Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary


Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis,
asma. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap
didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen
yang cukup bagi bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “bronkitis kronis”). Sebuah studi
baru menunjukan bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih besar
untuk mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut. PPOK
ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit (khususnya CD+) di
sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan tingkat hambatan aliran udara.
Oleh sebab itu, penulis mengangkat kasus ini dalam asuhan keperawatan yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK”. Karena penyakit ini memerlukan
pengobatan dan perawatan yang optimal dan komprehensif mulai serangan awal
penyakit sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting adalah
perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga
tentang perawatan dan pencegahan seragan berulang pada pasien PPOK di rumah.

I.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?

1.2.2 Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?

1.2.3 Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?

1
1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui pengertian Penyakit PPOK

1.3.2 Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinispenyakit PPOK

1.3.3 Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK

1.3.4 Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis

2
Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan napas.
Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika
aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam paru-paru.
Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi bagian tubuh yang
lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan dan
pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “obstruktif kronis”).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary Disease


(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru. Sering
juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive
Lung Disease (COLD).

Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:

a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian
dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya
menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal
dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan
keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan,
sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan
dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang ditandai
dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan. Sesuai
dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini

3
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan
pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli
paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada
produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.

c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakan sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.

2.2 Etiologi, komplikasi, dan manifestasi klinis penyakit (PPOK)

 Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:


a. Kebiasaan merokok
merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang
salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan kebiasaan
ini. Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat
atau yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko
menghadapi kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak
merokok sama sekali. Namun bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama
sekali, resiko ini dapat berkurang hampir sama yang tidak merokok. Sejumlah
kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam
setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap membahayakan
jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama jantung.
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
ISPA

4
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan
penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala
atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh
dan pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut
ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang
misalnya di tempat pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam
penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang
banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim banjir,
maka masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA,
maka faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit.
Penyakit saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor
kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga kebersihan
diri dan lingkungan
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara
kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil
sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah
besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai
sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari
cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word
helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius.
Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah
merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya
di emisikan oleh kendaraan bermontor.

5
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, 10% sisannya menghirup udara
yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak bersih ini lebih fatal
pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko tinggi,
misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat
penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para penderita maupun
kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari
pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.

Tingkatan keparahan penyakit PPOK :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea.
Beresiko Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada gejala
Ringan batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan
belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang
Berat mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai
mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan
penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi kronis.
Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi
Sangat berat
pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal jantung kanan/cor
pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan
mungkin mengancam jiwa.

 Komplikasi:
a. Hipoksemia

6
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis

b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, letargi,dizzines,dan takipnea.

c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.

e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirator

f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan

7
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

 Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat


perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak terjadi
hipoksia. pendekatan terapi mencakup :

1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.


2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.

Jenis obat yang diberikan:


1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

8
2.3 PHATWAY PPOK

Peningkata
n kerja otot
pernafasan

Nafsu makan Ketidakefektifan pola


ketidak nafas
seimbangan
nutrisi kurang

2.4 Askep Teori pada pasien PPOK

Asuhan Keperawatan pada Klien PPOK

a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.

9
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea
(bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
 Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran
napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

3. Pengkajian diagnostic COPD


 Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda
vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular (
bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan
kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan (
bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali menurun pada asma,
Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).

10
 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan
eosinophil (asma).
 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi (
asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III,
dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS
vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.

4. Pemeriksaan fisik
 Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua
fase respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.

 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
 Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)

11
 Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin seacara
parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian pula sebaliknya, bila
sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin,
fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek
samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin, Efedrin,
Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas
berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan
dari Metered Aerosol Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan
Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping
takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati,
berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1 mg
per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6
mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit,
untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam
secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak
dilakukan secara perlahan.

12
 Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan, maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg
hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai
dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai serangan
akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis
dikurangi secara bertahap
 Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan pelembapan.
Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk
memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral infus harus
cukup sesuai dengan prinsip.
 Beta Agonis
 Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini
berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator).
Andrenerigic agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi
dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering digunakan antara lain
epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan
terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan
inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi
secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.

Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep


Nursing Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome
Classification (NOC).

13
Diagnosis Keperawatan Perencanaan
No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
perubahan
tidak efektif kepatenan jalan napas.
fungsi respirasi
berhubungan dengan nafas dengan skala b. Penurunan dan penggunaan
otot tambahan
 Bronkospasme. (1-5) setelah kecemasan
menandakan
 Peningkatan diberikan c. Aspiration kondisi penyakit
yang masih
produksi secret perawatan precautions.
harus
(secret yang selama…hari, d. Fisioterapi dada. mendapatkan
penanganan
bertahan, kental) dengan kriteria: e. Latih batuk
penuh.
 Menurunya  Tidak ada efektif
Ketidakmampua
energi/fatigue demam f. Terapi oksigen.
n mengeluarkan
 Tidak ada g. Pemberian posisi. mukus
menjadikan
Ditandai dengan: cemas h. Monitoring
timbulnya
 Klien mengeluh  RR normal respirasi. kongesti
berlebih pada
sulit bernafas.  Irama nafas i. Monitoring tanda
saluran
 Perubahan normal vital. pernapasan .

kedalaman/jumla  Pergerakan Posisi semi/


h napas, sputum keluar high fowler
memberikan
penggunaan otot dari jalan nafas kesempatan
bantu pernafasan.  Bebas dari paru-paru
berkembang
 Suara nafas suara nafas secara maksimal
abnormal seperti tambahan. akibat diafragma
turun ke bawah.
wheezing, ronchi, Batuk efektif
dan cracles. mempermudah
ekspektorasi
 Batuk mukus.
(presisten)dengan
Klien dalam
/tanpa produksi kondisi sesak
cenderung untuk
sputum.
bernapas
melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan

14
mengakibatkan
stomatis.

2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam


Kelemahan,
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh
iritable, bingung
dengan: dengan skala….(1- b. Manajemen jalan dan somnolen
dapat
 Kurangnya suplai 5) setelah diberikan napas
merefleksikan
oksigen (obstruksi perawatan c. Latihan batuk adanya
hipoksemia/pen
jalan napas oleh selama… hari efektif
urunan
secret, dengan kriteria : d. Tingkatkan oksigenasi
serebral.
bronkospasme, air  Status aktivitas
trapping); mental e. Terapi oksigen
Mencegah
 Destruksi alveoli dalam batas f. Monitoring
kelelahan dan
Ditandai dengan normal respirasi mengurangi
konsumsi
 Dyspnea  Bernapas g. Monitoring tanda
oksigen untuk
 Confusion,lemah; dengan vital memfasilitasi
resolusi infeksi.
 Tidak mampu mudah
mengeluarkan  Tidak ada Pemberian
terapi oksigen
secret; sinosis untuk
 Nilai ABGs  Pao paco memelihara
PaO2 di atas 60
abnormal (hipoksia dalam batas mmHg, oksigen
dan hiperkapnea) normal yang diberikan
sesuai dengan
 Perubahan tanda  Saturnasi O toleransi dari
dalam klien.
vital
 Menurunya rentang Untuk
normal mengikuti
toleransi terhadap
kemajuan proses
aktivitas penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.

3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen


Meningkatkan
nutrisi : intake cairan dan cairan
kenyamanan
flora normal

15
Kurang dari kebutuhan makanan gas b. Monitoring mulut, sehingga
akan
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1- cairan
meningkatkan
dengan : 5) setelah diberikan c. Status diet perasaan nafsu
makan.
 Dispea, perawatan d. Manajemen
fatique selama…. Hari gangguan Meningkatkan
intake makanan
 Efek dengan kriteria; makan
dan nutrisi klien
samping  Asupan e. Manajemen terutama kadar
protein tinggi
pengobatan makanan nutrisi
akan
 Produksi adekuat f. Kolaborasi meningkatkan
mekanisme
sputum dengan skala.. dengan ahli
tubuh dalam
 Anoreksia, (1-5) gizi untuk proses
penyembuhan.
nausea/vomit  Intake cairan memberikan

ing. per oral terapi nutrisi Menentukan


kebutuhan
Ditandai dengan adekuat, g. Konseling
nutrisi yang
 Penurunan dengan skala nutrisi tepat bagi klien.
Mengontrol
berat badan …(1-5) h. Kontroling
keefektifan
 Kehilangan  Intake cairan nutrisi tindakan
terutama dengan
masa otot, adekuat dilakukan
kadar protein
tonus otot dengan untuk darah.

jelek skala… (1-5) memenuhi


Meningkatkan
diet pasien. komposisi tubuh
 Dilaporkan
akan kebutuhan
Status nutrisi intake i. Terapi
adanya vitamin dan
nutrien gas dengan menelan nafsu makan
perubahan
klien.
skala … (1-5) j. Monitoring
sensasi rasa
setelah diberikan tanda vital
 Tidak
perawatan k. Bantuan
bernafsu untuk
selama… untuk
makan, tidak
tertarik makan  Intake kalori peningkatan

adekuat,denga BB

n skala.. (1-5) l. Manajemen

 Intake protein, berat badan

karbohidrat,
dan lemak

16
adekuat,
dengan skala
…(1-5)

Control berat badan


dengan skala … (1-
5) setelah diberikan
perawatan selama
… hari dengan
kriteria:
 Mampu
memelihara
intake kalori
secara optimal
(1-5)
(menunjukkan)
 Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

 Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)

17
No. Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
4. Intoleransi  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbagan fisik tanpa disertai rehabilitasi berlebihan,
antara suplai dan peningkatan darah, medik dalam meningkatkan
kebutuhan nadi dan RR. merencanaakan istirahat
oksigen.  Mampu melakukan program terapi
aktivitas sehari-hari yang tepat Klien mungkin
(ADLs) secara  Bantu klien merasa nyaman dalam
mandiri. untuk kepala dalam keadaan
 Tanda-tanda vital mengidentifikasi evalasi, tidur di kursi
normal. aktivitas yang atau istiirahat pada

 Energi psikomotor. mampu meja dengan bantuan

 Level kelemahan. dilakukan. bantal

 Mampu berpindah:  Bantu utuk


dengan atau memilih Meminimalkan

menggunakan alat. aktivitas yang kelelahn dan


menolong
 Status sesuai dengan
kemampuan menyeimbangkan
kardiopulmoari
fisik, sosial dan suplai oksigen dan
adekuat.
psikologi. kebutuhan.
 Sirkulasi status
baik.  Bantu utuk

 Status respirasi: mengidetifikasi

pertukara gas da dan

vetilasi adekuat. mendapatkan


sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
 Bantu klien
untuk

18
mendapatkan
alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
 Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan
positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.

19
BAB III

A. Pengkajian
I. Identitas pasien
Nama : Tn. H
Umur : 63 th
Jenis kelamin : laki laki
Ruang kamar : IPD V
Status : Menikah
Agama : Kristen Prorestan
Pekerjaan : pensiun
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal masuk : 12 – 12 - 2017

Riwaya penyakit sekarang


Keluhan utama = pusing, sesak nafas, batuk
Riwayat penyakit sekarang = 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak
keluar semua, sesak nafas bila menaiki tangga
II. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek, pusing ,sesak nafas
III. Pemeriksaan fisik
TTV=
T= 38,5 °C
P= 100 x/m
RR= 25 x/m
BP= 140/90 mmHg

IV. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST III
V. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terapi yang diberikan codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI
tiap 6 jam

20
B. Diagnosa
I. Analisis data
No Data Etiologi Problem
1. Ds : Klien mengatakan pusing, Peningkatan Bersihan jalan
sesak nafas, batuk. produksi sputum. napas tidak efektif.

Do: 1 bulan terakhir tiap pagi


batuk- sampai dahak keluar
semua, RR
25 x/menit.
2. Ds : 2 hari terakhir pasien Penyakit kronis Resiko tinggi
mengeluh demam, batuk, pilek, penyebaran infeksi
pusing, dan sesak nafas.

Do : pemeriksaan spirometri dan


foto thorax diagnosa PPOK St
III suhu : 38,5 °C, TD : 140/
90 mmHg, nadi : 100 x/menit
3. Ds : pasien mengeluh demam Penyakit Hipertemia
Do : suhu 38,50C , RR 25 x/menit ,
nadi 100 x/menit, TD 140/ 90
mmHg

4. Ds : sesak nafas bila menaiki Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


tangga. antara suplai dan
Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m, kebutuhan oksigen
5. Ds : 2 hari terakhir pasien Hiperventilasi Ketidakefektifan
mengeluh sesak nafas. pola nafas
Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m,

21
Berdasarkan analisa data tersebut, dapat disimpulkan diagnosa keperawatan diantaranya:

2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit


3. .Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum
4. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi

1 Intervensi dan implementasi

No Diagnosa Intervensi Implementasi


1. Bersihan jalan napas  Posisikan pasien  Memberikan
tidak efektif b.d untuk posisi fowler
peningkatan produksi memaksimalkan atau semi
sputum ventilasi. fowler
 Monitor respirasi  Menghitung
Kriteria hasil : dan status O2. respirasi
 Secara verbal  Kolaborasi dalam setiap 3 jam
tidak ada pemberian sekali
keluhan sesak pengobatan  Memberikan
 tidak ada batuk atas indikasi. obat
dan jumlah bronkodilator ipratropium
sputum normal  Demonstrasikan bromida dg
 jumlah atau bantu klien dosis 20mcg
pernafasan melakukan 2 hirup 3-4
dalam batas latihan napas kali per hari.
normal sesuai dalam.  Mengajarkan
usia klien
menahan
dada dan
batuk efektif
dalam posisi
tegak lurus.

22
2. Ketidak efektifan pola  Posisikan pasien  Memberikan
napas b.d untuk posisi fowler
hiperventilasi. memaksimalkan atau semi
ventilasi. fowler
Kriteria hasil :  Identifikasi  Menghitung
 Mampu batuk pasien perlunya frekuensi
efektif. pemasangan nafas.
 Mampu alat nafas  Memberikan
bernafas buatan. terapi
dengan  Monitor respirasi ogsigenasi
mudah. dan status O2. dengan
 Frekuensi menggunakan
pernafasan nasal kanul.
dalam rentang
normal.
 TTV dalam
rentang
normal.

3. Hipertermia b.d  Kompres pasien  Memberikan


penyakit. pada lipat paha kompres dengan
Kriteria hasil: dan aksila handuk di
 Suhu  Monitor suhu bagian lipat
tubuh sesering mungkin. paha dan aksila
rentang  Monitor tekanan  Menghitung
normal darah, nadi dan suhu setiap 2
 Nadi RR jam sekali
dan  Kolaborasi  Menghitung
RR pemberian cairan tekanan darah,
dalam intravena. nadi dan RR
rentang setiap 2 jam
normal sekali.

23
 Tidak  Memberikan
ada cairan intravena
pusing sesuai anjuran
dokter.

4. Intoleransi aktivitas  Kolaborasi  Memberikan


b.d. dengan tenaga terapi
ketidakseimbangan rehabilitasi Oksigen dengan
antara suplay dan medik dalam kecepatan aliran
kebutuhan oksigen merencanakan 1 atau 2 ltr/mnt.
Kriteria hasil: progam terapi  Melakukan
 Mampu yang tepat. komunikasi
mealkukan  Bantu pasien terapeutik.
aktivitas untuk  Menghitung
sehari-hari mengembangkan tanda tanda vital
secara mandiri motivasi diri dan 3 jam sekali.
 Tanda-tanda penguatan.  Menjelaskan
vital normal  Monitor perlunya
 Sirkulasi status perubahan tanda keseimbangan
baik tanda vital. aktivitas dan
 Status respirasi :  Memberikan istirahat.
pertukaran gas edukasi untuk
dan ventilasi memenuhi
adekuat kebutuhan secara
mandiri.

24
d. Evaluasi

Dx Keperawatan Tgl/jam Tindakan TTD Catatan TTD


Perawat perkembangan Perawat
Bersihan jalan 29  Memberikan S : klien
napas tidak efektif oktober posisi fowler mengatakan
b.d peningkatan 2016 atau semi fowler batuk secara
produksi sputum  Melakukan efektif
suction O: RR
 Menghitung 18x/menit
respirasi setiap 3 A: masalah
jam sekali teratasi
P: intervensi
dihentikan
Ketidak efektifan 29  Memberikan S : klien
pola napas b.d oktober posisi fowler mengatakan
hiperventilasi. 2016 atau semi fowler mampu batuk
 Menghitung efektif dan
frekuensi nafas. bernafas
 Memberikan dengan mudah.
terapi O:
ogsigenasi RR 19x/mnt.
dengan N : 80x/ mnt
menggunakan TD : 110/90
nasal kanul. S : 37,5 C

25
A : masalah
teratasi
P: itervensi
dihentikan
Hipertermi b.d 29  Memberikan S:klien
penyakit oktober kompres mengatakan
2016 dengan demam
handuk di menurun
bagian lipat O: hasil suhu
paha dan 37oC , RR
aksila 20x/menit, TD
 Menghitung 120/90 mmHg
suhu setiap 2 A: masalah
jam sekali teratasi
 Menghitung P : intervensi
tekanan dihentikan
darah, nadi
dan RR
setiap 2 jam
sekali
Intoleransi 29  Memberikan S : klien
aktivitas b.d. oktober terapi mampu
ketidakseimbangan 2016 Oksigen melakukan
antara suplay dan dengan aktivitas
kebutuhan oksigen kecepatan secara mandiri
aliran 1 atau 2 O:
ltr/mnt. RR 19x/mnt.
 Melakukan N : 80x/ mnt
komunikasi TD : 110/90
terapeutik. S : 37,5 C
 Menghitung A : masalah
tanda tanda teratasi

26
vital 3 jam P : intervensi
sekali. dihentikan
 Menjelaskan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat.

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

27
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum

1.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

DAFTAR PUSTAKA

Kuwalak, Jennifer.P.2013.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.20014Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

28
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

Herdman,T. Heather.2013.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC


Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai