Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi Kolelitiasis (Batu Kandung Empedu)


Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams,
dalam Nanda NIC-NOC, 2015). Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen
empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price
& Wilson, 2012). Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki ukuran
dan bentuk yang bervariasi (Brunner dan Suddarath).
B. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol. Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat). Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
C. Etiologi
Penyebab pasti dari dari kolelitiasis atau koledekolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu
teori menyatakan bahwa kolesteroldapat menyebabkan supersaturasi empedu. Setelah beberapa
lama, empedu membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen, batu pigmen
tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebar berkolaborasi dengan kalsium
. (Williams, dalam Nanda NIC-NOC, 2015).
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk dalam saluran
empedu lain. Factor predisposisi terpenting penyebab batu empedu adalah gangguan metabolism
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, status empedu, dan infeksi kandung
empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan factor terpenting pembentukan
batu empedu. Hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan
cara yang belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu (Price & Wilson,
2012).
Sintesis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsure tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran
empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mucus meningkatkan vsikositas empedu, dan
unsure sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin
lebih sering timbul sebgai akibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab
terbentuknya batu empedu.0
D. Patofisiologi
Etiologi merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu
yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan
fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi
dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk dalam kandung
empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran, melebur dan membentuk
batu (Price A & Wilson, 2012).
Ada didua tipe utama batu empedu. Batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang
terutama tersusun dari kolesterol.
1. Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonyugasi dalam
empedu akam mengadakan presipitasi (pengendapan) sehimgga terjadi batu. Batu ini
bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika serikat.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan
infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan
jalan operasi.
2. Batu kolesterol, kolesterol yang merupakan unsure ormal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air.kelarutannya bergantung ada asam-asam empedu dan lesitin
(fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedudan peningkatan sisntesis kolesterol dalam hati keadaan
ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu, mengendap, dan membentuk batu. Getah
empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu
dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
E. Manifestasi Klinis
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke punggung
atau region bahu kanan
3. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan empedu ini akan membuat kulit dan membrane mukosa
berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urine dan feses. Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urine berwarna sangat gelap. Feses yang tiddak lagi diwarnai dengan pigmen empedu
akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Claycolored”
7. Regugitasi gas: flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan menganggu absorpsi vitamin A, D,
E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala devisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi berlangsung lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembentukan darah yang normal.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap
setiap kali terjadi serangan akut.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatica
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa
nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaankeadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a) Disolusi medis
Harus mematuhi criteria terapi non operatif, seperti batu kolesterol diameternya
<20 mm dan batu <4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
b) Endoscopic Retrograde Chalangio Pancreatography (ERCP)
Batu di dalam saluran empedu di keluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstaksi melalui muara yang suah besar menuju lumen duodenum sehingga batu
dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu
atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang seperti diperlukan prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
c) Ekstracarporeal Shock Wave Lithotripsyb (ESWL)
Merupakan pemecahan batu dengan gelombang suara.
2. Penatalaksanaan bdah
a) Kiolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparoskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
denganbatu besar, berdiameter lebih dari 2 cm. kelebihan yang dipeoleh pasien
luka operai kecil (2-10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
H. Komplikasi
1. Kolesistisis akut (radang kandung empedu).
2. Koledokolitiasis (batu empedu pada duktus sistikus)
3. Kolagitis akut
4. Pancreatitis akut
5. Mukokel, empiema, hingga ganggren pada kandung empedu
6. Keganasan kandung empedu.
I. Masalah keperawatan yang lazim muncul
1. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism, proses penyakit (inflamasi)
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis: obstruksi atau spasme duktus, proses inflamasi,
iskemia jaringan atau nekrosis (kematian jaringan)
3. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan melalui pengisapan gaster
berlebihan, muntah, distensi, dan hipermortilitas gaster
4. Resiko syok
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya intake
nutrisi (tonus otot/peristalltik menurun)
6. Resiko infeksi b.d prosedur invasive (pasca tindakan pembedahan).
J. Discarge planning
1. Menghindari makanan yang mengandung lemak tinggi dan lakukan diet rendah lemak
tinggi karbohidrat dan protein (kolaborasi dengan ahli gizi)
2. Hindari alcohol dan menghindari makanan yang menimbulkan diare.
3. Konsultasikan dengan dokter tentang alternative tindakan pembedahan kolisitektomi
(khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari perforasi ulkus
peptikum).
4. Berolahraga secara teratur dan miliki beratbadan yang ideal
5. Pelajari cara melakukan perawatan luka post op kolesistektomi, tiap pagi agar tidak
terjadi infeksi.
6. Mengurangi aktivitas berat sesuai amjuran 4-6 bulan post operasi

Anda mungkin juga menyukai