Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANCAMAN BERDIMENSI IDEOLOGI

Disusun Oleh:
1. Irsantya Lamara P. (17)
2. Luthfiyyah Muntaza R (23)
3. Mahir Muhammad (25)
4. Muhammad Naufal A. (27)

SMA NEGERI 39 JAKARTA


XI MIPA 7 2017/2018
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha kuasa karena atas rahmat dan karunia-
Nya makalah yang berjudul “Mewaspadai Ancaman Terhadap Integrasi Internasional” dapat
kami selesaikan dengan semaksimal mungkin.

Kami juga menginginkan anda dapat menerapkan pendidikan kewarganegaraan ini ke


dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan warga negara yang baik sekaligus menjunjung
tinggi persatuan dan keutuhan bangsa merupakan harapan kita semua dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Segala usaha yang telah kami lakukan dalam pengerjaan makalah ini untuk memenuhi
tugas yang diberikan, apabila ada kekurangan dalam pengerjaan makalah ini kami meminta
maaf.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jakarta , 26 Maret 2018

Tim Penyusun
Daftar Isi

Bab 1

Pendahuluan ……………………………………………………………………………………………………. 1-2

Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………. 1

Perumusalan Masalah………………………………………………………………………………………………… 1

Tujuan Pembuatan Makalah………………………………………………………………………………………. 2

Bab 2

Pembahasan……………………………………………………………………………………………………… 2-6

Pengertian Ancaman Berdimensi Ideologi……………………………………………………… 2

Ancaman Terhadap Ideologi pada berbagai Masa……………………………………………………………………………. 3

Ancaman Ideologi yang Berasal dari Dalam Negeri………………………………………………………………………..3-4

Ancaman Ideologi yang Berasal dari Dalam Negeri ……………………………………….…………………………….. 5

Contoh Kasus yang Mengancam Ideologi…………………………………………………… 5

Strategi Mengatasi Ancaman Berdimensi Ideologi ………………………………………………………. 6

Bab 3

Penutup……………………………………………………………………………………………………………… 6-7

Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………….. 6

Saran……………………………………………………………………………………………………………………………. 7

Daftar pustaka……………………………………………………………………………………………………………… 7
Bab 1

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Memahami latar belakang Pancasila dan UUD 1945 merupakan suatu
kewajiban bagi setiap warga negara sebelum melaksanakan nilai-nilainya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kewajiban tersebut merupakan
sesuatu yang harus dijalankan dalam kedudukan Kita sebagai warga negara. Karena
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, maka setiap warga negara wajib loyal
kepada dasar negaranya.
Secara umum Indonesia menolak dengan tegas paham komunis dan zionis.
Akibat dari penolakan tersebut, tentu saja pengaruh dari negara-negara komunis dapat
dikatakan tidak dirasakan oleh bangsa Indonesia, kalaupun ada pengaruh tersebut
sangat kecil ukurannya. Akan tetapi, meskipun demikian bukan berarti bangsa
Indonesia terbebas dari pengaruh paham lainnya, misalnya pengaruh liberalisme.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut.
a. Apa yang dimaksud dengan ancaman berdimensi ideologi?
b. Bagaimana keadaan ideologi Indonesia masa lalu dan saat ini?
c. Apa saja ancaman berdimensi ideologi yang berasal dari dalam negeri?
d. Apa saja ancaman berdimensi ideologi yang berasal dari luar negeri?
e. Apa saja hal yang harus dihindari untuk menjaga ideologi Indonesia?
f. Bagaimana kita mengatasi ancaman berdimensi ideologi?

3. Tujuan Pembuatan Makalah


Agar siswa tahu bagaimana kedudukan pancasila di 4 masa yang berbeda dan
saat ini. Agar siswa tahu apa yang ditimbulkan dari dampak globalisai yang
bermanfaat dan merugikan bangsa Indonesia, dan agar siswa tau strategi mengatasi
ancaman berdimensi ideologi.
Bab 2

Pembahasan

A. Pengertian Ancaman Berdimensi Ideologi


Ancaman sendiri berarti Setiap usaha dan kegiatan, baik dalam negeri
maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa.
Istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata,
yaitu idea dan logi. Idea berarti melihat(idean), sedangkan logi berasal dari
kata logos yang berarti pengetahuan atau teori. Jadi, ideologi dapat diartikan hasil
penemuan dalam pikiran yang berupa pengetahuan atau teori. Ideologi dapat juga
diartikan suatu kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas, pendapat
(kejadian) yang memberikan arah tujuan untuk kelangsungan hidup.
Ancaman Berdimensi Ideologi adalah ancaman yang dinilai mempunyai
kemampuan yang membahayakan pemikiran masyarakat suatu negara sehingga
akan mengancam terhadap dasar falsafah Negara yaitu Pancasila.

B. Ancaman Terhadap Ideologi pada berbagai Masa


a. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
Demokrasi liberal adalah sistem politik yang menganut kebebasan individu.
secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang
Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh
kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada
parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota
parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet.
Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada
partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh
sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet
formatur). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung
mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet.
Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk
membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka
kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari
parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila
ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi
tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun
(1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur
satu setengah tahun.
Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap
f. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang
diajukan untuk menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan
partai daripada menyelamatkan rakyat.
Sementara para elit politik sibung dengan kursi kekuasaan, rakyat
mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan
beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya sosial-ekonomi.
Terdapat penyimpangan demokrasi liberal dan terpimpin menyimpang
dari UUD 1945 dan Pancasila. Antara lain:
1. Berlakunya UUDS 1950
Setelah Indonesia kembali kepada negara kesatuan Republik Indonesia
dan tidak lagi menggunakan UUD RIS, pemerintah pada saat itu tidak serta
merta memberlakukan kembali UUD 1945. Presiden memberlakukan UUD
sementara, yang kemudian dikenal dengan UUDS 1950, karena mulai berlaku
17 Agustus 1950. Dengan dilaksanakannya UUDS 1950 berarti pemerintahan
sudah penyimpangan demokrasi liberal dari semua cita-cita luhur bangsa yang
terkandung dalam UUD 1945. Alasan tidak digunakannya UUD 1945 adalah
dianggap tidak lagi relevan dengan kondisi Indonesia. UUDS 1950 menjadi
UU sementara sampai Dewan Konstituante membuat UU baru.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, presiden tidak membentuk
kabinet atau memilih menteri-menteri untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
Namun yang terjadi adalah presiden menunjuk seorang perdana menteri dalam
melaksanakan tugas pemerintahan. Perdana Menteri ini bertanggungjawab
kepada parlemen, dalam hal ini DPRS. Setiap kebijakan setelah ditentukan
oleh perdana menteri, parlemen yang menentukan apakan akan dilaksanakan
atau tidak.
Sistem dengan ciri-ciri demokrasi parlementer membuat pembangunan
tidak berjalan, karena setiap kebijakan yang tidak disetujui mayoritas suara
parlemen, tidak bisa dilaksanakan. Kabinet menjadi sering berganti. Lebih dari
lima kali pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal. Semuanya rata-rata
hanya bertahan dalam hitungan bulan. Jika kinerja dianggap gagal, maka
langsung ditunjuk perdana menteri baru.
3. Adanya Multi Partai
Sebenarnya, banyaknya partai yang ada di suatu negara pertanda
demokrasi berjalan baik dan aspirasi akan tersalurkan. Namun, jika fungsi
partai politik lebih mementingkan kelompok dan golongannya sendiri, maka
pembangunan menjadi tidak stabil. Setiap kebijakan pemerintah, dalam hal ini
perdana menteri selalu ditentang. Akhirnya kabinet sering berganti.
4. Tidak Ada Musyawarah Mufakat
Musyawarah mufakat seperti telah dikatakan adalah ciri demokrasi
Pancasila. Pada masa penyimpangan demokrasi liberal, otomatis hal ini tidak
ada. Setiap keputusan selalu berdasarkan suara terbanyak parlemen
5. Kedudukan Negara di Bawah DPR
Kedudukan presiden dan negara di bawah DPR atau Dewan Konstituante,
padahal seharusnya sejajar. Apalagi parelemen / DPR / Dewan Konstituante ini
dikuasai oleh partai yang paling banyak pendukungnya. Apabila negara dan
presiden tidak didukung partai, maka dia tidak bisa berbuat apa pun.
Demikian beberapa penyimpangan yang terjadi pada tujuan demokrasi
liberal di Indonesia. Akibatnya bagi pembangunan dan Bangsa Indonesia
sangat banyak. Beberapa di antaranya, yaitu :
o Kehidupan politik tidak stabil, sehingga pembangunan di segala bidang
tidak dapat terlaksana.
o Pemerintahan sering berganti dan pembangunan tidak dapat
berkelanjutan atau berkesinambungan.
o Banyak terjadi pemberontakan, akibat ketidakpuasan dengan negara.
Pemberontakan tersebut seperti Pemberontakan DI / TII Kartosuwiryo
di Jawa Barat, Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun,
Pemberontakan Kahar Muzakkar di Makasar, dan sebagainya.

b. Demokrasi Terpimpin (1959-1966)


Demokrasi Terpimpin di Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno. Dekrit 5 Juli 1959
menandakan era baru yang mana Indonesia meninggalkan Demokrasi Liberal
berganti dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin diartikan
sebagai demokrasi yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Pada prakteknya pengertian Demokrasi Terpimpin lebih
cenderung kepada Demokrasi yang dipimpin oleh presiden sebagai Panglima
Besar Revolusi.
Berikut sisi positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang
berkepanjangan,
2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan hidup
negara.
3. Merintis pembentukan lembaga tinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda
pembentukannya.
Adapun sisi negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai
berikut.
1. Memberi kekuasaan besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi
negara.
2. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat
itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Pada masa
demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, sedangkan
aktivitas partai dibatasi. Karena kekuasaan presiden yang mutlak tersebut
mengakibatkan penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal,
yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi
sentralisasi (pemusatan kekuasaan ditangan presiden).
Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD
1945 adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR.
Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS
tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh
MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk
mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta
pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai
besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri
yang tidak memimpin departemen.

2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No.
2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena
Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga
tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang
terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan
karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah.
Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya
presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-
GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR
juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti
kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden
tidak dapat membubarkan DPR.

4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara


Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan
Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden
sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang
wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan.
Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan
mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah
pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan
karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden
pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan
Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik
Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1
tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL
USDEK.

5. Pembentukan Front Nasional


Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun
1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang
memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam
UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional
menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional
dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah
sebagai berikut.
 Menyelesaikan Revolusi Nasional
 Melaksanakan Pembangunan
 Mengembalikan Irian Barat

6. Pembentukan Kabinet Kerja


Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil
presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja
mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah
sebagai berikut.
 Mencukupi kebutuhan sandang pangan
 Menciptakan keamanan negara
 Mengembalikan Irian Barat.

7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom


Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa
demokrasi. parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai
kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya
persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah
mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM
(Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang
persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai
golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan
melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran
Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom
sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika
menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan
cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom
dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan
barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut
menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan
berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD
1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan
kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden
bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.

8. Adanya ajaran RESOPIM\


Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan
Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden
Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa
dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan
dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar
Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-
lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini
terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan
lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai
pembantu presiden.

9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia


TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat,
TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.
Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang
kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah
satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan
politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin,
kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai
yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit
akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11
partai.Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan
pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut
tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang
pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai
Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena
sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan
PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal
17 Agustus 1960.

11. Arah Politik Luar Negeri


a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu
negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-
negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni
negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom
Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di
forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke
negara-negara komunis.
b. Politik Konfrontasi Malaysia\
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan
Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan
pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek
neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-
negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan
Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964
c. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau
menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat
menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek
besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia
pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek
tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran
rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New
Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks
Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan
PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-
negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh
Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada
gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah
perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa
kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian
dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan
revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin
tampak dengan:

a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana


Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih
dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang
masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.

b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi


Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan
sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25
September 1959.

c. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945,


Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal
dengan MANIPOL USDEK.

d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi


yang berarti sebagai presiden seumur hidup.

e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri”


sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
f. Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara
angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.

g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan


Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi
(KOTI).

C. Demokrasi Orde Baru(1966-1998)


Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman
sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta
UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya
adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu
Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian baru di
bawah Soeharto.
Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde
baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara.
Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa
sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu
Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri
masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan
pemerintah yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam
pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara,
mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.
Upaya pengkultusan terhadap pancasila dilakukan pemerintah orde baru guna
memperoleh kontrol sepenuhnya atas Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah orde
baru menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu yang keramat
sehingga tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran dan implementasi Pancasila
sebagai ideologi terbuka, serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada di
tangan negara. Pengkultusan Pancasila juga tercermin dari penetapan Hari
Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober sebagai peringatan atas kegagalan
G 30 S/PKI dalam upayanya menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis.
Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa
Indonesia yang sangat plural kemudian diseragamkan. Uniformitas menjadi hasil
konkrit dari kebijakan politik pembangunan yang unilateral. Gagasan mengenai
pluralisme tidak mendapatkan tempat untuk didiskusikan secara intensif. Sebagai
pucaknya, pada tahun 1985 seluruh organisasi sosial politik digiring oleh hukum
untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas
tunggal dan setiap warga negara yang mengabaikan Pancasila atau setiap
organisasi sosial yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan dicap sebagai
penghianat atau penghasut.Dengan demikian, jelaslah bahwa Orde Baru tidak
hanya memonopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran. Sikap politik
masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya
diperlakukan sebagai pelaku tindak kriminal atau subversif.
Sosialisasi Pancasila melalui Penataran P4
Pada era Orde Baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap
Pancasila, pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila
melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) di sekolah dan di masyarakat. Siswa, mahasiswa,
organisasi sosial, dan lembaga-lembaga negara diwajibkan untuk melaksanakan
penataran P4.Tujuan dari penataran P4 antara lain adalah membentuk pemahaman
yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang
sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Selain sosialisasi nilai Pancasila dan
menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran
juga disampaikan pemahaman terhadap Undang- Undang Dasar 1945 dan Garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan penataran P4 sendiri menjadi
tanggung jawab dariBadan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (BP7).
Akan tetapi cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi
muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas
dalam penataran P4, ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda
terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan
oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan
yang benar. Setiap hari para pemimpin berpidato dengan selalu mengucapkan kata-
kata Pancasila dan UUD1945, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa
kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan. Perilaku itu justru semakin
membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila
sebagai landasan hidup bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan dan
norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para
pemimpin. Atau dengan kata lain Pancasila hanya digunakan sebagai slogan yang
menunjukkan kesetiaan semu terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
Penyimpangan Orde Baru :
1. Terjadi pemusatan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara
otoriter.
2. Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya
melayani keinginan pemerintah (Presiden).
3. Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana
untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga Presiden terus menerus dipilih
kembali.
4. Terjadi monopoli penafsiran Pancasila, ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah
untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
5. Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan
berpendapat.
6. Pemerintahan campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga
kekuasaan kehakiman tidak merdeka.
7. Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu
kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
8. Terjadi Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga
bisa merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis
multimensi.
9. Campur tangan Presiden pada pengangkatan pejabat dan elit politik.
10. Mematikan peran daerah untuk mengatur pemerintahannya ; PAD
(Penghasilan Asli Daerah) diambil oleh pemerintah pusat lebih besar daripada
jatah daerah itu sendiri.
11. Penggunaan Kekerasan untuk menciptakan Keamanan.
12. Tidak ada Rencana Sukresi (Penurunan Kekuasaan ke Pemerintah /Presioden
Selanjutnya).
13. Pelanggaran HAM
14. Pengisian jabatan ketua umum partai politik harus mendapat persetujuan dari
presiden. Seharusnya pemilihan ketua umum partai diserahkan kepada kader partai
bersangkutan.
15. Presiden memiliki sumber daya keuangan yang sangat besar.

D. Reformasi(1998-sekarang)
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata
reform, sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan
yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang,
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang di cita-citakan rakyat. Reformasi juga di artikan pembaharuan dari
paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk memenuju ke kondisi yang
lebih baik sesuai dengan harapan.
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
a. Adanya suatu penyimpangan.
b. Berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu.
c. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara
demokrasi.
d. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang
lebih baik
e. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai
baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan
konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat
bangsa;
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi,
sosial budaya, maupun pertahanan keamanan;
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam
masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN,
kekuasaan sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan
yang lain.
Peranan Pancasila sebagai paradigma reformasi
Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa
dan negara dimasa lampau, mengoreksi segala kekurangannya,sambil merintis
pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih
perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi
negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik,
semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya
tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional,
sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya
Reformasi di segala bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan
pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Prof.
Dr. B.J Habibie.
a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari
sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang
mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan
pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan
melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas
umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam
melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian
dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan
reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada kedudukan dan
fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami penyimpangan
dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat
diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa.
Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan
dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka
Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak
terjadi anarkisme yang menyebabkan hancurnya bangsa dan negara Indonesia.

Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:

a. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi


berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang
baik sebgai manusia makhluk tuhan.
b. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan
reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan
kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia
c. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus
menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai
subjek dan pemegang kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

C. Ancaman Ideologi yang Berasal dari Dalam Negeri

 Munculnya paham paham radikal dan ekstremis dalam negeri


 Munculnya berbagai aliran sesat diIndonesia
 Sikap apatis terhadap pemerintah
 Sikap mau menang sendiri dalam masyarakat suatu negara
 Kurangnya kecintaan terhadap produk dalam negeri
 Pemberontakan PKI
 Gerakan separatis GAM diaceh, RMS dimaluku dab OPM di papua
 Adanya provokasi dari kelompok masyarakat tertentu yang dilakukan terhadap
kelompok masyarakat lainnya yang mengandung unsur SARA
D. Ancaman Ideologi yang Berasal dari Luar Negeri

 Maraknya berbagai kebudayaan dan oaham baru dari luar negeri


 Adanya campur tangan politik dari badan badan asing didalam negeri
 Maraknya media propaganda asing
 Adu domba yang dilakukan pihak asing
 Pemberlakuan aturan aturan tertentu yang dilakukan oleh pihak asing yang
merugikan negara lain

E. Contoh Kasus yang Mengancam Ideologi

 Pemberontakan OPM (organisasi papua merdeka) sampai sekarang ini organisasi


terlarang ini masi tumbuh dan berkembang di daerah papua bahkan mengancam jiwa
para militer yang bertugas pada pendalaman papua. Lahirnya gerakan karena
kurangnya sentuhan pembangunan pemerintah pusat dalam artian tidak adanya
keadilan sosial dan pemerataan pembangunan bagi seluruh rakyat indonesia utamanya
era papua.
 Pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948. Partai Komunis Indonesia (PKI)
mengadakan pemberontakan pada tanggal 30 September 1948 yang dikenal dengan
Gerakan G30 S PKI yaitu gerakan yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan
ideologi komunis.
 DI-TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
 di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Aceh pada tahun 1947 s/d
tahun 1962 yang pengikut-pengikutnya masih berkeliaran sampai sekarang.

F. Strategi Mengatasi Ancaman berdimensi Ideologi

1. Ideologi harus diaktualisasikan dalam bidang kenegaraan dan oleh WNI.


2. Ideologi sebagai perekat pemersatu harus ditanamkan pada seluruh WNI.
3. Ideeologi harus dijadikan panglima bukan sebaliknya
4. Akatualisasi ideologi dikembangkan ke arah keterbukaan dan kedinamisan.
5. Ideologi Pancasila mengakui keanekaragaman dalam hidup berbangsa, dan dijadikan
alat menyejaterakan, mempersatukan masyarakat.
6. Kalangan elit eksekutif, legeslatif, yudikatif, harus mewujudkan cita-cita bangsa
dengan melaksanakan GBHN, mengedepankan kepentingan bangsa.
7. Mensosialisasikan idologi Pancasila sebagai ideologi humanis, religius, demokratis,
nasionalis, berkeadilan. Proses sosialisasi Pancasila secara obyektif, ilmiah bukan
doktriner, dengan metode sesuai dengan perkembangan jaman.
8. Tumbuhkan sikap positif terhadap warga negara dengan meningkatkan motivasi untuk
mewujukan cita-cita bangsa. Perlunya perbaikan ekonomi untuk mengakhiri krisis
moltidemesional (Endang Zaelani Sukaya, 2000: 109)
BAB 3
PENUTUPAN

a. Kesimpulan
Ancaman Integrasi Nasional Dalam Bidang Ideologi adalah ancaman yang
dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan pemikiran masyarakat suatu
negara sehingga akan mengancam terhadap dasar falsafah Negara yaitu Pancasila.
Contoh ancaman integrasi nasional dalam bidang ideologi:
a. Suatu golongan memasukkan para kader-kader yang telah dibekali suatu
ideologi tertentu untuk bergabung di dalam suatu partai Politik dan dalam suatu
lembaga yudikatif.
b. Masuknya budaya barat dan ideologi-ideologi asing lainnya melalui berbagai
media,
Ancaman integrasi nasional dalam bidang ideologi dapat berakibat antara lain:
a. Melemahnya pemahaman masyarakat tentang ideologi bangsa yaitu Pancasila,
b. Timbulnya gerakan separatis karena perbedaan ideologi, serta
c. Rusaknya etika dan moral bangsa.
Oleh karena itu mari kita sebagai generasi muda untuk mengatasi ancaman integrasi
nasional dalam bidang ideologi dapat melakukan:
a. Memahami lebih dalam arti penting Pancasila sebagai ideologi negara,
b. Menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam bermasyarakat dari hal-hal yang kecil
hingga yang besar,
c. Meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi usaha pemecah belahan
dari luar,
d. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas, dan
e. Menyebarkan dan memasyarakatkan wawasan kebangsaan dan implementasi
butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan
kepada ideologi bangsa.

b. Saran

Dalam membuat makalah seharusnya kita lebih memperhatikan sistematika makalah.


Menyusun sebaik mungkin sehingga pembaca mudah dalam memahami isi makalah.

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
c. Daftar Pustaka

Kemendikbud RI.2015.Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan.Jakarta.Kemendikbud

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.

Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.


“Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi”

Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia


Indonesia

Anda mungkin juga menyukai