Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………2

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….2

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………3

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………..3

BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………………4

2.1 Pengertian iklim kerja……………………………………………………………..4

2.2 Jenis Iklim Kerja…………………………………………………………………..5

2.3 Faktor yang memengaruhi Iklim Kerja……………………………………………7

2.4 Jenis alat ukut iklim kerja………………………………………………………….8

2.5 Metode Pengukuran iklim kerja………………………………………………….11

BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………………………21

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..22

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industri, telah menimbulkan suatu

lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu yang disebut iklim kerja, yang

berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin.

Temperatur lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi untuk

menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi yang ekstrim.

Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang berada

diluar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi. Persoalan tentang bagaimana

menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstrim menjadi penting,

mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh

banyak faktor. Namun demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan

manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dangan

menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan.

Kemampuan manusia berdaptasi dengan temperatur secara umum dilihat dari

perubahan suhu tubuh. Manusia dianggap mampu beradaptasi dengan perubahan temperatur

lingkugan bila perubahan suhu tubuh tidak terjadi atau perubahan suhu tubuh yang terjadi

masih pada rentang yang aman. Sebagaimana diketahui bahwa suhu tubuh harus berkisar 37o-

38o C.

Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh normal), maka akan

menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh karena tubuh menerima panas dari

lingkungan. Sedangkan hal yang sebaliknya terjadi, yaitu bila suhu lingkungan rendah, maka

panas tubuh akan keluar melalui evaporasi dan ekspirasi sehingga tubuh dapat mengalami

kehilangan panas.
2
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan iklim kerja?

1.2.2 Apa saja jenis iklim kerja?

1.2.3 Apa saja faktor yang memengaruhi iklim kerja?

1.2.4 Alat apa saja yang digunakan untuk mengukur iklim kerja?

1.2.5 Metode apa saja yang digunakan unk menetapkan besarnya iklim kerja?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mempelajari iklim kerja

1.3.2 Untuk mempelajari jenis iklim kerja

1.3.3 Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi iklim kerja

1.3.4 Untuk memperlajari alat yang digunakan untuk mengukur iklim kerja

1.3.5 Untuk memperlajari metode yang digunakan untuk menetapkan besarnya iklim

kerja

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Iklim Kerja

Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim kerja adalah hasil

perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan

tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Iklim kerja

adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara , kecepatan gerakan udara dan panas

radiasi di tempat kerja. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungakan dengan produksi

panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas (Suma’mur, 2009).

Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap (homoeotermis) oleh suatu sistem

pengatur suhu (thermoregulatory system). Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan

antara panas yang dihasilkan dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dengan pertukaran

panas antara tubuh dengan lingkungan sekitar. Produksi panas dalam tubuh tergantung dari

keadaan fisik tubuh, makanan yang telah atau sedang dikonsumsi, pengaruh panas tubuh

sendiri, misalnya pada keadaan demam.

Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan

sekitarnya adalah konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (pengupan keringat). Konduksi

ialah pertukaran panas antara tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan

atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh,apabila benda-benda

sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas badan apabila suhunya lebih tinggi

dari tubuh. Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak

udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui

kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung
4
dari suhu udara dana kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalam pertukaran

panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas

kepada tubuh. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas.

Tergantung dari suhu benda sekitar , tubuh menerima atau kehilangan panas lewat

mekanisme radiasi panas. Selain itu, dan penting sekali manusia dapat berkeringat yang

dengan penguapan di permukaan kulit atau melalui paru-paru dan rongga mulut tubuh

kehilangan panas untuk penguapan.

2.2 Jenis iklim kerja

Kemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industri, telah menimbulkan suatu

lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu yang disebut iklim kerja, yang

dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin.

1. Iklim kerja panas

Iklim kerja panas merupakan mikro meterologi dari lingkungan kerja. Iklim kerja ini

sangat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan

panas radiasi.

Dibawah ini beberapa contoh tempat kerja, dengan iklim kerja panas, yaitu:

a. Proses produksi yang menggunakan mesin, peralatan,dapur pijar/tungku

pembakaran. Pemaparan panas di dalam ruangan (indoor operation) seperti: pada

industri pengecoran logam, industri gelas/kaca/kristal,industri keramik, industri

pengalengan makanan, industri tekstil, pabrik roti,pabrik gula,pandai besi, dll.

b. Tempat kerja yang langsung sinar matahari (outdoor operation) seperti: bongkar

muat barang di pelabuhan,pertambangan logam, konstruksi dan pembuatan atap,

pembangunan dan perbaikan jalan, nelayan dan petani.

5
c. Tempat kerja dengan ventilasi udara yang kurang memadai.

2. Iklim kerja dingin

Di sektor industri, pekerja yang bekerja di lingkunkgan kerja yang bersuhu

dingin, misalnya di pabrik es, kamar pendingin, ruang komputer, ruang kantor dan

sebagainya.

Cold stress terjadi bila suhu inti <350 C. tantangan individu pekerja terhadap

pajanan suhu lingkungan yang terlalu dingin ditentukan dari tiga faktor penting,

antara lain: suhu lingkungan, gerak udara (kecepatan angin) dimana seseorang akan

merasa lebih dingin bila angin bertiup lebih kencang dan kelembaban (kebasahan)

dimana udara yang lembab mengonduksikan pengeluaran suhu tubuh 25 kali lebih

cepat dari udara yang kering.

Sumber paparan dingin di tempat kerja, yaitu:

a. Kondisi lingkungan di luar ruangan kerja yang dingin, terutama melakukan

pekerjaan di luar ruangan (outdoor operation), seperti: penyelam, pendaki

gunung (es), kandasnya kapal laut, terdamparnya pesawat terbang, lokasi

pekerjaan disuatu ketinggian.

b. Musim dingin pada waktu melakukan pekerjaan di luar ruangan

c. Industri yang melakukan pekerjaan di dalam ruangan (indoor operation)

menimbulkan paparan dingin, seperti: pada industri es kering, industri

pembuatan es balok, industri pengalengan ikan (cold storege),pekerjaan

pencairan gas.

Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau

kurangnya koordiansi otot. Sedangakan pengaruh suhu ruangan yang sangat rendah

terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit yang terkenal yang disebut dengan

penyakit chilblains, trench foot,dan frostbite.


6
Dalam menghadapi lingkungan yang dingin, tubuh akan berdaptasi dengan

berusaha mengganti kehilangan panas tubuh. Bila tubuh sudah tidak dapat lagi

mengganti kehilangan panas tubuh, suhu inti tubuh akan turun, keadaan ini disebut

hipotermia. Pada hipotermia ringan, suhu tubuh inti berkisar 350-360 C. rasa dingin

yang diikuti rasa nyeri pada bagian tubuh yang terpajan merupakan gejala dini

hipotermia. Biasanya tubuh mengigil untuk menambah panas tubuh, bila pajanan

dingin berlanjut, rasa dingin dan nyeri berkurang berubah menjadi rasa baal. Pada

hipotermia sedang, suhu inti tubuh berkisar antara 330-350 C. gejala yang timbul

mirip dengan hipotermia ringan, tetapi biasanya menggigil berkurang atau tidak

mengigil sama sekali, dan kesadaran mulai menurun. Pada hipotermia berat, suhu inti

tubuh berkisar antara 280-330 C. gejalanya, tidak mengigil sama sekali, kesadaran

mulai menurun, kulit bagian tubuh yang terpajan berwarna biru, kesadaran sangat

menurun, otot-otot menjadi kakum bicara tidak jelas lagi, dan timbuk gejala syok.

Pada hipotermia kritis, suhu inti tubuh <280C. Gejalanya tidak sadar, pernapasan

lemah,nadi sangat lembat, pupil dilatasi, dan tubuh kaku. Pertolongan pertama seperti

pada hipotermia berat.

2.3 Faktor yang Memengaruhi Iklim Kerja

Untuk menilai hubungan iklim kerja dan efeknya terhadap perorangan atau kelompok

teanga kerja perlu diperatikan seluruh faktor yang meliputi lingkungan, faktor

menusiawi dan pekerjaan itu sendiri.

Tabel 1. Faktor-faktor yang memengaruhi iklim kerja dan efeknya

Faktor Lingkungan Faktor Manusiawi Faktor Pekerjaan

Suhu Usia Kompleksnya tugas

Kelembaban Jenis kelamin Lamanya tugas

7
Angin Kesegaran jasmani Beban fisik

Radiasi panas Ukuran tubuh Beban mental

Sinar matahari Kesehatan Beban indra

Debu Aklimatisasi Beban pribadi

Arosol Gizi Ketrampilan yang

Gas Motivasi disyaratkan

Uap logam (fume) Pendidikan

Tekanan barometer Kemampuan fisik

pakaian Kemampuan mental

Kemantapan emosi

Karakteristik emosi

2.4 Jenis Alat Ukur Iklim Kerja

Pada umumnya alat yang digunakan untuk pengukuran temperatur lingkungan kerja

dan pajanan panas personal bersifat langsung baca (direct reading instrument).

a. Pengukuran temperatur lingkungan

Pengukuran untuk setiap komponen temperatur lingkungan dilakukan dengan

menggunakan alat sebagai berikut:

1. Suhu kering (dry bulb/air temperature) – Ta

Pengukuran suhu kering dilakukan dengan menggunakan termometer

yang terdiri dari termometer yang berisi cairan (liquid-in-glass thermometer),

thermocouples, termometer resisten (resistance thermometer).

2. Suhu basah alami dan bola (Natural wet bulb temperature) – Tnwb

8
Pengukuran suhu basah alami dilakukan dengan menggunakan

termometer yang dilengkapi dengan kain katun basah. Untuk mendapatkan

pengukuran yang akurat, maka sebaiknya menggunakan kain katun yang

bersih serta ait yang sudah disuling (distilasi)

3. Suhu Radian (Radiant/globe temperature)

Suhu radian diukur dengan menggunakan black globe thermometer.

Termometer dilengkapi dengan bola tembaga diameter 15 cm yang di cat

berwarna hitam untuk menyerap radiasi infra merah. Jenis termometer untuk

mengukur suhu radian yang paling sering digunakan adalah Vernon Globe

Thermometer yang mendapat rekomendasi dari NIOSH.

Dalam pengukuran diperlukan waktu untuk adaptasi bergantung pada

ukuran bola tembaga yang digunakan. Untuk termometer yang menggunakan

bola tembaga dengan ukuran 15 cm diperlukan waktu adaptasi selama 15-20

menit. Sedangkan untuk alat ukur yang banyak menggunakan ukuran bola

tembaga sebesar 4,2 cm diperlukan waktu adaptasi selama 5 menit.

Gambar 1. Heat Stress Monitor

4. Kelembaban relatif (Relative humidity)

9
Pengukuran kelembaban udara penting dilakukan karena merupakan

salah satu faktor kunci dari iklim yang memengaruhi proses perpindahan

panas dari tubuh dengan lingkungan melalui evaporasi. Kelembaban yang

tinggi akan menyebabkan evaporasi menjadi rendah.

Alat yang umum digunakan untuk mengukur kelembaban udara

adalah hygrometer atau psychrometer yang bersifat direct reading. Alat ini

mempunyai sensitivitas yang rendah khususnya pada suhu diatas 500C dan

kelembaban relatid di bawah 20%.

5. Kecepatan angin

Kecepatan angin sangat penting perannya dalam proses pertukatan

panas antara tubuh dan lingkungan khususnya melalui proses konveksi dan

evaporasi. Kecepatan angin umumnya dinyatakan dalam feet per minute (fpm)

atau meter per second (m/sec).

Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Terdapat

dua jenis anemomenter yaitu : a. Vane anemometer dan b. termoanemometer.

Perbandingan kedua termometer tersebut adalah sebagai berikut.

Prinsip kerja anemoneter adalah alat diletakkan pada titik pengukuran

dengan waktu yang ditentukan yang menjadi sumber arah angin.

10
Gambar 2. Anemometer

b. Pengukuran pajanan panas personal

Pengukuran pajanan panas personal penting dilakukan untuk mengetahui

tingkat pajanan panas pada individu. Pengukutan pajanan personal perlu dilakukan

apabila pekerja yang beresiko terpajan panas bekerja berpindah-pindah atau pola

pajanan yang bersifat terputus-putus atau intermitten. Pengukuran pajanan panas

personal lebih memperlihatkan apakah perubahan suhu tubuh dan denyut nadi pekerja

yang terpajan panas, alat ukut pajanan panas personal biasanya dilengkapi dengan

sensor untuk mendeteksi perubahan suhu tubuh dan denyut nadi yang dipasang di

tubuh pekerja seperti di telinga atau di badan.

2.5 Metode Pengukuran Iklim Kerja

Dalam melakukan pengukuran temperatur lingkungan dan pajanan panas

personal di tempat kerja beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

 Penentuan sampel

 Langkah pengukuran

 Kalkulasi hasil pengukuran

a. Pengukuran temperatur lingkungan

1. Penentuan titik pengukuran

Untuk menentukan apakah suatu area atau lokasi kerja merupakan titik

pengukuran temperatur lingkungan, maka beberapa hal yang harus diperhatikan

adalah:

a. Pada area yang dijadikan titik sampling diduga secara kualitatif atau

penilaian secara profesional (professional judgment) mengindikasikan adanya

11
kemungkunan terjadinya tekanan panas karena adanya sumber panas atau

terpajan panas.

b. adanya keluhan subyektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat

kerja.

c. pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan

berpotensi mengalami tekanan panas.

Dari tiga alasan di atas adanya pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan berpotensi

mengalami tekanan panas merupakan alasan yang penting untuk layak atau tidaknya suatu

area dijadikan sebagai titik pengukuran. Suatu lingkungan kerja yang mempunyai sumber

panas dan/atau terpajan panas bukan prioritas untuk diukut apabila di area tersebut tidak ada

pekerja yang bekerja dan berpotensi untuk mengalami tekanan panas.

Aspek lain yang harus diperhatikan adalah jumlah titik pengukuran. Tidak ada

formula yang baku untuk menentukan berapa jumlah titik pengukuran pada suatu area yang

mempunyai panas yang tinggi. Secara umum jumlah titik pengukuran dipengaruhi oleh

jumlah sumber panas dan luas area yang terpajan panas yang mana terdapat aktivitas pekerja

di area tersebut. Secara professional judgement kita boleh saja menetapkan setiap area

dengan luas 5 x 5 meter diwakili oleh satu titik pengukuran. Namun pendekatan yang umum

digunakan untuk menentukan suatu titik pengukuran adalah area yang panas yang merupakan

zona aktivitas dan pergerakan pekerja selama bekerja diarea tersebut. Selama kita yakin

bahwa semua area kerja yang mempunyai indikasi menyebabkan tekanan panas pada pekerja

sudah diukur, maka jumlah titik pengukuran yang diperoleh dianggap cukup.

2. Lama pengukuran

12
Berdasarkan SNI- 16-7061-2004 tentang pengukuran iklim kerja (panas)

dengan parameter indeks suhu basah dan bola tidak dijelaskan berapa pengukuran

dilakukan pada setiap titik pengukuran. SNI- 16-7061-2004 hanya menyatakan

bahwa pengukutan dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja, yaitu pada awal

shift, tengah shift, dan di akhir shift.

Menurut OSHA Technical Manual lama pengukutan indeks WBGT dapat

dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya pada waktu-waktu

paparan tertentu. Pengukutan seharusnya dilakukan dengan periode waktu

minimal 60 menit. Sedangkan untuk pajanan yang terputus-putus minimal selama

120 menit.

3. Langkah pengukuran (contoh pengukuran dengan menggunakan Questempo 34)

a) Tahap persiapan

Beberapa hal yang dilakukan ada tahap persiapan adalah sebagai berikut:

 Peralatan yang harus dipersiapkan antara lain Questempo 34, tripod kamrea,

aquadest, kain katun, dan baterai yang sesuai.

 Pastikan alat dalam komdisi baik dan berfungsi dengan benar serta masih dalam

masa kalibrasi, terutama Questempo 34.

 Periksa apakah daya baterao pada alat masih memadai. Lihat petunjuk pada buku

manual alat tentang minimal daya baterai yang diperkenankan.

 Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia. Pastikan bahwa

perbedaan pembacaan dengan ukuran pada kalibrasi tidak lebih dari 0,5.

 Kemudian lakukan pengaturan pada alat dengan mengikuti petunjuk pada buku

manual. Beberapa aspek yang diatur adalah : tanggal, waktu, bahsa, satuan

13
pengukuran, logging rate, heat index. Pastikan bahwa semua pengaturan sesuai

dengan ketentuan.

 Pasang alat pada tripod kamera dan bawa alat ke lokasi atau titik pengukuran.

b) Tahap pengukuran

 Letakkan alat pada titik pengukuran dan sesuaikan ketinggian sensor dengan

kondisi pekerja. Lihat buku manual.

 Buka tutup termometer suhu basah alami dan tutup ujung termometer dengan kain

aktun yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan aquadest secukupnya

sampai pada wadah tersedia cukup aquadest untuk menjamin agar termometer

tetap basah selama pengukuran.

 Nyalakan alat dan biarkan alat selama beberapa menit untuk proses adaptasi

dengan kondisi titik pengukuran. Waktu untuk adaptasi terdapat pada manual.

 Setelah melewati masa adaptasi, aktifkan tombol untuk logging atau proses

penyimpanan data dan data temperatut lingkungan akan disimpan di dalam

memori alat berdasarkan kelipatan waktu yang digunakan (logging rate). Waktu

pengukuran mulai dihitung sejak proses logging berjalan.

 Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu pengukuran yang

diinginkan.

 Bila telah selesai, non aktifkan fungsi logging dan kemudia alat bisa pindah ke

titik pengukuran yang lain atau data yang ada sudah bisa dipindahkan ke komputer

atau di cetak.

 Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus melakukan

pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari langkah ketiga.

14
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengukuran di tempat

kerja adalah sebagai berikut:

 Peletakan alat harus pada posisi yang aman, waspadai alat jangan sampai bergetar,

bergoyang, atau kondisi lain yang membahayakan.

 Letakkan alat pada titik pengukuran yang tidak mengganngu aktivitas pekerja.

 Operator harus memperhatikan aspek keselamatan diri saat melakukan

pengukuran. Bila diperlukan gunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan

kondisi bahaya di lingkungan kerja.

 Berkoordinasi dengan pekerja dan penaggung jawab area untuk kelancaran proses

pengukuran .

 Untuk mendapatkan jumlah data yang diinginkan, maka sebaiknya operator

melebihkan waktu pengukuran.

c) Tahap setelah pengukuran

Setealh melakukan pengukuran maka data hasil pengukuran dapt dihitung

dengan menggunakan rumus ssebagai berikut:

 Untuk lingkungan kerja yang terpajan oleh cahaya matahari (outdoor)

WBGT = 0,7 Tnwb + 0,2 Tg +0,1 Ta

 Untuk lingkungan kerja yang tidak terpajan cahaya matahari (indoor)

WBGT = 0,7 Tnwb + 0,3 Tg

 Untuk pengukuran yang dilakukan secara intermitten, maka dihitung rata-rata

WBGT dengan menggunakan rumus:

𝑊𝐵𝐺𝑇1 𝑡1 + 𝑊𝐵𝐺𝑇2 𝑡2 + ⋯ + 𝑊𝐵𝐺𝑇𝑛 𝑡𝑛


𝑊𝐵𝐺𝑇𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑡1 + 𝑡2 + ⋯ + 𝑡𝑛

4. Intepretasi hasil pengukuran

15
Setelah diperoleh hasil pengukuran temperatur lingkungan, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan analisis dengan membandingkan hasil pengukuran

dengan standar dan peraturan yang berlaku. Standar yang digunakan adalah

Standar Pajanan temperatur di tempat kerja mengacu pada Keputusan Menteri

Tenaga Kerja, Nomor KEP. 51/MEN/1999, tanggal 16 April 1999. Selain itu juga

bisa mengacu pada TLV’s dan BEI dari ACGIH. Untuk bisa melakukan analisis

perbandingan dengan Kepmenaker Nomor KEP. 51/MEN/1999 maupun standar

dari Acgih, maka selain data hasil pengukuran temperatur lingkungan, data lain

juga harus dimiliki adalah:

 Data tentang beban kerja dan metabolic rate

 Data tentang jenis pakaian kerja yang digunakan

 Data tentang work and recovery cycle

b. Pengukuran pajanan panas personal

1. Penentuan pekerja yang menjadi sampel

Pekerja yang menjadi sampel adalah pekerja yang berisiko yaitu yang

dalam proses kerjanya terpajan oleh panas yang tinggi. Bila terdapat beberapa

pekerja yang terpajan oleh panas yang tinggi di lingkungan kerja, maka sebaiknya

terdapat pekerja yang diukur pajanan panas personalnya untuk setiap jenis

pekerjaan. Tidak ada formula yang baku dlaam menentukan jumlah sampel yang

harus diukur. Berdasarkan professional judgement pengukuran pajanan panas

personal dilakukan pada pekerja yang berisiko, bekerja berpindah-pindah, dan

mewakili setiap jenis pekerjaan yang berisiko.

2. Langkah pengukuran

a. tahap persiapan

16
beberapa hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai

berikut:

 Pastikan alat ukut yang digunakan berfungsi, dalam kondisi baik, dan

masih dalam masa kalibrasi.

 Lakukan pengaturan alat sesuai dengan buku petunjuk pengoperasian

dan kriteria pengukuran yang diinginkan.

 Lakukan kalibrasi sesuai dengan buku petunjuk pengoprasian.

 Pasang alat ukur pekerja sesuai dengan posisi dan cara pemasangan

yang benar menurut buku petunjuk pengoperasian.

 Beritahu pekerja hal-hal yang harus diperhhatikan selama proses

pengukuran.

b. Tahap pengukuran

Setelah alat terpasang dengan benar, maka selanjutnya adalah sebagai berikut:

 Aktifkan alat dan proses pengukuran mulai dilakukan

 Pastikan bahwa pekerja bekerja sesuai dengan aktivitas yang biasa

dilakukan.

 Bila pengukuran telah selesai, matikan alat dan lepaskan alat dari

tubuh pekerja.

c. Tahap setelah pengukuran

 Data hasil pengukuran dapat segera diketahui dengan memindahkan

alat ke komputer, di cetak atau dibaca langsung pada alat sesuai

dengan spesifikasi alat.


17
3. Intepretasi hasil pengukuran

Intepretasi hasil pengukuran umumnya adalah dengan melihat perubahan suhu tubuh

dan kadang ada alat yang juga bia mengukur perubahan denyut nadi selama bekerja dan

terpajan panas. Berdasarkan TLVs dan BEI-ACGIH pekerja dikatakan mengalami tekanan

panas apabila:

a. secara konstan dalam beberapa menit denyut nadi melebihi 180 denyut per menit

dikurangi umur pekerja dalam tahun (180-umur) begi pekerja yang fungsi jantungnya normal.

b. suhu tubuh meningkat mencapai 38,50 C bagi pekerja yang sehat dan

teraklimatisasi atau melebihi 38,50 C bagi pekerja yang tidak teraklimatisasi.

c. Denyut nadi recovery pada satu menit setelah terpapar lebih dari 120 denyut per

menit.

Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai berikut:

1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh

seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban

dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak

memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan

pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat skala suhu

efektif yang dikoreksi. Namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak

diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.

2. Indeks suhu basah dan bola (ISSB) dengan rumus-rumus sebagai berikut:

ISSB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering (untuk bekerja

pada oekerjaan dengan adanya paparan sinar matahari).


18
ISSB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk bekerja pada pekerjaan

tanpa disertai penyinaran sinar matahari).

3. Prediksi kecepatan keluar keringat selama 4 jam yaitu banyaknya prediksi keringat

keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran

udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan

berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

4. Indeks Belding-Hacth, yaitu kemampuan berkeringat orang standar yaitu orang muda

dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154 pon, dalam keadaan sehat dan memiliki

kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas.

Standar pajanan temperatur di tempat kerja mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga

Kerja, Nomor KEP.51/MEN/1999, tanggal 16 April 1999.

Nilai ambang batas ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko terjadinya gangguan

kesehatan akibat suhu lingkungan kerja yang terlalu panas. Untuk mengetahui iklim kerja di

suatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas (heat stress). Salah satunya

dengan mengukur indeks suhu basah dan bola (ISSB).

Tabel 2. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISSB) yang

diperkenankan

Pengaturan waktu kerja setiap jam ISSB (0C) Beban Kerja

Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat

19
Bekerja terus menerus - 30,0 26,7 25,0
(8jan/hari)
25% istirahat 30,6 28,0 25,9
75% kerja
50% istirahat 31,4 29,4 27,9
50% kerja
75% istirahat 32,2 31,1 30,0
25% kerja

Sedangkan berdasarkan Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011, nilai ambang

batas iklim kerja Indeks Suhu Bola Basah (ISSB) yang diperkenankan, adalah:

Tabel 3. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Bola Basah (ISSB) yang

diperkenankan

Indeks Suhu Bola Basah (0C)


Pengaturan waktu
Beban Kerja
kerja setiap jam
Ringan Sedang Berat

75%-100% 31,0 28,0 -

50%-75% 31,0 29,0 27,5

25%-50% 32,0 30,0 29,0

0%-25% 32,2 31,1 30,5

Catatan:

a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 kilo kalori per jam

b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih besar dari 200-350 kk/jam kilo kalori

per jam

c. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih besar dari 350-500 kilo kalori per jam

20
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim kerja adalah hasil

perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi

dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat

pekerjaannya. Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara ,

kecepatan gerakan udara dan panas radiasi di tempat kerja. Kombinasi dari

keempat faktor ini dihubungakan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut

tekanan panas (Suma’mur, 2009).

2. Iklim Kerja dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin

3. Faktor yang memengaruhi iklim kerja meliputi lingkungan, faktor manusiawi, dan

pekerjaan itu sendiri.

4. Pengukuran iklim kerja dapat menggunakan Heat Stress Monitor, Anemometer

dan higrometer.

21
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Sugeng.2009. Bunga Rampai Hiperkes & KK. Semarang : Universitas Dipenogoro

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta : Sagung

Seto

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep- 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang

Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja

Permenakertrans No. PER/13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia di Tempat Kerja

22

Anda mungkin juga menyukai