Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(First Session)
Mr. Sumadji, pria 38 tahun, mengunjungi Puskesmas karena belakangan ini mengalami batuk
produktif sejak dua minggu sebelumnya.
Riwayat penyakit sekarang:
Sekitar 4 bulan lalu, berkeringat pada malam hari, dan disertai menggigil. Sekitar 3 bulan lalu
nafsu makan menurun. Juga mengalami batuk produktif, nyeri dada pada sisi kanan atas dan
berkeringat pada malam hari selama dua minggu. Sputumnya berubah warna menjadi kuning
pada 7 hari terakhir. Dia mengeluh merasa tidak sehat, lemah, sulit bernafas/sesak, demam
ringan dan penurunan nafsu makan sejak 10 hari lalu.
Riwayat pengobatan:
Dia pernah mengonsumsi obat yaitu antibiotic, antipiretik dan ekspektoran dari dokter
pribadinya, namun kondisinya tidak membaik.
Riwayat penyakit dahulu:
Sekitar 6 bulan lalu, dia mengalami batuk darah (hemoptisis) sebanyak 3 sendok makan, yang
membuatnya cemas, dan dia ingin menemui dokter pribadinya.
Setelah minum obat, batuk darahnya hilang tapi dia masih batuk sesekali.
Dia kehilangan BB 5 kg pada dua bulan terakhir.
Tidak ada riwayat asma bronchiale, trauma, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,
atau penyakit sistemik lain.
Riwayat keluarga:
Dua tahun lalu, ayahnya menderita batuk darah, mengujungi puskesmas dan mengonsumsi
obat selama 3 bulan. Dia berhenti minum obat, karena kondisinya membaik.
Riwayat social:
Dia merokok 1pak/hari selama 7 tahun.
Dia bekerja sebagai tukang batu dan tinggal di rumah yang kecil dengan ventilasi yang tidak
adekuat. Dia tinggal bersama ayahnya, istrinya dan 3 anak.
TUBERKULOSIS | CASE 3
- setelah minum obat, tdk membaik
- hemoptisis selama 6 bulan
- ayahnya mengalami batuk darah juga
- Merokok sehari 1 pack selama 7 tahun
3. Definisi hemoptisis
Hemoptysis dijelaskan sebagai ekspektorasi darah dari traktus respiratorius; bisa bervariasi
dari flek darah sampai adanya darah secara nyata. Untuk pasien yang mengalami hemoptysis,
sebaiknya diukur pula jumlah darah yang diproduksi serta atribut sputum yang lain; tanyakan
juga mengenai waktu kejadian, aktivitas, serta gejala yangmenyertai.
TUBERKULOSIS | CASE 3
Pulmonary endometriosis
PULMONARY TUBERCULOSIS
(Second Session)
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 10 gr/dL
WBC : 7,600 /mm3
Laju endap darah : 76 mm/jam (normal 0-26 mm/jam)
Pemeriksaan sputum
Pewarnaan gram sputum : tidak didapatkan hasil
Mikrobiology : 2 kali pemeriksaan BTA, hasilnya: (-/-) skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis & Lung Diseases)
TUBERKULOSIS | CASE 3
Pemeriksaan X-ray dada posisi PA
Jantung : dalam batas normal
Paru : Tampak infiltrate eksudatif dan induratif pada kedua lapangan paru,
lebih menonjol pada paru kanan atas.
Terdapat juga cavitas multiple pada paru kanan atas.
Kesimpulan : Tuberkulosis aktif
Jawaban:
1. Bagaimana problem pasien hari ini?
a) BMI : 17.9 kg/m2
b) Konjungtiva sedikit pucat (Hb : 10 gr/dL)
c) Pemeriksaan paru :
Inspeksi : bentuk dan gerakan simetris
Palpasi : fremitus taktil meningkat pada paru kanan bagian atas
Perkusi : suara tumpul pada paru kanan bagian atas
Auskultasi : suara bronkial pada paru kanan atas, ronkhi kasar pada kedua
paru
d) Laju endap darah : 76 mm/jam
e) Mikrobiologi : 2 kali pemeriksaan BTA (-/-) skala IUATLD.
f) X-ray dada : Infiltrat eksudatif dan induratif tampak pada kedua lapangan paru.
Cavitas multiple pada lobus kanan atas.
TUBERKULOSIS | CASE 3
e) Alkohol
f) Lingkungan hidup yang padat penduduk
g) Faktor genetik
Mycobacterium merupakan bakteri obligat aerob dan menghasilkan energi dari oksidasi
berbagai senyawa karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 meningkatkan
pertumbuhan bakteri. Aktivitas biokimia tidak memiliki karakteristik khusus, dan laju
pertumbuhan bakteri jauh lebih lambat dibandingkan kebanyakan bakteri lain. Waktu
pelipat gandaan basil tuberkel ini sekitar 18 jam. Bentuk saprofit bakteri cenderung
tumbuh lebih cepat, proliferasi dengan baik pada suhu 22-33 oC, untuk memproduksi
lebih banyak pigmen, dan menjadi lebih tidak tahan asam dibandingkan bentuk
patogeniknya.
TUBERKULOSIS | CASE 3
Patogenisitas ditentukan oleh konstituen basil tuberkel
o Konstituennya ditemukan terutama pada dinding sel. Dinding sel Mycobacteria
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (delayed hypersensitivity), isi
sel Mycobacteria hanya menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe IV pada hewan
yang telah tersensitisasi sebelumnya.
o Lipid. Mycobacteria kaya akan lipid, termasuk asam mikolik (asam lemak rantai
panjang C78 – C90), lilin, dan fosfatid. Didalam sel, lipidnya terikat banyak pada
protein dan polisakarida, kompleks Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) dengan
asam mikolik dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid
menyebabkan nekrosis kaseosa.
o Protein. Tiap tipe dari mycobacterium mengandung beberapa tipe protein yang
menyebabkan reaksi tuberkulin. Protein yang terikat dengan lilin, ketika diinjeksikan
dapat menyebabkan reaksi sensitivitas tuberkulin. Mereka dapat juga menyebabkan
pembentukan berbagai antibodi.
o Polisakarida. Mycobacteria mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida
dalam patogenesis penyakit tidak diketahui. Mereka dapat menginduksi
hipersensitivitas tipe langsung dan berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan
serum dari orang yang terinfeksi.
TUBERKULOSIS | CASE 3
seseorang dengan tuberkulosis pulmonal atau faringeal batuk, bersin, berbicara, atau
bernyanyi, dan dapat bertahan di udara untuk jangka waktu yang lama.
Infeksi primer terjadi pada orang yang belum pernah mengalami paparan sebelumnya
terhadap baccili tubercle (bakteri TB). Droplet nuclei yang terhirup ke paru sangat kecil
sehingga dapat menghindari pertahanan mucociliary pada bronchus dan menetap pada
alveoli terminal paru.
Pada TB pulmo primer organisme terhirup dan biasanya terfagosit pada paru perifer
dan imunitas innate/bawaan terinisiasi. Organisme yang terfagosit di transport ke
lymfonodi di hilar/hilum dan dipresentasikan ke naive t-cell, menstimulasi proses
aktivasi, proliferasi dan diferensiasi dari sel tersebut. Infeksi dimulai dengan multiplikasi
bacilli tubercle(bakteri TB) pada paru.
Lesi yang terbentuk yaitu “Ghon Focus”. Sistem limfatik mengalirkan baccili menuju
limfenodi di hilar/hilum. Ghon focus dan lymphadenopathy di hilar membentuk
“kompleks primer”. Bacilli bisa menyebar dalam darah dari kompleks primer ke seluruh
tubuh.
Respon imun (delayed hipersensitivity dan cellular imunity) berkembang sekitar 4-6
minggu setelah infeksi primer.
TUBERKULOSIS | CASE 3
b.1 Reaktivasi berarti bacilli dormant bertahan di jaringan selama bulanan
atau tahunan setelah infeksi mulai membelah.
b.2 Reinfeksi berarti infeksi berulang pada orang yang dulunya mengalami
infeksi primer
Respon imun dari pasien menghasilkan lesi patologis yang memiliki lokalisasi yang
khusus/berkarakteristik, sering dengan destruksi jaringan yang hebat dan
terbentuknya kavitas.
TUBERKULOSIS | CASE 3
9. Apakah tanda klinis yang menjukkan pulmonary tuberculosis?
Permulaan penyakit seringkali tersembunyi/tidak diketahui; gejala seringkali berkembang
perlahan, selama beberapa minggu:
a) Gejala pada dada adalah:
Seringkali nonspesifik, dan dapat menyerupai beberapa kondisi respirasi
Batuk hampir selalu ditemui (semua orang dengan batuk produktif selama 2-3
minggu atau lebih harus ievaluasi untuk TB) (ESTC)
Haemoptysis: bisa terjadi dari hasil bronchiektasis tuberculus residual, pecahnya
pembuluh darah pada dinding kavitas (rasmussens aneurysm)
Nyeri dada (ketika adanya keterlibatan peura)
Dyspnea : jarang, kecuali adanya penyakit yang luas
Coarseness (ketika larynk terlibat)
b) Gejala sistemik
Demam pada malam hari
Keringat berat pada malam hari (multiplikasi bacillary meningkat pada sore hari,
dengan ritme cortisol circadian pada puncak, yang diikuti dengan demam saat
malam)
Kehilangan selera makan
Kehilangan berat badan dan malaise/tidak enak badan – nonspesifik tapi sering
berbarengan dengan gejala pada dada
TUBERKULOSIS | CASE 3
11. Konfirmasi diganosis TB Paru pada orang dewasa
P(X) baru, tdk aa riwayat pengobatan, tdk P(x) dgn riwayat pengobatan TB, p(x)
ada riwayat kontak erat dengan p(x) TB RO, dengan riwayat kontak erat dgn p(x) TB
P(x) dengan HIV (-) atau tdk diketahui status RO, p(x) dengan HIV (+)
HIVnya.
Pemeriksaan klinis dan bakteriologis dgn mikroskop atau tes cepat molekuler (TCM)
(+ +) MTB (+), Rif MTB (+), Rif MTB (+), Rif MTB (-)
(- -)
sensitif intermediet resisten
(+ -)
Foto toraks
(mengikuti alur
Terapi Ulangi yang ama dgn
Foto TB terkonfirmasi pemeriksaan TB RR
antibiotik alur pada hasil
Toraks bakteriologis TCM
non OAT pemeriksaan
maktpskopis
BTA negative
(- -)
Pengobatan Mulai pengobatan TB RO. Lakukan
TB Lini 1 pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2
TUBERKULOSIS | CASE 3
TB RR, TB Pre TB XDR
XDR
TB MDR
Gambaran Tdk mendukung TB,
Ada Tidak ada
mendukung bukan TB. Cari
perbaikan perbaikan Lanjutkan pengobatan TB
TB kemungkinan
klinis klinis, ada pengobatan RO dgn panduan
penyebab penyakit
faktor risiko TB RO baru
lain
TB, dan atas
pertimbang
an dokter
TB Bukan TB, cari
terkonfirmasi kemungkinan
klinis penyebab penyakit
TB
lain
terkonfirmasi
klinis
Pengobatan
TB Lini 1
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
indikasi, misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
1. Pemeriksaan diagnostic
2. Pemeriksaan monitor/follow up pengobatan
Pemeriksaan diagnostik:
Mikrobiologi: pemeriksaan specimen secara langsung atau biakan dan amplifikasi DNA.
Pemeriksaan secara langsung a.l. smear sputum (sewaktu/pagi) dengan pengecatan tahan
asam (Ziehl-Nielssen) spesifitas >95%, sensitifitas 25-85% (tergantung pengalaman analis).
Spesimen sputum dinilai layak periksa atau tidak yaitu dengan cara pemeriksaan Q score
(=Rasio sel neutrofil/sel epitel bertatah), karena sputum sering tercampur dengan saliva,
bila Q score >2.5, maka layak periksa.
Pengecatan lain dengan zat warna fluoresens (Auramine-O), sensitifitas cara ini 90%
(dengan mikroskop fluoresens).
TUBERKULOSIS | CASE 3
Pelaporan hasil pemeriksaan sediaan langsung: negatif, +1 sampai +4, skala jumlah bakteri
untuk menilai besarnya kemungkinan penularan dari penderita ke orang lain.
Biakan: menggunakan media padat & cair, dilakukan dekontaminasi dulu untuk specimen
yang berasal dari bagian tubuh yang tidak steril a.l. sputum, media cair dapat dicampur
dengan OAT seperti rifampicin untuk mengetahui resistensi bakteri. Hasil pemeriksaan
bakteri lama (minimal 6 minggu)
Pemeriksaan monitor:
Pemeriksaan hapusan specimen langsung, kultur bakteri, NAAT (Nucleic Acid Amplification
Technology).
TUBERKULOSIS | CASE 3
- Laporan hapusan lab langsung. Pemeriksaan memiliki 4 skala: negatif, +1, +4. Skala ini
memiliki nilai prediktif, dimana skala yang lebih tinggi menunjukkan pasien lebih infektif
untuk orang lain.
- Kultur bakteri menggunakan media padat (Lowestein-Jensen) atau media cair.
Setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 6 minggu untuk mengetahui hasilnya.
Menggunakan campuran media cair (+OAT) terdapat keuntungan lain yaitu untuk
mengetahui MDRTB (Multi Drug Resistant TB).
- NAAT atau PCR (rekasi rantai polimerase) adalah diagnosa lab terbaru untuk TB,
menggunakan alat khusus dan reagen (DNA Probe dan enzim DNA Polimerase)
memberikan nilai validitas yang baik, sensitivitas mendekati 100%, sensitivitas >95%.
Waktu untuk mengetahui hasil: 3 jam).
- Laju Endap Darah (LED) digunakan sebagai indeks resolusi penyakit, LED kembali ke
normal ketika inflamasi selesai.
- Hapusan BE (sputum) hasilnya negatif pada akhir 4 minggu pengobatan antituberkuosis
dalam jumlah besar.
- Serum transaminase (AS &ALT) meningkat sebagai efek samping OAT (e.g Rifampicin)
TUBERKULOSIS | CASE 3
(Sesi Tiga)
Diagnosis dari Mr. Suparto adalah Tuberculosis paru aktif. Dia ditempatkan pada
Program DOTS di Puskesmas dan mendapat regiment obat kategori pertama (FDC= Fixed Drug
Combination) yg terdiri dari INH, Rifampicin, PZA, dan Ethambutol. Setelah 2 minggu
pengobatan, kondisi Mr. Suparto membaik secara klinis dengan penurunan batuk, demam,
nyeri dada, kesulitan bernafas dan nafsu makannya kembali. Setelah 2 bulan pengobatan, 3
sampel sputum dikumpulkan. Pewarnaan ZN dari BTA menunjukkan hasil yang negative.
a. Pasien baru yang tidak pernah diobati TB nya atau minum obat anti-TB selama
kurangdari 1 bulan.
b. Pasien yang pernah diobati sebelumnya pernah minum obat anti-TB selama
sebulanatau lebih. Mereka diklasifikasikan lebih lanjut dengan adanya pengobatan
seperti:
b.1. Pasien yang mengalami kambuh yang sebelumnya pernah diobati TBnya, dan
telahdinyatakan sembuh dan sekarang di diagnosis lagi dengan TB recurrent (baik itu
karena relapse/kambuh atau TB baru yang disebabkan oleh infeksi)
b.2. Kegagalan pengobatan pada pasien yang telah diobati TBnya, tetapi
pengobatannya gagal.
c. Pasien yang pernah diobati sebelumnya atau pernah diobati karena TB tetapi hasil
pengobatannya tidak diketahui atau tidak terdokumentasi.
TUBERKULOSIS | CASE 3
Fase pengobatan intensif Fase lanjutan
3. Farmakologi obat TB
Obat utama yang digunakan pada TB adalah isoniazid (INH), rifampin, ethambutol,
pyrazinamide, dan streptomycin.
a. Isoniazid(INH)
- Mekanisme
Isoniazid (INH) adalah congener struktural dari pyridoxine. Mekanisme aksinya
melibatkan hambatan pada asam mikolat, komponen khas pada dinding sel
mycobacteria. INH adalah bactericidal untuk bacilli tubercle yang tumbuh aktif, tapi
kurang efektif melawan organisme dormant/tidak aktif.
- Farmakokinetik
INH dapat diabsrobsi dengan baik secara oral dan memasuki sel untuk bekerja pada
intrasel mycobacteria. Metabolisme hepar dari INH adalah melalui asetilasi dan dibawah
kontrol genetik. Pasien bisa menginaktivasi obat secara cepat atau lambat. Waktu paruh
INH dalam “asetilator cepat” adalah 60-90 menit; dalam “asetilator lambat” mungkin
sekitar 3-4 jam. Perbandingan asetilator cepat adalah lebih tinggi pada orang Asia
(termasuk Native Americans) daripada orang Eropa atau Afrika. Asetilator cepat bisa
mendapat dosis yang lebih tinggi dari pada asetilator lambat untuk efek terapi yang
ekuivalen.
- Toksisitas dan interaksi
Efek neurotoksik umum terjadi dan termasuk peripheral neuritis, gelisah, otot berkedut,
dan insomnia. Efek ini dapat diringankan dengan administrasi pyridoxine (25-50 mg/hari
secara oral).
INH bersifat hepatotoksik dan bisa menyebkan pemeriksaan fungsi hepar yang abnormal,
jaundice, dan hepatitis. Untungnya, hepatotoksik langka terjadi pada anak-anak. INH bisa
menghambat metabolisme hepatik dari obat (e.g, carbamazepine, phenytoin, warfarin).
Hemolisis terjadi pada pasien dengan defisiensi glukosa-6 phosphate degydrogenase
(G6PDH).
TUBERKULOSIS | CASE 3
b. Rifampin
- Mekanisme
Rifampin, turunan rifamycin, adalah bactericidal melawan M. Tuberculosis. Obat ini
menghambat DNA-dependent RNA polymerase (dikode melalui gen rpo) dalam M.
Tuberculosis dan banyak organisme lainnya.
- Farmakokinetik
Ketika diberikan secara oral, rifampin diabsorbsi dengan baik dan diedarkan ke banyak
jaringan tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Obat ini melalui siklus enterohepatik dan
sebagian dimetabolisme di hepar. Kedua obat bebas dan metabolit, yang berwarna oranye
dieliminasi terutama dalam feces.
Rifampin umumnya menyebabkan proteinuria rantai ringan dan dapat mengganggu respon
antibodi. Terkadang efek buruknya termasuk bercak kulit, thrombocytopenia, nephritis, dan
disfungsi hepar. Jika diberikan kurang dari dua kali perminggu, rifampin dapat menyebabkan
flu-like syndrome dan anemia. Rifampin secara kuat menginduksi enzim yang
memetabolisme obat di hepar dan meningkatkan jumlah eliminasi banyak obat, termasuk
contraceptivesteroids, cyclosporins, ketoconazole, methadone, terbinafine, dan warfarin.
c. Ethambutol
- Mekanisme
Ethambutol menghambat arabinosyl transferase (dikode oleh embCAB operon)
terlibat dalam sintesis arabinogalaktan, sebuah komponen dinding sel mycobacteria.
- Farmakokinetik
Obat ini diabsorbsi dengan baik secara oral dan diedarkan ke banyak jaringan, termasuk
SSP. Fraksi besar dieliminasi tanpa dirubah di dalam urine. Pengurangan dosis perlu
dilakukan pada gangguan ginjal.
- Toksisitas
Efek samping buruk paling umum adalah gangguan penglihatan tergantung dosis,
termasuk penurunan aktivitas penglihatan, buta warna merah-hijau, optic neuritis, dan
kemungkinan kerusakan retina (dari penggunaan dosis tinggi yang lama)
d. Pyrazinamide
- Mekanisme
Mekanisme aksi pyrazinamide tidak diketahui, bagaimanapun, aksi bakteriostatik
muncul pada konversi metabolik melali pyrazinamidase (dkoe oleh gen pncA) ada pada
M. Tuberculosis.
- Farmakokinetik
Pyrazinamide diabsorbsi dengan baik secara oral dan memasuki banyak jaringan tubuh,
termasuk SSP. Obat ini sebagian dimetabolisme asam pyrazinoat, dan kedua molekul
induk dan metabolit diekskresi dalam urine. Waktu paruh plasma pyrazinamide
meningkat pada gagal hepar atau ginjal.
- Toksisitas
TUBERKULOSIS | CASE 3
Sekitar 40% pasien berkembang nongouty polyarthalgia.Hyperuricemia umumnya
terjadi tapi biasanya asimtomatik. Efek buruk lain adalah myalgia, iritasi GI, bercak
makulopapular, disfungsi hepar, porphyria, dan reaksi fotosensitivitas. Pyrazinamide
sebaiknya dihindari selama kehamilan.
e. Streptomycin
Aminoglikosida ini sekrang digunakan lebih sering daripada sebelumnya karena prevalensi
pertumbuhan resistensi obat pada M. Uberculosa. Sifat armakodinamik dan farmakokinetik
dari streptomycin mitip dengan aminoglikosida lain.
Aminoglikosida strukturnya berhubungan dengan gula amino yang dilekatkan oleh
hubungan glikosidik. Mereka adalah senyawa polar, tidak diabsorbsi setelah administrasi
oral, dan harus diberikan secara IM atau IV untuk efek sistemik. Mereka memiliki
keterbatasan untuk memasuki jaringan dan tidak siap unutk melewati blood-brain barrier.
Filtrasi glomerolus adalah jalur ekskresi utama, dan tingkat plasma obat ini secara besar
dipengaruhi perubahan fungsi ginjal. Eksresi aminoglikosida secara langsung sebanding
dengan creatinine clearance. Dengan fungsi renal yang normal, waktu paruh eliminasi
aminoglikosida adalah 2-3 jam.
Obat alternatif
Amikacin
Ciprofloxacin dan ofloxacin
Ethinamide
p-aminosalicylic (PAS)
TUBERKULOSIS | CASE 3
5. Upaya pengendalian Faktor risiko TB
Pencegahan dan pengendalian risiko bertujuan mengurangi sampai dengan mengeliminasi
penularan dari kejadian sakit TB di masyarakat.
Upaya yang dilakukan adalah:
a. Pengendalian kuman penyebab TB
- Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan
tetap tinggi
- Melakukan penatalaksanaan penyakit penyerta (komorbid TB) yang
mempermudah terjangkitnya TB, misalnya HIV, diabetes, dll.
b. Pengendalian faktor resiko individu
- Membudayakan PBHS atau Perilaku Hidup Bersih Sehat, makan
makanan bergizi, dan tidak merokok.
- Membudayakan perilaku etika batuk dan cara membuang dahak bagi
pasien TB
- Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan kualitas nutrisi
bagi populasi terdampak TB
- Pencegahan bagi populasi rentan
Vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir
Pemberian profilaksis INH pada anak di bawah lima tahun
Pemberian profilaksis INH pada ODHA selama 6 bulan dan
diulang setiap 3 tahun
Pemberian profilaksis INH pada pasien dengan indikasi klinis
lainnya seperti silicosis
c. Pengendalian faktor lingkungan
- Mengupayakan lingkungan sehat
- Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungan sesuai persyaratan baku rumah sehat.
d. Pengendalian intervensi daerah beresiko penularan
- Kelompok khusus maupun masyarakat umum yang beresiko tinggi
penularan TB (lapas/rutan, masyarakat pelabuhan, tempat kerja,
institusi pendidikan berasrama, dan tempat lain yang teridentifikasi
beresiko.
- Penemuan aktif dan masi di masyarakat (daerah terpencil, belum ada
program, padat penduduk)
- Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
Mencegah penularan TB pada semua orang yang terlibat dalam pemberian pelayanan pada
pasien TB harus menjadi perhatian utama. Semua fasyankes yang memberi layanan TB harus
TUBERKULOSIS | CASE 3
menerapkan PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan
dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB.
TUBERKULOSIS | CASE 3