PENDAHULUAN
1
dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel
(Stansfield, D. William, 1991).
Penelitian sebelumnya untuk membuktikan peristiwa interaksi gen dilakukan
dengan implantasi larva Drosophila melanogaster starin v, cn, dan N. Implant dari
larva vermilion (v) atau cinnabar (cn) ke larva nomal (Tipe liar) akan berkembang
menjadi mata normal karena terjadi difusi senyawa kimia tertentu ke jaringan
disekitar dan mendukung perkembangan larva normal. Implant dari larva v ke
larva cn akan berkembang menjadi mata normal. Implant dari larva cn, ke larva v
akan berkembang menjadi larva cn. Dalam hal ini terlihat bahwa larva cn
memberikan senyawa kimia tertentu yang dibutuhkan untuk menghasilkan pigmen
mata normal pada implant mata v, tetapi mata v tidak memberikan senyawa kimia
tersebut. Pada proses sintesis pigmen mata pemutusan tahap reaksi biokimia yang
menghasilkan mata v sudah mendahului pemutusan tahap reaksi biokimia yang
menghasilkan mata cn. Kerja gen komplementer dijelaskan dengan contoh
persilangan Drosophila melanogaster strain st dan bw. Sebuah pigmen
omochrome coklat dihasilakan Drosophila melanogaster oleh sebuah gen
dominan st+ dikromosom 3. Pigmen pterin merah terang (scalret) dihasilkan oleh
gen dominan bw+ dikromosom 2. Alel-alel resesif pada kedua lokus tidak
menghasilkan pigmen. Ketika lalat scarlet murni disilangkan dengan lalat coklat
murni muncul sebuah fenotif berbeda (wild type) pada progeni. Hubungan
penggunaan strain dengan interaksi gen adalah strain-strain tersebut terletak pada
kromosom yang berbeda dan hanya melihat satu sifat beda dan hal tersebut
merupakan syarat terjadinya interaksi gen .Kaitan antara interaksi gen dengan
kehidupan sehari-hari adalah adanya banyak varietas dari populasi makhluk hidup
yang ada di bumi.
Dari hal tersebut, maka dilakukan suatu penelitian persilangan Drosophila
melanogaster strain ♂ we >< ♀ cl dan ♂ m >< ♀ vg beserta resiproknya untuk
membuktikan dan menunjukkan adanya interaksi gen yang terjadi.Oleh karenanya
penelitian ini digunakan judul “Fenomena Interaksi Antara Faktor Gen Pada
Persilangan Drosophila melanogaster Strain ♂ we >< ♀ cl dan ♂ m >< ♀ vg
beserta resiproknya”.
2
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana fenotip F1 dan F2 dari persilangan D. melanogaster strain ♂
we >< ♀ cl beserta resiproknya?
1.2.2 Bagaimana fenotip F1 dan F2 dari persilangan D. melanogaster strain ♂ m
>< ♀ vg beserta resiproknya?
1.2.3 Bagaimana rasio fenotip F1 dan F2 dari persilangan D. melanogaster
strain ♂ we >< ♀ cl beserta resiproknya
1.2.4 Bagaimana rasio fenotip F1 dan F2 dari persilangan D. melanogaster
strain ♂ m >< ♀ vg beserta resiproknya
1.2.5 Bagaimana fenomena interaksi gen yang terjadi pada persilangan F1 dan
F2 D. melanogaster strain ♂ we >< ♀ cl dan ♂ m >< ♀ vg beserta
resiproknya?
3
1.4.2.1 Memberikan informasi mengenai keturunan F1 dan F2 pada persilangan
D.melanogaster strain ♂ we >< ♀ cl dan ♂ m >< ♀ vg beserta
resiproknya
1.4.2.2 Memberikan informasi mengenai rasio fenotip dari strain ♂ we >< ♀ cl
dan ♂ m >< ♀ vg beserta resiproknya.
1.4.2.3 Meningkatkan ketelitian, kesabaran, kejujuran, keiklasan, dan rasa tidak
mudah putus asa dalam menjalankan berbagai kegiatan penelitian ini.
1.4.2.4 Mampu meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan, bahwa dari makhluk
ciptaannya mampu dijadikan sebagai obyek penelitian yang sangat
menakjubkan.
yang memiliki variasi seperti gen w dengan bagian tubuh yang termutasi
yakni pada warna matanya yang putih.Contoh mutasi pada warna mata
yang lain yakni mutasi gen cl atau clot yang terletak pada kromosom
4
nomor 2 yang memiliki ciri-ciri warna mata berwarna coklat sedangkan
bagian tubuh yang lain masih normal. Mutasi pada sayap seperti vg atau
vestigial terletak pada kromosom tubuh nomor 2 dengan ciri sayap
tereduksi sehingga hanya menyisakan venasi sayapnya saja dalam ukuran
yang kecil, sedangkan mutasi lain adalah pada gen m atau miniature yang
terletak pada kromosom kelamin dan memiliki ciri panjang sayapnya
merupakan separuh dari panjang tubuhnya (Parvathi, 2009).
1.7.4 Filial 1 merupakan persilangan dari parental (induk) atau turunan pertama
1.7.5 Filial 2 merupakan keturunan generasi kedua dari persilangan F1
1.7.6 Fenotip merupakan karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu
individu (yang merupakan interaksi antara genotip dan lingkungan tempat
hidup dan berkembang) ( Ayala dalam Corebima, 2013).
1.7.7 Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang
tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-
fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen
nonalelik (Suryo, 2001)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
(Harry, 2001)
5
2.2 Morfologi
Pada D. melanogaster wild type memiliki warna tubuh kuning kecokelatan
dengan cincin berwarna hitam pada tubuh bagian belakang. Ukuran
tubuhnya berkisar antara 3-5 mm. Sayap D. melanogaster berwarna transparan.
Posisi sayapnya bermula dari toraks. Urat tepi sayapnya memiliki dua bagian yang
terinterupsi dekat dengan tubuhnya. Sungut pada umumnya berbentuk bulu dan
memiliki 7-12 percabangan. Crossvein posterior umumnya berbentuk lurus, tidak
melengkung. Memiliki mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwarna
merah. Hewan ini juga memiliki mata oceli pada bagian atas kepalanya dengan
ukuran relatif lebih kecil dibanding mata majemuk. Thoraxnya berbulu-bulu
dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmen lima dan bergaris
hitam (Borror, 1992).
Tubuh lalat jantan lebih kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda
secara makroskopis adanya warna gelap pada ujung abdomen, bisa dilihat seperti
pada gambar 1.1. Pada kaki depannya dilengkapi dengan sisir kelamin yang terdiri
dari gigi hitam mengkilap. (Shorrock, 1972). Ada beberapa tanda yang dapat
digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen
pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak membulat Tanda
hitam pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis
kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna
gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang
pada betina ada 7. (Shorrock, 1972)
6
Gambar 2.2 Bagian-Bagian Tubuh Pdari D. melanogaster (Sumber:
Shingleton, 2009)
Penjelasan tentang morfologi tubuh D. melanogaster diatas merupakan
morfologi secara umum saja atau biasa disebut wild type pada lalat buah,
sedangkan masih banyak macam morfologi berbeda dari spesies ini dikarenakan
adanya mutasi pada gen-gen tertentu. Berikut gambar letak gen –gen D.
melanogaster pada kromosom kelamin dan kromosom tubuh:
Sticberger,1962)
7
pada warna matanya yang putih, lalat ini memiliki strain bernama w atau white,
atau we yang merupakan singkatan dari white eosyn. Contoh mutasi pada warna
mata yang lain yakni mutasi gen cl atau clot yang terletak pada kromosom nomor
2 yang memiliki ciri-ciri warna mata berwarna coklat sedangkan bagian tubuh
yang lain masih normal. Mutasi pada sayap seperti vg atau vestigial terletak pada
kromosom tubuh nomor 2 dengan ciri sayap tereduksi sehingga hanya menyisakan
venasi sayapnya saja dalam ukuran yang kecil, sedangkan mutasi lain adalah pada
gen m atau miniature yang terletak pada kromosom kelamin dan memiliki ciri
panjang sayapnya merupakan separuh dari panjang tubuhnya, berbeda dengan
lalat buah normal yang sayapnya lebih panjang dari panjang tubuhnya (Parvathi,
2009).
8
saluran pada medium. Aktivitas membuat saluran pada medium dapat dijadikan
indikator apakah larva tumbuh dan berkembang dengan baik (Shorrocks, 1972).
Pada tahap akhir larva, larva instar 3 akan mencapai panjang 4,5 mm.
Tubuh larva terdiri dari 12 segmen: 1 segmen kepala, 3 segmen thorax, dan 8
segmen abdomen. Karena tubuhnya yang transparan beberapa organ dalam larva
dapat dilihat. Lemak tubuh larva, usus yang terpilin, gonad (organ seks) dan
tabung Malpighian kuning merupakan organ-organ yang dapat dilihat. Gonad
pada D. melanogaster jantan lebih besar dari pada gonad pada D. melanogaster
betina, sehingga kelamin larva D. melanogaster dapat dikenali (Shorrocks, 1972).
9
Gambar 1.3 Siklus Hidup D. melanogaster ( Sumber: Shingleton, 2009)
10
Hasil dari persilangan yang dilakukan oleh Mendel ini mendekati rasio
9:3:3:1, sebagaimana yang diharapkan pada kemungkinan b. Atas dasar kenyataan
ini J.G Mendel menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-
karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain. Kesimpulan inilah yang
merupakan pernyataan pada Hukum Pilihan Bebas Mendel (Corebima, 2013).
11
a. Epistasis dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu
gen dominan yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2 dengan
adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.
b. Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi
gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F 2 akan
diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.
c. Epistasis Dominan dan Resesif
2. Komplementer
Gen komplementer merupakan salah satu dari dua gen atau lebih yang bila
digabungkan menghasilkan efek secara kualitatif berbeda dari efek terpisah dari
salah satu dari keduanya. Gen komplementer adalah Gen-gen yang saling
melengkapi dalam memunculkan suatu sifat tertentu. Dapat dikatakan, gen ini
terdiri dari gen berbeda yang bertindak bersama untuk menentukan sifat fenotipik
yang diberikan (Carvajal, 2001).
Misalnya, pertimbangkan sifat fenotipikal yang dikondisikan oleh 2 gen
komplementer yang alelnya masing-masing adalah X, x, Y dan y. Dengan
melakuQ2kan hibridisasi pada F2, 4 bentuk fenotipik yang berbeda diperoleh:
X_Y_ (double dominant), X_yy (dominan untuk pasangan pertama, resesif untuk
yang kedua), xxY_ (resesif untuk pasangan pertama, dominan untuk yang kedua)
dan xxyy (double recessive ). Dalam warna bulu budgie, di mana interaksi
dominan ganda menghasilkan bulu hijau, Interaksi yang dominan untuk pasangan
pertama dan resesif untuk hasil kedua pada bulu kuning; Interaksi yang resesif
untuk pasangan pertama dan dominan untuk yang kedua mengarah pada bulu biru,
Dan interaksi resesif ganda menyebabkan bulu putih. Setiap gen pelengkap
memisahkan diri dari yang lain karena mereka berada dalam kromosom yang
berbeda (Carvajal, 2001).
12
3. Kriptomeri
Kriptomeri merupakan peristiwa adanya gen dominan yang seolah-olah
tersembunyu bila berada bersama gen dominan lain dan baru tampak jika tidak
sedang berada bersama dengan faktor penutup tersebut. Contohnya adalah
pembastaran antara bunga Linaria maroccana merah dengan yang berbunga
putih. Warna bunga disebabkan oleh adanya zat warna antosianin dalam air sel.
Bila pH rendah (lingkungan asam) akan berwarna merah dan bila pH tinggi
(lingkungan basa) akan berwarna ungu. Bila tidak terdapat zat antosianin,
walaupun lingkungan asam atau basa bunga akan berwarna putih.
4. Polimeri
Polimeri, yaitu sifat yang muncul pada persilangan heterozigot dengan
sifat yang beda yang berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi bagian yang
sama dari suatu organism. Polimeri dengan dua tanda beda menghasilkan angka
perbandingan fenotip keturunannya 15:1. Tampak menyimpang dari aturan umum
9:3:3:1, padahal perbandingan 15:1 itu berasal dari
penggabungan(9+3+3):1=15:1, sehingga dapat dikatakan penyimpangan ini hanya
penyimpangan semu(tidak sebenarnya).
13
Selain pigmen mata tersebut, ada pula kehadiran granula protein yang akan
melekatkan pigmen sehingga terkumpul menjadi ommatidia. Pelekatan pigmen
pada granula dicegah oleh adanya mutasi mata putih. Hal tersebut mengakibatkan
pigmen tidak berkumpul pada ommatidia dan mucul putih. Pada D.
melanogaster akan tampak warna mata merah cerah bila kehilangan warna
coklat ommochrome seperti pada mutan raspberry, garnet, atau brown. Lalat yang
kehilangan kedua pigmen tersebut akan menjadi tidak berwarna dan mucul warna
putih seperti pada mutan White (Rong, 1998).
Protein merupakan produk utama dari gen. Akibat aktivitas dari protein
dapat kita lihat dari fenotip-fenotip yang dapat diamati. Jika suatu gen termutasi
dimana urutan nukleotida dari gen tersebut berubah, dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan dari protein yang dihasilkan. Tetapi jika mutasi yang terjadi
menyebabkan suatu protein tidak berfungsi, maka mutan yang dihasilkan bersifat
resesif. sifat resesif itu tertutup oleh sifat lain yang dominan .Dalam penutupan
sifat ini disebut interaksi gen epistasis (Pierce, 2005).
Dewasa ini diketahui bahwa karakter atau sifat makhluk hidup muncul
sebagai suatu produk dari rangkaian reaksi biokimia yang bercabang-
cabang, dan setiap tahap reaksi biokimia yangcdikatalisis oleh enzim. enzim
tersebut tersusun atas polipeptida-polipeptida yang pembentukannya dikontrol
oleh gen. Dengan demikian tidak ada satu sifat atau karakter yang dikontrol oleh
satu faktor atau satu unit karakter gen (Corebima, 2013).
Warna mata wildtype disebabkan oleh deposisi dan pencampuran
dua kelompok pigmen terpisah di setiap ommatidium yaitu brightred drosopterins
dan xanthommatins coklat. Setiap jenis pigmen
diproduksi oleh jalur biosintesis yang terpisah seperti pada sintesis ommokrom
dan drosopterin memiliki jalur yang terpisah (Rittner, 2004). Nantinya, jika
terdapat dua gen dalam satu jalur, maka dapat dikatakan bahwa gen tersebut
mengalami interaksi. Setiap langkah dari masing-masing jalur dikatalisis oleh
enzim yang terpisah dan dengan demikian, pembentukan warna mata pada D.
melanogaster di bawah kendali gen yang terpisah (Pierce, 2005). Secara umum,
sintesis ommokrom dan drosopterin pada mata D. melanogaster sebagai berikut:
14
A. Sintesis Ommokrom B. Sintesis Drosopterin
Triptofan Guanosin triposfat
Kinurenin dihidropterin
Cn
3- hikdroksikinurenin
sepiapterin dihidropterin
Phenoxazinone
mal drosopterin
Xanthomatin
Xanthopterin isoxanthopterin
15
Gambar 6.1 Jalur biosintesis pembentukan mata pada D. melanogaster
dengan beberapa gen di dalamnya (Sumber: Croucher, 2013)
16
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
17
Menganalisis data dengan
Fenomena Interaksi Gen
rekontruksi kromosom untuk
mengetahui fenomenanya.
Rasio fenotip dari persilangan Rasio fenotip dari persilangan
♂ we >< ♀ cl adalah 9:3:3:1 . ♂ m>< ♀ vg adalah 9:3:3:1 .
Sedangkan dari persilangan ♂ Sedangkan dari persilangan ♂
cl >< ♀ we adalah 6:6:2:2 vg >< ♀ m adalah 6:6:2:2
3.2 Hipotesis
1. Fenotip turunan F1 yang muncul dari persilangan D. melanogaster♂ we
>< ♀ cl, menghasilkan fenotip F1 ♂ N dan ♀ N sedangkan turunan F2
menghasilkan fenotip N, we, cl, wecl. Pada persilangan ♂cl >< ♀we
menghasilkan fenotip F1 ♂ we dan N sedangkan hasil turunan F2
menghasilkan N, we, cl, wecl .
2. Fenotip turunan F1 yang muncul dari persilangan D. melanogaster ♂m
>< ♀vg , menghasilkan fenotip F1 ♂ N dan ♀ N sedangkan hasil turunan
F2 menghasilkan fenotip N, vg, m, mvg. Pada persilangan ♂vg >< ♀m
menghasilkan fenotip F1 ♂ m dan ♀ N sedangkan turunan F2
menghasilkan N, m, vg, mvg.
3. Rasio fenotip yang muncul dari persilangan D. melanogaster ♂ we >< ♀
cl adalah 9:3:3:1 . Sedangkan dari persilangan ♂ cl >< ♀ we adalah
6:6:2:2
4. Rasio fenotip dari persilangan ♂ m>< ♀ vg adalah 9:3:3:1. Sedangkan
dari persilangan ♂ vg >< ♀ m adalah 6:6:2:2
18
5. Fenomena yang muncul dari persilangan ♂ we >< ♀ cl dan ♂ m >< ♀
vg beserta resiproknya adalah interaksi gen. pada persilangan ♂ we >< ♀
cl beserta resiproknya, dilihat dari keturunan F2 yakni terjadi interaksi
gen, dikarenakan terdapat 2 gen yang berbeda dengan 1 sifat yang sama
yakni mutasi pada warna mata, sehingga jika satu terekspresi, maka sifat
yang satunya akan tertutupi. Begitupula dengan persilangan pada strain ♂
m>< ♀ vg beserta resiproknya mengalami fenomena interaksi gen,
dengan mutasi yang kedua gennya berada pada bentuk sayap, jika satu
sifat terekspresi maka sifat yang satunya akan tertutupi.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
19
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observatif yaitu dengan
Sedangkan sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah strain w ,
cl,m dan vg.
4.4 Alat dan Bahan
Alat : 3. Tape singkong
1. Botol Selai 4. Gula merah
2. Penutup gabus 5. Air
3. Blender 6. Fermipan
4. Panci
5. Pisau
6. Timbangan
7. Sutil pengaduk 10. Kassa
8. Selang 11. Kertas label
9. Kardus 12. Kuas
13. Kertas Pupasi
Bahan : 14. Plastik
20
4.5 Prosedur Kerja
4.5.1 Pembuatan medium
4.5.1.1 Bahan-bahan pembuatan medium ditimbang, terdiri dari pisang rajamala,
tape singkong, gula merah dengan perbandingan 7:2:1 (untuk satu resep).
4.5.1.2 Pisang rajamala, tape singkong dan gula merah diiris.
4.5.1.3 Pisang dan tape diblender hingga halus.
4.5.1.4.Sementara itu gula merah dipanaskan dengan dicampur air secukupnya.
4.5.1.5 Semua bahan yang telah dihaluskan dipanaskan selama 45 menit di atas
api dan ditambah air secukupnya (hingga tidak terlalu encer dan tidak terlalu
pekat).
4.5.1.6 Setelah 45 menit kompor dimatikan dan medium dimasukkan ke dalam
botol selai yang sebelumnya sudah disterilkan dengan volume sekitar seperempat
bagian botol selai dan ditutup dengan spons.
4.5.1.7 Medium didinginkan dengan cara botol direndam pada baskom yang
berisi air.
4.5.1.8 Setelah dingin ditambahkan kurang lebih 4-7 butir yeast ke dalam botol
yang telah berisi medium.
4.5.1.9 Dimasukkan kertas pupasi yang sudah dibentuk dan menutup botol
kembali.
4.5.2 Peremajaan Stok
4.5.2.3 Disiapkan botol selai berisi medium yang baru dipanaskan, setelah dingin
ditambahkan yeast kurang lebih 4-7 butir dan memasukkan kertas pupasi.
4.5.2.4.Dipindahkan minimal 3 pasang lalat dari masing-masing strain medium
lama ke medium baru yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
4.5.2.5 Diberi label sesuai jenis strain yang diremajakan dan diberi tanggal
peremajaan.
4.5.2.6 Diamati perkembangannya dan jika timbul pupa yang sudah menghitam
maka diampul pada selang kecil yang telah diberi potongan pisang ditengahnya
dan ditutupi oleh gabus pada kedua bagian ujungnya.
4.5.3 Pengampulan Stok
21
4.5.3.1 Diambil pupa yang sudah menghitam dengan kuas dari masing-masing
strain.
4.5.3.2 Dimasukkan pupa tersebut ke dalam botol ampul atau selang kecil pendek
dan memberikan potongan pisang kecil, kemudian menutup kedua ujung selang
dengan gabus kecil.
4.5.3.3 Pupa ditunggu hingga menetas.
4.5.3.4 Lalat yang sudah menetas disilangkan sesuai strainnya, dengan umur
maksimal yang dapat disilangkan adalah 2 hari setelah menetas.
4.5.4 Persiapan Penyilangan F1
4.5.4.1 Disiapkan botol yang berisi medium, yeast, dan kertas pupasi sesuai
jumlah persilangan dan ulangannya.
4.5.4.2 D. melanogaster yang masih perawan dimasukkan ke dalam medium yang
22
warna mata, faset mata, dan keadaan sayap pada hasil keturunan F1 dan F2 secara
langsung. Menghitung jumlah keturunan yang dimulai dari hari ke-1 sampai hari
ke-7 untuk setiap ulangan dan dimasukkan dalam tabel hasil pengamatan.
Σ
Σ x
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
5.1 Data Pengamatan Fenotip Awal
Jenis D. melanogaster yang digunakan pada proyek ini yaitu strain cl, we,
vg dan m yang bisa dilihat pada tabel 5.1. Berikut adalah keterangan dari setiap
strain tersebut:
Tabel 5.1 Jenis Strain
No. Gambar Keterangan
1. Strain cl Faset mata halus
Tubuh berwarna kuning
kecoklatan
Sayap lebih panjang dari tubuh
Mata berwarna coklat
23
2. Strain we Mata berwarna putih tulang
Panjang sayap melebihi ukuran
tubuhnya
Faset mata halus
Warna tubuhnya kuning
kecoklatan
Data pengamatan dari persilangan ♂ we ><♀ cl dapat dilihat pada tabel 5.3.
24
Tabel 5.3 Data Persilangan Strain ♂ we ><♀ cl
Persilangan Fenotip Sex U1 U2 U3 U4 U5 U6 Jumlah
♂ we ><♀ ♂ 82 112 144 102 107 111 658
N ♀ 82 78 155 99 97 91 602
cl
Data pengamatan dari persilangan ♂ vg >< ♀ m dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Data Persilangan Strain ♂ vg >< ♀ m
Persilangan Fenotip Sex U1 Jumlah
♂vg>< ♀ N ♀ 83 83
m ♂ 61 61
m
Data pengamatan dari persilangan ♂ m >< ♀ vg dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Data Persilangan Strain ♂ m >< ♀ vg
Persilangan Fenotip Sex U1 U2 Jumlah
♂m ><♀ N ♀ 69 89 158
♂ 53 68 141
vg
Data pengamatan dari persilangan ♂ we >< ♀ N dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Data Persilangan Strain ♂ we >< ♀ N
25
Persilangan Fenotip Sex U1 U2 U3 U4 U5 U6 Jumlah
♂we ><♀ N N ♂ 15 6 20 29 31 24 125
♀ 35 16 37 68 71 53 280
cl ♂ 5 7 8 9 4 8 41
♀ 4 2 5 7 8 10 36
we ♂ 32 15 14 36 26 36 159
♀ 21 18 13 62 37 13 164
clwe ♂
♀
Genotip ><
♀ cl+we
♂
we+cl
(♀ N heterozigot )
cl (♂ we)
Rasio N : we 1 : 1
P2 : ♀ N >< ♂ we
Genotip ><
♂
wecl+ wecl cl+ cl
♀
26
we+cl+
(♀N) (♀N) (♂N) (♂N)
wecl+
(♀we) (♀we) (♂we) (♂we)
we+cl
(♀N) (♀cl) (♂N) (♂cl)
wecl
(♀we) (♀wecl) (♂we) (♂wecl)
Rasio wecl : we : N : cl 2 : 6 : 6 : 2
Rekonstruksi Kromosom Persilangan ♂ we >< ♀ cl
P1 : ♂ we >< ♀ cl
Genotip : ><
Gamet : wecl+,cl+
; clwe+
♀
♂ wecl+ cl+
e+
w cl
(♀ N heterozigot) (♂N heterozigot)
Rasio N : N 1 : 1 (100% N)
P2 : ♀ N >< ♂ N
Genotip : ><
cl+we+
(♂N) (♀N) (♀N) (♂N)
cl+we
(♂we) (♀N) (♀N) (♂we)
clwe+
(♂cl) (♀N) (♀cl) (♂N)
27
Rasio clwe : N : cl : we 1 : 9 : 3 : 3
P1 : ♂m >< ♀vg
Genotip : ><
F1 :
♀
♂ m vg+
vg+
m+ vg
(♀N) (♂ N)
Genotip : ><
F2 :
♀ m+ vg+ m+ vg m vg+ m vg
♂
m+ vg+
(♀N) (♀N) (♀N) (♀N)
m+ vg
(♀N) (♀vg) (♀N) (♀vg)
vg+
(♂ N) (♂ N) (♂m) (♂m)
vg
(♂ N) (♂vg) (♂m) (♂mvg)
28
Rasio perbandingan fenotipnya, N : m : vg : mvg
9 :3 :3 :1
Rekonstruksi kromosom tubuh persilangan ♂vg >< ♀m
P1 : ♂vg >< ♀m
Genotip : ><
F1 :
♀
♂ vg m+ vg
vg+ m
(♀N) (♂m)
Rasio N : we 1 : 1
P2 : ♀N >< ♂m
Genotip : ><
vg m
(♀N) (♀vg) (♀m) (♀vgm)
29
Perbandingan rasionya; N : m : vg : vgm = 6 : 6 : 2 : 2
30
Didapatkan x2 hitung adalah 677.524224 sedangkan x2 tabel adalah 49,802.
Jadi, x2 hitung > dari x2 tabel sehingga Ho diterima. Perbandingan rasio fenotip
F2 pada persilangan D. melanogaster strain ♂we ><♀ N tidak menyimpang dari
rasio 6 : 6 : 2 : 2
. Uji chi square untuk persilangan F2 ♂N ><♀ N
Fenotip Sex
fo Fh fo-fh (fo-fh)2 (fo-fh)2/ fh
N ♂ 137 112.25 24.75 612.5625 5.457126949
♀ 450 112.25 337.75 114075.1 1016.258909
Cl ♂ 26 112.25 -86.25 7439.063 66.27227171
♀ 78 112.25 -34.25 1173.063 10.45044543
we ♂ 188 112.25 75.75 5738.063 51.11859688
♀ 19 112.25 -93.25 8695.563 77.46603563
clwe ♂ 0 112.25 -112.25 12600.06 112.25
♀ 0 112.25 -112.25 12600.06 112.25
Jumlah 1451.523385
Didapatkan x2 hitung adalah 677.524224 sedangkan x2 tabel adalah 49,802.
Jadi, x2 hitung > dari x2 tabel sehingga Ho diterima. Perbandingan rasio fenotip
F2 pada persilangan D. melanogaster strain ♂N ><♀ N tidak menyimpang dari
rasio 9 : 3 : 3 : 1
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada pengamatan yang kami lakukan yakni persilangan Drosophila
melanogaster ♂ cl >< ♀ we dan ♂ m >< ♀ vg beserta resiproknya. Dimana pada
strain we dan cl mengalami mutan pada bagian mata yakni memiliki mata coklat
dan we atau white eosin memiliki mata putih tulang. Setelah kami melakukan
pengamatan berdasarkan peta kromosom dalam Klug dan Clumming (2012) strain
we terletak pada kromosom 1 lokus 1,5 sedangkan strain cl terletak pada
kromosom 2 lokus 16,5. Sedangkan strain m dan vg mengalami mutan pada
bagian sayap dimana strain m atau disebut miniature wings memiliki sayap kecil,
31
berdiri dan tidak menutupi tubuh sedangkan strain vg memiliki sayap yang
tereduksi, berdasarkan peta kromosom strain m terletak pada kromosom 1 lokus
36,1 sedangkan strain vg terletak pada kromosom nomor 2 lokus 67.
Hasil rekonstruksi kromosom yang telah dilakukan pada analisis data
diketahui bahwa F1 hasil persilangan ♂ cl >< ♀ we diperoleh anakannya adalah
♀N dan ♂ we yang mana strain normal (N) memiliki ciri-ciri warna mata merah,
faset mata halus,sayap panjang dan menutupi panjang tubuh dan warna tubuh
kuning kecoklatan. Kemudian pada persilangan ♂vg >< ♀ m menghasilkan
anakan ♀N dan ♂m, yang mana strain normal (N) memiliki ciri-ciri warna mata
merah, faset mata halus,sayap panjang dan menutupi panjang tubuh dan warna
tubuh kuning kecoklatan. Pada resiproknya yaitu strain ♂ we >< ♀cl dan ♂m ><
♀ vg menghasilkan anakan F1 strain N (normal) dikarenakan terpaut kromosom
gonosom (kromosom X) sehingga pada F1 yang muncul sebagian besar strain
normal.
Sesama hasil F1 dari ♂ we >< ♀cl beserta resiproknya disilangkan dan
didapatkan F2 N,we,cl,clwe dengan perbandingan 9:3:3:1 serta pada resiproknya
6:6:2:2. Perbandingan ini terjadi pada semua hasil persilangan ulangan 1 hingga 6.
Rasio perbandingan fenotip 2 yang didapat ini yakni 9:3:3:1 ini terjadi interaksi
antar gen. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengertian interaksi gen adalah,
pada umumnya setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk
menumbuhkan karakter. Tapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi
oleh gen lain untuk menumbuhkan karakter (Yatim, 1996). Tetapi dari
pengamatan yang dilakukan, peneliti belum mengetahui secara lebih rinci jenis
interaksi gen yang terjadi pada praktikum yang peneliti lakukan karena adanya
gen-gen yang terpaut dengan kelamin sehingga nantinya akan terjadi pola
pewarisan sifat menyilang, yang ditunjukkan pada anakan F1 tidak terekspresikan
namun pada F2 dapat terekspresikan.
Warna mata merah D. melanogaster disebabkan oleh adanya pteridin yaitu
pigmen-pegmen mata.. Pteridin pada lalat buah terdiri atas Drosopterin yang
menyebabkan warna merah pada mata dan Ommokrom yang menyebabkan warna
coklat pada mata (Rong, 1998). Apabila gen yang berperan dalam pembentukan
pteridin termutasi, maka warna mata Drosophila melanogaster akan berubah
32
sesuai dengan kombinasi jenis pteridin. terdapat kecacatan/kerusakan satu atau
beberapa enzim yang dibutuhkan dalam jalur biokimia dalam sintesis pigmen.
Sebagai konsekuensinya, pigmen menjadi hilang dan atau terdapat pigmen
berbeda yang terakumulasi karena kerusakan pada jalur biosintesis pigmen
tersebut (Pierce, 2005).
Selain pigmen mata tersebut, ada pula kehadiran granula protein yang akan
melekatkan pigmen sehingga terkumpul menjadi ommatidia. Pelekatan pigmen
pada granula dicegah oleh adanya mutasi mata putih. Hal tersebut mengakibatkan
pigmen tidak berkumpul pada ommatidia dan mucul putih. Pada Drosophila
melanogaster akan tampak warna mata merah cerah bila kehilangan warna
coklat ommochrome seperti pada mutan raspberry, garnet, atau brown. Lalat yang
kehilangan kedua pigmen tersebut akan menjadi tidak berwarna dan mucul warna
putih seperti pada mutan White (Rong, 1998).
33
Gambar 6.1 Jalur biosintesis pembentukan warna mata pada D.melanogaster
(Sumber: Tara C. Thiemann, 2001).
Pada gambar diatas menurut Tara C. Thiemann (2001) dijelaskan bahwa
gen (pink) mengkode transport protein (oranye) dan enzim (kotak hijau). Enzim
mengkatalis reaksi spesifik (tanda panah hijau) yang mengubah precursor kimia
menjadi pigmen. Warna pigmen ditunjukkan pada tulisan yang ada di dalam
kurung, dengan catatan yang perlu digaris bawahi yakni hanya terlihat jika
menggunakan sinar UV. Menurut pernyataan diatas yaitu setiap jalur biosintesis
ada gen yang mengkode, dalam kasus proyek kami ditemukan mutan pada gen we
dan cl yang berarti gen pada jalur biosintesis tidak terkode yang mengakibatkan
mutan. Pada mutan gen cl itu tidak terkode yang menyebabkan tidak terbentuknya
enzim PDA synthase dan tidak dapat mengkatalis Tetrahydrobiopterin menjadi
pyrimidodiazepine. Pada mutan gen we itu tidak terkode yang menyebabkan tidak
mulainya biosintesis pada jalur ommochrome dan jalur pteridine, karena gen we
tidak meregulasi Tryptophan dan GTP yang merupakan tahap awal dalam
biosintesis ini, sehingga apabila gen we tidak terkode maka akan menutupi gen
yang lain dalam kasus proyek ini adalah cl, karena jika telah terjadi mutasi pada
we, cl tidak terekspresikan dengan penyebab bahwa gen we dan cl ini terletak pada
satu jalur biosintesis yang sama dan sama-sama memiliki mutasi pada satu sifat
yang sama (pada warna mata). Dari pernyataan tersebut hasil kami sudah sesuai
karena tidak terdapat hasi wecl karena gen we menutupi gen cl dalam jalur
biosintesis pembentuk warna mata pada Drosophila melanogaster.
34
Pada D.melanogaster strain m dan vg terjadi mutasi pada sayap.
Berdasarkan hasil rekontruksi persilangan m ♂ >< vg ♀ menghasilkan F1 yang
semua keturunannya muncul fenotip strain N ♂ dan N ♀. Sedangkan F2 muncul
fenotip strain N, m, vg, dan mvg dengan rasio 9:3:3:1. Hal ini sesuai dengan
hukum Mendel II yang menyatakan bahwa setiap gen atau sifat dapat berpasangan
secara bebas dengan gen atau sifat lain. Hukum ini berlaku ketika pembentukan
gamet pada persilangan dihibrid. Pada hukum kedua Mendel, dua individu
mempunyai dua pasang atau lebih sifat maka akan diturunkan sepasang sifat
secara bebas atau tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Hasil
persilangan yang memenuhi hukum Mendel II adalah persilangan dengan dua sifat
beda (dihibridisasi) tetapi gen yang menentukan kedua sifat itu berada ada
kromosom yang berbeda (Corebima, 2013).
Sedangkan untuk resiproknya yakni vg ♂ >< m ♀ menghasilkan anakan F1
yang semua keturunannya muncul fenotip strain m ♂ dan N ♀. Sedangkan F2
muncul fenotip strain N, m, vg, dan mvg dengan rasio 6:6:2:2. Hal ini tidak sesuai
dengan hukum Mendel II karena terjadi pautan kelamin yang disebabkan oleh
sifat fenotip yang ada pada induk betina diwariskan dan terekspresikan pada
turunan jantan (Rothwell,1991 dalam Corebima 2013), dan yang ada pada induk
jantan diwariskan (tidak diekspresikan) melalui turunan betina keturunan jantan
F2 dan diekspresikan (Gardner dkk, 1991 dalam Corebima 2013).
Pada persilangan ini memiliki satu sifat beda yakni terletak pada sayap,
strain m memiliki sayap yang pendek sedangkan strain vg memiliki sayap yang
tereduksi dan terletak pada alel yang berbeda yakni kromosom I (strain m) dan
kromosom II (strain vg). Secara umum pembentukan sayap pada Drosophila
melanogaster dipengaruhi oleh sintesis biokimia yang melibatkan enzim tertentu
dari tiap strain yang nantinya akan dikode oleh gen tertentu. Hasil pengkodean
gen yang nantinya akan menyebabkan terjadinya diferensiasi salah satunya adalah
bentuk sayap yang berbeda-beda dari suatu persilangan. Dari persilangan tersebut
terjadi interaksi antar gen yang akan terekspresi melalui fenotip keturunan yang
dihasilkan (F1 ataupun F2). Jalur reaksi biokimia pembentukan sayap dapat
dijelaskan dengan dua jalur konsep yang berbeda yaitu satu jalur dan dua jalur
dari suatu persilangan sebagai berikut ini :
35
Gambar : Jalur Reaksi Biokimiawi Epistasis Drosopila melanogaster
Sumber : (Corebima, 2013)
36
mutan) yaitu berfenotip strain mvg (sayap pendek dan tereduksi). Sedangkan pada
reaksi biokimia gambar 2 (dua jalur) menunjukan bahwa ada interaksi gen antara
gen m yang menghasilkan enzim m dan gen vg yang menghasilkan enzim vg
dimana kedua jenis enzim yang dihasilkan ini nantinya akan bergabung tanpa
adanya zat antara menghasilkan anakan yang berfenotip strain normal. Apabila
dari reaksi biokimia tersebut hanya enzim m yang dapat terekspresikan maka akan
terbentuk anakan yang berfenotip strain m, begitu juga sebaliknya. Jika enzim m
dan vg tidak diproduksi maka keduanya akan menghasilkan anakan yang memiliki
dua jenis mutan (double mutan) yaitu berfenotip strain mvg (sayap pendek dan
tereduksi). Namun pada dikarenakan kami belum menyilangkan persilangan F2,
maka tidak dapat diketahui fenomena interaksi gen pada persilangan vg ♂ >< m
♀ begitu juga resiproknya, ini dikarenakan terdapat kesalahan prosedur dan
kurangnya wawasan praktikan dalam melakukan praktikum.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
37
6.1.2 Hasil F1 dari persilangan D. melanogaster strain ♂ we >< ♀ cl yang
dihasilkan adalah ♂ N dan ♀ N sedangkan turunan F2 menghasilkan
fenotip N, we, cl, wecl. Pada persilangan resiproknya yakni ♂cl >< ♀we
menghasilkan fenotip F1 ♂ we dan ♀ N sedangkan hasil turunan F2
menghasilkan N, we, cl, wecl .
6.1.3 Hasil F1 dari persilangan D. melanogaster ♂m >< ♀vg , menghasilkan
fenotip F1 ♂ N dan ♀ N sedangkan hasil turunan F2 menghasilkan fenotip
N, vg, m, mvg. Pada persilangan resiproknya yakni ♂vg >< ♀m
menghasilkan fenotip F1 ♂ m dan ♀ N sedangkan turunan F2 menghasilkan
N, m, vg, mvg.
6.1.4 Rasio fenotip yang muncul dari persilangan D. melanogaster ♂ we >< ♀
cl adalah 9:3:3:1 . Sedangkan dari persilangan ♂ cl >< ♀ we adalah 6:6:2:2
6.1.5 Fenotip dari persilangan ♂ m>< ♀ vg adalah 9:3:3:1. Sedangkan dari
persilangan ♂ vg >< ♀ m adalah 6:6:2:2
6.1.6 Fenomena yang terjadi pada persilangan ♂ we >< ♀ cl dan resiproknya
yaitu, kedua strain tersebut memiliki 2 gen yang berbeda dengan 1 sifat
yang sama yakni terjadi mutan pada warna mata,dan kedua gen berada pada
satu jalur biosintesis yang sama, sehingga hanya salah satu gen yang dapat
terekspresikan, fenomena ini disebut interaksi gen. Pada persilangan ♂
m>< ♀ vg juga terdapat 2 gen berbeda dengan 1 sifat yang sama, yakni
terjadi mutasi pada bagian sayap, tetapi praktikan belum mengetahui
fenomena apa yang terjadi dikarenakan persilangan baru sampai tahap F1
saja.
6.2 Saran
Ketika dilakukan pengamatan hendaknya dengan ketelitian dan kesabaran
yang tinggi, mengingat objek yang digunakan berukuran kecil dan diperlukan
kekompakan dalam anggota tim dalam melaksanakan pengamatan. Selain itu,
kerja sama, sikap saling menghargai, dan disiplin waktu perlu untuk dijaga guna
untuk memperlancar dalam pengambilan data
DAFTAR RUJUKAN
38
Borror.J.D,Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
39
melanogaster. The Real Society Publishing. 10(276): 1667-1796.
Stansfield, D. William .1991.,Genetika . Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
40