Anda di halaman 1dari 10

Ketentuan PPN untuk Transaksi Impor

Perlu diketahui bahwa tidak semua barang yang dibeli atau dijual dikenakan PPN, dan PPN
yang dibebaskan atas Impor itu sendiri tidak bisa dikreditkan. Sebagaimana yang telah diatur
oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 370/KMK/2003 Tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, bahwa:

1. Barang Kena Pajak Tertentu adalah:

a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan
kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya;

b. Komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri yang digunakan dalam
pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan atau
Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI);

c. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional


(PIN);

d. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

e. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia.

f. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan;

g. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana;

h. Komponen atau bahan yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;

i. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan


atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional; dan

j. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro,
asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya

1
ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah.

2. Jasa Kena Pajak Tertentu adalah:

a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan


penangkapan ikan nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan Nasional, yang meliputi:

i. Jasa persewaan kapal;

ii. Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa
labuh; dan

iii. Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.

b. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
meliputi:

i. Jasa persewaan pesawat udara;

ii. Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara.

c. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta
Api Indonesia;

d. Jasa yang diserahkan oleh Kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana


dimaksud dalam angka 1 huruf j dan pembangunan tempat yang semata-mata
untuk keperluan ibadah;

e. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat
sederhana; dan

f. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan
dalam rangka penyediaan data batas photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.

2
Tarif PPN
Sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 7 Undang undang No.42 Tahun 2009 adalah
sebagai berikut:

Sesuai dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa PPN merupakan pajak tidak
langsung yang artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang
lain atau pihak ketiga. Pajak Impor merupakan objek PPN sedangkan besarnya tarif PPN pada
umumnya sebesar 10% dari nilai transaksi, akan tetapi berdasarkan pertimbangan perekonomian
dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberikan wewenang
mengubah tarif PPN paling rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan tetap menggunakan prinsip
tarif tunggal.

Ketentuan PPN untuk Transaksi Ekspor

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang Dasar No.42 tahun 2009 pasal 7 :

1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).

2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

2. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

3. Ekspor Jasa Kena Pajak

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah
5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur
oleh Peraturan Pemerintah.

3
Dalam menjalankan kegiatan usaha oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) tentunya pemungutan
PPN menjadi salah satu kewajiban PKP untuk memungut PPN dari pihak lain, tak terkecuali
ekspor jasa ke luar daerah pabean yang penyerahanya dilakukan oleh PKP. Walaupun ekspor
jasa ini dikenai PPN dengan tarif 0%, PKP tetap memiliki kewajiban untuk memungut serta
melaporkannya di dalam SPT PPN. Akan tetapi jenis jasa yang dikenai PPN 0% ini hanya
dibatasi oleh 3 (tiga) jenis jasa yaitu :

a. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sebagai berikut :

 Pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP) berada di Luar Daerah Pabean dan merupakan
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia,

 Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau Penerima JKP,

 Bahan adalah bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan
diproses menjadi BKP yang dihasilkan,

 Kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima JKP; dan

 Pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan
atau penerima JKP ke luar daerah Pabean.

Atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak dari hasil kegiatan Jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa
Maklon dilaporkan sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam SPT Masa PPN. Namun PPN atas:

a. perolehan Barang Kena Pajak;

b. perolehan Jasa Kena Pajak;

c. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;

d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; dan/atau

e. impor Barang Kena Pajak,

merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan perpajakan oleh PKP
eksportir.

4
b. Jasa Perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi syarat bahwa
Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean

c. Jasa Konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang
batasan kegiatannya memenuhi syarat bahwa Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak
bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean.

Saat terutangnya PPN atas ekspor JKP adalah saat penggantian atas jasa yang diekspor
tersebut dicatat dan diakui sebagai penghasilan. PKP yang melakukan Ekspor JKP wajib
membuat Pemberitahuan Ekspor JKP dengan formulir yang telah ditetapkan dalam lampiran
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 pada saat ekspor JKP. Dokumen
pemberitahuan Ekspor JKP yang dilampiri dengan Invoice sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, berfungsi sebagai Faktur Pajak (dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak). Atas pengiriman barang kena pajak yang dihasilkan dari
kegiatan ekspor jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa Maklon tidak dilaporkan sebagai ekspor
BKP dalam SPT Masa PPN.

Penyerahan JKP lain, selain yang telah diatur dalam PMK No. 70/PMK.03/2010
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 30/PMK.03/2011 kepada Wajib Pajak Luar
Negeri (WPLN) tidak termasuk dalam pengertian ekspor JKP yang merupakan objek PPN
dengan tarif 0%. Hal ini ditegaskan secara eksplisit dalam Pasal 6 PP Nomor 1 Tahun 2012 yaitu
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang dimanfaatkan di dalam atau di luar Daerah
Pabean.” Sehingga terutangnya PPN tidak mensyaratkan apakah jasa harus dikonsumsi atau
dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean atau tidak. Sebagai contoh :

1. A Corp. yang berdomisili di Jepang mengirimkan lagu kepada PT B di Indonesia untuk


dibuatkan penulisan not balok atas lagu tersebut. Penulisan not balok yang telah selesai
dikirim kembali ke Jepang. Atas jasa penulisan not balok yang dilakukan oleh PT B
tersebut terutang PPN 10% yang wajib dipungut oleh PT B selaku PKP.

2. Z Corp. yang berdomisili di Korea Selatan berencana memasarkan produknya di


Indonesia. Oleh karena itu, Z Corp. menyewa PT DEF di Indonesia untuk melakukan
survei pasar di Indonesia. Jasa survei yang dilakukan oleh PT DEF tersebut terutang PPN
10%.

5
Hubungan Istimewa dan Kaitannya dengan DPP

Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang


Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan,
Direktur Jendral Pajak berwenang untuk menentukan berwenang kembali besarnya DPP atau
besarnya Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan keadaan seandainya diantara para wajib pajak
terdapat Hubungan Istimewa.

Penghitungan Dan Pelaporan

Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) dan Pasal 4 ayat( 1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang, setiap Wajib Pajak wajib mengisi
dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). SPT wajib di isi dengan benar, lengkap dan
jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, Angka Arab, dan Satuan Mata
Rupiah, PKP wajib menyampaikan Wajib Masa SPT, Masa PPN.

Penghitungan PPN dilakukan melalui penghitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
dalam satu masa Pajak. Selisih antara Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran adalah merupakan
Pajak yang harus dibayar oleh Pajak yang harus dibayar PKP. Apabila Pajak Masukan lebih
besar dari Pajak Keluaran dalam satu masa Pajak maka akan terdapat kelebihan pembayaran.
Pemungut PPN adalah bendahara Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang
ditunjukoleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa
Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.

PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana maksud Pasal 7
(sebesar 10% dan 0% untuk ekspor), dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai lain. Penyetoran PPN oleh PKP harus
dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT
Masa PPN disampaikan. SPT Masa PPN itu disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak

6
PPN Masukan dan PPN Keluaran

Pajak Masukan

Pajak masukan adalah PPN yang telah dipungut oleh PKP pada saat pembelian barang
atau jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu. Pajak masukan dijadikan kredit pajak oleh PKP
untuk memperhitungkan sisa pajak yang terutang.

Karakteristik Pajak Masukan

Tata cara umum PPN adalah PKP mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa
dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila masa pajak tersebut lebih besar
pajak keluaran maka kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya,
apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan
pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam tata cara umum
tersebut, jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan
yang dibayar dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.

Pajak Keluaran

Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena
Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
ekspor Jasa Kena Pajak.

Karakteristik Pajak Keluaran

Sebagai salah satu jenis pajak, PPN sering disebut pajak objektif. Yang ditekankan pada
PPN adalah objek pajak yang akan dikenakan dan subjek pajak misalnya, barang-barang mewah,
kendaraan mewah dan sebagainya. Yang pertama dikenakan adalah tarif pada setiap barang
tersebut. Kemudian wajib pajak pengonsumsi barang tersebut yang dikenai beban pajaknya
sehingga wajib pajak tersebut disebut sebagai subjek pajak. PKP melakukan transaksi jual beli
barang artinya, PKP mengambil atau memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan barang
kena pajak (BKP) miliknya yang dibeli konsumen kemudian nantinya dapat berfungsi menjadi
kredit pajak. Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak keluaran tersebut adalah
tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup leluasa untuk
melakukan pengkreditan pajaknya.

7
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa

SPT Masa PPN merupakan formulir laporan Pajak Pertambahan Nilai yang harus diisi
dan dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Indonesia, dan biasanya disampaikan setiap
bulannya (laporan bulanan). SPT Masa PPN merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib
Pajak Badan untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang.
Fungsi dari SPT Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun
juga dapat digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari
pemotong atau pemungut. SPT Masa PPN harus dilapor setiap bulannya, walaupun tidak ada
perubahan neraca, atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0). Jatuh tempo pelaporan
adalah pada hari terakhir (tanggal 30 atau 31) bulan berikutnya setelah akhir masa pajak yang
bersangkutan. Kecuali di bawah kondisi tertentu seperti yang dijelaskan pada Peraturan Menteri
Keuangan PER-80/PMK.03/2010, maka tanggal jatuh tempo bukanlah pada akhir bulan berikut
setelah akhir masa pajak yang bersangkutan. Gagal melaporkan akan berakibat denda sebesar Rp
500.000,00 (UU KUP Pasal 7 ayat 1).

8
9
Daftar Pustaka

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Direktorat


Penyuluhan,Direktorat Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, 2013,Undang-Undang KUP dan
Peraturan Pelaksanaannya,Jakarta.

Ketentuan PPN Untuk Transaksi Impor dan Ekspor, diakses pada tanggal 8 April 2018, pukul
23.00 WIB, https://www.online-pajak.com/id/pajak-pertambahan-nilai-ppn

Hubungan Istimewa dan kaitannya dengan DPP, diakses pada tanggal 8 April 2018, pukul 23.00
WIB http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=47

Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, diakses pada tanggal 8 April 2018, pukul 23.00 WIB
https://www.online-pajak.com/id/spt-masa-ppn

PPN Masukan dan PPN Keluaran,diakses pada tanggal 8 April 2018, pukul 23.00 WIB
https://easyaccountingsystem.co.id/perbedaan-pajak/

Penghitungan dan Pelaporan, diakses pada tanggal 8 April 2018, pukul 23.00 WIB
http://www.ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&list=1&id=147&q=&hlm=8

10

Anda mungkin juga menyukai