Anda di halaman 1dari 16

Syifa Khairunnisa

240210140108

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum kali ini yaitu membahas tentang pengolahan minimalis pada bahan
pangan. Peningkatan permintaan konsumen terhadap kualitas pangan yang tinggi,
segar, bergizi, dan mudah disiapkan menyebabkan peningkatan produksi pangan
pengolahan minimal (Durand, 1990). Pengolahan minimal yaitu teknik pengawetan
makanan untuk mempertahankan kualitas gizi dan karakteristik sensori dengan
mengurangi ketergantungan pada panas sebagai pengawet tindakan utama (Fellows,
2000). Proses pengolahannya dilaksanakan secara minimal seperti pengupasan
(trimming), pemotongan (cutting), dan perendaman (dipping) untuk berbagai
keperluan seperti aplikasi disinfektan, karbonasi, edible coating, serta pengemasan
menggunakan sistem modifikasi atmosfir (Muhadjir et al., 1999).
Sampel yang digunakan yaitu daun selada dan brokoli. Sampel di-trimming
lalu dicuci dengan air dingin. Proses pengupasan(trimming) bertujuan menghilangkan
kulit atau membuang bagian yang tidak diperlukan seperti tangkai (Muhadjir, 2010).
Setelah itu, dikecilkan ukurannya menggunakan pisau stainless steel. Pisau stainless
steel digunakan untuk menghindari terjadinya pencoklatan akibat adanya ion-ion
logam yang melekat pada daging buah (Susanto dan Saneto, 1994). Proses pengecilan
ukuran dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya dicuci dengan larutan klorin
100 ppm dan ditiriskan. Penggunaan klorin 100-200 ppm mampu mengurangi
cemaran E. coli dan telah digunakan dalam larutan pencuci buah dan sayuran (Balai
Litbang Pertanian, 2008). Lalu, direndam dalam larutan inhibitor yang bertujuan
untuk mencegah pencoklatan enzimatis yang tidak dapat dicegah dengan pencucian
air. Larutan yang digunakan yaitu asam askorbat 0,2%, asam askorbat 0,2% + asam
asetat 0,6%, asam askorbat 0,2% + asam sitrat 0,3%, dan asam askorbat 0,2% + Na-
EDTA 0,5%.
Sampel lalu dikemas dengan kemasan plastik PVC dan disimpan dalam
refrigrator dengan suhu 8-10oC. Menurut Suyitno (1990) PVC mempunyai sifat keras,
kaku, jernih dan mengkilap, sangat sukar ditembus air dan permeabilitas gasnya
rendah sehingga sesuai untuk mengemas makanan yang banyak mengandung air.
Syifa Khairunnisa
240210140108

Sayur memiliki kandungan air yang banyak, sehingga PVC dapat mempertahankan
kandungan airnya dan menjaga kesegaran sayur tersebut. Penyimpanan pada suhu
rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat
atau menghentikan pertumbuhan mikroba (Juniasih, 1997). Sampel diamati
organoleptik, susut bobot, persen BDD dan rendemen akhir selama 7 hari.
Berikut adalah perhitungan BDD smpel brokoli:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
BDD (%) = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
111
= 168 × 100%

= 66,07%
Tabel 1.Hasil Pengamatan Penanganan Minimalis pada Selada
Larutan Wsampel Susut Tanda
H Segar Warna Gambar
Inhibitor (g) Bobot Kerusakan
33,03 0
H0 ++++ Hijau segar -

32,44 0,59
Warna
Hijau
H1 +++ menjadi
kekuningan
kekuningan
31,2 1,24
Kesegaran
Hijau
H2 ++ mulai
kecoklatan
Kontrol berkurang
30,88 0,32 Timbul
warna
Hijau
H3 + kecoklatan
kecoklatan
dibagian
pinggir
28,55 2,33 Pencoklata
n semakin
Hijau banyak,
H4 -
kecoklatan kesegaran
mulai
menghilang
Syifa Khairunnisa
240210140108

28,08 0,47 Layu,


Hijau kecoklatan
H5 --
kecoklatan semakin
banyak
31,99 0 +++++ Hijau muda
H0 -

30.33 1,66 ++++ Hijau muda


H1 -

26,89 3,44 +++ Hijau tua


Mengering
H2 dan Layu
Asam 55%
askorbat 24,36 2,53 +++ Hijau tua Mengering
0.2% H3 dan Layu
60%
23,65 0,71 ++ Hijau tua Mengering
H4 sebagian dan Layu
mencoklat 70%
23,01 0,64 + Daun Mulai
menghitam, menghitam
H5
batang dan
mencoklat membusuk

H0 30,53 0 ++++ Hijau muda -

Asam
askorbat Bercak
0.2% + H1 30,53 0 ++++ Hijau muda coklat
As, asetat +
0,6%

Bercak
H2 28,65 1,88 +++ Hijau muda coklat
+
Syifa Khairunnisa
240210140108

Bercak
H3 27,89 0,76 ++ Hijau tua coklat
++

Bercak
coklat
H4 27,24 0,65 ++ Hijau tua +++
Batang
layu
Bercak
coklat
H5 27,03 0,21 + Hijau tua +++
Batang dan
daun layu
0
H0 27,59 +++ Hijau muda -

H1 26,56 1,03 ++ Hijau muda -

Asam
Bercak
askorbat H2 20,71 5,85 -- Hijau tua
coklat 30%
0.2% +
as sitrat
0,3% Bercak
H3 19,53 1,18 -- Hijau tua
coklat 40%

Bercak
H4 18,62 0,91 --- Hijau tua
coklat 50%

H5 17,90 0,72 --- Hijau tua Hitam 60%

Asam H0 18,75 0 ++++++ Hijau segar -


askorbat
0,2%
+Na H1 17,09 1,66 +++++ Hijau segar -
EDTA
0,5%
H2 13,5 3,59 ++++ Hijau segar Mulai layu
Syifa Khairunnisa
240210140108

Hijau Bercak
H3 11,74 1,76 +++
kecoklatan coklat

Hijau Bercak
H4 10,69 1,05 ++
kecoklatan coklat

Hijau Hijau
H5 10,26 0,43 + kecoklatan kecoklatan
++ ++

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua selada yang direndam dengan
larutan inhibitor yang berbeda mengalami penurunan berat setiap harinya. Hal ini
disebabkan karena sayuran masih mengalami respirasi dan karena hilangnya air
bahan bersangkutan. Muchtadi (1992), berpendapat bahwa kehilangan bobot
komoditi hortikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya penguapan air tetapi
juga oleh hilangnya gas CO2 hasil respirasi. Kehilangan air selama penyimpanan
tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan
kerusakan.
Selada tanpa larutan inhibitor mulai mengalami penurunan kesegaran dan
pencoklatan pada H1. Selada dengan larutan asam askorbat 0,2% mulai mengalami
penurunan kesegaran dan degradasi warna hijau pada H2. Efek asam askorbat, asam
sitrat, dan kalium klorida terhadap polifenol oksidase dan kandungan fenolik pada
buah apel yang di proses minimal dan disimpan pada suhu dingin telah dilaporkan
oleh Rocha et al., (2005) perendaman potongan buah apel dalam larutan asam
askorbat 42.6 mmol selama 5 menit cukup efektif menghambat aktivitas enzim PPO.
Asam askorbat sebagai antioksidan merupakan tipe pereduksi, dengan mentransfer
atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung radikal bebas. Antioksidan dapat
mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap.
Penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi
(oquinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat
Syifa Khairunnisa
240210140108

selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis,


komponen berwarna mulai terbentuk (Eskin, 1990)
Selada dengan larutan asam askorbat 0,2% + asam asetat 0,6% mulai
mengalami penurunan kesegaran dan pencoklatan pada H2. Asetat dapat
menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH lingkungan sampai pH-nya di
bawah 3. Selada dengan larutan asam askorbat 0,2% + asam sitrat 0,3% mulai
mengalami penurunan kesegaran dan pencoklatan pada H2. Asam sitrat menghambat
terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini
berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu asam sitrat juga dapat
menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH sehingga enzim polifenolase
(PPO) menjadi inaktif (Winarno, 1992). Selada dengan larutan asam askorbat 0,2% +
Na EDTA 0,5% mulai mengalami penurunan kesegaran dan pencoklatan pada H3.
Larutan Na-EDTA lebih bagus daplam mempertahankan mutu dari selada karena Na-
EDTA sebagai chelating agent juga berfungsi sebagai antioksidan dan mencegah
reaksi pencoklatan enzimatis. Menurut Fan et al., (2009) menyatakan bahwa EDTA
juga menghambat enzim PPO.Chelating agent membentuk kompleks-kompleks yang
stabil sehingga logam-logam tersebut tak dapat terlibat dalam reaksi-reaksi kimia.
Kesegaran selada semakin lama disimpan semakin menurun dan menjadi layu.
Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi atau
penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan
lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun (Utama dkk, 2007).
Kadar air (85-98%) dan rasio yang tinggi antara luas permukaan dengan berat produk
memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan
dapat terjadi dengan cepat. Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu,
kelembaban serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan.
Mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan
produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu produk. Pada kondisi dimana suhu
produk relatif tinggi maka bukaan-buakaan alami cenderung membuka dan
sebaliknya pada keadaan suhunya relatif rendah maka bukaan alami mengalami
penutupan (Kays, 1991)
Syifa Khairunnisa
240210140108

Selada mengalami perubahan warna dari hijau muda lalu hijau tua hingga
hijau kecoklatan, namun karena disimpan dalam refrigrator perubahan warna lebih
lama terjadi. Warna hijau dapat berubah menjadi cokelat selama penyimpanan karena
reaksi browning (Djubaedah et al., 2004). Perubahan tersebut terjadi karena oksidasi
fenol atau polifenol oleh enzim fenolase. Akibatnya warna sayuran yang semula hijau
berubah menjadi kecoklatan karena terbentuknya feofitin (Muchtadi, 1992).
Penyimpanan pada suhu rendah lebih baik dari pada suhu tinggi dalam
mempertahankan warna karena laju reaksinya lebih kecil dibanding pada suhu tinggi.
Menurut Muchtadi (1989), setiap kenaikan suhu 10ºC kecepatan reaksi enzimatik dan
nonenzimatik rata-rata akan bertambah dua kali lipat.

Kontrol
7
6 Asam askorbat 0.2%
5
SUSUT BOBOT

4 Asam askorbat 0.2% +


3 As, asetat 0,6%

2 Asam askorbat 0.2% +


as sitrat 0,3%
1
0 Asam askorbat 0,2%
+Na EDTA 0,5%
-1 0 2
HARI
4 6

Grafik 1. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Selada


(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017)
Berdasarkan grafik 1. Susut bobot pada selada terlihat tidak berbeda nyata dan
mengalami fluktuasi dengan rata-rata semua perlakuan mengalami kenaikan susut
bobot sampai H2. Fluktuasi susut bobot dapat disebabkan karena suhu penyimpanan
pada refrigrator tidak stabil akibat kulkasnya sering dibuka tutup. Pada H5 susut
bobot paling kecil yaitu selada dengan perendama asam askorbat 0,2% + asam asetat
0,6%. Susut bobot disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi
CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi, serta transpirasi yang dilakukan oleh
jaringan hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan.
Susut bobot juga disebabkan hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang
Syifa Khairunnisa
240210140108

disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan dan kehilangan CO2
selama respirasi (Winarno, 1992).
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penanganan Minimalis pada Brokoli
SusutBo Tanda
Larutan
H Wsampel bot Segar Warna Kerusak Gambar
Inhibitor
an
31,5649 -
Hijau
H0 +++++ ++++ -
Kuning +

31,3195 0,2454
Hijau +++
H1 +++++ -
Kuning ++

29,5436 1,7759 Mulai


Hijau +++ mengala
H2 ++++
Kuning ++ mi
pelayuan
28,2758 1,2678 Ada
encoklata
Kontrol Hijau +++
H3 +++ n
Kuning ++
dibagian
batang
28,2240 0,0518 Pelayuan
dan
Hijau +++ pencokla
H4 ++
Kuning ++ tan
meningk
at
27,6540 0,57 Semakin
layu dan
pencokla
Hijau +++ tan
H5 +
Kuning ++ menyeba
r hampir
keseluru
h bagian
Syifa Khairunnisa
240210140108

Hijau Tua
H0 31,1630 - +++++ -
+++++

Hijau Tua
H1 30,4065 0,7565 +++++ -
++++

Mulai
Hijau Tua mengala
H2 28,1474 2,2593 +++
++ mi
pelayuan
Semakin
layu,
Asam mulai
askorbat Hijau Tua
H3 27,9838 0,1634 ++ mengala
0.2% +
mi
pencokla
tan
Layu,
pencokla
Hijau Tua
H4 27,5555 0,4283 + tan
+
meningk
at
Layu,
pencokla
Hijau Tua
H5 27,0820 0,4735 + tan
+
meningk
at

Hijau
H0 - +++++ kekuningan -
+++++
Asam
askorbat
0.2% + Hijau
asetat H1 30,4141 +++++ kekuningan -
0,6% +++++
Hijau
semakin Mulai
H2 29,0370 1,3771 ++++
kekuningan layu
++++
Syifa Khairunnisa
240210140108

Hijau
semakin
H3 28,5528 0,4842 +++ Layu
kekuningan
++++
Hijau Bercak
semakin pada
H4 28,0850 0,4678 +++
kekuningan bagian
+++ batang
Bercak
pada
Hijau
H5 26,7822 1,3028 ++ bagian
+++
batang
dan daun
Hijau tua
H0 32,4045 - +++++ 80%, hijau -
muda 20%
Hijau tua
H1 32,3066 0,0979 +++++ 80%, hijau -
muda 20%
Hijau tua
H2 31,7997 0,5069 ++++ 80%, hijau -
Asam muda 20%
askorbat
0.2% + Hijau tua
as sitrat H3 31,3123 0.4874 +++ 80%, hijau -
0,3% muda 20%

Hijau tua
kecoklata
H4 31,2201 0,0922 +++ 80%, hijau
n ++
muda 20%
Hijau tua
80%, kecoklata
H5 31,0712 0,1489 +++
kuning n ++
20%
Hijau
Asam H0 31,258 - +++++ ++++ -
askorbat kuning +
0,2% +
Na
Hijau
EDTA
H1 30,7899 0,4681 +++++ ++++ -
0,5%
kuning +
Syifa Khairunnisa
240210140108

Hijau
++++
H2 27,6717 3,1182 ++++ kuning + -

Hijau +++
kuning ++
H3 25,6712 2,0005 +++ -

Hijau Warna
++++ hijau
H4 25,3525 0,3187 ++
kuning ++ mulai
pudar
Hijau Warna
Naik (+ ++++ hijau
H5 26,5363 ++
1,1838) kuning ++ mulai
pudar
(Sumber: DokumentasiPribadi, 2017)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua brokoli yang direndam dengan
larutan inhibitor yang berbeda mengalami penurunan berat setiap harinya. Penyebab
penurunan berat juga sama seperti selada masih terjadi proses respirasi dan
kehilangan kandungan airnya. Kesegaran brokoli semakin lama disimpan semakin
menurun dan menjadi layu. Brokoli mengalami penurunan intensitaas warna hijau
dari hijau tua menjadi hijau kekuningan dan mengalami kecoklatan. Warna bunga
brokoli sebagai indikator kesegaran menyatakan apabila kenampakan masih terlihat
aslinya atau warna dasarnya tidak terjadi perubahan (Winarno, 1993). Perubahan
warna bunga brokoli dari warna hijau menjadi kuning terjadi karena degradasi
klorofil. Klorofil sangat mudah terdegradasi oleh cahaya, pH, suhu, oksigen dan
alkohol yang berlebihan.
Brokoli tanpa larutan inhibitor mulai mengalami penurunan kesegaran dan
pencoklatan pada H2. Brokoli dengan larutan asam askorbat 0,2% mulai mengalami
penurunan kesegaran dan degradasi warna hijau pada H3. Brokoli dengan larutan
asam askorbat 0,2% + asam asetat 0,6% mulai mengalami penurunan kesegaran dan
pencoklatan pada H2. Brokoli dengan larutan asam askorbat 0,2% + asam sitrat 0,3%
mulai mengalami penurunan kesegaran dan pencoklatan pada H3. Brokoli dengan
larutan asam askorbat 0,2% + Na EDTA 0,5% mulai mengalami penurunan
Syifa Khairunnisa
240210140108

kesegaran dan pencoklatan pada H4. Fungsi larutan inhibitor pada brokoli juga sama
seperti pada selada.

3.5 Kontrol
3
2.5
Asam askorbat
Susut Bobot

2
0.2%
1.5
1
Asam askorbat
0.5 0.2% + asetat 0,6%
0
-0.5 0 2 4 6
Hari
Grafik 2. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Brokoli
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017)
Berdasarkan grafik 2. Susut bobot pada selada terlihat tidak berbeda nyata dan
mengalami fluktuasi dengan rata-rata semua perlakuan mengalami kenaikan susut
bobot sampai H2. Fluktuasi susut bobot dapat disebabkan karena suhu penyimpanan
pada refrigrator tidak stabil akibat kulkasnya sering dibuka tutup. Pada H5 susut
bobot paling kecil yaitu brokoli dengan perendama asam askorbat 0,2% + asam
sitrat0,3%. Penurunan berat brokoli menunjukkan air pada produk terevaporasi ke
lingkungan. Sedangkan peningkatan berat menunjukkan brokoli lebih mampu
mempertahankan air dalam produk dan menyerap air dalam lingkungan. Penurunan
berat brokoli merupakan gejala terjadinya kerusakan jaringan pada brokoli (Makfoeld,
1992). Jaringan yang rusak mengakibatkan produk mudah kehilangan air atau terjadi
susut berat. Selain itu susut berat brokoli terjadi akibat proses respirasi (Finger, 1994).
Syifa Khairunnisa
240210140108

V. KESIMPULAN

Kesimpulan pada praktikum kali ini, yaitu:


1. Selada dengan berbagai perlakuan yangberbeda mengalami perubahan dan
terdapat tanda kerusakan, namun perendaman dengan asam askorbat 0,2% +
Na EDTA 0,5% merupakan perlakuan terbaik untuk selada karena tidak
banyak kerusakan.
2. Pada H5 susut bobot paling kecil yaitu selada dengan perendama asam
askorbat 0,2% + asam asetat 0,6%.
3. Brokoli dengan berbagai perlakuan yangberbeda mengalami perubahan dan
terdapat tanda kerusakan, namun perendaman dengan asam askorbat 0,2% +
Na EDTA 0,5% merupakan perlakuan terbaik untuk selada karena tidak
banyak kerusakan.
4. Pada H5 susut bobot paling kecil yaitu brokoli dengan perendama asam
askorbat 0,2% + asam sitrat0,3%.
Syifa Khairunnisa
240210140108

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Menurunkan Kontaminasi


Mikroba pada Buah dan Sayuran Segar. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 30[6] : 3-5.
Djubaedah, E., Djumarman, E. H. Lubis, dan T. Hendraswaty. 2004. Pengaruh
konsentrasi garam, penambahan jenis asam terhadap mutu lada hijau dalam
botol selama penyimpanan. J. Teknol dan Industri Pangan. 15(3): 188-198.
Durand, B. 1990. Les achats des menageres de produits de 4e gamme. Infos- CTIFL
65: 42-45. Di dalam Chervin C dan P Boisseau. 1996. Journal of Food Science.
58: 399-402.

Eskin, N.A.M. 1990. Biochemistry of Food. 2nd Ed. Departement of Food and
Nutrition, The University of Mannitoba, Canada.
Fan, T., J. Zhao, X. Fan, M. Yu, and G. Jiang. 2011. Purification and characterization
of phenoloxidase from brine shrimp Artemia sinica. Acta Biochim Biophys
Sin.,43: 722–728
Fellows, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd ed.
Woodread.Pub.Lim: England.
Finger, Catherine. 1994. The Ability of Earning to Predict Future Earning and Cash
Flow. Journal of Accounting Research Vol. 32.2 (Autum), P.210-223.
Juniasih, I.A.K. 1997. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap
Retensi Vitamin C, Total Asam dan pH Buah Stroberi. Skripsi. Program Studi
Teknologi Pertanian. Universitas Udayana: Denpasar.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book,
NY.
Makfoeld, D. 1992. Polifenol. Pusat Antar Study Universitas (PAU). Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Muchtadi, T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
IPB: Bogor.
Muchtadi, D., 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas, Pangan dan Gizi.
Muchtadi, T. R. 2000. Sayur-Sayuran Sumber Serat dan Antioksidan : Mencegah
Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA. IPB:
Bogor.
Syifa Khairunnisa
240210140108

Muhadjir, I. 1999. The technology of minimally processed and edible coated film in
modified atmosphere packing of promising horticultural products. Seminar on
Agro and Biotechnology Broke Rage Event in Hilton Executive Club: Jakarta.
Muhadjir, Imam. 2010. Pengembangan Industri Hasil Hortikultura Melalui Inovasi
Teknologi Proses Minimal. Pengembangan Inovasi Pertanian, 3[3]:184-198.
Utama, M., Supartha, K., A., Nocianitri dan I., A., R., Pratiwi Pudja. 2007. Pengaruh
Suhu Air dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun pada
Proses Crisping. Agitrop, 26[3]:117-123.
Rocha, A.M.C.N., and A.M.M.B.De Morais. 2005. Polyphenoloxidase Activity of
Minimally processed ‘jonagored’ Apples ( Malus domestica).Journal of Food
Processing and Preservation. 29(1) : 8-19.
Susanto, T., dan B., Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil pertanian. Bina
Swadaya: Surabaya.
Suyitno. 1990. Bahan-bahan Pengemas. PAU. UGM. Yogyakarta.
Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G 1993. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta
Syifa Khairunnisa
240210140108

JAWABAN PERTANYAAN

1. Apakah fungsi perendaman sayuran dalam larutan asam pada proses


pengolahan minimalis sayuran tersebut ?
Perendaman dalam asam bertujuan mengurangi jumlah mikroorganisme
kontaminan sehingga umur simpan lebih lama dan sebagai zat inhibitor enzim
pencokelatan enzimatis atau fenolase.

2. Jelaskan pengaruh jenis dan konsentrasi asam (larutan inhibitor) terhadap


produk pengolahan minimalis yang dihasilkan !
Perendaman brokoli di dalam asam askorbat 0,2% dan Na EDTA 0,5% tidak
mengalami penurunan kesegaran ataupun pencoklatan, tetapi mengalami perubahan
warna dari hijau menjadi kuning. Hal ini dikarenakan fungsi kedua larutan tersebut
sebagai zat penghambat pencoklatan.

Anda mungkin juga menyukai