Anda di halaman 1dari 19

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,

Volume 2, Nomor 2, April 2013


Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN TINGKAT KELUARGA DAN TINGKAT KECUKUPAN


ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI BATITA DI DESA GONDANGWINANGUN TAHUN 2012

LuciaDestri Natalia1, Dina Rahayuning P, STP, M.Gizi2, dr. Siti Fatimah, M.Kes2

1.
Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 2.Staf Pengajar Peminatan Gizi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Kekurangan gizi yang menjadi masalah kesehatan umumnya terjadi pada balita
karena merupakan kelompok rentan gizi. Status gizi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya tingkat kecukupan zat gizi dan ketahanan pangan. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui analisis hubungan ketahanan pangan tingkat
keluarga dan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi batita di Desa
Gondang Winangun, Temanggung. Jenis penelitian ini bersifat Explanatory
Research dengan pendekatan Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 57
orang diambil dengan metode purposive sampling dan memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Hasil analisis uji statistik Rank Spearman menunjukkan tidak ada
hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dengan tingkat kecukupan energi
(p=0,826), ada hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dengan tingkat
kecukupan protein (p=0,016), tidak ada hubungan tingkat kecukupan energi
dengan status gizi batita (p=0,720), ada hubungan tingkat kecukupan protein
dengan status gizi batita (p=0,004) dan ada hubungan ketahanan pangan tingkat
keluarga dengan status gizi batita (p=0,001). Saran bagi masyarakat diharapkan
ikut aktif dalam kegiatan posyandu agar dapat memantau status gizi batita dalam
keluarga.

Kata kunci : ketahanan pangan, tingkat kecukupan zat gizi, status gizi
Kepustakaan : 46, 1989-2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN masyarakat khususnya menangani


Masalah gizi masih merupakan masalah gizi balita karena hal itu
masalah kesehatan masyarakat utama berpengaruh terhadap pencapaian
di Indonesia. Kekurangan gizi pada salah satu tujuan Millennium
umumnya terjadi pada balita karena Development Goals (MDGs) pada
pada umur tersebut anak mengalami Tahun 2015 yaitu mengurangi dua per
pertumbuhan yang pesat. Balita tiga tingkat kematian anak-anak usia di
termasuk kelompok yang rentan gizi di bawah lima tahun. Prevalensi
suatu kelompok masyarakat di mana kekurangan gizi pada anak balita
masa itu merupakan masa peralihan menurun dari 25,8 % pada Tahun
antara saat disapih dan mulai 2004 menjadi 18,4 % pada Tahun
i
mengikuti pola makan orang dewasa. 2007, sedangkan Rencana
Diperkirakan masih terdapat Pembangunan Jangka Menengah
sekitar 1,7 juta balita terancam gizi Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014
buruk yang keberadaannya tersebar di menargetkan penurunan prevalensi
pelosok-pelosok Indonesia. Jumlah kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi
balita di Indonesia menurut data Badan buruk) pada anak balita adalah
Koordinasi Keluarga Berencana <15,0% pada Tahun 2014.
Nasional (BKKBN) Tahun 2007 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
mencapai 17,2% dengan laju Dasar Indonesia (RISKESDAS) 2010
pertumbuhan penduduk 2,7% per prevalensi gizi kurang pada tahun
tahun. United Nations Children’s Fund 2010 menurun menjadi 17,9%, yaitu
(UNICEF) melaporkan Indonesia ada 900 ribu diantara 2,2 juta balita di
berada di peringkat kelima dunia untuk Indonesia mengalami gizi kurang atau
negara dengan jumlah anak yang gizi buruk.iii Indonesia termasuk di
terhambat pertumbuhannya paling antara 36 negara di dunia yang
besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 memberi 90% kontribusi masalah gizi
juta balita. Masalah gizi yang sering dunia. Saat ini Indonesia menduduki
terjadi pada Balita antara lain adalah peringkat kelima dalam status gizi
masalah gizi kurang (BB/U), buruk. Status ini merupakan akibat
kependekan (TB/U), gizi lebih atau instabilitas pangan karena kurangnya
obesitas dan kurang vitamin A.ii nilai gizi dalam konsumsi balitanya.
Pemerintah terus berupaya Status gizi balita dipengaruhi oleh
meningkatkan derajat kesehatan beberapa faktor yang dibedakan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

menjadi faktor langsung dan tidak kecukupan pangan di tingkat rumah


langsung. Faktor langsung meliputi tangga.
tingkat konsumsi gizi, penyakit infeksi, Ketahanan pangan keluarga
dan adanya riwayat Bayi Berat Lahir merupakan kemampuan keluarga
Rendah (BBLR). Sedangkan faktor untuk memenuhi kebutuhan pangan
tidak langsung meliputi ketahanan anggota rumah tangga dari segi
pangan keluarga, pola asuh, jumlah, mutu, dan ragamnya sesuai
kesehatan lingkungan, tingkat dengan budaya setempat.v Sedangkan
pendidikan, dan kondisi ekonomi.iv ketahanan pangan keluarga tercermin
Pangan merupakan kebutuhan dari ketersediaan, kemampuan daya
mendasar bagi manusia untuk dapat beli, dan keterjangkauan keluarga
mempertahankan hidup dan dalam memenuhi pangan.
kecukupan pangan bagi setiap orang Ketersediaan pangan keluarga akan
pada setiap waktu yang merupakan dipengaruhi oleh faktor keterjangkauan
hak azasi yang layak dipenuhi. Sesuai (jarak) dan kemampuan daya beli
Undang-Undang No 18 Tahun 2012, keluarga terhadap bahan makanan.
pangan dalam arti luas segala sesuatu Bila keluarga mengalami kesulitan
yang berasal dari sumber hayati dalam memenuhi kebutuhan pangan
produk pertanian, perkebunan, yang disebabkan oleh
kehutanan, perikanan, peternakan, ketidakmampuan dalam menyediakan
perairan, dan air, baik yang diolah makanan karena jarak tepuh untuk
maupun tidak diolah yang mendapatkan makanan tidak
diperuntukkan sebagai makanan atau terjangkau atau tidak mampu membeli
minuman bagi konsumsi manusia, karena segi ekonomi, maka keluarga
termasuk bahan tambahan Pangan, tersebut dikatakan tidak tahan pangan.
bahan baku Pangan, dan bahan Kondisi ketahanan pangan yang
lainnya yang digunakan dalam proses menurun, akan berakibat pada
penyiapan, pengolahan, dan/atau kurangnya pemenuhan gizi anggota
pembuatan makanan atau minuman. keluarga.vi Hal ini juga diungkapkan
Meskipun secara umum ketersediaan Soekirman pada tahun 2000, bahwa
pangan telah melebihi standar ketahanan pangan yang menurun
kecukupan pangan, namun kecukupan secara tidak langsung merupakan
di tingkat nasional tidak menjamin penyebab terjadinya status gizi kurang
atau buruk
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Berdasarkan uraian di atas, Winangun yaitu sebanyak 155 batita.


masalah gizi dipengaruhi oleh Pengambilan sampel dengan
beberapa faktor yang kompleks yang purposive sampling dan proporsional
diantaranya adalah faktor ketahanan random sampling diperoleh 60 sampel.
dan tingkat konsumsi. Temanggung Data yang dianalisis adalah: a)
merupakan salah satu Kabupaten di data ketahanan pangan tingkat
Popinsi Jawa Tengah yang mengalami keluarga. b) data tingkat kecukupan
rawan gizi. Hal ini terlihat dari 13 dari energi. c) data tingkat kecukupan
20 Kecamatan mengalami rawan gizi. protein. d) data status gizi batita di
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk Desa Gondang Winangun. Analisis
mengetahui hubungan Ketahanan hubungan menggunakan program uji
Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat statistik SPSS dengan uji korelasi
Konsumsi dengan Status Gizi pada Rank Spearman.
Balita di Kabupaten Temanggung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
MATERI DAN METODE A. Ketahanan Pangan
Jenis penelitian ini bersifat Berdasarkan penelitian diperoleh
Explanatory Research yang bertujuan hasil tentang Ketahanan Pangan
untuk mengetahui hubungan variabel- Tingkat Keluarga yaitu sebagian besar
variabel penelitian dengan menguji sampel penelitian berada dalam
hipotesis yang telah dirumuskan keluarga yang tahan pangan (78,3%),
sebelumnya. Metode yang digunakan dan selebihnya berada dalam keluarga
dalam penelitian ini adalah metode kurang pangan (21,7%). Informasi
survey yang bertujuan untuk lengkap dapat dilihat dalam table 1.
mengumpulkan data dari sejumlah Tingkat ketahanan pangan keluarga
individu mengenai variabel tertentu dikelompokkan berdasarkan
melalui kuesiner, serta menggunakan kemampuan keluarga mencukupi
pendekatan cross sectional yaitu suatu kebutuhan pangannya, yang tercermin
penelitian dimana pengumpulan data dari ada atau tidaknya kejadian
variabel bebas dan terikat dilakukan penurunan frekuensi dan ukuran
secara bersama-sama atau makan, kejadian kelaparan dan
sekaligus dalam waktu yang kesulitan pemenuhan makanan. Hasil
bersamaan. Populasi penelitian ini penelitian menunjukkan sebanyak
adalah semua batita di Desa Gondang 78,3% keluarga di Desa Gondang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Winangun tergolong tahan pangan, 6)


yang artinya mampu mencukupi kurang
kebutuhan pangan keluarganya. Hal pangan (2 – 13 21,7
tersebut dipengaruhi oleh banyaknya 4)
penduduk di Desa Gondang Winangun tahan pangan
47 78,3
yang bermata pencaharian sebagai (0 – 1)
petani. Banyak diantara mereka yang Total 60 100,0
memperoleh makanan pokok seperti Dalam penelitian tidak ditemukan
beras atau sayuran dari produksi adanya keluarga yang mengalami
sendiri. Keluarga yang memiliki sawah rawan pangan, namun di desa ini
atau ladang sendiri dapat memenuhi masih ada sebagian keluarga (21,7%)
kebutuhan pangan dengan cara yang tergolong kurang pangan, yang
produksi sendiri, maka dari segi jarak artinya masih belum mampu
pun keluarga tersebut tergolong mencukupi kebutuhan pangan setiap
mudah untuk mendapatkan bahan anggota keluarganya. Hal tersebut
makanan. Berbeda dengan keluarga dikarenakan sistem pertanian di
yang tidak mempunyai lahan Gondang Winangun tidak hanya
pertanian, maka keluarga ini harus berproduksi bahan pangan, tetapi
mencari bahan makanan dan akan lahan pertanian juga dimanfaatkan
mendapatkannya dengan cara untuk produksi tembakau.
membeli. Jarak tempuh yang jauh Kemungkinan lain yang menyebabkan
untuk mendapatkan makanan akan keluarga mengalami kurang pangan
menjadi hambatan bagi keluarga untuk
adalah rendahnya daya beli keluarga
vii
memenuhi kebutuhan pangannya. karena faktor ekonomi. Keluarga
Tabel 1. Distribusi Frekuensi merasa tidak mampu membeli
Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga makanan karena tidak mempunyai
di Desa Gondang Winangun, uang. Namun tidak hanya itu, faktor
Kabupaten Temanggung. jarak yang terlalu jauh untuk
Kategori mendapatkan makanan juga dapat
ketahanan n % pangan menyebabkan ketahanan pangan
keluarga menurun.
Rawan B. Tingkat Kecukupan Energi
0 0
pangan (5 – Hasilpenelitianmenunjukan
bahwa rata-rata tingkat kecukupan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

energi batita di desa Gondang batita. Hasil recall makanan pada


Winangun adalah 102,5% AKG. Angka penelitian ini diketahui bahwa seluruh
tersebut menunjukkan rata-rata tingkat responden penelitian mengatakan
kecukupan energi batita baik. bahwa makanan pokok keluarga
Sedangkan angka maksimal yang adalah beras (nasi). Sumber energi
ditunjukkan adalah 112,58% AKG dan dari karbohidrat lainnya berasal dari
angka minimal adalah 92,73% AKG. jagung, singkong, mi, roti atau biskuit.
Sebaran distribusi tingkat kecukupan Sumber energi dari protein diperoleh
energi sampel yang dipilih dalam dari telur, tahu, tempe, daging
penelitian ini disajikan dalam tabel 2. ayam/sapi. Sedangkan sumber energi
berikut : dari lemak diperoleh dari minyak
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat goreng yang digunakan untuk
Konsumsi Energi pada Batita di Desa memasak. Jagung dan singkong
Gondang Wiangun, Kabupaten diperoleh dari produksi sendiri.
Temanggung. Kebanyakan dari penggarap sawah
Tingkat menanam bagian pinggir sawah
Kecukupan n % merekan dengan tanaman seperti
Energi jagung dan singkong serta berbagai
Sedang 12 20,0 jenis sayuran. Sedangkan untuk umur
Baik 39 65,0 dibawah 2 tahun, energi juga

Lebih 9 15,0 didapatkan dari Air Susu Ibu yang


dihitung berdasarkan frekuensi dan
Total 60 100,0 Berdasarkan tabel
lama menyusui. Asumsi peneliti dalam
2. dapat
mengukur banyaknya ASI yang
diketahui bahwa tingkat kecukupan
dikonsumsi yaitu kurang lebih 5 ml ASI
energi sampel sebagian besar (65%)
dikonsumsi oleh batita dalam sekali
adalah baik (100-105% AKG).
minum selama 1 menit. Bila anak
Sebanyak 20% menunjukkan tingkat
menyusu rata- rata selama 15 menit
kecukupan energi sedang (<100%
dalam sekali minum dan 8 kali dalam
AKG) dan 15% menunjukkan tingkat
sehari maka jumlah ASI yang
kecukupan energi lebih (>105% AKG).
dikonsumsi sebanyak 600 ml.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Setiap orang dalam siklus
rata-rata tingkat konsumsi energi
hidupnya selalu membutuhkan dan
meningkat sesuai peningkatan umur
mengkonsumsi berbagai jenis
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

makanan. Nilai yang sangat penting Winangun adalah 86,55% AKG. Hal
dari bahan makanan atau zat makanan tersebut sama artinya dengan rata-rata
adalah bagi pertumbuhan dan tingkat kecukupan protein sampel baik.
perkembangan fisik serta perolehan Nilai maksimal yang diperoleh adalah
energi untuk melakukan kegiatan 101,6% AKG dan nilai minimal yaitu
viii
sehari-hari. 71,88% AKG. Informasi tentang
Penelitian tentang pola konsumsi distribusi tingkat kecukupan protein
pangan yang dilakukan oleh Wora di sampel pada penelitian dapat dilihat
Timor Tengah juga menunjukkan pada tabel 3..
adanya tingkat kecukupan energi Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat
kurang pada balita sebanyak 13,3%. Kecukupan Protein pada Batita di
Bahkan ada 50% diantaranya Desa Gondang Wiangun, Kabupaten
tergolong defisit energi. Tingkat Temanggung.
kecukupan energi pada kategori defisit Tingkat
dikarenakan kurangnya pengetahuan Kecukupan N %
dari masyarakat khususnya para ibu Protein
tentang kecukupan gizi. Penyediaan Kurang 10 16,7
makanan dalam keluarga dilakukan Baik 49 81,7
oleh seorang ibu. Apabila pengetahuan Lebih 1 1,7
ibu tentang kecukupan gizi kurang, Total 60 100,0
maka banyak diantara
Berdasarkan tabel 3. diketahui
mereka yang tidak dapat bahwa tingkat kecukupan protein
memanfaatkan bahan makanan yang
sampel sebagian besar (81,7%)
bergizi yang berakibat timbulnya
adalah baik (80-100% AKG). Sampel
gangguan gizi. Selain itu, rendahnya
dengan tingkat kecukupan protein
pendapatan dan banyaknya anggota
lebih (>100% AKG) sebanyak 1,7%
keluarga juga menjadi pemicu
dan 16,7% mengkonsumsi protein
kurangnya penyediaan makan bagi
kurang dari angka kecukupan gizi
anggota keluarga yang mempengaruhi
(<80% AKG).
tingkat konsumsi energi.ix
D. Status Gizi Batita
C. Tingkat Kecukupan Protein
Gambaran distribusi frekuensi sampel
Dari hasil penelitian diketahui berdasarkan status gizi batita dapat
bahwa rata-rata tingkat kecukupan dilihat dalan tabel 4.
protein batita di Desa Gondang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Data dalam tabel 4. diketahui bahwa suatu penyakit juga menjadi salah satu
sebanyak (61,7%) sampel memiliki penyebab batita tersebut mengalami
status gizi baik. Persentase terendah gizi kurang. Kemungkinan adalah
(6,7%) menunjukkan sampel dengan adanya batita yang mengalami
status gizi lebih (>+2 SD), sedangkan kecacingan, sehingga meskipun dipicu
sampel yang status gizinya kurang, dengan tingkat kecukupan zat gizi
yaitu antara <-2 SD s/d -3 SD diketahui yang baik tetapi belum mampu
sebesar (31,7%). meningkatkan status gizinya.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Status gizi merupakan indikator dalam
Gizi Batita di Desa Gondang menentukan derajat kesehatan anak.
Winangun, Kabupaten Temanggung. Status gizi yang baik dapat membantu
Status proses pertumbuhan dan
Gizi n % perkembangan yang optimal. Gizi yang
Batita cukup dapat memperbaiki ketahanan
Buruk 0 0 tubuh, sehingga tubuh akan terhindar
Kurang 19 31,7 dari berbagi penyakit. Status gizi dapat

Baik 37 61,7 membatu mendeteksi lebih dini resiko

Lebih 4 6,7 terjadinya masalah kesehatan.viii

Total 60 100,0 Hasil penelitian ini ternyata sangat


berbeda dengan penelitian Tambunan
Hasil uji statistik dalam penelitian
di Toba Simosir. Tambunan
menunjukkan bahwa sebagian besar
menyatakan bahwa status gizi balita di
sampel penelitian (61,7%) memiliki
daerah Toba Samosir masih sangat
status gizi baik yaitu antara -2 SD s/d
rendah. Hal ini ditunjukkan dengan
+2 SD pada tabel z-score. Persentase
balita gizi buruk di kecamatan
terendah (6,7%) merupakan batita
Pintupohan Meranti Kabupaten Toba
dengan status gizi lebih (>+2 SD
Samosir sebesar 40%. Tingginya
dalam tabel z-score), sedangkan
angka gizi buruk balita di daerah
sampel dengan status gizi kurang (<-2
tersebut dikarenakan kurangnya
SD s/d -3 SD dlam tabel z-score)
asupan gizi seperti karbohidrat,
sebanyak 31,7%. Adanya batita
protein, lemak, dan vitamin.
dengan status gizi kurang
Rendahnya ketahanan pangan di
kemungkinan disebabkan oleh proses
daerah Toba Simosir juga menjadi
kurang makan. Batita yang terinfeksi
pemicu banyaknya balita yang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

mengalami gizi kurang. Frekuensi


makan penduduk juga tidak sesuai
dengan standar kesehatan, yaitu Berdasarkan tabel 5. diketahui 6
masyarakat di Toba Simosir hanya (15,4%) batita yang memiliki tingkat
makan dua kali sehari. Kecukup kecukupan energi baik dan 6 (66,7%)
an pangan yang minim dalam rumah batita dengan tingkat kecukupan
tangga pun ikut berpengaruh dalam energi lebih berasal dari keluargatahan
frekuensi makan balita.x pangan. Ini berarti tidak ada
E. Hubungan Ketahanan Pangan kecenderungan keluarga yang kurang
Tingkat Keluarga dengan Tingkat pangan tidak mampu mencukupi
Kecukupan Energi kebutuhan energinya. Pemenuhan
Hasil uji statistik menunjukkan energi batita dari kelurga kurang
bahwa p = 0,826 (p > 0,05), maka Ho pangan didukung dari akses selain
diterima dan Ha ditolak. Hal ini dalam keluarga seperti dari pemberian
menunjukkan tidak adanya hubungan orang lain.
yang bermakna antara ketahanan Hasil uji statistik penelitian
pangan tingkat keluarga dengan menunjukkan tidak ada hubungan
tingkat kecukupan energi. antara ketahanan pangan tingkat

Kategori kategori tingkat kecukupan keluarga dengan tingkat kecukupan


ketahanan energi energi. Tidak adanya hubungan

pangan sedang baik Lebih antara ketahanan pangan tingkat

6 keluarga dengan tingkat kecukupan


Kurang 4 3
(15,4 energi ini kemungkinan dikarenakan
pangan (33,3%) (33,3%) adanya batita dalam keluarga yang
%)
33 kurang pangan mendapatkan
Tahan 8 6
(84,6 bantuan makan atau asupan energi
pangan (66,7%) (66,7%) dari orang lain. Sehingga meskipun
%)
39 berasal dari keluarga kurang pangan
12 9
Total (100% tetapi batita tersebut tetap tercukupi
(100%) (100%) kebutuhan energinya. Sebanyak 6
)
(10%) keluarga mengatakan sering
mendapatkan makanan pokok berupa
beras dari pemberian orang lain.
Namun prioritas pemberian makanan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

adalah bagi batita, sehingga meskipun maka menunjukkan adanya hubungan


keluarga tergolong kurang pangan, kedua variabel yaitu antara tingkat
kebutuhan makanan atau energi batita kecukupan protein dan ketahanan
masih dapat tercukupi. pangan tingkat kelurga. Koefisien
Tabel 5. Crostabs Ketahanan Pangan korelasi menunjukkan angka r = 0,310,
Tingkat Keluarga dengan Tingkatan maka artinya hubungan antara kedua
Kecukupan Energi variabel tersebut lemah. Arah
Sebanyak 15,4% keluarga kurang hubungan kedua variabel adalah
pangan memiliki batita dengan tingkat positif, sama artinya dengan semakin
kecukupan energi yang baik. Tetapi baik ketahanan pangan tingkat
ada 66,7% keluarga dengan tahan keluarga maka tingkat kecukupan
pangan justru memiliki batita dengan protein juga semakin baik dan
tingkat kecukupan energi kurang. sebaliknya.
Sebanyak 29 (48,3%) keluarga Tabel 6. Crostabs Ketahanan Pangan
memperoleh makanan pokok berupa Tingkat Keluarga dengan Tingkat
beras dari produksi sendiri. Hal ini Kecukupan Protein
berarti ketahanan pangan tergolong Kategori kategori tingkat kecukupan
tahan. Keluarga yang tahan pangan ketahanan protein
tetapi tingkat kecukupan energi batita pangan Kurang baik Lebih
kurang dapat dipengaruhi oleh pola Kurang 8
5 (50%) 0 (0%)
makan batita dan pola asuh terhadap pangan (16,3%)
batita yang tidak diteliti dalam Tahan 41 1
5 (50%)
penelitian ini. Pola asuh berpengaruh pangan (83,7%) (100%)
tidak langsung terhadap pola makan 10 49 1
Total
batita dan kondisi kesehatan batita. (100%) (100%) (100%)
Pola suh berpengaruh terhadap pola Berdasarkan tabel 6. diketahui5
makan yang meliputi frekuensi, ukuran (50%) batita dengan tingkat kecukupan
dan variasi makanan yang diberikan. protein kurang berasal dari keluarga
F. Hubungan Ketahanan Pangan kurang pangan dan 41 (83,7%) batita
Tingkat Keluarga dengan Tingkat yang memiliki tingkat kecukupan
Kecukupan Protein protein baik berasal dari keluarga
Berdasarkan hasil uji statitik diketahui tahan pangan. Hal ini berarti ada
bahwa bersar p = 0,016 (p < 0,05). Hal kecenderungan keluarga yang tahan
ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak,
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

pangan mampu mencukupi kebutuhan dikonsumsi meningkatkan kecukupan


protein batita dalam keluarganya. protein dalam keluarga. Selain itu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui tingginya kepercayaan masyarakat
ada hubungan yang bermakna antara terhadap pemberian susu kepada anak
ketahanan pangan tingkat keluarga untuk meningkatkan status gizi
dengan tingkat konsumsi protein. Ada menyebabkan konsumsi protein yang
kecenderungan keluarga yang tahan diperoleh dari susu tinggi. Meskipun
pangan maka kebutuhan protein susu yang diberikan kepada batita
batitanya dapat terpenuhi. Hasil uji merupakan susu formula, tetapi
statistik menunjukkan bahwa arah kepercayaab tersebut menyebabkan
hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga berusaha keras untuk
keluarga dengan tingkat konsumsi memenuhi kebutuhan susu bagi batita.
protein adalah positif. Kekuatan Hal ini sejalan dengan penelitian yang
hubungan kedua variabel tersebut dilakukan oleh Esta Tsania Soblia
lemah. Ketahanan pangan tingkat yang menyatakan bahwa ketahanan
keluarga akan mendukung tingkat pangan tingkat rumah tangga memiliki

konsumsi protein. Semakin baik korelasi dengan tingkat konsumsi

ketahanan pangan keluarga maka protein.viii Hal ini senada pula dengan
tingkat konsumsi protein juga akan kerangka pikir UNICEF, bahwa tingkat
membaik. Keluarga tahan pangan konsumsi individu dipengaruhi oleh
tentunya mampu menyediakan ketahanan pangan dalam keluarga.
makanan bagi setiap anggota Efektifitas penyerapan makanan
keluarganya. Maka bila persediaan tergantung dari pangan yang tersedia
makan cukup, keluarga juga mampu dalam keluarga.
memenuhi kebutuhan gizinya. Hal ini G. Hubungan Tingkat Kecukupan
didukung dengan data bahwa 83,7% Energi dengan Status Gizi Batita
keluarga yang tahan pangan memiliki Berdasarkan hasil uji statistik
batita dengan tingkat kecukupan menggunakan Korelasi Rank
protein yang baik. Spearman pada, didapatkan nilai p =
Adanya responden yang memelihara 0,720 (p > 0,05). Hal ini berarti Ho
ternak selain untuk memperoleh diterima dan Ha ditolak. Sehingga
sumber protein keluarga juga dapat dapat ditaril kesimpulan bahwa tidak
meningkatkan status gizi batita. ada hubungan yang bermakna antara
Karena pemeliharaan ternak untuk
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

tingkat kecukupan energi dengan memiliki status gizi yang baik. Hasil
status gizi batita. penelitian menunjukkan sebanyak
Tabel 7. Crostabs Tingkat Kecukupan 73,7% batita dengan tingkat
Energi dengan Status Gizi Batita kecukupan energi baik memiliki status
Kategori Kategori status gizi batita gizi kurang dan 10,5% batita dengan
tingkat kecukupan energi lebih masih memiliki
kecukupan kurang Baik lebih status gizi kurang. Hal ini dapat
energi disebabkan adanya infeksi atau
3 9 kecacingan pada batita. Sehingga
Sedang 0 (0%)
(15,8%) (24,3%) asupan energi dan gizi tidak dapat
14 22 diserap secara optimal oleh tubuh,
Baik 3 (75%)
(73,7%) (59,5%) maka belum mampu meningkatkan
2 6 status gizi.
Lebih 1 (25%)
(10,5%) (16,2%) Energi diukur dalam satuan kilo
19 37(100% 4 kalori. Energi yang berasal dari protein
Total
(100%) ) (100%) menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9
Tabel 7. menunjukkan bahwa 3 kkal/gram dan karbohidrat 4
(15,8%) batita yang memiliki tingkat kkal/gram.iv Tidak adanya hubungan
kecukupan energi sedang tetapi antara kedua variabel tersebut dapat
memiliki status gizi kurang dan 6 pula disebabkan oleh bias ketika
(16,2%) batita yang tingkat kecukupan melakukan recall konsumsi makanan.
energinya lebih memiliki status gizi Keterbatasan responden dalam
yang baik. Ini disebabkan adanya mengingat makanan yang dikonsumsi
infeksi atau kecacingan pada batita menyebabkan bias dalam tingkat
sehingga konsumsi energi dalam kecukupan energi. Faktor yang
jumlah cukup maupun lebih belum mempengaruhi status gizi secara
mampu meningkatkan status gizi batita langsung selain tingkat kecukupan gizi
tersebut. adalah pola asuh terhadap batita.
Berdasarkan hasil penelitian Kegiatan yang dilakukan oleh batita
diketahui tidak ada korelasi juga menjadi faktor dalam menentukan
(hubungan) antara tingkat konsumsi status gizi batita. Batita yang aktiv
energi dengan status gizi batita. Tidak tentu saja memiliki kebutuhan energi
ada kecenderungan batita yang yang berbeda dengan batita yang tidak
mengkonsumsi energi tinggi akan banyak melakukan kegiatan. Energi
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

lebih banyak dibutuhkan bagi batita Tabel 8. Crostabs Tingkat Kecukupan


dengan kegiatan yang aktiv, seperti Protein dengan Status Gizi Batita
senang berlarian, memanjat, atau Kategori Kategori status gizi batita
kegiatan lain. Asupan energi yang tingkat
sedang dengan kegiatan yang aktiv kecukupan Baik kurang lebih
oleh batita tentu belum mampu Protein
meningkatkan status gizi batita yang 33 12 4
Baik
ditinjau dari berat badan menurut (89,2%) (63,2%) (100%)
umurnya. 3 7
Kurang 0 (0%)
H. Hubungan Tingkat Kecukupan (8,1%) (36,8%)
Protein dengan Status Gizi Batita 1
Lebih 0 (0%) 0 (0%)
Hasil uji statistik Korelasi Rank (2,7%)
Spearman antara tingkat kecukupan 37 19 4
Total
protein dan status gizi batita diperoleh (100%) (100%) (100%)
p = 0,004 (p <0,05), maka Ha diterima. Hasil uji statistik menunjukkan
Hal tersebut berarti antara kedua bahwa terdapat hubungan positif
variabel memiliki hubungan yang antara tingkat konsumsi protein dan
bermakna. Koefisien korelasi yang status gizi batita. Diperoleh hasil
bernilai 0,363 menggambarkan bahwa sebagian besar (81,7%)
korelasi atau hubungan kedua variabel responden dalam penelitian memiliki
tersebut lemah. Arah hubungan yang tingkat kecukupan protein yang baik
ditunjukkan adalah positif yang artinya yaitu antara 80% sampai 100% AKG.
apabila tingkat kecukupani protein Konsumsi protein menjadi pendorong
sebakin tinggi maka status gizi batita dalam peningkatan status gizi batita.
pun akan semakin tinggi (baik), Semakin tinggi konsumsi protein maka
demikian pula sebaliknya. status gizi batita akan semakin baik.
Tabel 8. menunjukkan 33 (89,2%) Hal ini didukung oleh hasil penelitian
batita dengan tingkat kecukupan yang menunjukkan sebanyak 89,2%
protein baik juga memiliki status gizi batita dengan tingkat kecukupan
yang baik. Hal ini berarti ada protein baik memiliki status gizi baik.
kecenderungan status gizi baik pada Meskipun konsumsi lauk pauk yang
batita disebabkan oleh tingkat sering dikonsumsi hanya tempe dan
kecukupan protein yang baik pula. telur, namun telah mampu mencukupi
kebutuhan protein batita di Desa ini.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Konsumsi protein didukung dengan I. Hubungan Ketahanan Pangan


adanya responden yang memelihara Tingkat Keluarga dengan Status
ternak untuk dikonsumsi. Gizi Batita
Pemeliharaan ternak mempermudah Berdasarkan hasil uji statistik
responden dalam menyediakan dengan menggunakan Korelasi Rank
makanan dengan nilai protein tinggi. Spearman diperoleh nilai p = 0,001
Konsumsi susu baik konsumsi ASI (p<0,05), maka Ho ditolak dan Ha
maupun susu formula pada batita juga diterima yang artinya ada hubungan
menunjukkan tingginya konsumsi atau korelasi antara ketahanan pangan
protein oleh batita. Hal ini tentunya tingkat keluarga dengan status gizi
akan mempengaruhi status gizi batita batita. Arah hubungan kedua variabel
tersebut. Konsumsi protein yang tinggi tersebut adalah positif ( = 0,421).
dapat mempercepat pertambahan Kekuatan hubungan yang ditunjukkan
berat badan sehingga status gizi batita oleh nilai r tersebut berarti hubungan
juga akan meningkat. antara kedua variabel lemah.
Penelitian sebelumnya yang Tabel 9. Crostabs Ketahanan Pangan
dilakukan oleh Rieuwpassa juga Tingkat Keluarga dengan Status Gizi
menyatakan ada hubungan antara Batita
tingkat konsumsi protein dengan status Kategori kategori status gizi
gizi balita. Konsumsi protein sangat ketahanan
Kurang Baik lebih
penting untuk pembangun dan pangan
perbaikan sel-sel dan jaringan. Apabila Kurang 9 4
0 (0%)
konsumsi protein terpenuhi maka pangan (47,4%) (10,8%)
tubuh juga dapat memperbaiki sel-sel Tahan 10 33 4
dan jaringan dengan baik. Sehingga pangan (52,6%) (89,2%) (100%)
bila tubuh dalam kondisi yang sehat, 19 37 4
Total
status gizi pun akan normal atau baik. (100%) (100%) (100%)
Berat badan erat hubungannya dengan Berdasarkan tabel 9. diketahui
kecukupan protein. Berat badan bahwa 33 (89,2%) batita yang memiliki
sangat mempengaruhi status gizi status gizi baik berasal dari keluarga
balita. Oleh karena itu protein sangat tahan pangan. Ini berarti ada
diperlukan tubuh untuk meningkatkan kecenderungan keluarga yang tahan
berat badan dan meningkatkan status pangan mampu mencukupi kebutuhan
xi
gizi. gizi batita dalam keluarga sehingga
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

dapat meningkatkan status gizi batita makan. Bila kedua hal tersebut
tersebut. terpenuhi maka dapat dipastikan
Berdasarkan penelitian yang bahwa status gizinya pun akan baik.
dilakukan diketahui adanya hubungan Banyaknya responden yang
antara ketahanan pangan tingkat bermata pencaharian sebagai petani
keluarga dengan status gizi batita yang tentunya mempermudah keluarga
dibuktikan dengan hasil uji statistik. Uji untuk meyediakan makanan dari hasil
statistik tersebut menunjukkan produksi sendiri. Produksi pertanian
hubungan atau korelasi positif, yang yang biasa dipanen antara lain beras,
artinya ketahanan pangan dan status jagung, singkong, dan berbagai jenis
gizi berjalan beriringan. Bila ketahanan sayuran. Produksi pertanian ini
pangan meningkat maka status gizi tentunya meningkatkan ketahanan
batita pun akan meningkat, begitu pula pangan dalam keluarga, karena
sebaliknya. Hasil penelitian mempermudah akses keluarga dalam
menunjukkan sebanyak 89,2% menyediakan pangan bagi anggota
keluarga yang tahan pangan memiliki keluarga. Pemeliharaan hewan ternak
batita dengan status gizi baik. Kondisi untuk dikonsumsi seperti ayam, itik
ketahanan pangan keluarga yang atau kambing juga mempermudah
tercermin dari ketersediaan pangan keluarga dalam memperoleh makanan
yang dapat mencukupi kebutuhan sumber protein.
anggota keluarganya berpengaruh Kemudahan keluarga dalam
positif terhadap tingkat konsumsi dan memperoleh sumber pangan ini akan
secara tidak langsung juga akan mempengaruhi tingkat kecukupan gizi
berpengaruh terhadap status gizi. Bila keluarga. Bila pola makan keluarga
ketahanan pangan keluarga baik, yang baik artinya tidak ada pengurangan
artinya ketersediaan pangan mampu frekuensi dan ukuran makan, variasi
mencukupi kebutuhan anggota makanan juga beragam dan tidak
keluarga terutama batita maka tingkat menderita penyakit atau infeksi maka
konsumsi pun juga akan baik. Tingkat dapat dipastikan tingkat kecukupan gizi
konsumsi dikatakan baik apabila keluarga juga baik. keluarga yang
memenui kebutuhan sesuai angka sehat atau tidak menderita penyakit
kecukupan dan tidak ada perubahan atau infeksi dengan tingkat kecukupan
konsumsi pangan yang mengarah gizi yang baik akan dapat memperbaiki
pada penurunan frekuensi dan ukuran
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

atau meningkatkan dan 4. Sebagian besar batita (61,7%) di


mempertahankan status gizi yang baik. Desa Gondang Winangun memiliki
Dalam kerangka UNICEF Status gizi baik (2 SD s/d +2 SD).
digambarkan tahapan timbulnya 5. Tidakadahubunganyang
masslah gizi kurang anak balita. bermakna antara ketahanan
Kerangka tersebut memberikan pangan tingkat keluarga dengan
informasi tentang penyebab langsung tingkat kecukupan energi batita
maupun penyebab tidak langsung (p=0,826; r=0,029).
terjadinya gizi kurang pada balita. 6. Terdapathubunganyang
Salah satu penyebab tidak bermaknaantaratingkat
langsungnya adalah ketahanan kecukupanproteindengan
pangan. Sejalan dengan kerangka pikir ketahanan pangan tingkat
UNICEF, Soblia juga mengungkapkan keluarga di Desa Gondang
bahwa terdapat dua faktor yang terkait Winangun (p=0,016, dan r=0,310).
langsung dengan masalah gizi Arah hubungan kedua variabel
terutama gizi kurang, yaitu asupan tersebut adalah positif, tetapi
makanan dan infeksi penyakit. Kedua kekuatan hubungannya lemah.
faktor tersebut terkait dengan faktor 7. Tidakadahubunganyang
tidak langsung yaitu ketahanan bermakna antara tingkat
pangan.viii kecukupan energi dengan status
gizi batita di Desa Gondang
SIMPULAN Winangun (p=0,720, dan r=0,047).
1. Sebagian besar (78,3%) keluarga 8. Terdapathubunganyang
di Desa Gondang Winangun bermakna antara tingkat
tergolong tahan pangan. kecukupan protein dengan status
2. Tingkat kecukupan energi pada gizi batita di Desa Gondang
batita di Desa Gondang Winangun Winangun (p=0,004, dan r=0,363).
sebagian besar (65%) adalah baik Arah hubungan kedua variabel
(100-105%AKG). tersebut adalah positif, tetapi
3. Tingkat kecukupan protein pada kekuatan hubungannya lemah.
batita di Desa Gondang Winangun 9. Ada hubungan bermakna antara
dengan persentase terbesar ketahanan pangan tingkat
(81,7%) adalah baik yaitu 80- keluarga dengan status gizi batita
100%AKG . di Desa Gondang Winangun
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

(p=0,001; r=0,421). Kekuatan seperti pengaruh infeksi dan


hubungan antara kedua variabel kecaingan, tingkat ekonomi,
tersebut lemah. kebersihan diri pengasuh atau
variabel lainnya yang selanjutnya
SARAN melakukan uji pengaruh sehingga
1. Bagi Masyarakat dapat diketahui besar pengaruh
a. Dalam penelitian di lapangan variabel berhubungan dengan
diketahui masih adanya Status Gizi Batita.
masyarakat yang kurang aktif
dalam kegiatan posyandu, maka DAFTAR PUSTAKA
sebaiknya ikut berperan aktif 1. Gultom. Pengaruh Karakteristik
dalam kegiatan posyandu, Ibu Balita Terhadap Partisipasi
terutama bagi keluarga yang Posyandu di Kota Medan tahun
memiliki bayi, batita, dan balita. 2010 (Skripsi). Universitas
Sehingga status gizi anak dalam Sumatera Utara. 2011
keluarga dapat terpantau setiap 2. BadanPerencanaan
bulannya. Pembangunan Nasional
b. Menambah pengetahuan melalui (BAPPENAS). Rencana Aksi
media yang ada, misalnya melalui Nasional Pangan dan Gizi (RAN-
diskusi sekelompok orang, media PG) 2011-2015. Kementerian
televisi, tanya jawab dengan Perencanan Nasional. Jakarta:
tenaga kesehatan atau media 2011
lainnya tentang status gizi anak 3. BadanPenelitiandan
dan faktor-faktor yang Pengembangan Kesehatan.
mempengaruhinya. Laporan Nasional Riset Kesehatan
2. Bagi Peneliti Lain Dasar (RISKESDAS) 2010.
a. Bagi peneliti yang ingin mengambil Departemen Kesehatan RI; 2011
penelitian dengan tema yang 4. Soekirman. Masalah Pangan dan
sama diharapkan mengambil Gizi, dalam Baliwati, khomsan dkk.
sampel dari tempat dan kondisi Pengantar pangan dan gizi .
desa yang bervariasi. Jakarta; Penebar swadaya hlm 19-
b. Perludilakukanpenelitian 28. 2000
selanjutnya dengan 5. Santoso, R. Info Pangan. Jakarta;
menambahkan variabel penelitian Departemen Pertanian. 2005
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

6. Dewan Ketahanan Pangan. Tengah Utara. Timor Tengah;


Kebijakan Umum Ketahanan FKM Undana. 2011
Pangan 2010-2014. Jakarta; 10. Tambunan, Martinus S. Gambaran
Dewan Ketahanan Pangan. 2011 Ketahanan Pangan Keluarga dan
7. Djogo, A.P.Y. Diversifikasi Status Gizi Balita di desa
Komoditi Pangan dari Sudut Tertinggal Kecamatan Pintipohan
Pandang Agroekosistem. Meranti Kabupaten Toba Simosir
Jakarta; Puslitbang bulog. 1994 tahun 2010. Sumatera Utara; IKM
8. Soblia, T.E. Tingkat Ketahanan USU. 2011
Pangan Rumah Tangga, kondisi 11. Rieuwpassa. Biskuit konsentrasi
Lingkungan, Morbiditas dan protein ikan dan prebiotik sebagai
hubunganya dengan status gizi makanan tambahan untuk
anak balita di Banjarnegara meningkatkan antibodi IgA dan
(skripsi). Bogor; IPB. 2009 status gizi anak balita (disertasi).
9. Wora, Vianex. M. Studi Pola Bogor; Institut Pertanian Bogor.
Konsumsi dan Status Gizi 2005
Masyarakat Kabupaten Timor

Gultom. Pengaruh Karakteristik Ibu Balita Terhadap Partisipasi Posyandu di


Kota Medan tahun 2010 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. 2011

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2010. Departemen Kesehatan RI; 2011 Soekirman. Masalah Pangan dan Gizi,
dalam Baliwati, khomsan dkk. Pengantar
pangan dan gizi . Jakarta; Penebar swadaya hlm 19-28. 2000
Santoso, R. Info Pangan. Jakarta; Departemen Pertanian. 2005
Dewan Ketahanan Pangan. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014.
Jakarta; Dewan Ketahanan Pangan. 2011
Djogo, A.P.Y. Diversifikasi Komoditi Pangan dari Sudut
Pandang Agroekosistem. Jakarta; Puslitbang bulog. 1994
Soblia, T.E. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, kondisi Lingkungan,
Morbiditas dan hubunganya dengan status gizi anak balita di Banjarnegara
(skripsi). Bogor; IPB. 2009
Wora, Vianex. M. Studi Pola Konsumsi dan Status Gizi Masyarakat
Kabupaten Timor Tengah Utara. Timor Tengah; FKM Undana. 2011
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013,
Volume 2, Nomor 2, April 2013
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Tambunan, Martinus S. Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga dan Status


Gizi Balita di desa Tertinggal Kecamatan Pintipohan Meranti Kabupaten
Toba Simosir tahun 2010. Sumatera Utara; IKM USU. 2011
Rieuwpassa. Biskuit konsentrasi protein ikan dan prebiotik sebagai makanan
tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita
(disertasi). Bogor; Institut Pertanian Bogor. 2005

Anda mungkin juga menyukai