Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas

karena bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat

progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat

reversible. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari

disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam

satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu

perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal

saluran udara (Mansjoer, 2000).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) mermpunyai tanda dan gejala

yakni Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada

seperti terikat, Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar

tanpa stetoskop, Pernafasan cuping hidung, Ketakutan dan diaforesis, Batuk

produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi

pada pagi hari, Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing, Sesak nafas.

(JaapCATrappenburg,2008)

Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada

penderita laki-laki lanjut usia. Bronkhitis kronis ditandai oleh adanya sekresi

mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif

selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 2 tahun

1
berturut-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin

menyebabkan gejala tersebut. (lawrence M. Tierney, 2002)

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada

tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai

penyebab kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada

penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 %

(Kasanah, 2011).

Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau

penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) semakin menarik untuk dibicarakan

oleh karena prevalensi dan mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus

kunjungan pasien PPOK di instansi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta,

726.000 memerlukan perawatan dirumah sakit dan 119.000 meninggal selama

tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke

empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular. Biaya

yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 Miliyar per tahunnya. World

health organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020

prevalensi PPOK akan meningkat. (Sudoyo, 2006)

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992,

PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam. Merokok

merupakan faktor resiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko

lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. (Sudoyo, 2006)

Dari maraknya masalah terhadap penyakit PPOK diatas maka penulis

menelusuri lebih dalam tentang penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).

2
1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan

1. Menjelaskan tentang pengertian dari PPOK

2. Etiologi / Faktor Predisposisi PPOK

3. Patofisiologi PPOK

4. Manifestasi Klinis PPOK

5. Komplikasi PPOK

6. Penatalaksanaan PPOK

7. Diet Penderita PPOK

1.3 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Agar dapat / mampu menerapkan teori atau pembelajaran yang

sudah di dapat di bangku perkuliahan tentang penyakit paru obstruksi

kronik (PPOK)

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi dan dapat digunakan untuk

meningkatkan mutu pendidikan dalam hal pengembangan tenaga

kesehatan di masyarakat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengertian

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang

bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons

inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat

kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit

reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma.

(Davey, 2003)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi

yang luas, termasuk bronkitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini

merupakan kondisi yang tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea

pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara . (Suzanne C. Smeltzer,

2001)

2.1.3 Etiologi / Faktor Predisposisi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi

Kronik (PPOK) adalah :

1. Kebiasaan merokok

2. Polusi udara

3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja

4. Riwayat infeksi saluran nafas

4
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi

untuk berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer,

2001)

2.1.4 Patofisiologi

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada

PPOK yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran

nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang

dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural

pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil

dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam

dinding luar salurannafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas.

Lumen saluran nafas kecil berkurangakibat penebalan mukosa yang

mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya

akan menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya

akan menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan

mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan

dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan

leukotrienB4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide

(MCP)-1 danreactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan

merangsang neutrofil melepaskan protease yang akanmerusak jaringan ikat

parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar danhipersekresi

mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit

CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan

normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim

5
NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu

elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim

superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan

diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero,

ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam

keadaan seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan

terjadi kerusakan di paru. Radikal bebasmempunyai peranan besar

menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam

penyakit paru.

Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat

menginduksi batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah

terinfeksi.Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan

struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol

yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang

berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.

Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan

ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada

bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm

menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini

terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit

karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru

penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-aru.

(Mansjoer, 2001)

6
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu:

inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan,

kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi

udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami

kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler

paru secara kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir,

eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan

peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan

menyebabkan asidosis respirastorius individu dengan emfisema

mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru.

Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan

tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang

adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer,

2001) (Diane C. Baughman, 2000)

7
2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :

1. Batuk

2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau

mukopurulen.

3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk

bernafas (mansjoer, 2001)

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

1. Bronkhitis akut

2. Pneumonia

3. Emboli pulmo

4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK

stabil (Lawrence M. Tierney, 2002)

2.1.7 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik

adalah:

a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.

b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-

40% kasus.

c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam

memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu

pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).

8
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan

manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit

sedang-berat.

e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan

dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan

patensi jalan nafas. (Davey, 2002)

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik

adalah:

a. Mempertahankan patensi jalan nafas

Yaitu dengan memberikan terapi nebulizer dan O2, mengobservasi

serangan sesak yang timbul.

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas

Seperti mengatur posisi yang nyaman bagi pasien untuk bernafas

seperti posisi setengah duduk (semi fowler)

c. Meningkatkan masukan nutrisi

Yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang

berguna dalam memberikan kekebalan terhadap sistem imun pasien

atau daya tahan tubuh pasien.

d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi

Mengajarkan teknik nafas dalam, batuf yang efektif serta

memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pentingnya

menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan keparahan penyakit

seperti menghentikan kebiasaan merokok, dan lain sebagainya.

9
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan

program pengobatan (Doenges, 2000)

2.1.8 Diet Penderita PPOK

Pemberian diet pada pasien PPOK bertujuan (Antariksa et al, 2011) :

1. Memperbaiki nutrisi

2. Memperbaiki anoreksia

3. Mencegah asidosis dengan mengurangi kelebihan produksi CO2

4. Memperbaiki hidrasi

5. Menghindari konstipasi

6. Meringankan kesulitan mengunyah dan menelan karena nafas pendek

Nutrisi pasien PPOK harus dipertimbangkan. Malnutrisi sering terjadi

pada PPOK. Kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat

kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksia kronik

menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Malnutrisi dapat di evaluasi

dengan mengukur berat badan, kadar albumin darah, antopometri, kekuatan

otot dan metabolism. Malnutrisi dapat di atasi dengan pemberian diet kalori

yang seimbang, yaitu antara kalori yang masuk dan keluar, bila perlu nutrisi

dapat diberikan terus menerus atau nocturnal feedines, menggunakan pipa

nasogaster (Antariksa et al, 2011).

Komposisi nutrisi berimbang pada pasien PPOK dapat berupa tinggi

lemak, rendah hidrat. Hal ini didasarkan pemikiran pemberian karbohidrat

yang berlebih menimbulkan penumpukan CO2 sebagai hasil metabolism

aerob. Hal ini menambah keparahan PPOK karena pada pasien PPOK

terdapat kesulitan untuk mengeluarkan CO2. Kebutuhan protein seperti pada

umumnya. Protein dapat meningkatkan ventilasi semenit konsumsi oksogen

10
dan respon ventilasi terhadap hipoksia. Gangguan elektrolit seperti

hipofosfatemi, hiperkalemi, hipokalsemi hipomagnesemi kerap terjadi.

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian

komposisi berimbang, porsi kecil tapi sering (Antariksa et al, 2011).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi

paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi

Kronik (PPOK) adalah : Kebiasaan merokok, Polusi udara, Paparan

debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja, Riwayat infeksi saluran nafas.

Dan komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah : Bronkhitis akut,

Pneumonia, Emboli pulmo, Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa

memperburuk PPOK stabil.

3.2 Saran

Hendaknya agar dapat menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan

penyakit PPOK. Banyak komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit

tersebut seperti TB paru, hingga penyakit jantung. Oleh karena itu menghindari

factor pencetus salah satu bentuk pencegahan yang baik.

12

Anda mungkin juga menyukai