Anda di halaman 1dari 18

Diagnosis dan Tatalaksana peritonitis

Benedictus Pratama Sinaga ( 102015031 ) B5


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Tutor : dr. Monica Puspa Sari
Jl.Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat, 11510
E-mail korespondensi : Sinaga.benedict@gmail.com

Abstrak

Membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian
utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian
besar dari organ – organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang
memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan. Organ – organ digabungkan
bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan
perbandingan organ – organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar
limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya
terhadap infeksi. radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus,
biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi,
muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.
Dinamakan peritonitis

Kata Kunci : Peritonitis, Diagnosis, Tatalaksana

Abstract

The largest serous membrane in the body. The peritoneum is composed of two main
parts, the parietal peritoneum, and the visceral peritoneum, which serves to cover most of
the abdominal and pelvic organs, forming a fine border that allows the organ to slide at
each other without any friction. The organs are combined together and keep their position
fixed, and maintain a comparative relationship of organs to the posterior wall of the
abdomen. A large number of lymph glands and blood vessels are contained in the
peritoneum, helping to protect it against infection. Inflammation of the peritoneum with
serum exudation, fibrin, cells, and pus, is usually accompanied by symptoms of abdominal
pain and tenderness in the abdomen, constipation, vomiting, and inflammatory fever which
is usually caused by infection of the peritoneum. Called peritonitis.

Kata Kunci : Peritonitis, Diagnose, Management


ANATOMI

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian


belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke
dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial
(fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus
abdominis internus, dan m.tranversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneal, dan
peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.1

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan
dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang
aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa
superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini
memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan
pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII
dan n.lumbalis I.1

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap
yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran
yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang
meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale.( Perhatikan Gambar.1 Anatomi peritonium
).1
Gambar.1 Anatomi Peritonium.1

Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan
menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ
diberi nama-nama khusus.1

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,
pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat
pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat
pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di
sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak,
menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama olentum majus. Bangunan
ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan
kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang
lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.1

STRUKTUR

PERITONEUM
Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesotial di atas dasar fibroelastik. Terbagi
menjadi visceral, menutupi usus dan mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding
abdomen dan berhubungan dengan fascia muscular. Pasokan darah datang dari struktur di
bawahnya. Persarafan lebih spesifik , hanya berespons terhadap traksi atau regangan.
Peritoneum parietale mempunyai komponen somatik dan visceral dan memungkinkan
lokalisasi stimulus yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.1

Peritoneum adalah selaput serosa yang membentuk lapisan rongga perut atau coelom yang
mencakup sebagian besar-intra abdomen (atau selom) organ – di vertebratayang lebih tinggi
dan beberapa invertebrata (annelida, misalnya). Ini terdiri dari lapisan mesothelium didukung
oleh lapisan tipis jaringan ikat. Peritoneum. Kedua mendukung organ-organ perut dan
berfungsi sebagai saluran untuk darah dan pembuluh getah bening dan saraf ( Perhatikan.
Gambar.2 periteneum).1

Gambar.2 Periteneum.1

PEMBAGIAN PERITONEUM

Kantung besar (atau rongga perut umum), diwakili dalam merah dalam diagram diatas.
Kantung kecil (atau bursa omentum), diwakili dengan warna biru. Kantung kecil
dibagimenjadi dua "omenta" : Omentum minus (atau gastrohepatic) terlampir pada kurvatura
minor dari lambungdan hati.2

Omentum yang lebih besar (atau gastrocolic) tergantung dari kurva yang lebih besar dari
perut dan loop turun di depan usus sebelum melengkung ke belakang untuk melampirkan
usus besar melintang. Akibatnya itu terbungkus di depan usus seperticelemek dan
dapat berfungsi sebagai lapisan isolasi atau protektif .2

KLASIFIKASI STRUKTUR PERUT

Struktur di perut diklasifikasikan sebagai intraperitoneal, retroperitoneal


atauinfraperitoneal tergantung pada apakah mereka ditutupi dengan peritoneum visceral
danapakah mereka dilengkapi dengan polip (mensentery, mesokolon).2

Struktur yang Intraperitoneal umumnya bergerak, sementara mereka yang retroperitoneal


relatif tetap dilokasi mereka. Beberapa struktur, seperti ginjal, adalah "terutama
retroperitoneal",sementara yang lain seperti mayoritas duodenum, adalah "sekunder
retroperitoneal", yangberarti struktur yang dikembangkan intraperitoneal namun kehilangan
mesenterium dandengan demikian menjadi retroperitoneal.2

ORGAN - ORGAN YANG ADA DALAM INTRAPERITONEUM

Organ yang ada pada Intraperitoneum adalah meliputi, Hati, Limpa, ekor pancreas.Dan
pada wanita, Uterus, saluran telur, ovarium Gonad pembuluh darah.2

ORGAN ± ORGAN YANG ADA DALAM RETROPERITONEUM

Organ yang ada pada Retroperitoneum adalah meliputi, Pankreas (kecuali ekor),Ginjal,
kelenjar adrenal, ureter proksimal, kapal ginjal, Gonad pembuluh darah, Inferior vena cava,
Aorta

DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput Rongga
perut (peritoneum).2

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum pada membrana serous pada garis cacum
abdominal dan viserra. Peritonitis biasanya terjadi local atau general dan menghasilkan
infeksi (sering terjadi rupture pada organ pada trauma abdominal atau appendicitis) atau dari
proses non-infeksi ( Perhatikan Gambar.3 Selaput Periteneum.) 2
Gambar.3 Selaput Periteneum.2

Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan Dinding
perut sebelah dalam.

PENYEBAB

Peritonitis biasanya disebabkan oleh :

1.Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.

Yang sering menyebabkan peritonitis adalah per forasi lambung, usus, kandung empedu
atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak
berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung
mengalami penyembuhan bila diobati.3

2.Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual

3.Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkangonor e dan infeksi chlamidia)

4.Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi

5.Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.


Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan
dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.

6.Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.

Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.

7.Iritasi tanpa infeksi.

Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan
dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi ( Perhatikan.Gambar.4
Penyebab peritonitis ) .3

Gambar.4 Penyebab Peritonitis.3

Penyebab peritonitis
( Perhatikan Tabel.5 Penyebab peritonitis ).3

Area sumber Penyebab


Esofagus Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Lambung Perforasi ulkus peptikum
Keganasan (mis.
Adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma
gastrointestinal)
Trauma
Iatrogenik
Duodenum Perforasi ulkus peptikum
Trauma (tumpul dan
penetrasi)
Iatrogenik
Traktus bilier Kolesistitis
Perforasi batu dari
kandung empedu
Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreas Pankreatitis (mis.
Alkohol, obat-obatan, batu
empedu)
Trauma
Iatrogenik
Kolon Iskemia kolon
asendens Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Kolon Iskemia kolon
desendens dan Divertikulitis
apendiks
Keganasan
Kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik
Salping uterus Pelvic inflammatory
dan ovarium disease
Keganasan
Trauma
Tabel.5 Penyebab Peritonitis.3

Sedangkan berdasarkan jurnal farmacia maret 2007 penyebab dari peritonitis adalah
bentu k peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi
pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi
hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau
pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah
terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami
komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah
antarmolekul komponen asites.3

Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba. Patogen yang
paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia
coli, 7% Klebsiella pneumoniae,spesies Pseudomonas, Proteus, dan gram negatif lainnya
sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae 15%,
jenis Streptococcus lain 15%, dan golonganStaphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5%
kasus juga ditemukan mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung
infeksi campur beberapa mikroorganisme.3

Sedangkan peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan
oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri
rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab asalnya. Berbeda
dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal
dari saluran cerna bagian atas. Pada pasien dengan supresi asam lambung dalam waktu
panjang, dapat pula terjadi infeksi gram negatif. Kontaminasi kolon, terutama dari bagian
distal, dapat melepaskan ratusan bakteri dan jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung
polimikroba, mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob yang didominasi organisme
gram negatif.3

Sebanyak 15% pasien sirosis dengan asites yang sudah mengalami SBP akan mengalami
peritonitis sekunder. Tanda dan gejala pasien ini tidak cukup sensitif dan spesifik untuk
membedakan dua jenis peritonitis. Anamnesis yang lengkap, penilaian cairan peritoneal, dan
pemeriksaan diagnostik tambahan diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan tata laksana
yang tepat untuk pasien seperti ini.4

Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan
terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan berasal dari kelainan organ.
Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses atau flegmon, dengan atau tanpa
fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering ada pasien dengan kondisi komorbid
sebelumnya dan pada pasien yang imunokompromais. Meskipun jarang ditemui bentuk
infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi peritonitis tersier yang membutuhkan
IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong tinggi di USA, yakni 50-74%. Lebih dari 95%
pasien peritonitis didahului dengan asite, dan lebih dari stengah pasien mengalami gejala
klinis yang sangat mirip asites. Kebanyakan pasien memiliki riwayat sirosis, dan biasanya
tidak diduga akan mengalami peritonitis tersier. Selain peritonitis tersier, peritonitis TB juga
merupakan bentuk yang sering terjadi, sebagai salah satu komplikasi penyakit TB.4

Selain tiga bentuk di atas, terdapat pula bentuk peritonitis lain, yakni peritonitis steril atau
kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan
empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ
dalam (mis. Penyakit Crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen. Tanda dan
gejala klinis serta metode diagnostik dan pendekatan ke pasien peritonitis steril tidak berbeda
dengan peritonitis infektif lainnya.4

GEJALA
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita
muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau
beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan,adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus.4

Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat.
Gerakanper is taltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar.
Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi
dehidrsi.4

PATOFISIOLOGI

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat


penyebaran infeksi dari organ – organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis), rupture
saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokok dan
streptokok sering masuk dari luar.5

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita – pita fibrosa, yang kelak dapat
mengakibatkan obstruksi usus.5

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas
peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung – lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus .5

Peritonitis mekonium adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari mekonium yang
keluar melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritoneum. Defek dinding usus
dapat tertutup sendiri sebagai reaksi peritoneal. Bercak perkapuran dapat terjadi dalam waktu
24 jam .5
DIAGNOSIS

Gambaran klinik

- Biasanya penderita muntah, demam tinggi, dan merasakan nyeri tumpul di perutnya.
Pada palpasi sebagian atau seluruh abdomen tegang, seperti ada tahanan atau nyeri tekan;
Berkurangnya nafsu makan; Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat; Tekanan darah
menurun; Produksi urin menurun.6

- Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut yang membentuk perlengketan yang akhirnya
bisa menyumbat usus.6

Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat;
Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan di usus
besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum; Terjadi
dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit; Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama,
seperti gagal ginjal akut (ARF).6

- Pada peritonitis mekonium gejalanya berupa abdomen yang membuncit sejak lahir,
muntah, dan edema dinding abdomen kebiru – biruan.6

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu
diperhatikan.7

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam
dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala
hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan
hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan
cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara
progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.7

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan


ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati
adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut
membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan
pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau
distended.( Perhatikan Gambar.6 pemeriksaan Perut).7

Gambar.6 Palpasi perut.7

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di
abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien.
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien
dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.7

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat
sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus
selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna
sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan
dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai
peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.7
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding
perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan
bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting
dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.7

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok
dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi
pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul,
seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general
peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus,
karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus
ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan
kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.7

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan,


misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan
Roentgen dan endoskopi.8

Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit,
untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat
menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain
diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang
memberikan gejala mirip gawat perut .8

Gambaran radiologi

- Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat
dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.9
- Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda – tanda obstruksi usus
berupa air-udara dan kadang – kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus halus
dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus – usus yang
melebar biasanya berdinding tebal

- Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik. Terdapat distensi
baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto berdiri terlihat beberapa fluid level
di dalam usus halus dan usus besar. Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa menyebabkan
peritonitis, udara bebas mungkin akan terlihat pada kavitas peritoneal.9

- Peritonitis umum: Formasi abses

Meskipun peritonitis umum telah berkurang abses lokal dapat terjadi pada salah satu
bagian abdomen. Abses mungkinan muncul beberapa hari atau minggu setelah mendapat
pengobatan peritonitis. Pada gambaran radiologi, abses terlihat menyerupai suatu massa.
Kadang – kadang abses terdapat pada usus halus sehingga menghasilkan obstruksi mekanik.9
.

Abses pada kuadran kanan bawah yang mengikuti peritonitis yang sebelumnya terjadi
ruptur appendiks, sebuah massa berkembang di daerah kuadran bawah memperlihatkan
pendesakan pada usus kecil. Terjadi distensi proximal usus kecil.9

- Gambaran radiologik peritonitis mekonium berupa tanda – tanda obstruksi distal


duodenum, bercak – bercak perkapuran di dalam rongga usus atau peritoneum, sering juga di
daerah skrotum .9

Gambaran Patologi

Asam bikarbonat yang dihasilkan mukosa duodenum dan pankreas adalah penetral asam
yang utama. Berkurangnya faktor pelindung terhadap zat cerna ini menyebabkan autodigesti
mukosa duodenum. Gastroduodenitis yang disebabkan oleh helicobacter pylori dianggap
penyebab penting yang memudahkan terjadinya tukak. Tukak duodenum terjadi akibat aksi
korosif asam lambung terhadap epitel yang rentan. Defek ini bermula pada mukosa,
selanjutnya menembus ke muskularis mukosa. Tukak yang biasanya kecil saja, tetapi
menembus lapisan dinding duodenum, bisa berkembang menjadi lanjut hingga terjadi
perdarahan, penetrasi ke pankreas, atau perforasi bebas.9
Peritoneum yang normal memberi gambaran bening kelabu. ketika terjadi peritonitis,
dalam waktu 2-4 jam peritoneum berubah menjadi suram atau berawan. Setelah itu
mengeluarkan cairan exudat fibrinosa sebagai tanda adanya invasi bakteri. Cairan tertahan di
usus halus dan di usus besar, kemudian akan merembes dari peredaran darah ke dalam
rongga peritoneum.9

PENATALAKSANAAN

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar
cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan
caran ke dalam ruang vaskuler. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat
diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu
dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga
abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan
distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan.9

Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.


Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi
dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami
perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada pankreas (pankreatitis akut) atau
penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.9

Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan pilihan tindakan
nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun terapi ini lebih
bersifat komplementer, bukan kompetitif disbanding laparoskopi, karena seringkali letak luka
atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal.9

Sebaliknya, pembedahan memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian


dilakukan eliminasi kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut benar-
benar bersih dari kuman.9
KOMPLIKASI

Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses.
Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah
dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau
peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita
yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan
intensif yang lebih lama.9

Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia


akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status
narkose penderita pascaoperasi .9

Kesimpulan

1. Paulsen, j wasche. Sobbota atlas anatomi manusia. 23thed. Jakarta: EGC; 2015
2. . Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta:
EGC,2010.
3. Sjamsuhidajat R, Lambung dan Duodenum-bab 31, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
2,EGC, Jakarta: 2014,
4. Carol Matson Porth, Structure and Function of the Gastrointestinal Tract, Essential of
Pathophisiology, Lippincott Williams & Wilkins, Wiskonsin: 2013,
5. Isselbacher. Prinsip- prinsip ilmu penyakit dalam : Penerbit buku kedokteran EGC
.Jakarta ; 2011.
6. Aru S.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi I .Jakarta : EGC ; 2007.

7. De jong, wim. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC ; 2010

8. Price Wilson, Peritonitis, patofisiologi saluran cerna, PATOFISIOLOGI (Konsep Klinis


Proses – Proses Penyakit), Jilid 1, ed: 8. Alih Bahasa: Peter Anugrah, EGC, Jakarta: 2011,
9. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S. K., Setiati S. Peritonitis akut.
Gastroenterologi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jilid 1. Interna Publishing. Pusat
penerbitan Ilmu Penyakit Dalam: 2009.

Anda mungkin juga menyukai