Anda di halaman 1dari 5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya jugalah penulis dapat menyelesaikan Makalah Botani Ekonomi ini
dengan baik. Tidak lupa juga kami panjatkan shalawat serta salam kepada Nabi
besar Muhammad SAW guna selesainya makalah ini. Adapun maksud disusunnya
makala ini sebagai syarat untuk penilaian tugas botani ekonomi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampuh Mata Kuliah
Botani Ekonomi Ibu Dra. Nina Tanzerina, M.Si membantu kami pada saat
melakukan dalam menulis makala ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makala ini. Oleh karena itu, penulis amat sangat
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tugas penyusun di masa yang
akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Inderalaya, 12 Maret 2018

Muhammad Ghifari
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................
1.3. Tujuan…………………………………………………………….
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Narkotika ..........................................................................
2.2 Definisi Bahan Adiktif ....................................................................
2.3 Efek Penggunaan Narkotika ............................................................
BAB 3 Hasil dan Pembahasan ....................................................................
BAB 4 Kesimpulan dan Saran ...................................................................
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan rawa sebagai salah satu tipe hutan yang ada di Indonesia mempunyai
peranan yang penting dan strategis karena keunikan lokasinya, karakteristik hutan
dan gambutnya, kekayaan dan keanekaragaman flora dan faunanya serta
fungsinya dalam ekosistem global. Hutan rawa di Indonesia meliputi setengah dari
luas hutan rawa tropis dunia yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Papua,
Sulawesi dan Halmahera Seram.
Keanekaragaman flora hutan rawa tidak terlalu jauh berbeda dengan tipe
hutan lainnya yang ada di Indonesia. Keanekaragaman tersebut dapat terlihat dari
kekayaan jenis tumbuh-tumbuhannya baik berupa pohon-pohonan, semak belukar,
perdu, liana, epiphyt, jasad renik, dan lain-lain. Menurut Daryono (2002) dari
hasil analisis vegetasi di hutan rawa Kalimantan dan Sumatra dapat ditemukan
sebanyak 87 jenis tumbuhan dari 45 famili.
Secara ekologis tipe hutan rawa memiliki kekhasan flora yang berbeda
dengan tipe hutan dataran rendah diantaranya terdapat ramin (Gonystylus
bancanus), jelutung (Dyera lowii), nyatoh (Palaquium spp), bintangur
(Calophyllum spp) dan lain-lain. Hingga kini pengetahuan mengenai jenis dan
potensi tumbuhan hanya terfokus pada hutan dataran rendah bukan mengarah
pada inventarisasi jenis dan potensi tumbuhan tipe hutan rawa padahal
Kalimantan memiliki tipe hutan rawa seluas 6,3 juta hektar dari 17 juta hektar
hutan rawa yang terdapat di Indonesia. Oleh karena itu, maka perlu disediakan
bacaan mengenai potensi tanaman rawa dalam aspek botani ekonomi ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah rawa gambut?
2. Bagaimana potensi tanaman yang hidup pada daerah rawa?

1.3. Tujuan
1. Untuk lebih mengenal tentang rawa dan vegetasinya.
2. Untuk mengetahui potensi tanaman yang hidup pada daerah rawa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hutan Rawa Gambut


Gambut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang belum
terkomposisi secara sempurna, dan terkumpul dalam jumlah relatif besar. Di lahan
basah, gambut terkumpul dalam jumlah besar karena kecepatan akumulasi lebih
cepat daripada kecepatan dekomposisinya. Tanah gambut memiliki sifat asam
karena adanya asam-asam organik yang dihasilkan oleh dekomposisi tidak
sempurna dari sisa-sisa tumbuhan. Gambut pada umunya terbentuk di tanah yang
anaerob, tergenang, dan memiliki salinitas tinggi. Akumulasi ratusan tahun dari
bahan organik ini membentuk lahan gambut.
Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang
yang biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini
didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik,
yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam
skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai
besar.
Hutan rawa gambut terbentuk dalam 10.000 – 40.000 tahun. Awalnya
berupa cekungan yang menahan air tidak bisa keluar. Setelah 5.000 tahun, maka
permukaan akan naik. Lama-kelamaan hutan rawa gambut secara bertahap akan
tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka terjadi
penumpukan nutrient.

2.2. Karaktristik Hutan Gambut


Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk
pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density/BD), daya menahan beban
(bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik
(irriversible drying).
Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya
(Mutalib et al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali
bobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampu
mengalirkan air ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD
menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah
(Nugroho, et al, 1997; Widjaja-Adhi, 1997). BD tanah gambut lapisan atas
bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat dekomposisinya.
Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah
dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki
BD > 0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991) karena adanya pengaruh tanah mineral.
Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga
terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena penyusutan volume,
subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun
pertama setelah lahan gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm.
Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2 – 6 cm tahun-1 tergantung
kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa
dilihat dari akar tanaman yang menggantung.
Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut
yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa
menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama
dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar
dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Gambut yang terbakar menghasilkan
energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar
juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan sehingga
kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

Anda mungkin juga menyukai