Anda di halaman 1dari 6

PEDOMAN PERCEPATAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN

(P3KP) DI KABUPATEN MESUJI

Outline Penyusunan :

BAB 1 – PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN
1.2.1 MAKSUD
1.2.2 TUJUAN
1.2.3 SASARAN
1.3 MANFAAT PEDOMAN
1.4 SISTEMATIKA PEDOMAN

BAB 2 – PEMAHAMAN DASAR P3KP


2.1 LANDASAN HUKUM
2.1.1 AMANAT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN
2.1.2 AMANAT UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH
2.1.3 AMANAT RPJMN 2015-2019
2.1.4 PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
2.1.5 PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
2.2 PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH
2.3 PENANGANAN PERMASALAHAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN
MENGGUNAKAN P3KP
2.3.1 PEMAHAMAN DASAR P2KP
2.3.1 MUATAN PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH
DALAM KONTEKS P3KP
2.3.2 PENDEKATAN P3KP
2.3.3 KEDUDUKAN P3KP DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN KABUPATEN MESUJI
2.3.4 PENDEKATAN P3KP DALAM SKEMA PROGRAM PENANGANAN PERMUKIMAN
KUMUH
2.3.5 PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM P2KP
2.3.6 LEGALISASI P3KP

BAB 3 – KEGIATAN PENYUSUNAN P3KP


3.1 RUANG LINGKUP KEGIATAN P3KP
3.1.1 LINGKUP KEGIATAN PENYUSUNAN P3KP
3.1.2 LINGKUP WILAYAH PENYUSUNAN P3KP
3.1.3 KEDALAMAN SUBSTANSI P3KP
3.2 PROSES DAN PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN P3KP
3.2.1 TAHAP PERSIAPAN
3.2.2 TAHAP VERIFIKASI LOKASI SERTA PERUMUSAN KONSEP DAN STRATEGI
3.2.3 TAHAP PERUMUSAN RENCANA PENANGANAN
3.2.4 TAHAP PENYUSUNAN DESAIN TEKNIS
3.3 KELUARAN YANG DIHASILKAN
BAB 1 – PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masalah permukiman kumuh hingga saat ini masih menjadi masalah utama yang
yang dihadapi di kawasan permukiman baik di perkotaan maupun pedesaan.
Tingginya arus urbanisasi akibat menumpuknya sumber mata pencaharian di
kawasan perkotaan menjadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat pedesaan
(terutama golongan MBR) untuk bekerja di kawasan perkotaan dan tinggal di lahan-
lahan ilegal yang mendekati pusat kota, hingga akhirnya menciptakan lingkungan
permukiman kumuh. Sementara itu MBR yang bermukim di pedesaan, bantara
sungai dan lain-lain juga memberikan efek yang serupa. Di sisi lain, belum
terpenuhinya standar pelayanan minimal (SPM) Kabupaten/Kota pada beberapa
kawasan permukiman yang berada di lahan legal pun pada akhirnya juga bermuara
pada terciptanya permukiman kumuh di kawasan tersebut. Bermukim di kawasan
kumuh bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum MBR
yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada
dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum,
drainase, limbah, sampah serta masalah-masalah lain seperti kepadatan dan
ketidakteraturan bangunan yang lebih lanjut berimplikasi pada meningkatnya
bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung
meningkat dari waktu ke waktu.

Permasalahan permukiman kumuh menjadi salah satu isu utama pembangunan


perkotaan yang cukup menjadi polemik, karena upaya penanganan yang
sebenarnya dari waktu ke waktu sudah dilakukan berbanding lurus dengan terus
berkembangnya kawasan kumuh dan munculnya kawasan-kawasan kumuh baru.
Secara khusus dampak permukiman kumuh juga akan menimbulkan paradigma
buruk terhadap penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan dampak citra
negatif akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam
pengaturan pelayanan kebutuhan hidup dan penghidupan warganya. Di lain sisi di
bidang tatanan sosial budaya kemasyarakatan, komunitas yang bermukim di
lingkungan permukiman kumuh secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan
masyarakat berpenghasilan rendah, yang seringkali menjadi alasan penyebab
terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial
masyarakat.

Pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh telah diamanatkan UU


No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Selain itu,
penanganan permukiman kumuh sudah secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2015-
2019, dimana target besarnya adalah terciptanya kawasan bebas kumuh di tahun
2019. Proses penanganan kumuh telah dimulai tahun 2015 dan target nol persen
harus dicapai pada 2019, sehingga waktu penyelesaian tinggal 2 (dua) tahun
dengan ragam persoalan yang belum sepenuhnya terdeteksi. Langkah awal dalam
mengejar target kota bebas kumuh 2019 sebenarnya telah dimulai oleh
Kementerian Pekerjaam Umum melalui Ditjen Cipta Karya sejak tahun 2014 dengan
menyusun road map penanganan kumuh serta pemutakhiran data kumuh yang
dilaksanakan secara kolaboratif dengan kementerian/lembaga yang terkait serta
pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Dengan berpatokan pada undang-undang, penanganan permukiman kumuh diawali


dengan identifikasi lokasi permukiman kumuh dan penetapan lokasi permukiman
kumuh tersebut melalui SK Walikota/Bupati. Melalui identifikasi tersebut,
penanganan dilakukan sesuai Undang-undang no 1 tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman khususnya di pasal VII dan VIII yang menjelaskan
berbagai hal tentang pemeliharaan dan perbaikan kawasan permukiman, serta
pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh dengan
tiga pola penanganan yaitu pemugaran, peremajaan dan pemukiman kembali.
Tahapan penanganan kawasan kumuh berdasarkan UU No.1/2011 mengamanatkan
agar pemerintah kota/kabupaten menyusun Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP), serta menyusun
Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan
(RP2KPKP), sebagai instrumen utama dalam upaya penanganan permasalahan
permukiman kumuh di kawasan perkotaan.
Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya melalui Subdit
Perencanaan Teknis memberikan fasilitasi berupa pendampingan dalam
penyusunan RP2KPKP sebagaimana dimaksud di Kabupaten/Kota sebagai sebagai
bentuk pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana
penanganan permukiman kumuh di kabupaten/kotanya masing-masing dengan
harapan:
1. Terciptanya percepatan penanganan permukiman kumuh secara menyeluruh
dan tuntas bagi kawasan kumuh yang telah disepakati dalam SK
Walikota/Bupati;
2. Terciptanya keterpaduan program yang dapat menyelesaikan dan/atau
menuntaskan permasalahan permukiman kumuh perkotaan melalui semua
peran sektor keciptakaryaan melalui kegiatan reguler sektoral;
3. Meningkatnya kapasitas pemerintah Kabupaten/Kota melalui pelibatan aktif
dalam proses penanganan permukiman kumuh bersama kelompok swadaya
masyarakat (KSM/CBO’s); dan
4. Terciptanya keberlanjutan progam penanganan permukiman kumuh sebagai
bagian dari strategi pengurangan luasan kawasan permukiman kumuh.

1.2 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN


1.2.1 MAKSUD
Pedoman Percepatan Peningkatan Kualitas Perumahan (P3KP) ini disusun
dengan maksud untuk memberikan panduan teknis bagi pemangku
kepentingan dalam pelaksanaan Percepatan Peningkatan Kualitas
Perumahan (P2KP) di Kabupaten Mesuji.
1.2.2 TUJUAN
Disusunnya Pedoman Percepatan Peningkatan Kualitas Perumahan (P3KP)
memiliki tujuan:
• memberikan pemahaman dasar mengenai P2KP;
• memberikan acuan teknis mengenai penyelenggaraan pelaksanaan
P2KP baik secara proses maupun substansi; dan
• memberikan acuan teknis baku mutu dari produk P2KP yang
dihasilkan.
1.2.3 SASARAN
Sasaran disusunnya Pedoman Percepatan Peningkatan Kualitas Perumahan
(P3KP) ini antara lain:
• tersedianya landasan memahami konsepsi pelaksanaan P2KP;
• tersedianya acuan teknis bagi penyelenggaraan pelaksanaan P2KP;
• tercapainya standar baku mutu dari produk P2KP yang dihasilkan.

1.3 MANFAAT PEDOMAN


Pedoman Percepatan Peningkatan Kualitas Perumahan (P3KP) ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi:
• TAPD Kabupaten Mesuji sebagai acuan dalam melakukan penganggaran
terhadap pelaksanaan proses dan pencapaian hasil P2KP yang disusun;
• BAPPEDA Kabupaten Mesuji sebagai acuan dalam rangka melaksanakan tugas
perencanaan melalui fasilitasi kegiatan Pelaksanaan P2KP;
• Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis) Kabupaten Mesuji sebagai acuan dalam
merumuskan kegiatan P2KP di OPD masing-masing, baik dalam konteks proses
perencanaan maupun realisasi kegiatan pelaksanaan P2KP; dan
• Tenaga Ahli Pendamping sebagai acuan dalam memberikan pendampingan
pada anggota Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis) dan mengarahkan pada proses
pelaksanaan kegiatan yang seharusnya.

1.4 SISTEMATIKA PEDOMAN


Untuk memudahkan dalam memahami proses dan substansi P2KP, Pedoman
Percepatan Peningkatan Kualitas Perumahan (P3KP) ini dibagi kedalam 3 (tiga)
bagian, yaitu:

Bagian ini membahas mengenai


landasan hukum penyusunan
P3KP, permasalahan kawasan Bagian ini merupakan inti dari P3KP ini yang
Bagian ini menjelaskan mengenai permukiman kumuh menjelaskan ruang lingkup kegiatan
latar belakang, maksud,
perkotaan dan kebutuhan penyusunan kegiatan P2KP, proses dan
tujuan dan sasaran, serta manfaat penanganannya, serta penanganan prosedur penyusunan
dari P3KP RP2KPKP, serta keluaran yang dihasilkan.
permasalahan kawasan permukiman
kumuh perkotaan
menggunakan P3KP

Anda mungkin juga menyukai