Asuhan Keperawatan Ppok
Asuhan Keperawatan Ppok
PENDAHULUAN
1
1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK?
1.3 TUJUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan napas.
Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika
aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam paru-paru.
Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi bagian tubuh yang
lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan dan
pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “obstruktif kronis”).
a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian
dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya
menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal
dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan
keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan,
sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan
dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang ditandai
dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan. Sesuai
dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
3
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan
pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli
paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada
produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakan sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.
4
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan
penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala
atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh
dan pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut
ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang
misalnya di tempat pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam
penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang
banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim banjir,
maka masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA,
maka faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit.
Penyakit saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor
kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga kebersihan
diri dan lingkungan
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara
kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil
sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah
besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai
sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari
cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word
helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius.
Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah
merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya
di emisikan oleh kendaraan bermontor.
5
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, 10% sisannya menghirup udara
yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak bersih ini lebih fatal
pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko tinggi,
misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat
penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para penderita maupun
kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari
pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.
Komplikasi:
a. Hipoksemia
6
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, letargi,dizzines,dan takipnea.
c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirator
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
7
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks
Penatalaksanaan medis
8
2.3 PHATWAY PPOK
Peningkata
n kerja otot
pernafasan
a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
9
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea
(bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran
napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
10
Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan
eosinophil (asma).
Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi (
asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III,
dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS
vertical (emfisema).
Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua
fase respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.
Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
11
Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin seacara
parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian pula sebaliknya, bila
sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin,
fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek
samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin, Efedrin,
Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas
berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan
dari Metered Aerosol Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan
Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping
takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati,
berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1 mg
per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6
mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit,
untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam
secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak
dilakukan secara perlahan.
12
Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan, maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg
hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai
dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai serangan
akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis
dikurangi secara bertahap
Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan pelembapan.
Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk
memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral infus harus
cukup sesuai dengan prinsip.
Beta Agonis
Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini
berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator).
Andrenerigic agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi
dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering digunakan antara lain
epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan
terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan
inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi
secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.
13
Diagnosis Keperawatan Perencanaan
No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
perubahan
tidak efektif kepatenan jalan napas.
fungsi respirasi
berhubungan dengan nafas dengan skala b. Penurunan dan penggunaan
otot tambahan
Bronkospasme. (1-5) setelah kecemasan
menandakan
Peningkatan diberikan c. Aspiration kondisi penyakit
yang masih
produksi secret perawatan precautions.
harus
(secret yang selama…hari, d. Fisioterapi dada. mendapatkan
penanganan
bertahan, kental) dengan kriteria: e. Latih batuk
penuh.
Menurunya Tidak ada efektif
Ketidakmampua
energi/fatigue demam f. Terapi oksigen.
n mengeluarkan
Tidak ada g. Pemberian posisi. mukus
menjadikan
Ditandai dengan: cemas h. Monitoring
timbulnya
Klien mengeluh RR normal respirasi. kongesti
berlebih pada
sulit bernafas. Irama nafas i. Monitoring tanda
saluran
Perubahan normal vital. pernapasan .
14
mengakibatkan
stomatis.
15
Kurang dari kebutuhan makanan gas b. Monitoring mulut, sehingga
akan
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1- cairan
meningkatkan
dengan : 5) setelah diberikan c. Status diet perasaan nafsu
makan.
Dispea, perawatan d. Manajemen
fatique selama…. Hari gangguan Meningkatkan
intake makanan
Efek dengan kriteria; makan
dan nutrisi klien
samping Asupan e. Manajemen terutama kadar
protein tinggi
pengobatan makanan nutrisi
akan
Produksi adekuat f. Kolaborasi meningkatkan
mekanisme
sputum dengan skala.. dengan ahli
tubuh dalam
Anoreksia, (1-5) gizi untuk proses
penyembuhan.
nausea/vomit Intake cairan memberikan
adekuat,denga BB
karbohidrat,
dan lemak
16
adekuat,
dengan skala
…(1-5)
Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)
17
No. Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
4. Intoleransi Berpartisipasi Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbagan fisik tanpa disertai rehabilitasi berlebihan,
antara suplai dan peningkatan darah, medik dalam meningkatkan
kebutuhan nadi dan RR. merencanaakan istirahat
oksigen. Mampu melakukan program terapi
aktivitas sehari-hari yang tepat Klien mungkin
(ADLs) secara Bantu klien merasa nyaman dalam
mandiri. untuk kepala dalam keadaan
Tanda-tanda vital mengidentifikasi evalasi, tidur di kursi
normal. aktivitas yang atau istiirahat pada
18
mendapatkan
alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
Sediakan
penguatan
positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.
19
BAB III
A. Pengkajian
I. Identitas pasien
Nama : Tn. H
Umur : 63 th
Jenis kelamin : laki laki
Ruang kamar : IPD V
Status : Menikah
Agama : Kristen Prorestan
Pekerjaan : pensiun
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal masuk : 12 – 12 - 2017
20
B. Diagnosa
I. Analisis data
No Data Etiologi Problem
1. Ds : Klien mengatakan pusing, Peningkatan Bersihan jalan
sesak nafas, batuk. produksi sputum. napas tidak efektif.
21
Berdasarkan analisa data tersebut, dapat disimpulkan diagnosa keperawatan diantaranya:
22
2. Ketidak efektifan pola Posisikan pasien Memberikan
napas b.d untuk posisi fowler
hiperventilasi. memaksimalkan atau semi
ventilasi. fowler
Kriteria hasil : Identifikasi Menghitung
Mampu batuk pasien perlunya frekuensi
efektif. pemasangan nafas.
Mampu alat nafas Memberikan
bernafas buatan. terapi
dengan Monitor respirasi ogsigenasi
mudah. dan status O2. dengan
Frekuensi menggunakan
pernafasan nasal kanul.
dalam rentang
normal.
TTV dalam
rentang
normal.
23
Tidak Memberikan
ada cairan intravena
pusing sesuai anjuran
dokter.
24
d. Evaluasi
25
A : masalah
teratasi
P: itervensi
dihentikan
Hipertermi b.d 29 Memberikan S:klien
penyakit oktober kompres mengatakan
2016 dengan demam
handuk di menurun
bagian lipat O: hasil suhu
paha dan 37oC , RR
aksila 20x/menit, TD
Menghitung 120/90 mmHg
suhu setiap 2 A: masalah
jam sekali teratasi
Menghitung P : intervensi
tekanan dihentikan
darah, nadi
dan RR
setiap 2 jam
sekali
Intoleransi 29 Memberikan S : klien
aktivitas b.d. oktober terapi mampu
ketidakseimbangan 2016 Oksigen melakukan
antara suplay dan dengan aktivitas
kebutuhan oksigen kecepatan secara mandiri
aliran 1 atau 2 O:
ltr/mnt. RR 19x/mnt.
Melakukan N : 80x/ mnt
komunikasi TD : 110/90
terapeutik. S : 37,5 C
Menghitung A : masalah
tanda tanda teratasi
26
vital 3 jam P : intervensi
sekali. dihentikan
Menjelaskan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
27
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum
1.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuwalak, Jennifer.P.2013.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.20014Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
28
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
29