seringkali dijumpai pada
beberapa penyakit keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang
normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi,
adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses
keganasan.
c. Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya
kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang tinggi
pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton yang
diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan
buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring
adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu
industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat
tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab
karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring
didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).

4. Gejala Klinis
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring
termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar
nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau
palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening
servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang).
Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena1. Sekitar separuh pasien
memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar
getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala
dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas
atas.
Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi
karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa
Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap
nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya
rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang
dengan ingus yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor
juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh
di telinga, rasa berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala
ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma
nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui
perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring.
Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada
umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah
meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah
bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf
otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher. Tumor
yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior
saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf
otak VI (paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah
sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi (rasa
tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf
penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan
intrakrania. Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening
mengakibatkantimbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping
(limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi
menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan
sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan
oleh pasien.
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
a. Gejala Telinga
1) Oklusi Tuba Eustachius
Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat
menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan
mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini
merupakan tanda awal pada KNF.
2) Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
3) Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan
tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
b. Gejala Hidung
1) Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya
rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah
tersebut pecah.
2) Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam nasofaring
dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma
Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun
jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu
dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya
adalah KNF.
c. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)
akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan
N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.
d. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

e. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf
kranialis. Gejalanya antara lain :
1) Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen.
2) Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
3) Kesukaran pada waktu menelan
4) Afoni
5) Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X,
N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: lidah, palatum, faring atau
laring, m. sternocleidomastoideus, m. trapezeus
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan
elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian
lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika
ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.

5. Patofisiologi
Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal
dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai
pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan
jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah
pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.
Penyebaran KNF dapat berupa :
a. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut
penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus
kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf
kranialis anterior ( n.I – n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf
kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang
paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.
b. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia
pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen
spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX –
XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf
otak yaitu n VII - n XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat
kerusakan pada n IX – n XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga
sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat
tumor karena letaknya yang tonggi dalam sistem anatomi tubuh,
Gejala yang muncul umumnya antara lain:
1) Trismus
2) Horner Syndrome ( akibat kelumpuhan nervus simpatikus servikalis)
3) Afonia akibat paralisis pita suara
4) Gangguan menelan
c. Penyebaran ke kelenjar getah bening
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama
sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran ke
kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelanjar getah
bening pada lapisan sub mukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah
bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral retropharyngeal yaitu
Nodus Rouvier. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak
sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian
samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien.
Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai
otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini
merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala
utama yang mendorong pasien datang ke dokter.

6. Pathway

Konsumsi ikan asin ↑ Riwayat keluarga virus Epstein-barr

Mengaktifkan EBV Kerusakan DNA pd sel dimana


pola kromosomnya abnormal

Menstimulasi pembelahan sel


abnormal yg tdk terkontrol Terbentuk sel-sel muatan

Pola kromosom abnormal


Diferensiasi dan pol ferasi
protein laten (EBNA-1)
Kromosom ekstra terlalu
sedikit translokasi kromosom

Sifat kanker
diturunkan pd anak

Pertumbuhan sel kanker pd nasofaring


(utama pd fosa rossamuller)

Metastase sel-sel kanker ke kelenjar Penekanan pd tuba eustachius


getah bening melalui aliran limfe

Penyubatan muara tuba


Pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel kanker di kel. getah bening
Gangguan persepsi
sensori (pendengaran)
Kelenjar
Benjolan
Menembus melekat
massapdpddan
kelenjar otot
leher
dan
mengenai
Nyeri pada sulit
bagian
leher di di
otot
yang gerakkan
samping
bawahnya
bengkak Tindakan operasi
Pasien tidak Nyeri Kronis Indikasi tindakan Kurang Adanya luka
bisa tidur radioterapi, kemoterapi pemahaman operasi
karena nyeri mengenai
tindakan
Gangguan pola Supresi sum- Perangsangan elektrik Nyeri Akut
tidur sum tulang zona pencetus
Ansietas
kemoreseptor di
Gangguan ventrikel IV otak
pembentukan Mual, muntah
sel darah merah
↓ Eritrosit, Anoreksia
leukosit,
trombosit Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko Infeksi
Imunosupressi

7. Klasifikasi
Terdapat beberapa cara untuk menentukan stadium kanker nasofaring. Di Amerika
dan Eropa lebih disukai penentuan stadium sesuai dengan kriteria yang ditetapkan AJCC /
UICC (American Joint Committe on Cancer / International Union Against Cancer). Cara
penentuan stadium kanker nasofaring yang terbaru adalah menurut AJCC/UICC edisi ke-
6 tahun 2002, yaitu:
Tumor di nasofaring (T)
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
To Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis Carcinoma in situ
T1 Tumor terbatas di nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a Tumor meluas sampai daerah orofaring dan/atau fossa nasalis tanpa perluasan ke depan
parafaring
T2b Dengan perluasan ke parafaring
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor meluas ke intrakranial dan/atau mengenai saraf kranial, fossa infratemporal,
hipofaring, orbita, atau ruang masticator.

Kelenjar limfe regional (N)


Nx Pembesaran KGB regional tidak dapat ditentukan
No Tidak ada pembesaran KGB regional
N1 Metastasis ke KGB unilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikula
Metastasis ke KGB bilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikula
N2 Metastasis ke KGB:
N3a : Ukuran KGB > 6 cm, di atas fossa supraklavikula
N3 N3b : Terletak pada fossa supraklavikula

Metastasis jauh (M)


Mx Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan
Mo Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh

Stadium kanker nasofaring menurun sistem TNM:


0 : Tis No Mo
I : T1 No Mo
IIa : T2a No Mo
IIb : T1-2a N1 Mo, T2b No-1 Mo
III : T1-2b N2 Mo, T3 No-2 Mo
IVa T4 No-2 Mo
IVb : Semua T N3 Mo
IVc : Semua T No-3 M1

8. Komplikasi
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang
selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis yang
bermanifestasi dalam bentuk :
a. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus
kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan
kelainan :
1) Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri pada
wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas
pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
2) Ptosis palpebra ( N. III )
3) Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
b. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke
sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan
retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X,
N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
1) N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
2) N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan saliva
3) N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum
mole
4) N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
5) Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura
palpebralis, onoftalmus dan miosis.20
c. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru.
Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain
ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-
paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4
%, dan tiroid 0.4 %.

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor
sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
b. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus
E-B.
c. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan
Xylocain 10 %.
d. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis

10. Penatalaksanaan
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
Syarat-sarat bagi penderita yang akan di radio terapi :
1) Keadaan umum baik
2) Hb> 10 g%
3) Leukosit > 3000/mm3
4) Trombosit > 90.000 mm3
Indikasi Radioterapi
1) Radikal : Tumor stadium permulaan yang belum infiltrasi ke jaringan sekitarnya
dan belum terdapat penyebaran
2) Paliatif : Tumor stadium lanjut : Mengurangi rasa nyeri dan keluhan
3) Post Operatif : Pada tumor brd/lymphatic field of drainage dan Untuk
menghancurkan sel-sel ganas

b. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.
Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2
mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1
s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol
terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
c. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajiaan
a. Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No
Medrec, diagnosis dan alamat.
Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan
terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam
tenggorok.
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai
timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan
bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan,
semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.
c. Tanda dan gejala :
1) Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

2) Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri, penurunan tekanan darah,
epistaksis/perdarahan hidung.
3) Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
4) Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk (rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan, perubahan berat badan,
kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
6) Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
7) Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
8) Pernapasan
Pasien mempunyai riwayat merokok (tembakau, mariyuana, atau hidup dengan
seseorang yang merokok), pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya
sumbatan seperti massa.
9) Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan,
demam, ruam kulit.

10) Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
11) Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit
mengkilat.
2) Palpasi : Pada saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri
apabila ditekan.
3) Pemeriksaan THT
a) Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
b) Rinoskopia anterior, yaitu :
- Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya
banyak sekret.
- Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
c) Rinoskopia posterior, yaitu :
- Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
- Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
d) Faringoskopi dan laringoskopi, yaitu :
- Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek
muntah dapat menghilang.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre-Operasi
a. Nyeri kronis berhubungan dengan pertumbuhan sel kanker pada nasofaring.
b. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan status
organ sekunder metastase tumor.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
perawatannya.

Post-Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
b. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive, imunosupressi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan b/d
intake nutisi in adekuat, anoreksia, mual muntah sekunder akibat kemoterapi atau
radiasi.

3. Rencana Keperawatan
Pre-Operasi
NO NANDA NOC AKTIVITAS
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhanManajemen nyeri
(00133) keperawatan selama 3x24 jam, 1. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk
diharapkan klien menunjukkan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
tingkat kenyamanan dan level faktor presipitasi
nyeri klien terkontrol dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kriteria hasil : 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
1. Klien melaporkan nyeri mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya
berkurang (skala nyeri 2-3) 4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri
2. Ekspresi wajah tenang, klien seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan
mampu istirahat dan tidur 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Tanda Vital normal (TD : 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis
100-120/60-80 mmHg, N : atau non farmakologis)
60-100 x/mnt, RR : 16- 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
20x/mnt, S : 36-37,5°C) dll) untuk mengetasi nyeri
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri atau kontrol nyeri
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil
11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri

Administrasi Analgetik
1. Cek riwayat alergi
2. Cek program pemberian analgetik (jenis, dosis, dan
frekuensi)
3. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
4. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul
5. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping

2. Gangguan Setelah dilakukan asuhanPeningkatan komunikasi : defisit pendengaran


persepsi sensorikeperawatan selama 3x24 jam, 1. Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua
(pendengaran) diharapkan klien mampu mata terlibat
(00122) beradaptasi terhadap 2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan
perubahan sensori pesepsi 3. Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
dengan kriteria hasil : 4. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
1. Mengenal gangguan dan 5. Bicara dengan gerak mulut yang jelas
berkompensasi terhadap 6. Bicara pada sisi telinga yang sehat
perubahan

3. Gangguan polaSetelah dilakukan tindakanPeningkatan tidur


tidur keperawatan selama 3x24 jam, 1. Kaji pola tidur dan catat kondisi fisik pasien
(00198) diharapkan masalah gangguan (misalnya nyeri/ ketidaknyamanan).
pola tidur pasien teratasi 2. Anjurkan pasien untuk menghindari mengkonsumsi
dengan Kriteria hasil: makanan atau minuman yang dapat mengganggu
1. Pasien mengidentifikasi tidur.
dan melakukan tindakan 3. Ciptakan lingkungan yang tenang serta minimalkan
yang dapat meningkatkan gangguan seperti kebisingan dan penggunaan lampu
tidur atau istirahat saat tidur.
2. Pasien dapat 4. Lakukan tindakan kenyamanan seperti pijat,
mengidentifikasi faktor pemberian posisi dan sentuhan afektif.
yang menimbulkan 5. Anjurkan pasien untuk tidur siang hari.
deprivasi tidur (nyeri atau 6. Kolaborasi dalam pemberian medikasi.
sesak).

4. Ansietas Setelah dilakukan tindakanPenurunan cemas


(00146) keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya
diharapkan tidak terjadi tanda- tanda verbal dan nonverbal.
kecemasan pada klien dan 2. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan
tidak ada perubahan status isipikiran dan perasaan takutnya.
3. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik
kesehatan.
pasien.
Kriteria Hasil :
4. Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan
1. Pasien mengungkapkan
operasi, harapan dan akibatnya.
dan mendiskusikan rasa 5. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap
cemas/takutnya ruangan,petugas, dan peralatan yang akan
2. Pasien tampak rileks tidak
digunakan.
tegang dan melaporkan 6. Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap
kecemasannya berkurang melakukan prosedur tindakan.
sampai pada tingkat dapat
diatasi

Post-Operasi
NO NANDA NOC AKTIVITAS
1 Nyeri akutSetelah dilakukan asuhanManajemen nyeri
(00132) keperawatan selama 3x24 1. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
jam, diharapkan klien karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
menunjukkan tingkat presipitasi
kenyamanan dan level nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
klien terkontrol dengan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
kriteria hasil : pengalaman nyeri klien sebelumnya
1. Klien melaporkan nyeri 4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri
berkurang (skala nyeri 2- seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan
3) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
2. Ekspresi wajah tenang, 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis atau
klien mampu istirahat dan non farmakologis)
tidur 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
3. Tanda Vital normal (TD : untuk mengetasi nyeri
100-120/60-80 mmHg, 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
N : 60-100 x/mnt, RR : 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri atau kontrol nyeri
16-20x/mnt, S : 36-10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
37,5°C) pemberian analgetik tidak berhasil
11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri

Administrasi Analgetik
1. Cek riwayat alergi
2. Cek program pemberian analgetik (jenis, dosis, dan
frekuensi)
3. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
4. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul
5. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping

2 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhanKontrol infeksi


(00004) keperawatan selama 3x24 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
jam, diharapkan tidak 2. Batasi pengunjung bila perlu
terdapat faktor risiko infeksi 3. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat
pada klien dibuktikan dengan kontak dan sesudahnya
kriteria hasil : 4. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
1. Status imune klien keperawatan
adekuat ; bebas dari gejala 5. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung
infeksi ; angka lekosit 6. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
normal (4-11.000) pemasangan alat
7. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari
8. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
9. Berikan antibiotik sesuai program
Proteksi terhadap infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Monitor hitung granulosit dan WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan
5. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
6. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah
7. Ambil kultur jika perlu
8. Dorong istirahat yang cukup
9. Monitor perubahan tingkat energy
10. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan
11.Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai
program
12. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi
13. Laporkan kecurigaan infeksi
14. Laporkan jika kultur positif.
3 Ketidak Setelah dilakukan asuhanManajemen nutrisi
seimbangan keperawatan selama 3x24 1. Kaji pola makan klien
nutrisi kurangjam, diharapkan kebutuhan 2. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhannutrisi pasien terpenuhi 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien
tubuh dengan criteria hasil : 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penyediaan nutrisi
1. BB stabil tidak terjadi mal terpilih sesuai dengan kebutuhan klien
nutrisi 5. Berikan dorongan higiene oral yang sering
2. Melaporkan penurunan 6. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya
mual dan insiden muntah 7. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat
3. Tingkat energi adekuat untuk mencegah konstipasi
4. Masukan nutrisi adekuat 8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan
5. Menunjukkan turgor kulit pentingnya bagi tubuh klien.
normal dan membran
mukosa yang lembab Monitor nutrisi
1. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan
2. Monitor adanya mual muntah
3. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb
4. Monitor intake nutrisi dan kalori
5. Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran
antropometri)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2. Jakarta: EGC.
Cottrill CP, Nutting CM. Tumors at The Nasopharynx. In: Principles and Practice of Head
and Neck Oncology. London: Martin Dunitz; 2003. p. 193–214.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dn Klasifikasi. Jakarta: EGC
J. C. E. Underwood. 2002. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta: EGC
Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
National Comprehensive Cancer Network (NCCN). NCCN Clinical Practice Guidelines in
Oncology (NCCN Guidelines) : Head and Neck Cancers Version 2.2013. NCCN;
2013. Diakses tanggal 1 Januari 2015
http://oralcancerfoundation.org/treatment/pdf/head-and-neck.pdf
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Wilkinson, J. & Ahern, n.R. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2013.

Anda mungkin juga menyukai